TINGKAT ADOPSI PETANI DALAM PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) – PADI
(Kasus di Desa Cimanggung, Kec. Cimanggung, Kab. Sumedang)
Hepi Hapsari1 dan Sigit Purnama
1Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran e-mail : hapsari.hepi@yahoo.co.id
Kelompok Jurnal : Q16 Agricultural Extension Services
Abstrak. Penyuluhan adalah bagian dari pemberdayaan petani. Program SL-PTT ditujukan untuk memberdayakan petani agar memiliki kemandirian dan mampu mentransfer ilmunya kepada petani lain. Dengan kompentensi petani yang semakin baik, diharapkan produksi dan kualitas padi juga semakin baik, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Tujuan penelitian adalah : (1) mengkaji tingkat adopsi petani dalam mengaplikasikan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi; (2) mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi petani. Desain penelitian kuantitatif analitis. Metode penelitian survey deskriptif. Sample penelitian adalah petani peserta SL-PTT padi di Desa Cimanggung, Kec. Cimanggung, Kab. Sumedang. Analisis data secara deskriptif dengan tabulasi silang. Hasil penelitian menunjukkan skor adopsi petani terhadap teknologi PTT padi, rata-rata 62,44 %, belum sesuai rujukan (SOP). Skor ini termasuk kategori sedang mendekati rendah. Dari enam komponen PTT yang dianjurkan, hanya satu yang dilakukan petani sesuai rujukan, yakni penanaman bibit muda. Artinya masih banyak aspek penting yang ditinggalkan petani dalam menerapkan PTT. Hal ini disebabkan faktor usia petani di atas 50 tahun dan luas lahan kurang dari 1 Ha, sulit menerapkan inovasi baru. Selain itu, petani belum mendapatkan keuntungan ekonomi yang berarti dari penerapan PTT.
Kata kunci : adopsi, petani, SLPTT-padi
ADOPTION OF FARMERS FIELD SCHOOL PROGRAM INTEGRATED CROP MANAGEMENT (FS-ICM) RICE (Case in Cimanggung Village, District Cimanggung, Sumedang)
Abstract. Extension is part of the empowerment of farmers. FS-ICM program aimed at empowering farmers to have independence and are able to transfer their knowledge to other farmers. With the competence of farmers are getting better, expected production and quality of rice is also getting better, sustainable and environmentally friendly. The purpose of the study was : (1) assess the level of adoption of farmers in applying the Integrated Crop Management (ICM) rice; (2) identify the factors that influence the rate of adoption by farmers. Analytical quantitative research design. Descriptive survey research methods. Sample study participants were farmers FS-ICM Cimanggung rice in the village, Cimanggung district, Sumedang regency. Analysis of descriptive data by cross-tabulation. The results showed scores of farmers to technology adoption ICM rice, average 62.44 %, yet appropriate referral (SOP). These scores are approaching the low category. Of the six components ICM recommended, only one farmer
corresponding reference, namely the young seedlings. This means that there are many important aspects which left farmers in implementing ICM. This is due to aging of farmers over 50 years old and narrow land area of less than 1 Ha, difficult to apply new innovations. In addition, farmers have not been a significant economic benefit from the application of ICM.
Key words : adoption, farmers, FS-ICM-rice PENDAHULUAN
Penyuluhan adalah bagian dari pemberdayaan petani. Program SL-PTT ditujukan untuk memberdayakan petani agar memiliki kemandirian dan mampu mentransfer ilmunya kepada petani lain. Dengan kompentensi petani yang semakin baik, diharapkan produksi dan kualitas padi juga semakin baik, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Sejak tahun 2009 Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang telah melaksanakan SLPTT padi di seluruh desa sebagai upaya meningkatkan produksi padi premium. Desa Cimanggung merupakan salah satu tempat pelaksanaan SLPTT yang dinilai kurang berhasil meningkatkan produktivitas padi, yakni hanya meningkat 0,67 % (Tabel 1). Padahal target peningkatan produksi padi yang ditentukan oleh Balai Agribisnis Kecamatan Cimanggung sebesar 5 Kw/Ha atau 7 % per musim tanam.
