• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEKANISME PERIZINAN TEMPAT USAHA KARAOKE DI INDONESIA. Oleh Fima Agatha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEKANISME PERIZINAN TEMPAT USAHA KARAOKE DI INDONESIA. Oleh Fima Agatha"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MEKANISME PERIZINAN TEMPAT USAHA KARAOKE DI INDONESIA

Oleh Fima Agatha

Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung

ABSTRAK: Penyelenggaraan usaha karaoke berkaitan dengan mekanisme perizinan, baik di tingkat daerah, tingkat pusat dan berkaitan dengan hak cipta atas pemutaran lagu yang di dalam usaha karaoke tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah mekanisme perizinan tempat usaha karaoke di Indonesia? Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Jenis data terdiri dari data sekunder dan data primer. Analisis data menggunakan analisis kualitatif untuk memperoleh simpulan sebagai jawaban atas permasalahan penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme perizinan tempat usaha karaoke di Indonesia dimulai dari perizinan di tingkat daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan kepada daerah di daerah yang bersangkutan. Perizinan Usaha Karaoke di Tingkat Pusat diatur dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.91/HK.501/MKP/2010 Tentang Tanda Pendaftaran Usaha Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi. Pelaku usaha karaoke yang memutar lagu-lagu wajib mendapatkan izin dari pemilik hak cipta agar tidak muncul permasalahan di kemudian hari. Pemberlakukan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta secara substansial mengalami perubahan-perubahan yang lebih baik daripada Undang-Undang Hak Cipta sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Substansi tersebut khususnya dalam hal memberikan perlindungan terhadap pencipta dan pemegang hak cipta.

(2)

I. PENDAHULUAN

Hiburan karaoke merupakan suatu unit usaha yang dapat berbentuk badan usaha Indonesia berbadan hukum atau tidak berbadan hukum sesuai dengan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.91/HK.501/MKP/2010 Tentang Tanda Pendaftaran Usaha Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi. Usaha identik dengan uang, barang dan jasa. Dalam usaha selalu ada pertukaran antara uang, barang dan jasa. Usaha juga dapat dihubungkan dengan beberapa aspek kehidupan antara lain: aspek hukum, aspek politik, ideologi, sosial budaya, pertahanan, keamanan. Terdapat berbagai jenis usaha yang mana pelaksanaannya harus diatur oleh pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah berupa izin tempat usaha atau izin gangguan dalam wujud surat izin tempat usaha. Izin merupakan salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam Hukum Administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengatur tingkah laku warga negara.

Pengertian izin atau vergunning adalah despensasi dari suatu larangan oleh undang-undang. Despensasi beranjak dari ketentuan yang pada dasarnya melarang suatu perbuatan, sebaliknya izin beranjak dari ketentuan yang pada dasarnya tidak melarang suatu perbuatan tetapi untuk dapat melakukannya diisyaratkan prosedur tertentu harus dilalui. Bilamana pembuat peraturan tidak melarang suatu perbuatan tetapi diperkenankan, maka perbuatan tersebut harus sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.1

Izin adalah pernyataan yang biasanya dikeluarkan sehubungan dengan suatu perbuatan yang pada hakekatnya harus dilarang tetapi hal yang menjadi obyek dari perbuatan tersebut menurut sifatnya tidak merugikan dan perbuatan itu dapat dilaksanakan asalkan saja dibawah pengawasan alat-alat perlengkapan Administrasi Negara.2

N.M Spelt dan J.B.J.M ten Berge, membagi pengertian izin dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas izin adalah salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi negara. Pemerintah menggunakan izin sebagai suatu sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan perundang-undangan. Dengan memberi izin berarti penguasa memperkenankan orang atau golongan tertentu untuk melakukan tindakan yang sebenarnya dilarang dalam peraturan yang berlaku.3

1 Admosudirjo, Parjudi. Hukum Administrasi Negara, Gahlia. Jakarta. 2004, hlm.42.

2 Hasibuan, Perizinan Pengawasan dan Pelaksanaannya, Citra Medika, Jakarta. 2006.hlm.12 3 Spelth. N.M. dan Ten Berge. Pengantar Hukum Perizinan, ABJM. Jakarta, 2006, hlm.27

