• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Moral Ekonomi Pedagang

Pandangan James C. Scott tersebut memberikan inspirasi pula bagi Hans-Dieter Evers dan kawan-kawan untuk menulis ekonomi moral pedagang. Evers dan kawan-kawan dalam buku mereka, The Moral Economy of Trade: Ethnicity and Developing Market (1994: 7) menyutujui pendapat James Scott (1976: 176) bahwa masyarakat petani umumnya dicirikan dengan tingkat solidaritas yang tinggi dan dengan suatu sistem nilai yang menekankan tolong-menolong pemilikan bersama sumberdaya dan keamanan subsistensi. Terdapat bukti kuat bahwa, bersama-sama dengan resiprositas, hak terdapat subsistensi merupakan suatu prinsip moral yang aktif dalam tradisi desa kecil. Ini direfleksikan pada tekanan-tekanan sosial terhadap orang yang relatif berpunya di dalam desa tersebut untuk membuka tangan dengan lebar menyambut tetangga-tetangga atau kerabat-kerabat yang kurang bernasib baik (Damsar, 2011:237).

Dalam kondisi seperti ini pedagang menghadapi dilema yaitu memilih antara memenuhi kewajiban moral kepada kerabat-kerabat dan tetangga-tetangga untuk menikmati bersama pendapatan yang diperolehnya sendiri di satu pihak dan untuk mengakumulasikan modal dalam wujud barang dan uang di pihak lain.

Kehidupan masyarakat akan teratur, baik, dan tertata dengan benar bila terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu bentuk peraturan tersebut adalah tentang moral. Dalam bahasa Indonesia, moral

(2)

diartikan sebagai susila. Moral adalah ajaran baik-buruk yang diterima masyarakat dalam perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti dan susila. Norma dan nilai-nilai merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam moral dan dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan baik buruknya tindakan atau perbuatan sebagai manusia. Norma dapat diartikan sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan. Selain norma, nilai termasuk didalam unsur-unsur moral. Nilai merupakan suatu harga, isi atau makna dari perbuatan yang memiliki tujuan. Nilai berada di dalam moral agar seseorang dapat berbuat baik dengan tujuan yang memiliki nilai. Moral, norma, dan nilai-nilai dapat berjalan apabila didalamnya terdapat atribut yaitu sifat atau tindakan untuk melakukan hal tersebut sehingga menghasilkan perilaku-perilaku yang benar dalam kehidupan (Soekanto, 1990:199).

Bertolak dari semuanya itu, moral telah mencakup berbagai aspek kehidupan baik dalam budaya, agama, politik, pendidikan dan ekonomi. Di dalam ekonomi, moral juga diperlukan. Moral ekonomi adalah suatu tindakan ekonomi yang dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi sesuai dengan etika atau tata tertib tingkah laku dalam pola bertindak dan berpikir yang dianggap baik dan benar di dalam aktivitas ekonomi. Nilai-nilai moral diletakkan diatas pertimbangan ekonomi di dalam setiap pengambilan keputusan untuk menjalankan usaha. Moral ekonomi dan etos kerja adalah salah satu hal yang penting didalam peningkatan produktivitas ekonomi.

(3)

Moral ekonomi pada awalnya sudah ada sejak masa dulu. Masyarakat pada awalnya menggunakan sistem barter. Kemudian, dengan adanya perkembangan muncullah etika subsistensi pada petani. Moral ekonomi petani tidak berorientasi pada untung dan menghindari resiko. Mereka bekerja hanya untuk mencukupi kebutuhan semata.

Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh James.C.Scott pada petani di Asia tenggara ditemukan bahwa banyak petani di Asia tenggara yang hasil panennya hanya digunakan sebagai bahan pangan saja. Mereka menggunakan hasilnya untuk kebutuhan hidup, selebihnya dijual untuk membeli beberapa barang kebutuhan seperti garam, kain dan untuk memenuhi tagihan-tagihan dari pihak luar (Scott, 1981:4-5). Sifat resiprositas dan prinsip ”dahulukan selamat” masih melekat pada masyarakat ini. Sudah menjadi suatu konsensus yang tak terucapkan mengenai resiprositas pada petani untuk menolong kerabat, teman dan tetangga dari kesulitan dan akan mengharapkan perlakuan yang sama apabila mereka dalam kesulitan. Norma-norma inilah yang telah melekat dalam moral ekonomi petani, (Scott, 1981:19).