Tabel 1. Produktivitas Padi Inhibrida Desa Cimanggung dalam Pelaksanaan SLPTT Bulan Pelaksa-naan SL-PTT Tanam Penya-luran benih (Kg) Luas panen (Ha) Prov LL (Kw GKG/ Ha) Produktivitas padi (Kw GKG/Ha) Ha % Sblm Ssdh Peningkatan Ku/Ha % April-Juli 2012 25 100 625 25 76 65 65,44 0,44 0,67
Sumber: Data Balai Agribisnis Kecamatan Cimanggung, 2012
Masalah peningkatan produksi padi yang belum sesuai target akan semakin parah apabila tidak segera dicari penyebab dan solusinya. Mengapa peningkatan produktivitas padi kurang sesuai target di saat SLPTT intensif dilaksanakan di Kabupaten Sumedang secara umum dan Kecamatan Cimanggung secara khusus. Salah satu faktor yang diduga menyebabkan produktivitas kurang maksimal adalah karena petani tidak melaksanakan prosedur Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) sesuai rekomendasi Sekolah Lapang. Kemampuan intelektual (daya tangkap), kemampuan finansial (modal), kemauan diri (motivasi) diduga menyebabkan petani bersedia melaksanakan rekomendasi PTT atau tidak.
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi adalah suatu inovasi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani padi melalui perbaikan sistem dan pendekatan perakitan paket teknologi, dinamisasi komponen teknologi padi yang memiliki efek sinergistik, dilakukan secara partisipatif, dan bersifat dinamis. Paket PTT bersifat spesifik lokal, tergantung pada faktor biofisik, dan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat. Terdapat enam komponen PTT yakni (1) varietas unggul modern; (2) benih bermutu; (3) bibit muda; (4) sistem tanam; (5) pemeliharaan; (6) panen dan pasca panen. Menurut Ahmad Suryana, dkk. (2008) dan Kushartanti, dkk. (2007),
anjuran komponen PTT termasuk inovasi pertanian, seharusnya dihasilkan oleh lembaga penelitian dan teknologi berdasar (berakar) pada kearifan lokal.
Setiap petani mempunyai pandangan atau persepsi yang berbeda-beda terhadap segala hal yang mereka anggap baru (inovasi). Pandangan atau persepsi petani dipengaruhi oleh karakter mereka. Petani yang mempunyai pengetahuan luas, orientasi kosmopolit, usia relatif muda, lahan dan modal cukup, cenderung lebih cepat menerima inovasi (Van den Ban, 1999). Rogers (1983) dalam Totok Mardikanto (2010) menyebutkan faktor-faktor yang mempercepat adopsi inovasi antara lain : (1) sifat-sifat inovasi; (2) karakteristik calon pengguna; (3) kompetensi fasilitator (penyuluh); (4) saluran komunikasi; (5) sistem sosial.
Tujuan penelitian : (1) mengkaji tingkat adopsi petani peserta SLPTT-padi dalam menerapkan komponen Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) ; (2) mengakaji faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat adopsi petani peserta SLPTT-padi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada Agustus - November 2012 di Desa Cimanggung, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang. Desain penelitian adalah kuantitatif dengen metode penelitian survei deskriptif. Penelitian survei merupakan bentuk penyelidikan yang bersifat kritis untuk memperoleh keterangan atas persoalan tertentu di suatu wilayah atau kelompok masyarakat, hanya dengan mengambil contoh (sample) dari populasi yang ada (Sugiyono, 2011). Operasionalisasi Variabel yang diteliti sebagai berikut :