(3)

Sesuai dengan pengertian di atas maka dapat dinyatakan bahwa izin dalam arti luas dapat diartikan sebagai suatu persetujuan dari penguasa atau pemangku kepentingan berdasarkan suatu perundang-undangan untuk memperbolehkan pihak tertentu melakukan tindakan atau perbuatan yang dilarang secara umum. Dengan demikian, izin dalam arti luas pada dasarnya merupakan persetujuan dari pemerintah untuk melakukan suatu perbuatan atau tindakan tertentu meskipun perbuatan tersebut pada dasarnya dilarang oleh undang-undang.

Izin dalam arti sempit yaitu pengikatan aktivitas-aktivitas pada suatu peraturan izin yang pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun dimana ia menginginkan agar dapat melakukan pengawasan sekedarnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan istilah pemberian izin tertentu, yang diartikan sebagai kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksud untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, dan fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat dinyatakan bahwa perizinan adalah merupakan suatu tindakan administrasi negara untuk memberikan atau memperkenankan suatu tindakan kepada pihak lain atau pemohon berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang sebenarnya merupakan tindakan yang terlarang, akan tetapi apabila perbuatan tersebut tidak dilarang, maka harus dilakukan dengan prosedur dan syarat-syarat yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk melakukan pembinaan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalia serta pemberian fasilitas tertentu kepada pihak pemohon izin.

Penyelenggaraan usaha karaoke berkaitan dengan mekanisme perizinan, baik di tingkat daerah, tingkat pusat dan berkaitan dengan hak cipta atas pemutaran lagu yang di dalam usaha karaoke tersebut.

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan dalam tulisan ini adalah: Bagaimanakah mekanisme perizinan tempat usaha karaoke di Indonesia?

II. METODE PENELITIAN

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Jenis data terdiri dari data sekunder dan data primer. Analisis data menggunakan analisis kualitatif untuk memperoleh simpulan sebagai jawaban atas permasalahan penelitian.

(4)

III. PEMBAHASAN

Perizinan Usaha Karaoke di Tingkat Daerah

Pemerintah Kota Bandar Lampung menempuh upaya untuk meningkatkan pelayanan publik secara lebih optimal dalam kerangka otonomi daerah dengan membentuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Upaya ini dilaksanakan oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) sebagai pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagai suatu usaha untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat Kota Bandar Lampung.

PTSP di Kota Bandar Lampung dilaksanakan oleh BPMP yang dibentuk 12 Mei 2008 berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung, sebagaimana terakhir kali diubah dengan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2011. Tugas pokok dan fungsi BPMP dalam kaitannya dengan PTSP adalah sebagai perangkat pemerintah daerah yang mengelola sernua bentuk pelayanan perizinan dan non perizinan di daerah dengan sistem satu pintu.

Secara yuridis penyelenggaraan perizinan di Kota Bandar Lampung dijabarkan dalam Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 66 Tahun 2011 tentang Standar Operasional Prosedur Penerbitan Pelayanan Perizinan pada BPMP Kota Bandar Lampung. Prosedur pelayanan tersebut meliputi waktu pembuatan perizinan, biaya yang harus dikeluarkan, prosedur perizinan, dan transparasi pelayanan yang diberikan. Dengan demikian, masyarakat akan tahu ke mana harus mengurus perizinan, biaya, dan waktu untuk membuat perizinan.