Tetapi ketika petani mengalami pungutan-pungutan terhadap hasil produksi mereka, maka muncul moral ekonomi untuk melakukan suatu tindakan yang benar agar subsistensi mereka tidak terancam. Para petani, menurut James Scott mulai mencari pekerjaan-pekerjaan sampingan. Seperti berjualan kecil-kecilan, menjadi tukang kecil, buruh lepas atau malah berimigrasi. Hal-hal tersebut mulai dilakukan para kaum Peasant untuk tidak tergantung pada bantuan orang lain dengan cara mulai menjual hasil pertanian ke pasar. Pada saat

(4)

kebutuhan dan perkembangan semakin maju, maka etika subsistensi kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga muncul sistem ekonomi uang.

Sesuai dengan perkembangan dan meningkatnya kebutuhan maka sistem barter yang dilakukan oleh mayarakat pertama berangsur-angsur berubah. Demikian juga dengan moral ekonomi petani yang sifatnya subsistensi dan menghindari resiko juga mengalami peubahan. Perkembangan manusia selalu dinamis karena itu ketika para peasant mengalami dilema, maka mereka mulai mengubah moral ekonomi mereka. Sifat untuk mencapai untung dan mulai mengambil resiko mulai dilakukan oleh kaum peasant yang dimulai dengan menjadi pedagang. Moral ekonomi pedagang yang masih disisipi oleh moral ekonomi petani mulai mengalami berbagai perkembangan.

Menurut Hans Dieter Evers dalam Damsar (2000: 90-92), moral ekonomi pedagang tetap menghadapi permasalahan dalam aktivitas jual-beli. Evers menyatakan bahwa para pedagang seringkali mengalami dilema, hal inilah yang menyebabkan adanya pertentangan dalam diri pedagang sendiri. Apabila pedagang menggunakan harga yang tinggi, maka dagangannya tidak akan laku, tetapi apabila pedagang menjual dagangannya dengan harga murah sedangkan modal sangat mahal maka kerugian akan dialami atau jika pedagang bermurah hati dengan menetapkan harga yang rendah atau memperpanjang jangka waktu pembayaran maka pedagang itu akan menghadapi kerugian juga.

(5)

Dalam keadaan seperti ini menurut H.D.Evers, pedagang berusaha mencari jalan keluar sendiri. Diantaranya adalah dengan memilih jalan untuk merantau atau membuka usahanya di daerah lain, sehingga pertentangan batinpun tidak ada lagi. Evers memandang bahwa pedagang adalah manusia yang kreatif dan dinamis. Hal ini didasarkan kepada para pedagang yang tidak tertumpu pada norma-norma yang ada di didalam masyarakat. Mereka bisa menyelesaikan permasalahan pribadi tanpa melanggar norma-norma yang ada. Berbeda seperti yang dinyatakan James Scott tentang moral ekonomi petani yang didasarkan atas norma subsistensi dan norma resiprositas yang terikat sangat statis pada aktivitas ekonomi mereka. Prinsip moral tersebut dipelajari, dipahami, dan diterapkan dalam kehidupan melalui proses pembudayaan secara terus-menerus dan diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Di sini yang menjadi alat kontrol atas tingkah laku seseorang di dalam komunitas adalah ukuran “baik dan buruk” berdasarkan sistem nilai (budaya) yang dianut oleh masyarakat.

Pada dasarnya setiap manusia yang terlibat dalam aktivitas perekonomian akan mengalami hal yang sama dalam dilema atau permasalahan dalam aktivitas ekonomi, baik masyarakat petani, pedagang, nelayan baik mereka yang ada di desa maupun di perkotaan. Apabila mereka menghadapi masalah yang disebut dengan masalah subsistensi atau resiprositas, maka mereka akan mencoba untuk melakukan tindakan-tindakan yang baru seperti menjual, menggadaikan, meminjam uang (berhutang) dan tindakan lainnya. Tujuan dari semua itu adalah untuk mengamankan posisi mereka dalam aktivitas perekonomian di dalam menghadapi persaingan yang ada.

(6)

Melihat dilema yang dialami oleh pedagang tersebut, Hans Dieter Evers dalam Damsar (2000) menemukan 5 (lima) solusi atau jalan keluar yang berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para pedagang dalam menghadapi dilema tersebut, yaitu:

1. Imigrasi Pedagang Minoritas

Kelompok minoritas baru dapat diciptakan melalui migrasi atau dengan etnogenesis yaitu munculnya identitas etnis baru. Cara diferensiasi etnis dan budaya tersebut secara efektif dapat mengurangi dilema pedagang. Evers memberikan contoh tentang ”pedagang kredit” yang ada di Sumateraa Utara, yang sebagian berasal dari suku Batak dan beragama Kristen yang melakukan aktivitas dagangnya sebagai penjual pakaian dan kain bakal baju kepada orang-orang desa dengan pembayaran tidak kontan. ”Pedagang kredit” itu sendiri membeli barang dagangannya kepada pedagang grosir yang umumnya orang Minangkabau. Evers melihat jika orang Minangkabau sendiri yang melakukan ”perdagangan kredit’ seperti yang dilakukan oleh orang Batak, di kampung halaman tempat asalnya maka dia akan dihadapkan kepada dilema yaitu antara mencari keuntungan untuk mengakumulasi modal dan kewajiban moral untuk menikmati bersama dengan orang sekampung atas penghasilannya. Untuk menghindari dilema tersebut maka lebih baik merantau (migrasi) ke daerah lain dan melakukan aktivitas perdagangan di sana.