Tabel 2. Operasionalisasi Variabel
Konsep Variabel Klasifikasi / Indikator
Karakteristik Petani Umur < 60 tahun ; > 60 tahun Pendidikan formal Tidak sekolah ; Tamat SD
Tamat SMP ; Tamat SMA Luas lahan < 0,5 Ha ; 0,5 – 1 Ha ; > 1 Ha Pengalaman usahatani Mulai bertani sampai sekarang Komponen Pengelolaan Varietas unggul modern VUB/ VUH/ VUTB
Tanaman Terpadu (PTT) Benih bermutu Benih bersertifikat dan vigor Bibit muda - Bibit umur 15-20 HST
- Pembilasan bibit - Perendaman
- Lebar bedengan 1-2 m Sistem tanam - 3 bibit / lubang
- Jajar legowo 2:1 ; 4:1 ; 6:1 Pemeliharaan - Pemupukan N berdasarkan Bagan
Warna Daun (BWD)
- Pemupukan P dan K berdasarkan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) - Pupuk organik (kompos 5 ton/Ha atau
kandang 2 ton/Ha) - Pengairan berselang
- Pengendalian hama penyakit terpadu - Pengendalian gulma
Panen dan pasca panen - Panen tepat waktu - Serempak
- Perontokan dgn sabit bergerigi / mesin - Pengeringan gabah kadar air < 18 % - Penyimpanan gabah kadar air 12 – 14 %
Faktor percepatan adopsi PTT
Sifat-sifat inovasi PTT - Keuntungan relatif - Kompatibilitas - Kompleksitas - Triabilitas - Observabilitas Karakteristik calon pengguna
(petani)
- Umur - Luas Lahan - Tingkat partisipasi
- Pendidikan non formal (pelatihan serupa) Kompetensi fasilitator
(penyuluh)
- Kemampuan berkomunikasi - Pendidikan formal yang relevan - Sikap positif
- Pengalaman kerja - Kesesuaian sosial budaya Saluran komunikasi (media
penyuluhan PTT)
- Tatap muka langsung (tanpa media) - Dengan bantuan media kom Sistem sosial (sikap budaya
petani)
Sistem terbuka (menerima inovasi) Sistem tertutup (menolak inovasi)
Sumber data primer adalah petani peserta program SLPTT padi di Desa Cimanggung. Data sekunder diperoleh dari penelusuran dokumen yang terkait dengan pelaksanaan SLPTT padi. Responden diambil 10 % secara acak proporsional dari 200 petani padi yang tergabung dalam 8 kelompok tani yang ada di Desa Cimanggung. Analisis data secara deskriptif berdasarkan tabulasi silang atau tabulasi frekuensi. Tingkat adopsi masing-masing komponen PTT dihitung berdasarkan rumus : 100 % : 6. Terdapat 6 komponen PTT. Dengan asumsi jika petani mengadopsi (menerapkan) semua rekomendasi PTT maka nilainya 100 % (sempurna). Penilaian penerapan PTT berdasarkan observasi di lapangan yang didampingi fasilitator (penyuluh) SLPTT. Faktor-faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi dinilai berdasarkan persepsi responden. Terdapat 5 faktor percepatan adopsi. Skor masing-masing faktor dihitung berdasarkan rumus 100 % : 5. Dengan asumsi jika responden menilai baik semua faktor (menurut persepsi mereka), maka skor faktor percepatan adopsi 100 % (sempurna). HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Tingkat Adopsi Teknologi PTT
Desa Cimanggung berada di lereng G. Kareumbi, Kabupaten Sumedang. Kondisi topografi dengan ketinggian 600-700 m di atas permukaan laut; kemiringan 20-450;
bentangan datar dan berbukit. Jenis padi yang dibudidayakan biasanya padi premium khas dataran tinggi Priangan, yang berciri pulen dan wangi. Dalam kasus penelitian ini, varietas yang ditanam adalah VUB inhibrida tipe Inpari 13 bersertifikat.
