• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN ALAT PENGGILING KEDELAI MENGGUNAKAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DENGAN PENDEKATAN ANTROPOMETRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DESAIN ALAT PENGGILING KEDELAI MENGGUNAKAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DENGAN PENDEKATAN ANTROPOMETRI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

DESAIN ALAT PENGGILING KEDELAI MENGGUNAKAN METODE QUALITY

FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DENGAN PENDEKATAN ANTROPOMETRI

Ardianur Tamam Ad’ha, Ratih Setyaningrum, Dwi Nurul Izzhati

Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Dian Nuswantoro Semarang

Jl. Nakula I No. 5-11, Semarang, Jawa Tengah, 50131

Email:

[email protected]

, [email protected],

[email protected]

Abstrak

Dalam proses pembuatan tempe terdapat enam tahap yaitu proses perebusan kedelai,

perendaman kedelai, pencucian kedelai, inokulasi ragi tempe atau laru, pengemasan dan proses

penyimpanan atau fermentasi. Teknologi tepat guna yang bisa diterapkan dalam membantu pelaku

usaha tempeterutama untuk skala kecil ialah adanya alat bantu penggiling kedelai. Dengan adanya

teknologi tepat guna ini diharapkan dalam proses produksi tempe bisa lebih cepat, karena dari tempat

penggilingan pelaku usaha pembuat tempe sudah membawa dalam bentuk cetakan tempe. Dalam

penelitian ini, perumusan masalahnya yaitu bagaimana mendesain Alat Penggiling Kedelai yang

sesuai dengan kebutuhan konsumen dengan menggunakan metode Quality Function Deployment

(QFD) dengan pendekatan Antropometri. Tujuan penelitiannya yaitu menghasilkan suatu desain Alat

Penggiling kedelai yang sesuai dengan kebutuhan konsumen dengan menggunakan metode Quality

Function Deployment (QFD) dengan pendekatan Antropometri. Metode Quality Function Deployment

(QFD) yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan atribut karakteristik produk apa yang harus

diprioritaskan guna mencapai rancangan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Dari hasil

penelitian didapatkan bahwa atribut yang menjadi prioritas pertama yaitu harga alat yang kompetitif

dengan nilai Contributions 4.198 dan Normalized Contributions 2.518. Dari pendekatan antropometri

yang digunakan dalam merancang produk yang ergonomi, didapatkan ukuran produk yaitu (50 x 127

x 103) cm.

Kata Kunci: Alat Penggiling Kedelai, Quality Function Deployment, Antropometri

Abstract

In the process tempe there are six stages, namely the process boiling soybean, soaking

soybean, soybean laundering, inoculation yeast tempe or soluble in alcohol. Packaging and the

process of storage or fermentation. Efficient technology to which can be applied in helping business

players tempe mainly to a small scale is that the tools steamroller soybean. Through the technology of

right to it is hoped that in production process tempe can be more quickly, because of place grinding

business players maker tempe have brought in printed form tempe. In this research, the formulation of

the problem which are how design instrument steamroller soybean to suit the needs of consumers by

using the method Quality Function Deployment (QFD) with the approach anthropometry. The

purpose of his research to create a draft instrument steamroller soybean to suit the needs of consumers

by using the method Quality Function Deployment (QFD) with the approach anthropometry. A

method of Quality Function Deployment (QFD) used in this study produce the characteristic attribute

of what product have to be prioritized to reach the products as required by consumers. The research

found that attributes priority the first a competitive with the Contributions 4.198 and Normalized

Contributions 2.518. From approach anthropometry used in designing products ergonomics, size and

other products (50 x 127 x 103) cm .

(2)

2

1. PENDAHULUAN

Indonesia sebagai anggota organisasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) siap tidak siap akan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dimulai tanggal 31 Desember 2015. MEA 2015 akan diarahkan kepada pembentukan sebuah integrasi ekonomi kawasan dengan mengurangi biaya transaksi perdagangan, memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis, serta meningkatkan daya saing sektor UMKM. Untuk dapat memainkan peranan dalam MEA diperlukan persiapan yang matang dengan memperhatikan peluang yang dimiliki dan tantangan yang dihadapi serta langkah strategi yang harus disiapkan (Chairil, 2014).