(7)

2. Pembentukan Kelompok-Kelompok Etnis atau Religius

Muncul dua komunitas moral yang menekankan pentingnya kerja sama tetapi tidak keluar dari batas-batas moral. Seperti pedagang kredit yang ada di Sumatera Barat, mereka dibutuhkan oleh masyarakat Sumatera Barat sebagai pemasok kebutuhan sandang baru, sedangkan pedagang sendiri memperoleh untung yang relatif besar karena harga ditetapkan relatif lebih tinggi dari harga di pasaran. Ini berarti terdapat hubungan kerja sama yang saling menguntungkan antara masyarakat pedesaan Sumatera Barat dan pedagang kredit yang masing-masing memiliki komunitas moral sendiri yaitu agama Islam dan agama Kristen.

3. Akumulasi Status Kehormatan (Moral Budaya)

Melalui peningkatan akumulasi modal budaya berarti adanya peningkatan derajat kepercayaan masyarakat untuk melakukan aktivitasnya. Sesuai dengan studi Geertz tentang peranan santri pada sektor perdagangan orang Jawa bahwa kedermawanan, keterlibatan dalam urusan masyarakat, berziarah, menunaikan ibadah haji yang dilakukan oleh kaum santri memberi dampak kepada akumulasi modal budaya yang dimiliki. Hal ini menghindari dari cemoohan masyarakat sebagai orang kikir dan tamak tetapi sebaliknya dianggap orang yangberbudi baik dan bermurah hati. 4. Munculnya Pedagang Kecil dengan Ciri “Ada Uang Ada Barang”

Dengan mengambil fenomena pedagang bakul di Jawa, Evers melihat bahwa para pedagang bakul kurang ditundukkan oleh tekanan solidaritas jika dibandingkan dengan pedagang yang lebih besar. Pedagang bakul

(8)

akan bersikeras melakukan transaksi dalam bentuk “ada uang ada barang” dan menghindari masalah utang piutang dengan pelanggan. Apabila ada permintaan kredit maka akan dipertimbangkan dengan sangat hati-hati dan sangat dibatasi sehingga tidak muncul resiko perkreditan. Dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh pedagang kecil tersebut, memungkinkan pedagang untuk menghindari dilema yang biasanya dialami.

5. Depersonalisasi (Ketidakterlekatan) Hubungan-Hubungan Ekonomi. Jika ekonomi pasar berkembang dan hubungan-hubungan ekonomi relatif tidak terlekat atau terdiferensiasi maka dilema pedagang ditransformasikan ke dalam dilema sosial pasar ekonomi kapitalis. Evers melihat bahwa suatu ekonomi modern memerlukan rasionalisasi hubungan-hubungan ekonomi dan keunggulan produktivitas di satu sisi dan di sisi lain keadilan sosial dan redistribusi dibutuhkan untuk mempertahankan legitimasi penguasa serta tatanan sosial dan politiknya. Ini bukan berarti dilema pedagang hilang tetapi nilainya turun dan ditransformasikan ke dalam suatu figur sosial dan budaya baru.

2.2 Tindakan Ekonomi

Tindakan ekonomi adalah suatu bentuk dari tindakan sosial. Menurut Weber, tindakan ekonomi dapat dipandang sebagai suatu tindakan sosial sejauh tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku orang lain. Aktor sebagai pelaku ekonomi akan selalu mengarahkan tindakannya menurut kebiasaan dan adat dari nilai-nilai dan norma yang dimiliki dalam sistem hubungan sosial yang sedang berlangsung. Pada kelompok masyarakat petani, tindakan ekonomi merupakan

(9)

cerminan langsung dari moral ekonomi sedangkan pada masyarakat pedagang, tindakan ekonomi merupakan kombinasi antara moral ekonomi, kepentingan ekonomi dan dimensi moral mereka yang senantiasa dinamis. Norma-norma moral, adat, hukum dipandang sebagai sesuatu yang mengganjal dalam mencapai kepentingan pribadi. Tetapi sebagai manusia yang kreatif, masyarakat pedagang tetap mencari jalan keluar dengan melakukan proses interaksi antara pedagang dengan pedagang maupun pedagang dengan kelompok masyarakat, (Damsar, 2000:92-100).