Tabel 3. Distribusi 25 Petani Responden berdasarkan Penerapan Komponen PTT
Komponen PTT Kriteria 25 Petani responden
orang %
Varietas unggul modern VUB/VUH//VUTB - menerapkan - tidak menerapkan 16 9 64 36 25 100
Benih bermutu (bersertifikat dan vigor) - menerapkan - tidak menerapkan 16 9 64 36 25 100 Bibit muda - Umur 15-20 HSS - Pembilasan - Perendaman - Lebar bedengan 1-2 m - menerapkan seluruhnya - menerapkan sebagian 0 25 0 100 25 100 Sistem tanam - 3 bibit per lubang
- Jajar legowo 2:1 ; 4:1 ; 6:1 - menerapkan seluruhnya - tmenerapkan sebagian 16 9 64 36 25 100 Pemeliharaan - Pemupukan N P K standar - Pemupukan organik - Pengairan berselang - Pengendalian HPT - Pengendalian gulma - menerapkan seluruhnya - menerapkan sebagian 2 23 8 92 25 100
Panen dan pasca panen - Panen tepat waktu - Serempak - Perontokan - Pengeringan gabah - Penyimpanan gabah - menerapkan seluruhnya - menerapkan sebagian 2 23 8 92 25 100
Sebanyak 76 % responden berumur 40 – 60 tahun; 84 % memiliki lahan sempit (< 0,5 Ha); 74 % pendidikan formal tamat SD; pengalaman usahatani rata-rata 30 tahun secara turun temurun; produktivitas padi rata-rata 3 Kw GKG/Ha. Karakteristik tersebut mengindikasikan bahwa mereka adalah petani kecil dengan potensi kompetensi rendah. Dengan SLPTT diharapkan kompetensi mereka sebagai petani padi meningkat yang berujung pada produktivitas dan pendapatan meningkat pula.
Sebagian besar responden menggunakan varietas unggul modern dan benih bersertifikat, seperti yang dianjurkan PTT. Namun ada 36 % responden yang tidak menggunakan varietas unggul modern dan benih bersertifikat karena keterbatasan modal sehingga terpaksa menggunakan benih sendiri dari sisa hasil panen musim lalu. Ada juga responden yang belum mempercayai manfaat PTT sehingga belum bersedia menerapkannya.
Semua responden hanya menerapkan sebagaian prosedur bibit muda. Mereka tidak melakukan pembilasan bibit padi dan perendaman air garam seperti yang disarankan PTT. Perendaman air garam dimaksudkan untuk pemilihan bibit yang baik dan menghilangkan sisa-sisa larutan ZA. Menurut responden prosedur pembilasan dan perendaman air garam tersebut dinilai kurang praktis.
Sebagian besar responden (64 %) telah menerapkan sistem tanam jajar legowo dan 3 bibit per lubang. Jajar legowo dimaksudkan untuk memberi ruang cukup (lega) di lahan sehingga petani mudah mengendalikan hama, penyakit, gulma dan pengaturan air. Namun beberapa responden belum terbiasa dengan sistem ini sehingga tidak menerapkannya. Ada pula yang menilai jajar legowo terlalu longgar sehingga populasi
tanaman lebih sedikit dan dikhawatirkan hasil panen juga lebih sedikit. Hasil penelitian Sri Catur (2002) dari BPTP Jawa Tengah menunjukkan sistem tanam jajar legowo menghasilkan panen lebih tinggi daipada sistem tanam konvensional.
Sebagian besar responden (92 %) menerapkan sebagian cara pemeliharaan padi yang dianjurkan PTT. Petani kurang memperhatikan dosis dan waktu pemupukan yang tepat. Pemupukan organik juga jarang dilakukan karena pembuatan pupuk organik perlu biaya, waktu dan tenaga tambahan. Jika petani terbatas kuangan (modal), maka pemupukan dapat terlambat dan dosis agak dikurangi. Menurut responden, mereka perlu pendampingan agar dapat mengikuti semua anjuran PTT dan dapat mengatasi segala permasalahan secara mandiri.
Demikian pula untuk panen dan pasca panen, sebagian besar responden (92 %) kurang taat aturan PTT. Responden kurang memperhatikan panen tepat waktu, tidak serempak dan kadar air gabah kering giling ada yang di atas 14 %. Petani perlu pembinaan terus menerus agar tujuan SLPTT tercapai yakni meningkatkan produktivitas padi sampai 7 %, kualitas gabah baik, harga tinggi, dan pendapatan petani meningkat.