Salah satunya adalah dengan program dukungan terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Pada masa krisis moneter, UMKM mampu bertahan dan terus berkembang. Namun demikian keberadaan UMKM kurang mendapat perhatian dari pemerintah, hal tersebut dapat dilihat dari tidak adanya pendampingan pemerintah untuk memajukan dan meningkatkan standarisasi UMKM. Keanekaragaman yang dimiliki UMKM Indonesia berpeluang untuk membentuk pasar ASEAN, salah satu contohnya adalah kerajinan tangan, furniture, makanan daerah, dan industri lainnya.

Unit usaha UMKM mengalami perkembangan tiap tahunnya, hal ini berdasarkan data dari Kemenkop dan UKM bahwa tahun 2011 unit usaha UMKM berjumlah 55.206.444 unit, tahun 2012 sebesar 56.534.592 unit yang berarti mengalami perkembangan sebesar 1.328.147 unit atau naik 2,41% (Kemenkop, 2013).

Salah satu contoh unit usaha UMKM bidang makanan daerah ialah tempe yang merupakan makanan asli Indonesia. Saat ini industri tempe baik yang berskala kecil maupun besar sudah sangat menjamur di kalangan masyarakat, karena proses produksi dan pembuatan yang sangat mudah sehingga memungkinkan untuk dilakukan oleh semua orang yang ingin menekuni usaha ini.

Dalam proses pembuatan tempe terdapat enam tahap yaitu proses perebusan kedelai, perendaman kedelai, pencucian kedelai, inokulasi ragi tempe atau laru, pengemasan dan proses penyimpanan atau fermentasi. Setelah melalui proses perebusan dan perendaman selama sehari, kedelai diproses pencucian, meliputi diinjak dengan kaki ±20 menit. Pencucian kedelai secara manual mempunyai masalah yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan, kehigienisan tempe kurang terjamin dan tenaga yang dikeluarkan lebih banyak. Setelah kedelai

hancur atau pisah jadi dua, kedelai dicuci dan dipisahkan dari kulitnya sampai bersih.

Saat ini sudah terdapat suatu mesin penggiling kedelai dengan berbagai ukuran dan jenis. Alat ini sangat membantu, tetapi kelemahannya ialah harga mahal dan belum optimalnya kapasitas kedelai yang digiling, sehingga tidak semua pelaku usaha tempe menggunakan mesin tersebut, terutama pelaku skala kecil. Teknologi tepat guna yang bisa diterapkan dalam membantu pelaku usaha tempe skala kecil tersebut ialah adanya alat bantu penggiling kedelai yang kapasitasnya lebih optimal dengan harga yang terjangkau.

Teknologi tepat guna tersebut dibuat dengan memperhatikan kebutuhan dari pelaku usaha tempe yang dalam hal ini bisa diakomodir dengan menggunakan metode Quality Function Deployment (QFD) untuk memperoleh

kriteria-kriteria karakteristik produk yang dibutuhkan pelaku usaha tempe. Sedangkan untuk mendapatkan desain alat penggiling kedelai yang ergonomis, dapat diperoleh dengan menggunakan pendekatan Antropometri.

Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan suatu desain Alat Penggiling kedelai yang sesuai dengan kebutuhan konsumen dengan menggunakan metode Quality Function Deployment (QFD) dengan pendekatan Antropometri.

Menurut Ginting (2010), salah satu ciri dari aktivitas perancangan adalah bahwa selalu dimulai dari akhir dan berakhir di awal. Artinya fokus dari semua aktivitas perancangan adalah titik akhir (deskripsi produk). Salah satu karakteristik manusia adalah mereka selalu berusaha menciptakan sesuatu baik alat maupun benda lainnya untuk membantu kehidupan mereka. Untuk mewujudkan benda tersebut diperlukan suatu rancangan atau desain[1].

Menurut Ulrich & Eppinger (2001), produk merupakan sesuatu yang dijual oleh perusahaan kepada pembeli. Pengembangan produk merupakan serangkaian aktivitas yang dimulai dari analisis persepsi dan peluang pasar, kemudian diakhiri dengan tahapan produksi, penjualan dan pengiriman produk[2].