Ekonomi mengasumsikan bahwa setiap individu memiliki pilihan-pilihan atau preferensi tertentu. Tindakan individu bertujuan untuk memaksimalkan utilitas dan keuntungan yang selanjutnya dalam ekonomi disebut prinsip rasionalitas. Akan tetapi pandangan tersebut berbeda dari sudut pandang sosiologi, yakni seperti yang dikemukakan Weber mengenai tindakan yang dalam sosiologi dibedakan menjadi tindakan rasional, tradisional dan spekulatif-irrasional.

Para ekonom cenderung menganggap bahwa tindakan ekonomi dapat ditarik dari hubungan antara preferensi selera dengan harga ataupun jasa pada sisi lainnya. Sementara pandangan sosiolog memberi makna tindakan aktor yang dikontruksi secara historis. Mengenai tindakan ekonomi, para ekonomi relatif tidak memperhatikan aspek power atau kekuasaan karena menurut sudut pandang ekonomi tindakan ekonomi dianggap sebagai pertukaran diantara yang sederajat. Sedangkan menurut sosiologi tidaklah demikian, melainkan power ataupun kekuasaan dipandang sebagai salah satu dimensi yang penting dalam menentukan tindakan ekonomi.

(10)

Tindakan ekonomi tidak dapat terlepas dari moral ekonomi dalam ekonomi pasar. Di dalam ekonomi pasar, ditemukan budaya yang mempengaruhi sistem nilai-nilai setiap pelaku ekonomi sesuai dengan yang mereka yakini dan pilihan-pilihan rasional yang menuntun para pelaku ekonomi untuk melakukan kegiatan mereka.

2.3 Resiprositas

Polanyi mengartikan resiprositas sebagai hubungan timbal balik antara orang-orang yang berkedudukan yang sama dalam suatu masyarakat. Redistribusi merupakan suatu pengumpulan barang dan atau jasa pada suatu titik pusat tertentu ( raja atau kepala suku), kemudian barang dan jasa tersebut dikembalikan secara merata oleh pihak titik pusat kepada masyarakat luas. Sedangkan pertukaran pasar menunjuk pada hubungan timbal balik antara orang-orang yang mana aturan hubungan itu dibentuk oleh kekuatan pasar yang menciptakan terbentuknya suatu harga. (Polanyi)

Resiprositas menunjuk pada gerakan di antara kelompok-kelompok simetris yang saling berhubungan. Ini terjadi apabila hubungan timbal balik antara individu-individu atau antara kelompok-kelompok sering dilakukan. Hubungan bersifat simetris terjadi apabila hubungan antara berbagai pihak (antara individu dan individu, individu dan kelompok serta kelompok dan kelompok) memilik posisi dan peranan yang relatif sama dalam suatu proses pertukaran.

(11)

Dari berbagai kepustakaan yang ada tentang resiprositas dapat disimpulkan terdapat dua jenis resiprositas, yaitu :

1. Resiprositas sebanding (generalized reciprocity)

Resiprositas sebanding merupakan kewajiban membayar atau membalas kembali kepada orang atau kelompok lain atas apa yang mereka berikan atau lakukan untuk kita secara setara, seringkali, langsung, dan terjadwal. Jadi resiprositas sebanding dapat diidentifikasikan dengan kenyataan bahwa individu dengan sengaja dan terbuka mengkalkulasikan apa yang mereka berikana kepada orang lain dan secara terebuka dinyatakan sifat pengembalian yang akan diperoleh.

2. Resiprositas umum

Kewajiban member atau membantu orang atau kelompok lain tanpa mengharapkan pengembalian, pembayaran atau balasan yang setara dan langsung. Resiprositas umum tidak menggunakan kesepakatan terbuka aau langsung antara pihak-pihak terlibat. Ada harapan bersifat umum (general) bahwa pengembalian setara atau hutang ini akan tiba pada saatnya, tetapi tidak ada batas waktu tertentu pengembalian, juga tidak ada spesifikasi mengenai bagaimana pengembalian itu dilakukan (Sanderson, 2003: 118).