Pelayanan perizinan yang diberikan BPMP Bandar Lampung sebelum dilaksanakan PTSP, masih berbelit-belit karena pemohon harus mengurus perizininan dengan prosedur yang panjang, birokrasi yang rumit serta tempat perizinan yang berbeda-beda. Misalnya Izin Mendirikan Bangunan, jika pada instansi teknis sebelumnya (Dinas Tata Kota) memerlukan waktu kurang lebih 4 (empat) bulan, tapi setelah pengurusan izin dilakukan pada BPMP, hanya memakan waktu 30 (tigapuluh) hari kerja. Surat Izin Tempat Usaha (SITU) yang sebelumnya menghabiskan waktu 3 (tiga) minggu, di BPMP hanya 7 (tujuh) hari kerja (sesuai SOP BPMP), dan lain sebagainya.4

4 Philipus M. Hadjon, Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah di Era Otonomi. Rajawali Press.

(5)

Pembentukan PTSP pada BPMP tersebut pada dasarnya merupakan proses pelembagaan organisasi, yaitu proses penataan dari segala aspek yang melekat pada organisasi tersebut. Organisasi merupakan suatu kelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Pengelompokkan orang-orang tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip pembagian kerja, peranan, hubungan, prosedur, standar kerja, dan tanggung jawab tertentu. BPMP sebagai Satuan Kerja pada Pemerintah Kota Bandar Lampung yang dibentuk diharapkan akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik, khususnya pelayanan perizinan di Kota Bandar Lampung.

Pembentukan BPMP Kota Bandar Lampung juga merupakan jawaban tuntutan global akan pelayanan publik yang mudah, cepat, transparan, dan terjangkau yang diharapkan dapat mendorong iklim investasi dan memacu pertumbuhan ekonomi di Bandar Lampung. Hal ini selaras dengan semangat Undang-Undang Pemerintahan Daerah bahwa titik berat otonomi pada daerah kabupaten/ kota adalah dengan tujuan untuk lebih mendekatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat (pelayanan publik) dalam rangka mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, aman, dan demokratis. Pemerintahan Daerah telah memberikan peluang yang besar kepada daerah untuk melakukan inovasi, mengatur dan membuat berbagai kebijakan pembangunan serta peningkatkan kualitas pelayanan umum kepada masyarakat sehingga pelayanan yang diberikan kepada masyarakat benar-benar merupakan pelayanan yang prima.

Persoalan yang dihadapi dalam pelayanan ini adalah masih kurang meratanya pemahaman masyarakat terhadap prosedur perizinan dengan menggunakan sistem PTSP pada BPMP Kota Bandar Lampung, karena mereka terbiasa mengurus perizinan pada masing-masing instansi terkait. Akibatnya mereka merasa prosedur pelayanan dengan sistem PTSP menjadi lebih rumit. Selain itu masih adanya masyarakat yang enggan mengurus sendiri pada BPMP Kota Bandar Lampung dan mereka lebih memilih untuk menitipkan pada pegawai PTSP yang mereka kenal. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan prinsip memberikan pelayanan yang sama pada masyarakat yang mengurus perizinan pada BPMP Kota Bandar Lampung.

Unit PTSP menyediakan enam loket pelayanan ditambah dengan satu loket pembayaran/ kasir. Terdiri dari empat loket penerimaan dan pendaftaran berkas, satu loket informasi mengenai pelayanan PTSP, satu loket penyerahan berkas persyaratan dan satu loket pembayaran. Teknis pembayaran yang dilakukan masyarakat saat mengurus perizinan, setelah semua proses selesai. Perizinan yang dibutuhkan sudah ditandatangani pejabat berwenang, tetapi belum dilakukan penomoran perizinan. Setelah dilakukan pembayaran sesuai ketentuan yang ditetapkan, baru diberikan penomoran dan surat perizinan sudah bisa dibawa pulang dan dipergunakan sesuai ketentuan.

(6)

Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 28 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Usaha Pariwisata menjelaskan bahwa Usaha Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi meliputi:

a. Gelanggang olahraga: b. Gelanggang seni; c. Arena permainan; d. Hiburan malam; e. Panti pijat; f. Taman rekreasi; g. Karaoke; dan h. Jasa impresariat/promotor.

Seperti usaha hiburan lainnya, usaha karaoke merupakan salah satu usaha yang membutuhkan pengawasan dalam pelaksanaan usahanya. Karaoke adalah jenis hiburan dengan menyanyikan lagu-lagu populer dengan iringan musik yang telah direkam terlebih dahulu.