Tabel 4. Tingkat Adopsi Petani Responden terhadap Pengelolaan Tanaman Terpadu
No Kategori Jumlah responden Prosentase (%)
1 Tinggi (total nilai > 80 %) 5 20
2 Sedang ( total nilai 50 % – 80 %) 3 12
3 Rendah (total nilai < 50 %) 17 68
Jumlah 25 100
Kategori tingkat adopsi berdasarkan standar yang dikeluarkan BPTP-NTB (2004)
Secara umum, tingkat adopsi responden terhadap PTT padi, termasuk rendah. Kategori tingkat adopsi berdasarkan standar BPTB Nusa Tenggara Barat (2004). Banyak anjuran PTT yang tidak dilakukan responden, karena berbagai alasan teknis (rumit), ekonomis (mahal), atau budaya (kebiasaan).
b. Faktor-faktor Percepatan Adopsi Teknologi PTT
Teknologi PTT termasuk inovasi. Suatu inovasi dapat lebih cepat diadopsi manakala didukung oleh faktor-faktor sebagai berikut : (1) sifat-sifat inovasi; (2) karakteristik calon pengguna; (3) kompetensi fasilitator (penyuluh); (4) saluran komunikasi; (5) sistem sosial pengguna.
Tabel 5. Distribusi 25 Petani Responden berdasarkan Faktor Percepatan Adopsi Faktor Percepatan
Adopsi
Persepsi petani responden 25 Petani responden
orang % Sifat-sifat Inovasi - Keuntungan relatif - Kompatibilitas - Kompleksitas - Triabilitas - Observabilitas - PTT memiliki seluruh karakteristik inovasi
- PTT hanya memiliki sebagian karakteristik inovasi 16 9 64 36 25 100
Karakteristik petani pengguna - Umur relatif muda
- Lahan cukup luas - Partisipasi tinggi
- Seting pelatihan yg relevan
- Petani peserta SLPTT memiliki seluruh karakter tsb.
- Petani peserta SLPTT memiliki sebagian karekter tsb 1 24 4 96 25 100 Kompetensi Penyuluh - Mampu berkomunikasi - Pendidikan formal relevan - Sikap positif dapat dicontoh - Pengalaman kerja cukup - Sosial budaya sesuai petani
- Penyuluh PTT memiliki seluruh kompetensi tsb.
- Penyuluh PTT memiliki sebagian kompetensi tsb. 20 5 80 20 25 100 Saluran Komunikasi - Tatap muka langsung - Menggunakan media kom
- Penyuluhan tatap muka dan menggunakan media kom - Penyuluhan hanya tatap muka
1 24 4 96 25 100 Sistem sosial
- Sistem sosial terbuka - Sistem sosial tertutup
- Petani membuka diri terhadap inovasi
- Petani cenderung menutup diri terhadap inovasi 22 3 88 12 25 100
Menurut responden, teknologi PTT memiliki sifat-sifat inovasi yang baik. Namun mereka mengalami kesulitan ketika menerapkan di lapangan karena belum terbiasa dan terkendala biaya seperti pembelian benih bersertifikat, pemupukan tepat waktu dan tepat dosis. Karaktersitik petani padi dinilai kurang mendukung percepatan adopsi PTT karena kepemilikan lahan sempit (< 0,5 Ha) dan jarang mendapat pelatihan yang meningkatkan kompetensi. Beberapa petani padi yang memiliki lahan sempit, beralih budidaya hortikultura karena dinilai lebih menguntungkan.
Responden menilai fasilitator (penyuluh) PTT memiliki kompetensi yang diharapkan petani, yakni (1) mampu berkomunikasi dengan baik; (2) pendidikan formal sesuai dengan pekerjaannya; (3) sikap baik dan dapat dicontoh; (4) pengalaman kerja cukup lama; (5) sosial budaya agama sesuai dengan petani.
Masyarakat (petani) Desa Cimanggung memiliki ciri sistem sosial terbuka, dapat menerima inovasi namun juga tidak lepas dari kearifan lokal. Menurut Totok Mardikanto (2010) adopsi inovasi di dalam sistem masyarakat terbuka relatif lebih cepat dibanding dengan di dalam masyarakat tertutup. Sedangkan Ahmad Suryana, dkk. (2008) dan Kushartanti, dkk. (2007) mengatakan bahwa teknologi PTT termasuk inovasi, seharusnya berdasar pada hasil penelitian dan kearifan lokal.