2.4 Modal Sosial

Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas. Modal sosial menjadi khasanah perdebatan yang

(12)

menarik bagi ahli-ahli sosial dan pembangunan khususnya awal tahun 1990-an. Teori tentang modal sosial ini pada awalnya dikembangkan oleh seorang sosiolog Perancis bernama Pierre Bourdieu, dan oleh seorang sosiolog Amerika Serikat bernama James Coleman. Bourdieu menyatakan ada tiga macam modal, yaitu modal uang, modal sosial, dan modal budaya, dan akan lebih efektif digunakan jika diantara ketiganya ada interaksi sosial atau hubungan sosial. Modal sosial dapat digunakan untuk segala kepentingan, namun tanpa ada sumber daya fisik dan pengetahuan budaya yang dimiliki, maka akan sulit bagi individu-individu untuk membangun sebuah hubungan sosial. Hubungan sosial hanya akan kuat jika ketiga unsur diatas eksis (Hasbullah, 2004:9).

James Coleman mengartikan modal sosial (social capital) sebagai struktur hubungan antar individu-individu yang memungkinkan mereka menciptakan nilai-nilai baru. Menurut Coleman, modal sosial lemah oleh proses-proses yang merusak kekerabatan, seperti perceraian dan perpisahan, atau migrasi. Ketika keluarga meninggalkan jaringan-jaringan kekerabatan mereka yang sudah ada, teman-teman dan kontak-kontak yang lainnya, maka nilai dari modal sosial mereka akan jatuh (Field, 2005:140).

Fukuyama merumuskan modal sosial dengan mengacu kepada “norma-norma informal yang mendukung kerjasama antara individu dan kapabilitas yang muncul dari prevalensi kepercayaan dalam suatu masyarakat atau di dalam bagian-bagian tertentu dari masyarakat. Modal sosial dapat menfasilitasi ekspansi ekonomi ke tingkat yang lebih besar bila didukung dengan radius kepercayaan yang meluas (Ahmadi, 2003: 6 ). Putnam merumuskan modal sosial dengan

(13)

mengacu pada ciri-ciri organisasi sosial, seperti jaringan, norma-norma, dan kepercayaan yang menfasilitasi koordinasi kerjasama untuk sesuatu yang manfaatnya bisa dirasakan secara bersama-sama (mutual benafit).modal sosial dalam bentuk struktur masyarakat yang horizontal ( yang kemudian melahirkan asosiasi-asiosiasi horisontal) berperan penting dalam mendukung kemajuan ekonomi.

Menurut Robert Lawang, modal sosial menunjuk pada semua kekuatan kekuatan sosial komunitas yang dikontruksikan oleh individu atau kelompok dengan mengacu pada struktur sosial yang menurut penilaian mereka dapat mencapai tujuan individual dan/atau kelompok secara efisien dan efektif dengan modal-modal lainnya (Lawang, 2004:24). Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu dapat bekerjasama untuk memperoleh hal-hal yang tercapai sebelumnya serta meminimalisasikan kesulitan yang besar. Modal sosial menentukan bagaimana orang dapat bekerja sama dengan mudah. Hakikat modal sosial adalah hubungan sosial yang terjalin dalam kehidupan sehari-hari warga masyarakat. Hubungan sosial mencerminkan hasil interaksi sosial dalam waktu yang relatif lama sehingga menghasilkan jaringan, pola kerjasama, pertukaran sosial, saling percaya, termasuk nilai dan norma yang mendasari hubungan sosial tersebut (Ibrahim, 2006:110).

Pierre Bourdieu (Dalam Field, 2005:16) menjelaskan bahwa pusat perhatian utamanya dalam modal sosial adalah tentang pengertian “tataran sosial”. Menurutnya bahwa modal sosial berhubungan dengan modal-modal lainnya,

(14)

seperti modal ekonomi dan modal budaya. Ketiga modal tersebut akan berfungsi efektif jika kesemuanya memiliki hubungan. Modal sosial dapat digunakan untuk segala kepentingan dengan dukungan sumberdaya fisik dan pengetahuan budaya yang dimiliki, begitu pula sebaliknya.dalam konteks huibungan sosial, eksistensi dari ketiga modal (modal sosial, modal ekonomi dan budaya) tersebut merupakan garansi dari kuatnya suatu ikatan hubungan sosial.

Pierre Bourdieu (Dalam Field, 2005:16) menjelaskan bahwa pusat perhatian utamanya dalam modal sosial adalah tentang pengertian “tataran sosial”. Menurutnya bahwa modal sosial berhubungan dengan modal-modal lainnya, seperti modal ekonomi dan modal budaya. Ketiga modal tersebut akan berfungsi efektif jika kesemuanya memiliki hubungan. Modal sosial dapat digunakan untuk segala kepentingan dengan dukungan sumberdaya fisik dan pengetahuan budaya yang dimiliki, begitu pula sebaliknya.dalam konteks huibungan sosial, eksistensi dari ketiga modal (modal sosial, modal ekonomi dan budaya) tersebut merupakan garansi dari kuatnya suatu ikatan hubungan sosial.