Seperti halnya hiburan lainya, usaha hiburan karaoke pun mempunyai dampak negatif terhadap norma yang ada dalam masyarakat. Hal tersebut timbul karena dalam pelaksanaan kegiatan usahanya melakukan pelanggaran yang bertentangan terhadap Peraturan Daerah.

Usaha karaoke adalah usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas menyanyi dengan atau tanpa pemandu lagu. Larangan dalam menjalankan usaha karaoke, klub malam, diskotik atau sejenisnya berisikan menyebutkan bahwa pengusaha yang menjalankan usaha karaoke, klub malam, diskotik atau sejenisnya,dilarang:

a) Menyediakan tempat pemajangan (aquarium), foto, katalog pramuria atau pelayan;

b) Beroperasi tanpa menggunakan peredam suara;

c) Menyediakan tempat atau fasilitas yang memungkinkan terjadinya prostitusi atau perbuatan asusila;

d) Menyediakan fasilitas tempat tidur atau sejenisnya; e) Menggunakan pintu yang tidak tembus pandang; f) Menyediakan toilet di dalam ruangan karaoke; g) Menerima tamu anak; atau

h) Melakukan kegiatan yang dapat mengganggu pelaksanaan ibadah, keyakinan dan kepercayaan warga masyarakat.

Perizinan Usaha Karaoke di Tingkat Pusat

Perizinan Usaha Karaoke di Tingkat Pusat diatur dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.91/HK.501/MKP/2010 Tentang Tanda Pendaftaran Usaha Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi.

(7)

Pasal 15 mengatur bahwa Bupati, Walikota, atau Gubernur berdasarkan Daftar Usaha Pariwisata menerbitkan Tanda Daftar Usaha Pariwisata untuk diserahkan kepada pengusaha paling lambat dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah pencantuman ke dalam Daftar Usaha Pariwisata.

Tanda Daftar Usaha Pariwisata berisi: a) nomor pendaftaran usaha pariwisata; b) tanggal pendaftaran usaha pariwisata; c) nama pengusaha;

d) alamat pengusaha;

e) nama pengurus badan usaha untuk pengusaha yang berbentuk badan usaha; f) jenis usaha penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;

g) merek usaha, apabila ada;

h) alamat penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;

i) nomor akta pendirian badan usaha dan perubahannya, apabila ada, untuk pengusaha yang berbentuk badan usaha atau nomor kartu tanda penduduk untuk pengusaha perseorangan;

j) nama dan nomor izin teknis, serta nama dan nomor dokumen lingkungan hidup yang dimiliki pengusaha;

k) nama dan tanda tangan pejabat yang menerbitkan Tanda Daftar Usaha Pariwisata; dan

l) tanggal penerbitan Tanda Daftar Usaha Pariwisata.

Tanda Daftar Usaha Pariwisata berlaku sebagai bukti bahwa pengusaha telah dapat menyelenggarakan usaha pariwisata.

Pengusaha wajib mengajukan secara tertulis kepada Bupati, Walikota, atau Gubernur permohonan pemutakhiran Daftar Usaha Pariwisata apabila terdapat suatu perubahan kondisi terhadap hal yang tercantum di dalam Daftar Usaha Pariwisata paling lambat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah suatu perubahan terjadi. Pengajuan permohonan pemutakhiran Daftar Usaha Pariwisata disertai dengan dokumen penunjang yang terkait. Pengajuan dokumen penunjang tersebut berupa fotokopi disampaikan dengan memperlihatkan dokumen aslinya. Pengusaha wajib menjamin bahwa data dan dokumen yang diserahkan adalah absah, benar dan sesuai dengan fakta. Bupati, Walikota, atau Gubernur melaksanakan pemeriksaan kelengkapan, kebenaran dan keabsahan berkas permohonan pemutakhiran Daftar Usaha Pariwisata.