Menurut Forsythe dalam Anson (2006), besi hitam dan cor (black and cast iron) dan baja halus (mild steel) telah digunakan secara luas pada konstruksi permesinan, khususnya untuk kerangkan umum dan peralatan yang tidak mengalami kontak langsung dengan makanan. Material-material tersebut sangat peka terhadap korosi meskipun dapat dikendalikan secara sementara dengan mengecat permukaan. Permukaan yang tidak secara langsung mengalami kontak langsung dengan makanan harus dikerjakan dengan halus, mudah dibersihkan dan terbuat dari material yang tahan

(3)

3

korosi atau korosi yang ditularkan (rendered

corrosion resistant) [3].

Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, maka perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap desain alat penggiling kedelai tersebut. Suatu produk dikatakan baik apabila berhasil memenuhi kebutuhan konsumen. Oleh karena itu, peninjauan ulang terhadap produk tersebut akan lebih baik apabila disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Salah satu metode yang beranjak dari kebutuhan konsumen adalah Quality Function Deployment yang biasa disebut dengan QFD.

2. METODE PENELITIAN

Tahapan awal dari perancangan Alat Penggiling Kedelai adalah identifikasi kebutuhan berguna dalam merancang produk yang dalam penelitian ini menggunakan metode Quality Function

Deployment (QFD) melalui pendekatan

antropometri, sehingga bisa menghasilkan produk yang ergonomis.

Tahapan selanjutnya adalah pengumpulan data dibutuhkan untuk selanjutnya diolah dalam rangka mencari penyelesaian masalah yang telah dirumuskan. Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pengumpulan data awal dan tahap pengumpulan data kedua atau akhir. Pengumpulan data awal dilakukan dengan kuesioner terbuka langsung kepada 30 responden pelaku usaha tempe. Dimana pertanyaan kuesioner terbuka tersebut didapatkan dari hasil penyusunan instrumen penelitian. Hasil dari kuesioner terbuka tersebut ialah variabel pernyataan untuk penyusunan kuesioner tertutup yang ditujukan kembali kepada responden tersebut mengenai aspek teknik produk. Kuesioner tersebut dibagikan dalam tahap pengumpulan data kedua atau akhir, yang merupakan hasil evaluasi dari Kuesioner terbuka pada pengumpulan data awal. Dimana hasil pengumpulan tahap kedua tersebut diolah dengan metode Quality Function Deployment (QFD).

Setelah itu dilakukan pengolahan data pada penelitian ini meliputi:

a. Pengolahan Data Kuesioner Terbuka

Setelah melakukan kuesioner terbuka dengan 30 responden dan mendapat beberapa kata yang bisa dikembangkan menjadi aspek teknik dalam kuesioner tertutup yang akan dibuat.

b. Pengolahan Data Hasil Kuesioner

Hasil kuesioner didapatkan dari tahap pengumpulan data kedua yang disebarkan pada 30 pelakuusahatempetersebut kembali. Dari hasil kuesioner tersebut dikelompokkan berdasarkan tingkat kepentingan yang diperlukan dalam proses perancangan produk Alat Penggiling Kedelai.

c. Pengolahan Data Antropometri

Dalam perancangan produk Alat Penggiling Kedelai ini juga dibutuhkan data antropometri, berhubungan dengan bagian tubuh dan gerak apa yang digunakan dalam menggunakan produk. Sampel data antropometri yang digunakan ialah data ukuran tubuh orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan. Setelah didapatkan data, data tersebut digunakan untuk menentukan ukuran atau dimensi dari produk Alat Penggiling Kedelai. Setelah data dari olah kuesioner terkumpul, selanjutnya ialah melakukan pengujian data, yaitu berupa uji validitas dan reliabilitas. Tujuannya adalah mengukur kevalidan data dan juga kelayakannya untuk digunakan sebagai sarana dalam menganalisis permasalahan. Setelah pengujian data, selanjutnya mengolah menggunakan metode QFD.