Pada masyarakat dikenal beberapa jenis modal, yaitu modal budaya (culturalcapital), modal manusia (human capital), modal keuangan (financial capital) dan modaklfisik. Modal budaya lebih menekankan pada kemampuan yang dimiliki seseorang, yang diperoleh dari lingkungan keluarga atau lingkungan sekitarnya. Modal manusia lebih merujuk pada kemampuan, keahlian yang dimiliki individu. Modal keuangan merupakan uang tunai yang dimiliki, tabungan pada bank, investasi, fasilitas kredit dan lainya yang bisa dihitung dan memiliki nilai nominal. Modal fisik dikaitkan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan

(15)

material atau fisik.

Modal sosial akan dapat mendorong keempat modal diatas dapat digunakan lebih optimal lagi. Menurut Hasbullah, modal sosial adalah sumberdaya yang dapat dipandang sebagi investasi untuk mendapatkan sumberdaya baru.. Di mana kebudayaan tersebut dapat membantu masyarakat atau komunitas supaya bisa menumbuh kembangkan kehidupan ekonomi masyarakat atau komunitas tersebut. Kemampuan komunitas mendayagunakan modal sosial membuat penggunaan modal menjadi lebih efektif dan efisien sehingga memungkinkan terciptanya sistem pengelolaan yang berkelanjutan.

Beberapa defenisi yang diberikan para ahli tentang modal sosial yang secara garis besar menunjukkan bahwa modal sosial merupakan unsur pelumas yang sangat menentukan bagi terbangunnya kerjasama antar individu atau kelompok atau terbangunnya suatu perilaku kerjasama kolektif. Dalam modal sosial selalu tidak terlepas pada tiga elemen pokok yang ada pada modal sosial yang mencakup

(a) Kepercayaan/Trust (kejujuran, kewajaran, sikap egaliter, toleransi, dan kemurahan hati);

(b) Jaringan Sosial/Social Networks (parisipasi, resiprositas, solidaritas, kerjasama);

(c) Norma/norms (nilai-nilai bersama, norma dan sanksi, aturan-aturan). Menurutnya ketiga elemen modal sosial di atas berikut aspek-aspeknya pada hakikatnya adalah elemen-elemen yang ada atau seharusnya ada dalam kehidupan sebuah kelompok sosial, apakah kelompok itu bernama komunitas,

(16)

masyarakat, suku bangsa, atau kategori lainnya atau dengan kata lain elemen-elemen modal sosial tersebut merupakan pelumas yang melicinkan berputarnya mesin struktur sosial.

2.5 Pengertian dan Fungsi Distribusi

Banyaknya jenis kebutuhan manusia yang harus dipenuhi, memerlukan usaha yang lebih banyak untuk menghasilkan barang dan jasa. Dengan banyaknya barang dan jasa yang dihasilkan, memerlukan kegiatan tertentu agar hasil tersebut dapat sampai ke tangan pengguna (konsumen). Semakin cepat barang atau jasa digunakan oleh konsumen, semakin menguntungkan kedua belah pihak baik produsen maupun konsumen.Untuk menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen dengan cepat, menguntungkan, efisien (berhasil guna), dan efektif (berdaya guna), maka dibutuhkan kegiatan distribusi yang dilakukan oleh satu lembaga yang disebut distributor.

Distribusi barang dan jasa adalah suatu kegiatan untuk menyampaikan, menyebarkan, atau menyalurkan barang dan jasa dari produsen kepada konsumen. Orang atau lembaga yang menjalankan kegiatan distribusi disebut distributor. Kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan distribusi umumnya dilakukan oleh para pedagang yang menyalurkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Dalam penyaluran barang dan jasa, distribusi mempunyai fungsi sebagai berikut.

(17)

2.5.1 Fungsi Distribusi

a. Menyalurkan Barang dan Jasa Dari Produsen Ke Konsumen

Para distributor dalam menjalankan kegiatannya, melayani produsen dengan menyalurkan hasil produksinya ke pihak konsumen yang membutuhkan. Di sinilah letak fungsi utama distribusi berupa menyalurkan barang dan jasa.

b. Memecahkan Perbedaan Tempat

Produsen dan konsumen yang berbeda tempat dapat menimbulkan perbedaan harga barang yang tinggi. Produsen padi di sentra-sentra produksi padi, harga beras lebih murah dibanding tempat konsumen yang tidak menghasilkan beras. Untuk mengatasi perbedaan harga, pedagang membawa beras dari sentra produksi padi yang harganya lebih murah, ke tempat konsumen sehingga harga beras dapat terjangkau oleh para konsumen. Perbedaan tempat dan hasil produksi diatasi oleh pedagang dengan membagi hasil produksi secara merata di tempat yang kelebihan produksi ke tempat yang kekurangan produksi.