Apabila berdasarkan pemeriksaan ditemukan bahwa berkas permohonan pemutakhiran pendaftaran usaha pariwisata belum memenuhi kelengkapan,

(8)

kebenaran dan keabsahan Bupati, Walikota, atau Gubernur memberitahukan secara tertulis kekurangan yang ditemukan kepada pengusaha.

Pemeriksaan dan pemberitahuan kekurangan diselesaikan paling lambat dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan pemutakhiran Daftar Usaha Pariwisata diterima Bupati, Walikota, atau Gubernur. pabila Bupati, Walikota, atau Gubernur tidak memberitahukan secara tertulis kekurangan yang ditemukan dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan pemutakhiran Daftar Usaha Pariwisata diterima, permohonan pemutakhiran Daftar Usaha Pariwisata dianggap lengkap, benar, dan absah.

Bupati, Walikota, atau Gubernur mencantumkan pemutakhiran ke dalam Daftar Usaha Pariwisata paling lambat 1 satu) hari kerja setelah permohonan pemutakhiran Daftar Usaha Pariwisata dinyatakan atau dianggap lengkap, benar, dan absah. Berdasarkan Daftar Usaha Pariwisata yang telah dimutakhirkan, Bupati, Walikota, atau Gubernur menerbitkan Tanda Daftar Usaha Pariwisata untuk diserahkan kepada pengusaha paling lambat dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah pencantuman pemutakhiran ke dalam Daftar Usaha Pariwisata.

Dengan diterbitkannya Tanda Daftar Usaha Pariwisata maka Tanda Daftar Usaha Pariwisata terdahulu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Pengusaha mengembalikan Tanda Daftar Pariwisata terdahulu kepada Bupati, Walikota, atau Gubernur.

Perizinan Usaha Karaoke Terkait dengan Hak Cipta

Pelaku usaha karaoke yang memutar lagu-lagu wajib mendapatkan izin dari pemilik hak cipta agar tidak muncul permasalahan di kemudian hari. Pemberlakukan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta secara substansial mengalami perubahan-perubahan yang lebih baik daripada Undang-Undang Hak Cipta sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Substansi tersebut khususnya dalam hal memberikan perlindungan terhadap pencipta maupun pemegang hak cipta. Perubahan tersebut di antaranya perluasan objek perlindungan hak cipta, jangka waktu perlindungan hak cipta, perubahan kualifikasi tindak pidana terhadap hak cipta, hak menggugat serta perubahan pidana atas tindak pidana hak cipta.

Pengertian hak cipta menurut Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta sebagai hak absolut, pada dasarnya dapat dipertahankan

(9)

terhadap siapapun. Seseorang yang mempunyai hak dapat menuntut pelanggaran yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Dengan demikian, suatu hak absolut mempunyai segi balik (segi pasif), bahwa bagi setiap orang terdapat kewajiban untuk menghormati hak tersebut.5

Sesuai dengan pengaturan mengenai hak cipta tersebut maka secara ideal pemilik hak cipta memperoleh perlindungan secara hukum atas ciptaannya, mengingat hak cipta merupakan suatu hak monopoli untuk memperbanyak atau mengumumkan ciptaan yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta lainnya yang dalam implementasinya memperhatikan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.6

Hak Cipta merupakan salah satu bagian dari kekayaan intelektual yang memiliki ruang lingkup objek dilindungi paling luas, karena mencakup ilmu pengetahuan, seni dan sastra (art and literary) yang di dalamnya mencakup pula program komputer. Perkembangan ekonomi kreatif yang menjadi salah satu andalan Indonesia dan berbagai negara dan berkembang pesatnya teknologi informasi dan komunikasi mengharuskan adanya pembaruan Undang-Undang Hak Cipta, mengingat Hak Cipta menjadi basis terpenting dari ekonomi kreatif nasional. Dengan Undang-Undang Hak Cipta yang memenuhi unsure pelindungan dan pengembangan ekonomi kreatif ini maka diharapkan kontribusi sektor Hak Cipta dan Hak Terkait bagi perekonomian negara dapat lebih optimal. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi salah satu variabel dalam Undang-Undang tentang Hak Cipta ini, mengingat teknologi informasi dan komunikasi di satu sisi memiliki peran strategis dalam pengembangan Hak Cipta, tetapi di sisi lain juga menjadi alat untuk pelanggaran hukum di bidang ini. Pengaturan yang proporsional sangat diperlukan, agar fungsi positif dapat dioptimalkan dan dampak negatifnya dapat diminimalkan.