Tabel 6. Pengaruh Faktor-faktor Percepatan Adopsi menurut Persepsi Responden
No Kategori Jumlah responden Prosentase (%)
1 Tinggi (total nilai > 80 %) 12 48
2 Sedang ( total nilai 50 % – 80 %) 10 40
3 Rendah (total nilai < 50 %) 3 12
Jumlah 25 100
Kategori Percepatan Adopsi berdasarkan standar yang dikeluarkan BPTP-NTB (2004)
Secara umum, responden menilai bahwa (1) sifat-sifat teknologi PTT; (2) karakteristik petani Cimanggung; (3) kompetensi penyuluh PTT; (4) saluran komunikasi
yang dipakai penyuluh; (5) sistem sosial petani Cimanggung dapat mempercepat adopsi PTT, dengan nilai rata-rata 72,52 % termasuk kategori sedang. Yang dinilai menghambat percepatan adopsi adalah karakteristik petani yang umumnya berlahan sempit dan kurang kompetensi, serta saluran komunikasi yang dipakai penyuluh masih terbatas tatap muka. Petani di Desa Cimanggung lebih menyukai penyuluhan tatap muka, padahal teknologi komunikasi sudah berkembang.
c. Kendala Teknis, Sosial dan Ekonomi dalam Adopsi Teknologi PTT
Kendala teknis yang masih terjadi antara lain : beberapa petani responden belum menggunakan varietas unggul modern; menggunakan benih sendiri yang tidak bersertifikat; umur bibit terlalu tua; jumlah bibit lebih dari 3 per lubang tanam; sistem tanam petakan (konvensional); pemupukan tidak tepat waktu dan dosis; pupuk organik kurang; panen tidak tepat waktu dan tidak serempak; kadar air gabah di atas 14 %. Kendala sosial antara lain : organisasi kelompok belum teratur; pembagian tugas seadanya; kelompok tani belum dapat berperan sebagai tempat belajar dan berusaha bersama; partispasi anggota relatif rendah; kurangnya koordinasi kelompok tani dengan penyuluh dan Dinas Pertanian.
Kendala ekonomi antara lain : upah tenaga kerja mahal; modal (keuangan) terbatas sehingga mengganggu jadwal usahatani; harga jual lebih ditentukan tengkulak; umumnya petani tidak melakukan analisis usahatani; petani belum bisa mengakses pasar lebih luas; belum ada koperasi petani yang betul-betul dibina pemerintah.
KESIMPULAN
1. Tingkat adopsi petani responden rata-rata 62,44 % termasuk kategori sedang mendekati rendah. Umumnya petani belum menerapkan rekomendasi SLPTT seutuhnya, terutama dalam pemeliharaan, pemanenan dan pasca panen.
2. Berdasarkan persepsi responden, bahwa faktor-faktor : (1) karakteristik PTT sebagai inovasi; (2) karakteristik petani sebagai pengguna; (3) kompetensi penyuluh sebagai fasilitator; (4) saluran komunikasi yang digunakan; dan (5) sistem sosial petani, dapat mempercepat adopsi PTT dengan nilai rata-rata 72,52 %. DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Suryana, dkk. 2008. Panduan Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi. Penerbit : Departemen Pertanian. Jakarta. Anonim. 2012. Laporan Bulanan Realisasi Lokasi SL-PTT Padi Inhibrida. Balai Agribisnis dan UPTD Pertanian Tanaman Pangan Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang.
Kushartanti, E., Suhendrata, dkk. 2007. Petunjuk Teknis Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Propinsi Jawa Tengah. Badan Litbang Departemen Pertanian.
Sri Catur. 2002. Program Intensifikasi Padi Sawah melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT. Laporan Penelitian Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian, Jawa Tengah. Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pertanian.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Penerbit Alfabeta. Bandung.
Totok Mardikanto. 2010. Komunikasi Pembangunan, Acuan bagi Akademisi, Praktisi, dan Peminat Komunikasi Pembangunan. Penerbit : Sebelas Maret University Perss. Surakarta.
Van den Ban, A.W. dan Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Penerbit : Kanisius. Yogyakarta.