c. Memecahkan Perbedaan Waktu

Waktu pada saat barang dihasilkan biasanya tidak bersamaan dengan waktu pada saat barang dibutuhkan, misalnya padi dan gula yang dihasilkan secara musiman, namun dibutuhkan secara terus-menerus oleh konsumen. Perbedaan waktu ini diatasi oleh para pedagang dengan melakukan pembelian diwaktu panen, kemudian menyimpannya, dan pada waktu dibutuhkan konsumen baru dijual kembali sehingga kebutuhan konsumen tetap terjaga. Dalam hal ini,

(18)

pedagang telah membantu memperlancar arus barang dan menjaga tingkat harga yang normal.

d. Seleksi dan Kombinasi Barang

Konsumen umumnya membutuhkan beberapa macam barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Karena beragam kebutuhan konsumen ini, maka para pedagang juga harus mampu menyediakan beberapa macam barang dan jasa tersebut sesuai kebutuhan konsumen. Para pedagang mengatasi perbedaan itu dengan menyediakan bermacam barang dan jasa dalam jumlah dan mutu yang diinginkan para konsumen sesuai daya belinya.

2.5 Konsep Aktor

Ekonomi seperti yang disebutkan sebelumnya merupakan suatu usaha

dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaannya yang berhubungan dengan pengalokasian sumber daya masyarakat dengan mempertimbangkan kemampuan, usaha, dan keinginan masing-masing. Bisa dikatakan kegiatan ekonomi merupakan cara bagaimana orang secara individual atau kelompok memenuhi kebutuhan hidup terhadap barang dan jasa. Dalam hal ini segala aktifitas yang dilakukan mereka berhubungan dengan proses produksi, distribusi, dan konsumsi.

Individu merupakan titik tolak dalam analisis ekonomi. Sebagaimana yang diterangkan dalam buku pengantar sosiologi ekonomi karangan Prof. Dr. Damsar yang mengatakan bahwa pendekatan individu dalam analisis ekonomi berakar dari utilitarianisme dan ekonomi politik Inggris. Utilitarianisme mengasumsikan

(19)

bahwa individu adalah makhluk yang rasional, senantiasa menghitung dan membuat pilihan yang dapat memperbesar kesenangan pribadi atau keuntungan pribadi, dan mengurangi penderitaan atau menekan biaya. Sementara ekonomi politik Inggris dibangun diatas prinsip “laissez faire” yaitu “biarkan hal-hal sendiri, biarkan hal yang baik masuk”. Artinya biarkan individu mengatur dirinya, karena individu tahu yang dimauinya. Akan tetapi kontrol negara tetap dibutuhkan sebagai penjaga dalam kebebasan individu dalam mendapatkan keuntungan yang diinginkan.

Mengapa individu diberi kebebasan? Jawabannya karena individu itulah sendiri yang lebih mengetahui daripada orang lain mengenai kemampuan, pengetahuan, keterampilan, jaringan, dan lainnya yang dimilikinya. Sebagai contoh, Rudi memilih bekerja sebagai makelar kendaraan bermotor dibandingkan menjadi seorang guru SMA, meskipun dia seorang sarjana pendidikan bahasa, dengan berbagai pertimbangan yang rasionalnya, seperti kemampuan finansial, pengetahuan, keterampilan, jaringan dan dukungan dari anggota keluarga dan kerabat lainnya yang lebih dulu berkelut dan semuanya berhasil. Sehingga dia menjatuhkan pilihan tersebut dan dianggap sebagai keputusan yang rasional dan tepat. Lain lagi dengan Sinta yang meninggalkan pekerjaannya sebagai penjual pakaian dan pindah menjadi guru SD setelah lulus ujian dengan status PNS (Pegawai Negeri Sipil). Dia beranggapan menjadi penjual baju butuh modal yang besar sementara dia berasal dari keluarga miskin dan dia merasa tidak cocok berprofesi sebagai pedagangan. Tapi menjadi guru adalah profesi yang diidam-idamkan sejak dulu serta didukung dengan kemampuan dan keterampilannya

(20)

sebagai tenaga pengajar yang baik. Dia juga berpamdangan bahwa jika menjadi PNS maka masa tuanya setelah pensiun akan dijamin oleh negara.

Contoh lain, yang dikutip dalam buku pengantar sosiologi ekonomi, seorang wanita karir yang melihat dirinya dalam kaitannya dengan apa yang dilakukannya, diperbuat atau dikerjakannya. “Apapun kata orang tentang diriku, kutahu yang kumau”. Itulah cara berpikir dan prinsip sang wanita karir itu. Beginilah cara ekonomi klasik memandang aktor, dalam hal ini wanita karir tersebut.