Langkah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah mengganti Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan Undang-Undang ini adalah upaya sungguh-sungguh dari negara untuk melindungi hak ekonomi dan hak moral Pencipta dan pemilik Hak Terkait sebagai unsur penting dalam pembangunan kreativitas nasional. Teringkarinya hak ekonomi dan hak moral dapat mengikis motivasi para Pencipta dan pemilik Hak Terkait untuk berkreasi. Hilangnya motivasi seperti ini akan berdampak luas pada runtuhnya kreativitas makro bangsa Indonesia. Bercermin kepada Negara-negara maju tampak bahwa pelindungan yang memadai terhadap Hak Cipta telah berhasil membawa

5 Muhamad Djumhana dan R.Djubaedillah. Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia). Citra Aditya Bakti. Bandung. 1993. hlm. 45.

6 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, Raja

(10)

pertumbuhan ekonomi kreatif secara signifikan dan memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian dan kesejahteraan rakyat.

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dapat diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta memberikan definisi yang sedikit berbeda untuk beberapa hal. Selain itu, dalam bagian definisi, dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta juga diatur lebih banyak, seperti adanya definisi atas “fiksasi”, “fonogram”, “penggandaan”, “royalti”, “Lembaga Manajemen Kolektif”, “pembajakan”, “penggunaan secara komersial”, “ganti rugi”, dan sebagainya. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta juga diatur lebih detail mengenai apa itu hak cipta. Hak cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.

Mengenai perbedaan umum antara Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta , dapat dilihat dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang mengatakan bahwa secara garis besar, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur tentang:

a. Perlindungan hak cipta dilakukan dengan waktu lebih panjang;

b. Perlindungan yang lebih baik terhadap hak ekonomi para pencipta dan/atau pemilik hak terkait, termasuk membatasi pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus (sold flat);

c. Penyelesaian sengketa secara efektif melalui proses mediasi, arbitrase, atau pengadilan, serta penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana;

d. Pengelola tempat perdagangan bertanggung jawab atas tempat penjualan dan/atau pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di pusat tempat perbelanjaan yang dikelolanya;

e. Hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan objek jaminan fidusia;

f. Menteri diberi kewenangan untuk menghapus ciptaan yang sudah dicatatkan, apabila ciptaan tersebut melanggar norma agama, norma susila, ketertiban umum, pertahanan dan keamanan negara, serta ketentuan peraturan perundang-undangan;

g. Pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan atau royalti;

h. Pencipta dan/atau pemilik hak terkait mendapat imbalan royalti untuk ciptaan atau produk hak terkait yang dibuat dalam hubungan dinas dan digunakan secara komersial;

i. Lembaga Manajemen Kolektif yang berfungsi menghimpun dan mengelola hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait wajib mengajukan permohonan izin operasional kepada Menteri;

(11)

j. Penggunaan hak cipta dan hak terkait dalam sarana multimedia untuk merespon perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Sebagai benda bergerak, baik dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta diatur mengenai cara mengalihkan hak cipta. Akan tetapi dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ditambahkan bahwa hak cipta dapat dialihkan dengan wakaf.

Masih terkait dengan hak cipta sebagai benda bergerak, dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta tidak diatur mengenai hak cipta sebagai jaminan. Akan tetapi, dalam Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dikatakan bahwa hak cipta adalah benda bergerak tidak berwujud yang dapat dijaminkan dengan jaminan fidusia.