Data antropometri pun juga harus diuji dengan pengujian statistik berupa uji kecukupan data, kenormalan data dan penentuan persentil yang digunakan dalam merancang produk. Berikut alur penelitian yang ditunjukkan gambar 1 berikut:

(4)

4

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Survei awal ini dilakukan dengan observasi ke 30 pelaku usaha tempe secara langsung melalui pengamatan dan penyebaran kuesioner terbuka terhadap responden yang berisi enam pertanyaan sehingga menghasilkan 180 jawaban. Pertanyaan dalam kuesioner terbuka tersebut disusun berdasarkan instrumen penelitian yang dilakukan sebelumnya. Berikut rekap kuesioner terbuka yang ditunjukkan tabel 1 di bawah:

Tabel 1. Rekap Kuesioner Terbuka

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dalam penelitian yang dilakukan mengenai Perancangan Alat Penggiling Kedelai terdapat sembilan atribut yang berhubungan dengan spesifikasi perancangan produk dengan persentasenya masing-masing dari jawaban 30 responden. Rekap kuesioner di atas menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun kuesioner selanjutnya, yaitu kuesioner tertutup.

Untuk menentukan tingkat kepentingan dan kepuasan konsumen terhadap Penggiling Kedelai, dilakukan penyebaran kuesioner tertutup terhadap 30 responden tahap sebelumnya. Kuesioner tertutup dibuat berdasarkan rekap kuesioner terbuka.

Validitas didefinisikan sebagai sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsinya. Uji validitas dimaksudkan untuk mengukur apakah instrumen yang digunakan valid atau tidak. Uji validitas menggunakan tingkat kepercayaan 95% dimana df = n-2. Nilai n merupakan 28 data kuesioner yang dikumpulkan. Diperoleh nilai df = 26 sehingga nilai r tabel = 0,3739. Hasil uji dinyatakan valid apabila nilai

Corrected Item-Total Correlation> r tabel. Uji

validitas ini menggunakan bantuan software SPSS 16.0. Berikut hasil uji validitas yang ditunjukkan tabel 2 di bawah:

Tabel 2. Uji Validitas

Dari Tabel 2 di atas, diketahui nilai corrected

item-total correlation pada tiap pernyataan. Nilai

tersebut dibandingkan dengan nilai r tabel dengan Df (degree of freedom) yaitu n-2 = 28-2 = 26 sebesar 0,3739. Sesuai dengan ketentuan yang ada, karena nilai corrected item-total correlation pada tiap pernyataan > r tabel maka semua pernyataan tersebut valid.

Setelah dilakukan uji validitas, selanjutnya dilakukan uji reliabilitas. Reliabilitas merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui alat ukur yang digunakan jika digunakan untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama pula atau tidak. Berikut hasil uji reliabilitas yang ditunjukkan tabel 3 di bawah:

Tabel 3. Uji Reliabilitas

Dari Tabel 3 di atas, didapatkan nilai

Cronbach’s Alpha = 0,615. Karena nilaiCronbach’s Alpha 0,615>0,3739, maka hasil kuesioner tersebut

adalah reliabel. Dari semua uji di atas karena data sudah cukup dan hasil kuesioner sudah valid serta reliabel, maka dapat dilanjutkan ke pengolahan data selanjutnya.

Implementasi metode QFD digunakan untuk menetapkan target yang akan dicapai oleh karakteristik teknik produk sehingga dapat mewujudkan kebutuhan konsumen. Dari metode QFD didapatkan penentuan persyaratan teknik seperti ditunjukkan tabel 4 berikut:

Tabel 4. Penentuan Persyaratan Teknik

Dari tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa dalam penentuan persyaratan teknik terdapat 9variabelyang berasal dari wawancara terhadap pelaku usaha tempe dengan diperkuat telaah literatur dan jurnal-jurnal.

(5)

5

Tahapan selanjutnya ialah menyusun House of

Quality (HOQ) berdasarkan hasil olah data yang

telah dilakukan sebelumnya. Berikut hasil penyusunan HOQ Alat Penggiling Kedelai yang ditunjukkan gambar 2 berikut:

Gambar 2. HOQ Produk yang Dirancang Pengolahan data HOQ menggunakan metode QFD menghasilkan persyaratan teknik yang harus dipertimbangkan dalam merancang sebuah produk. Berikut tabel 5 yang menunjukkan urutan prioritas persyaratan teknik beserta besar kontribusinya:

Tabel 5. Hasil Penentuan Kontribusi dan Urutan Prioritas

Tabel 6. Perhitungan Persentil

Persentil yang digunakan atau yang dipilih dalam perancangan Alat Penggiling Kedelai adalah persentil 50. Pemilihan tersebut karena merupakan ukuran rata-rata tubuh orang dewasa sebagai pengguna produk Alat Penggiling Kedelai, Sehingga yang digunakan untuk tsb sebesar 104,8, jt sebesar 81,54, rt sebesar 167,5 dan lb sebesar 42,87.

Perancangan desain dilakukan dengan mempertimbangkan dan mengolah data yang diperoleh. Adapun data yang diperoleh terkait kebutuhan konsumen, target spesifikasi dan data antropometri. Ukuran panjang produk diambil dari besar jangkauan tangan (jt) yaitu 82 cm. Tinggi

produk berdasarkan tinggi siku berdiri (tsb) yaitu 105 cm. Lebar produk diambil berdasarkan pertimbangan antara lebar bahu (lb) dengan rentangan tangan (rt) yang dalam hal ini ditetapkan 90,3 cm

Gambar 3. Tampak Atas Produk

Gambar 4. Tampak Depan Produk

Gambar 5. Tampak Samping Produk

(6)

6

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai desain alat penggiling kedelai, kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

Metode Quality Function Deployment (QFD) yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan atribut karakteristik produk apa yang harus diprioritaskan guna mencapai rancangan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa atribut yang menjadi prioritas pertama yaitu harga alat yang kompetitif dengan nilai Contributions 4.198 dan

Normalized Contributions 2.518. Sedangkan prioritas terakhir yaitu kapasitas optimal dengan nilai Contributions 1.799 dan Normalized Contributions 0.07. Dari pendekatan antropometri

yang digunakan dalam merancang produk yang ergonomi, didapatkan ukuran produk yaitu (82 x 90,3 x 105) cm.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] Ginting, R. 2010. Perancangan Produk.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

[2]Ulrich, K.T., dan S.D. Eppinger. 2001.

Perancangan dan Pengembangan Produk. Jakarta:

Salemba Teknika.

[3] Anson, C., S. Tjitro, dan S. Ongkodjojo. 2006.

Desain dan Pembuatan Alat Penggiling Daging dengan Quality Function Deployment. Jurnal

Gambar

Gambar 1. Alur Penelitian
Tabel 1. Rekap Kuesioner Terbuka

Referensi

Dokumen terkait

ANALISIS KEBUTUHAN PELANGGAN TERHADAP DESAIN KURSI PENGEMUDI MOBIL MENGGUNAKAN METODE. QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT STUDI KASUS :

Sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen yaitu : hemat tempat, mudah dibersihkan, bersaing dengan produk lain, harga yang terjangkau, alat mudah dipindahkan, kinerja alat

Dari permasalahan tersebut, tujuan peneliti yaitu merancang produk tempat sampah kertas yang sesuai dengan kebutuhan konsumen melalui pendekatan model Kano dan

Maka dengan menggunakan metode QFD (Quality Function Deployment) dapat mengidentifikasi kebutuhan pelanggan seperti kepentingan dan kepuasan pelanggan serta

Maka peneliti membuat alat tersebut dengan menerapkan bantuan metode Quality Function Deployment (QFD) yang dirasa tepat untuk meningkatkan produktivitas hasil penjualan beras

Desain bentuk yang sesuai dengan nilai 87 %, Dengan desain bentuk yang sesuai dapat menjawab kebutuhan konsumen diantaranya alat menjadi mudah untuk digunakan, nyaman

QFD (Quality Function Deployment) merupakan suatu metode untuk meningkatkan kualitas desain dan bertujuan untuk memuaskan konsumen dengan menerjemahkan apa saja yang

Judul tugas akhir :Pengembangan Desain Tempat Sampah Dengan Menggunakan Metode Quality Function Deployment (QFD) di Universitas Sebelas Maret.. Dengan ini saya menyatakan