Beda dalam pendangan sosiologi dalam mendiskusikan individu, aktor dianggap sebagai kesatuan yang dikonstruksi secara sosial, yaitu aktor dalam suatu interaksi atau aktor dalam masyarakat. Aktor dalam suatu interkasi artinya individu yang terlibat dalam suatu interaksi dengan individu atau beberapa individu lainnya. Individu dipandang sebagai aktor kreatif dalam menciptakan, mempertahankan, dan merubah dunianya pada saat interaksi berlangsung. Contoh, seorang mahasiswa yang setiap harinya mengenakan pakaian-pakaian bermerek dan mengendarai mobil mewah ke kampus, berpenampilan bagus daripada teman-temannya yang lain, seakan-akan memamerkan kekayaan orang tuanya. Suatu hari ketika mangikuti perkuliahan, dia pun ditunjuk oleh dosen ke depan dan memberikan penjelasan ke teman-teman sekelasnya tentang tema yang diangkat pada saat perkuliahan tersebut. Tapi apa yang terjadi, mahasiswa tersebut maju dan berdiri di depan dengan tubuh gemetaran dan tidak mampu mengeluarkan satu kata pun dari mulutnya. Sudah beberapa menit berdiri, belum juga melontarkan sebuah kata. Akhirnya sang dosen, mengeluarkan kalimat kepadanya, “penampilan saudara layaknya orang dewasa, tapi sayang saudara masih

(21)

dikalahkan oleh seorang anak TK”. Mahasiswa tersebut merasa sangat malu dihadapan dosen dan mahasiswa lainnya. Semenjak peristiwa itu, dia pernampilan sederhana seperti mahasiswa lainnya dan tidak lagi memamerkan kekayaan orang tuanya. Berdasarkan contoh di atas terlihat dengan jelas pentingnya konteks interaksi dalam memperoleh perilaku seseorang dalam berbusana.

Selanjutnya yang dimaksud aktor dalam masyarakat adalah individu yang identitas dirinya tidak tampil tetapi tersembunyi dalam suatu kesatuan yang dinamakan masyarakat. Masyarakat sebagai satu kesatuan yang di dalamnya terdiri dari individu-indivdiu yang membentuknya. Sebagai contoh, hubungan persahabatan yang dipandang oleh Berger sebagai masyarakat. Pola hubungan persahataan dengan pola hubungan teman biasa sangat berbeda. Pola hubungan persahabatan dikenal dengan istilah sistem interaksi atau dikenal juga sebagai masyarakat, sedang pola hubungan teman biasa hanya disebut sebagai interaksi sosial biasa.

Dari penjelasan di atas, dapat ditekankan bahwa aktor dalam sosiologi tidak bisa dilihat sebagai individu itu sendiri, akan tetapi individu itu harus dihubungkan atau dikaitkan dengan individu lainnya baik sebagai peroranga mapun dalam bentuk kelompok.Dari segi ekonomi, mengasumsikan bahwa aktor tidak dihubungkan dengan aktor lainnya. Sedang dari segi sosiologi, mengasumsikan bahwa aktor dihubungkan dengan dan dipengaruhi oleh aktor lainnya (Damsar 2009).

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, proses PSDM merupakan metode yang sesuai dalam pengolahan data seismik refleksi 2D karena dapat memenuhi kebutuhan untuk memperoleh kualitas

Pengakuan hasil investasi berupa dividen tunai yang diperoleh dari penyertaan modal pemerintah daerah yang terbagi atas saham-saham yang pencatatannya menggunakan metode biaya,

pada tanah mineral mempunyai nilai bulk density yang lebih rendah.. dibandingkan tanah dibawahnya.nilai bulk density tanah mineral

Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas IV Sekolah Dasar Muhammadiyah 036 Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar tahun ajaran 2014-2015 dengan jumlah siswa

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah kemampuan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan, dimana suatu target kerja dapat

Punk sendiri bukan hanya sebuah komunitas sosial tetapi mencakup di dalamnya ideologi, politik, musik dan gaya hidup yang terangkum dalam sebuah subkultur yang menjadi

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini mencakup lima bab yaitu, bab I pendahuluan, bab II tinjauan pustaka, bab III karakteristik fisik jalan, sistem aktivitas,

Definisi ini mengimplikasikan bahwa biaya kualitas berhubungan dengan dua sub kategori dari kegiatan terkait mutu, yakni kegiatan pengendalian dan kegiatan produk