Mengenai jangka waktu perlindungan hak cipta yang lebih panjang, dalam Pasal 29 ayat (1) UU 19/2002disebutkan bahwa jangka waktu perlindungan hak cipta adalah selama hidup pencipta dan berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ,masa berlaku hak cipta dibagi menjadi 2 (dua) yaitu masa berlaku hak moral dan hak ekonomi.

Hak moral pencipta untuk (i) tetap mencantumkan atau tidak mencatumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum; (ii) menggunakan nama aliasnya atau samarannya; (iii) mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya, berlaku tanpa batas waktu (Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ). Sedangkan hak moral untuk (i) mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; dan (ii) mengubah judul dan anak judul ciptaan, berlaku selama berlangsungnya jangka waktu hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan (Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ).

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ini juga melindungi pencipta dalam hal terjadi jual putus (sold flat). Ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, hak ciptanya beralih kembali kepada pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 tahun (Pasal 18 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ). Hal tersebut juga berlaku bagi karya pelaku pertunjukan berupa lagu dan/atau musik yang dialihkan dan/atau dijual hak ekonominya, hak ekonomi tersebut beralih kembali kepada pelaku pertunjukan setelah jangka waktu 25 tahun (Pasal 30 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ).

(12)

Hal lain yang menarik dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ini adalah adanya larangan bagi pengelola tempat perdagangan untuk membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya (Pasal 10 Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ). Dalam Pasal 114 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta diatur mengenai pidana bagi tempat perbelanjaan yang melanggar ketentuan tersebut, yaitu pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta juga ada yang namanya Lembaga Manajemen Kolektif. Lembaga Manajemen Kolektif adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti (Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ).

Pengaturan tentang hak ekslusif hak cipta terdapat dalam Pasal 2 Pasal Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002:

(1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pencipta dan/atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut unt uk kepentingan yang bersifat komersial.

Perubahan substansinya terdapat dalam Pasal 98 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur:

(1) Pengalihan Hak Cipta atas seluruh Ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak dan tanpa persetujuan Pencipta yang melanggar hak moral Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).

(2) Pengalihan hak ekonomi Pelaku Pertunjukan kepada pihak lain tidak mengurangi hak Pelaku Pertunjukan atau ahli warisnya untuk menggugat setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak dan tanpa persetujuan Pelaku Pertunjukan yang melanggar hak moral Pelaku Pertunjukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.

Perlindungan Hak Cipta memberikan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, yang meliputi hak moral (moral right) dan hak ekonomi (economic right) dalam Pasal 98 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

(13)

sesuai dengan Pasal 9 Ayat (2) TRIPs yang menentukan bahwa di antara hak-hak ekonomi yang diatur dalam Konvensi Bern tersebut, yang paling konvensional adalah hak penerjemahan (the right of translation) terhadap Ciptaan dan hak perbanyakan (the right of reproduction). Hak eksklusif yang berupa hak-hak ekonomi dalam Konvensi Bern tersebut kemudian dijabarkan dalam UU Hak Cipta yang meliputi hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan, atau memberikan izin orang lain untuk mengumumkan atau memperbanyak

Pengaturan tentang jangka waktu perlindungan hak cipta terdapat dalam Pasal 19 Pasal Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002

(1) Untuk memperbanyak atau mengumumkan Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas Potret seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia.

(2) Jika suatu Potret memuat gambar 2 (dua) orang atau lebih, untuk Perbanyakan atau Pengumuman setiap orang yang dipotret, apabila Pengumuman atau Perbanyakan itu memuat juga orang lain dalam potret itu, Pemegang Hak Cipta harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari setiap orang dalam Potret itu, atau izin ahli waris masing- masing dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah yang dipotret meninggal dunia.

(3) Ketentuan dalam pasal ini hanya berlaku terhadap Potret yang dibuat: a. atas permintaan sendiri dari orang ya ng dipotret;

b. atas permintaan yang dilakukan atas nama orang yang dipotret; atau c. untuk kepentingan orang yang dipotret.

Perubahannya terdapat dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang mengatur secara lebih rinci sebagai berikut:

(1) Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan:

a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya; b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;

c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,

kaligrafi, seni pahat, patung,atau kolase; g. karya arsitektur;

h. peta; dan karya seni batik atau seni motif lain,

berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.

(2) Dalam hal Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih,pelindungan Hak Cipta berlaku selama hidup

(14)

Pencipta yang meninggal dunia paling akhir danberlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun sesudahnya, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya

(3) Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukanPengumuman.

Penentuan jangka waktu perlindungan terkait dengan pembenaran secara historis, untuk memenuhi kepentingan moril dan materiil dari Pencipta dan ahli warisnya, termasuk pertimbangan bagi ahli waris dari Pencipta yang terlama hidupnya agar Pencipta dan ahli warisnya menikmati manfaat ekonomi Hak Cipta sampai dua generasi. Penentuan jangka waktu berlakunya Hak Cipta, juga merupakan penjelmaan dari pandangan tentang hakikat pemilikan, dikaitkan dengan kedudukan manusia sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk bermasyarakat di mana hak milik itu dianggap mempunyai fungsi sosial. Jika jangka waktu perlindungan Ciptaan yang berkaitan dengan hak ekonomi dibatasi untuk jangka waktu tertentu, tidak demikian halnya dengan hak moral. Jangka waktu perlindungan hak moral berlangsung tanpa batas waktu. 7

IV. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa mekanisme perizinan tempat usaha karaoke di Indonesia dimulai dari perizinan di tingkat daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan kepada daerah di daerah yang bersangkutan. Perizinan Usaha Karaoke di Tingkat Pusat diatur dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.91/HK.501/MKP/2010 Tentang Tanda Pendaftaran Usaha Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi. Pelaku usaha karaoke yang memutar lagu-lagu wajib mendapatkan izin dari pemilik hak cipta agar tidak muncul permasalahan di kemudian hari. Pemberlakukan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta secara substansial mengalami perubahan-perubahan yang lebih baik daripada Undang-Undang Hak Cipta sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Substansi tersebut khususnya dalam hal memberikan perlindungan terhadap pencipta dan pemegang hak cipta.

DAFTAR PUSTAKA

Admosudirjo, Parjudi. Hukum Administrasi Negara, Gahlia. Jakarta. 2004

7 Sophar Maru Hutagalung. Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya di dalam Pembangunan. Akademika Pressindo. Jakarta. 1994. hlm. 44.

(15)

Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2004.

Hasibuan, Perizinan Pengawasan dan Pelaksanaannya, Citra Medika, Jakarta. 2006.

Muhamad Djumhana dan R.Djubaedillah. Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia). Citra Aditya Bakti. Bandung. 1993. Philipus M. Hadjon, Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah di Era Otonomi.

Rajawali Press. Jakarta. 2005.

Sophar Maru Hutagalung. Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya di dalam Pembangunan. Akademika Pressindo. Jakarta. 1994.

Referensi

Dokumen terkait

menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: ”PREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN GO-PUBLIC DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS MULTINOMIAL LOGIT” tidak terdapat karya yang

Strategi yang digunakan oleh guru SMA Negeri 1 Wonosari dalam penanaman wawasan kebangsaan dan patriotisme adalah dengan menerapkan pembelajaran aktif, menggunakan

Proses Penyajian Pemilihan Safeguard alternative untuk safe guard lingkungan dan safe guard pengadaan tanah dan permukiman kembali yaitu dengan memaparkan

Model tersebut menghasilkan 3 variabel independen yang berpengaruh positif yaitu angka buta huruf, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat pengangguran terbuka serta 2 variabel

Dari masing masing anak yang telah mengikuti ketiga lomba tersebut menunjukkan bahwa adanya peningkatan kemampuan keterampilan dalam mengaktualisasikan dirinya, hal ini

Saya bertanda tangan dibawah ini bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu kesehatan

 Terbangunnya peraturan tentang perilaku profesional bagi sivitas akademika  Kegiatan pembinaan perilaku profesional bagi sivitas akademika (mahasiswa,. dosen dan

kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang- undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan