• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancang Bangun Alat Pengering Simplisia. Serta Optimalisasi Waktu dan Temperatur Pengeringan. Guna Meningkatkan Produktivitas Industri Kecil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rancang Bangun Alat Pengering Simplisia. Serta Optimalisasi Waktu dan Temperatur Pengeringan. Guna Meningkatkan Produktivitas Industri Kecil"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Rancang Bangun Alat Pengering Simplisia

Serta Optimalisasi Waktu dan Temperatur Pengeringan

Guna Meningkatkan Produktivitas Industri Kecil

Imam Sodikin1, Joko Triyono2

1Jurusan Teknik Industri,2Jurusan Teknik Informatika

Fakultas Teknologi Industri, IST AKPRIND Yogyakarta Jl. Kalisahak No.28, Komplek Balapan Yogyakarta, 55222

E-mail:dikiam12@yahoo.com,jack@akprind.ac.id

Abstrak

Industri kecil simplisia di Magelang saaat ini mengalami permasalahan yaitu waktu mengeringkan simplisia tidak optimal karena membutuhkan waktu 2 hari untuk jenis daun-daunan dan 3-4 hari untuk jenis umbi-umbian. Hal ini disebabkan kurang baiknya sistem pengeringan konvensional. Sering terjadinya hujan, cuaca yang berawan, tidak adanya alat pengering, sehingga mengakibatkan simplisia hasil panen menjadi berjamur, rusak atau busuk, dan mengakibatkan kerugian yang besar pada industri kecil tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan produktivitas melalui rancang bangun alat pengering simplisia, serta menentukan waktu dan temperatur pengeringan yang optimal. Guna tercapainya tujuan penelitian tersebut harus ada alat pengering simplisia yang dapat beroperasi secara kontinu tanpa ada ketergantungan. Hasil yang dicapai adalah alat pengering simplisia yang ramah lingkungan, mudah pemeliharaannya, menggunakan bahan bakar yang relatif murah, serta dapat bekerja terus menerus dalam cuaca apa saja. Waktu yang optimal untuk mengeringkan kumis kucing adalah 3 jam dengan temperatur rata-rata 70,50C. Waktu yang optimal untuk mengeringkan temulawak adalah 5 jam dengan temperatur rata-rata 770C. Produktivitas kumis kucing hasil pengeringan dengan menggunakan alat pengering meningkat 8,02 kali, dan produktivitas temulawak meningkat 9,55 kali bila dibandingkan dengan cara konvensional. Alat pengering bekerja secara efisien dan efektif sehingga mampu meningkatkan produktivitas industri kecil simplisia. Kata Kunci: simplisia, pengeringan, waktu, temperatur, produktivitas.

1. PENDAHULUAN

Simplisia merupakan bahan dasar jamu dan obat-obatan yang dihasilkan dari aneka tanaman obat yang dibudidayakan atau tumbuh liar. Indonesia terkenal sebagai penghasil rempah-rempah terbesar di seluruh dunia, karena hampir seluruh petani lahan kering mempunyai aktivitas rutin selain tanaman pokok juga tumpang sari dengan tanaman rempah-rempah. Beberapa petani yang tergabung dalam kelompok tani biofarmaka secara serius mengembangkan/ membudidayakan tanaman obat-obatan di antara tanaman kayu mereka, bahkan di beberapa tempat secara khusus dipergunakan untuk menanam tanaman obat-obatan. Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan

simplisia sebagai bahan pembuatan jamu dan obat-obatan meningkat pesat dan mempunyai nilai jual yang cukup tinggi. Seperti kebutuhan simplisia daun kumis kucing, sambiloto, sambung nyawa, temulawak, jahe dan empon-empon yang lain bisa mencapai hitungan ton. Dengan perbandingan untuk daun-daunan 1 kering : 7 basah, maka tiap 100 kg kering akan membutuhkan 700 kg daun-daunan basah, sedangkan untuk empon-empon (umbi-umbian) dengan perbandingan 1 : 5.

Daerah Magelang terkenal dengan curah hujan yang cukup tinggi, apalagi dengan cuaca ekstrim seperti akhir-akhir ini, bahkan sampai menyebabkan matahari kadang tidak muncul untuk membantu proses pasca panen bahan

(2)

simplisia, yang menyebabkan rusaknya bahan baku simplisia yang dipanen. Dengan begitu petani akan mengalami kerugian yang cukup besar, beberapa bahan baku simplisia memiliki sifat harus segera di keringkan setelah dipanen dan dibersihkan, ada beberapa bahan yang bisa menunggu, seperti empon-empon misalnya, selama belum dirajang maka masih bisa bertahan beberapa waktu, tetapi setelah dirajang maka empon-empon itu juga akan

masuk kelompok ‘harus segera dikeringkan’, jika tidak

maka akan segera muncul kapang atau penyakit lain yang merusak bahan simplisia tersebut.

Menoreh Herbal adalah industri kecil yang terletak di Desa Pule, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Menoreh Herbal merupakan sebuah usaha rumahan yang mengolah hasil dari kelompok tani biofarmaka kemudian diramu menjadi jamu. Industri tersebut menghasilkan jamu godhog yang belum dijadikan bubuk atau produk jamu rebus yang dikonsumsi masyarakat pedesaan maupun perkotaan di Daerah Magelang. Menoreh Herbal berada di kawasan yang memiliki curah hujan yang cukup tinggi, sehingga hasil bahan baku/simplisia masih berkualitas rendah terkendala proses pengeringan. Proses pengeringan bahan dilakukan secara konvensional, masih menggunakan sinar matahari, sehingga tidak dapat berproduksi saat musim hujan. Hasil simplisia bahkan banyak yang busuk, sehingga petani mengalami banyak kerugian, akibatnya tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar.

Kebutuhan masyarakat akan ketersediaan simplisia yang sangat banyak menyebabkan terjadi masalah serius yaitu pada pengeringan simplisia. Proses pengeringan simplisia bisa memakan waktu 2-4 hari tergantung jenis simplisia yang dikeringkan, itu pun tergantung kondisi cuaca yang cerah, sehingga mengakibatkan penurunan atau bahkan rusaknya simplisia. Oleh karena itu masyarakat sangat membutuhkan teknologi yang tepat dan berguna untuk mengatasi hal tersebut, yaitu berupa alat pengering bahan jamu untuk membantu pengeringan di waktu musim hujan. Dengan adanya alat pengering akan dapat membantu industri kecil simplisia dalam memenuhi kebutuhan pasar, meningkatkan kualitas, kuantitas, kontinuitas, dan produktivitas.

Berdasarkan situasi tersebut maka diperlukan adanya alternatif solusi yang memfokuskan pada upaya pengeringan yang lebih efektif dan efisien dengan menggunakan potensi teknologi yang berkembang saat ini, yang dapat dipergunakan oleh masyarakat dalam segala kondisi cuaca. Tujuan penelitian ini adalah: membuat teknologi tepat guna berupa alat pengering simplisia, sehingga produksi dapat berjalan lancar tidak terkendala cuaca, menentukan waktu proses dan temperatur pengeringan yang optimal agar produktivitas industri kecil simplisia meningkat.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Peluang usaha simplisia juga menjadi sangat baik, karena tidak banyak persaingan usaha yang serupa. Industri kecil simplisia memiliki pasar yang cukup meyakinkan, karena masyarakat di Jawa dan sekitarnya masih mempunyai budaya minum jamu rebusan/godhogan. Mengingat letak geografis industri kecil simplisia ini ada di pedesaan, dan juga pada daerah dataran tinggi di Wilayah Magelang, Jawa Tengah. Daerah tersebut termasuk daerah yang memiliki curah hujan tinggi. Sehingga untuk pengeringan simplisia yang terdiri dari tanaman atau tumbuh-tumbahan menggunakan panas matahari tidak lancar, karena terganggu adanya mendung, hujan yang terus menerus. Produksi simplisia pada saat musim hujan mengalami penurunan, hal semacam ini mengakibatkan tidak terpenuhinya permintaan pasar. Padahal pada musim hujan masyarakat justru banyak memerlukan minum jamu untuk menjaga kesehatan, di samping itu membuat tubuh menjadi hangat. Belum dimilikinya alat pemanas yang dapat dipergunakan untuk memanasi atau mengeringkan simplisia pada waktu musim hujan secara efektif dan efisien. Persoalan tersebut menjadi hal yang sangat penting untuk dapat diselesaikan, sehingga dilakukanlah riset mengenai rancang bangun alat pengering simplisia.

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan upaya merancang suatu alat yang dapat membantu masyarakat sehingga dapat meningkatkan suatu hasil produk serta mutunya yaitu: Sahlan (2004), mengatakan bahwa: unit pengering kokon yang dibuat secara manual dan dapat dikerjakan sendiri dengan bantuan bengkel kecil atau dengan bantuan tukang las atau tukang patri merupakan model percontohan, artinya bagi para peternak ulat sutera rumah tangga dapat membuatnya sendiri dengan biaya yang relatif rendah. Bentuk dan ukuran yang relatif kecil (150 mm x 100 mm x 70 mm) sangat ringan dan dapat dipindah-pindahkan, atau diangkat cukup dengan tenaga satu orang dan pembuatannya ini disesuaikan dengan antrophometri masyarakat Indonesia berdasarkan atas dimensi atas dasar persentil paling kecil 5% dan persentil paling besar 95%. Alat ini memenuhi kriteria ENASE dan dapat meningkatkan produktivitas. Taufik Hidayat dan Siswiyanti (2004), mengatakan bahwa alat parut kelapa untuk skala rumah tangga yang dihasilkannya memenuhi kriteria ENASE dan dapat meningkatkan produktivitas, sehingga dapat meningkatkan penghasilan rumah tangga. Sirod Hantoro (2005), mengungkapkan bahwa mesin sisir sabut kelapa mampu meningkatkan produktivitas pendapatan para perajin industri kecil sabut kelapa dan kualitas produksi. Produktivitas setelah menggunakan mesin sisir sabut kelapa meningkat 10 kali lipat, dengan hasil mutu yang lebih baik dari pada cara konvensional. Sirod Hantoro (2006), mengungkapkan bahwa dengan menggunakan mesin pengaduk adonan roti

(3)

dan bakpia ternyata industri kecil atau UKM makanan dapat meningkatkan pendapatan sampai 9 kali lipat, dan kualitas dari roti dan bakpia menjadi sangat baik sehingga disukai para pelanggan. Oleh karena itu penting sekali bahwa mesin atau teknologi tepat guna sangat cocok diterapkan pada industri kecil karena sangat membantu dan alatnya sederhana, sehingga mudah pengoperasian maupun pemeliharaannya. Sirod Hantoro (2008), mengungkapkan bahwa menggunakan mesin/teknologi tepat guna di industri kecil pengusaha getuk lindri dapat meningkatkan hasil usahanya. Peningkatan produktivitas industri kecil mencapai 6 kali lipat dari hasil sebelum menggunakan mesin tepat guna.

3. METODE YANG DIGUNAKAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah merancang dan membangun sebuah mesin atau alat pengering simplisia (bahan baku jamu godhog) yang dapat dipergunakan setiap saat. Alat pengering ini dapat dipakai pada musim panas maupun hujan, di samping itu juga dapat dipakai siang dan malam hari. Adanya alat pengering simplisia ini akan membantu masyarakat agar tidak terhambat dalam proses pengeringan simplisia.

Percobaan dilakukan untuk menguji kehandalan alat pengering dengan memanaskan ruangan sampai temperatur mencapai 1000C. Kehandalan alat pengering dapat teruji jika pada tingkatan temperatur tersebut tidak ditemukan adanya kerusakan. Perlakuan waktu proses pengeringan dan tingkat temperatur pengeringan juga dilakukan dengan tujuan diperolehnya waktu proses dan temperatur pengeringan yang optimal. Waktu proses dan temperatur pengeringan yang terbaik adalah waktu dan temperatur saat simplisia yang dikeringkan mencapai nilai kadar air terbaiknya. Air adalah materi yang sangat esensial dalam tumbuhan, karena melarutkan dan membawa nutrisi ke seluruh sel tanaman. Namun jika tanaman dimanfaatkan dalam jangka waktu yang lama (kering) maka kadar air harus dikurangi dalam batas seminimal mungkin yaitu di bawah 10 %. Penghilangan kadar air dalam jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan selama masa penyimpanan. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10% (Mukhriani, 2011). Sedangkan menurut Balai Penelitian Tanaman Rempah dan obat (1994), pengeringan dianggap cukup bila daun atau umbi sudah rangup tetapi tidak mudah rapuh.

4. HASIL

Alat pengering simplisia yang dirancang bentuknya seperti rumah kaca, tetapi dinding-dinding menggunakan tembok yang terbuat dari batu bata, hanya atap yang terdiri dari kaca atau fiber glas yang putih. Di dalam rumah ini ada pipa yang berfungsi sebagai pipa pemanas. Pipa tersebut akan dialiri gas panas atau nyala api dari dapur. Panas yang

ada pada pipa api ini akan dipindahkan ke ruang pemanas, udara panas tersebut akan memanasi simplisia sehingga menjadi kering. Cara kerja alat pengering simplisia adalah sebagai berikut:

a. Persiapan

Pada tahapan ini dilakukan aktivitas membuat rajangan bahan simplisia dengan ukurang tertentu, misalnya jahe harus dipotong dengan arah memanjang dengan ketebalan tertentu, temulawak dapat dipotong melintang dapat pula dipotong membujur dengan ketebalan tertentu. Semua irisan ditata pada rigi dengan diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi penumpukan. Setelah semua irisan tertata pada rigi, maka siap dimasukan pada alat pengering. b. Proses pengeringan

Pada proses ini, mula-mula semua rigi yang sudah dipenuhi dengan irisan simplisia dimasukan ke ruang pemanas dengan diatur sedemikian rupa sehingga tempat rigi-rigi penuh. Selanjutnya pintu ditutup rapat-rapat. Setelah pintu ditutup rapat maka mulailah pembakaran dengan menggunakan bahan bakar dari kayu bakar, atau sampah yang kering guna mengeringkan simplisia yang sudah masuk ruang pemanas. Adapun proses pembakarannya adalah: api yang menyala pada lemari api akan masuk ke dalam pipa-pipa pemanas. Pipa pemanas ini terbuat dari besi yang mudah menghantar panas. Panas yang ada pada pipa pemanas tersebut akan memanasi ruangan di sekeliling pipa-pipa. Dengan adanya perbedaan panas antara panas di dalam pipa dan di luar pipa, maka akan terjadi pemindahan panas ke luar pipa. Karena pemanasan yang berlangsung terus-menerus, maka ruangan di dalam dapur pengering tersebut juga akan menjadi panas. Udara panas yang ada dalam ruangan akan memanasi simplisia yang ada di dalam ruang panas tesebut. Dengan pemanasan yang terus-menerus ini akan terjadi perubahan proses pada simplisia. Simplisia yang tadinya mengandung air, karena ada udara yang panas, maka terjadi proses penguapan. Udara panas yang ada di dalam ruang pengering bisa mencapai 1000C (temperatur ideal pngeringan 700C - 800C). Agar udara yang ada di dalam ruang pengering tidak menimbulkan tekanan yang besar ke dinding, maupun ke atap, yang dapat menimbulkan kerusakan, maka di bagian paling atas dari atap alat pengering diberi alat yang bisa dilalui olah udara panas. Adapun gas panas yang dari api akan lewat melalui pipa pemanas dan menuju ke ruang penampung yang ada di kiri dari alat tersebut. Gas panas akan ke luar melewai cerobong asap. Untuk mengetahui temperatur yang ada dalam ruangan pemanas dapat dilakukan dengan melihat alat ukur temperatur yang dipasang pada dinding. Detail dari desain alat pengering simplisia dapat dilihat pada gambar 1 dan 2 berikut ini.

(4)

Gambar 1. Proyeksi ortogonal alat pengering simplisia

Gambar 2. Alat pengering simplisia

Data waktu proses dan temperatur pengeringan untuk uji kehandalan alat pengering dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Data waktu proses dan temperatur pengeringan. Jam Ke Temperatur (0C) 0 40 1 76 2 82 3 84 4 86 5 89 6 90 7 92 8 100

Proses pemanasan dilakukan sampai temperatur 1000C dalam ruang pengering dengan bahan bakar adalah kayu kering. Temperatur 1000C dalam ruang pengering dicapai dalam waktu 8 jam dan tidak ditemukan adanya kerusakan pada alat pengering, sehingga dapat disimpulkan bahwa alat pengering tersebut teruji kehandalannya.

Hasil uji kadar air untuk bahan daun-daunan (kumis kucing) dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini. Semakin lama proses pengeringan, semakin sedikit kadar airnya.

Tabel 2. Data waktu proses, temperatur pengeringan, dan kadar air kumis kucing. Jam Ke Temperatur (0C) Kadar Air Kumis Kucing (%) 0 40 83,6 1 76 23,1 2 82 13,4 3 84 9,7

Kadar air pada jam ke 3 pengamatan sudah mencapai 9,7%, yang artinya daun kumis kucing hasil pengeringan sudah sampai pada nilai daya tahan dan keamanan yang ideal (Mukhriani, 2011). Secara fisik daun sudah rangup tetapi tidak mudah rapuh (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, 1994). Temperatur pengeringan rata-rata yang diperoleh adalah 70,50C.

Hasil uji kadar air untuk bahan umbi-umbian (temulawak) dengan ketebalan 2-3 mm (pemotongan membujur) dan ketebalan 4-5 mm (pemotongan melintang) dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Data waktu proses, temperatur pengeringan, dan kadar air temulawak ketebalan 2-3 mm dan 4-5 mm.

Jam Ke

Temperatur (0C)

Kadar Air Temulawak (%) Ketebalan 2-3 mm Ketebalan 4-5 mm 0 40 78,6 78,6 1 76 28,2 30,1 2 82 19,8 21,6 3 86 14,2 16,3 4 88 11,4 13,4 5 90 8,6 9,5

(5)

Kadar air pada jam ke 5 pengamatan sudah mencapai 8,6% untuk temulawak dengan ketebalan 2-3 mm dan 9,5% untuk temulawak dengan ketebalan 4-5 mm, yang artinya temulawak hasil pengeringan sudah sampai pada nilai daya tahan dan keamanan yang ideal (Mukhriani, 2011). Secara fisik umbi sudah rangup tetapi tidak mudah rapuh (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, 1994). Temperatur pengeringan rata-ratanya adalah 770C.

Tingkat produktivitas hasil dapat dihitung dengan cara membandingkan antara hasil produksi dan waktu proses untuk setiap metode pengeringan. Perbandingan untuk kumis kucing adalah 1 kering : 7 basah, sedangkan untuk temulawak perbandingannya 1 : 5. Perbandingan waktu proses pengeringan dan hasil produksi (hasil pengeringan) selama 4 hari antara motode pengeringan dengan matahari dan alat pengering dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Perbandingan waktu proses dan hasil pengeringan antara motode pengeringan konvensional dan alat pengering

Variabel Metode

Konvensional Alat Pengering

Kumis Kucing Temulawak Kumis Kucing Temulawak Berat Basah 160 kg 160 kg 1280 kg 1280 kg Berat Kering 22,9 kg 32 kg 182,9 kg 256 kg Waktu Pengeringan

24 jam 48 jam 24 jam 40 jam

Tingkat produktivitas kumis kucing hasil pengeringan adalah 0,95 (metode konvensional), dan 7,62 (metode alat pengering), sedangkan tingkat produktivitas temulawak hasil pengeringan adalah 0,67 (metode konvensional), dan 6,4 (metode alat pengering).

5. PEMBAHASAN

Potensi usaha industri kecil simplisia di Daerah Magelang sangat bagus karena di daerah tersebut menghasilkan bahan baku simplisia yang melimpah akan tetapi proses pasca panennya belum terkelola secara maksimal, sehingga sangat potensial untuk dikembangkan dan ditingkatkan melalui pemanfaatan teknologi tepat guna berupa alat pengering simplisia.

Guna memenuhi kebutuhan para pengusaha industri kecil simplisia dalam melakukan proses pengeringan yang tidak memiliki ketergantungan, maka dilakukan rancang bangun alat pengering simplisia yang efektif, efisien, aman, dan handal. Alat pengering ini menggunakan rumah kaca yang memiliki pipa api di dalamnya, sehingga dapat memindahkan panas ke ruang pengering simplisia. Bahan bakarnya yang dipergunakan adalah limbah, kayu bakar, daun, ataupun merang yang ada di sekitarnya. Alat pengering ini sangat menguntungkan pengusaha simplisia

dalam meningkatkan produktivitasnya.

Kehandalan alat pengering simplisia yang dirancang telah terbukti, dikarenakan tidak ditemukannya kerusakan meskipun temperatur pengeringan sampai 1000C. Kehandalan alat ini akan tetap terjaga dengan melakukan perawatan dan perbaikan yang rutin. Jika ditemukan bagian-bagian yang bocor, maka harus segera diperbaiki agar temperatur ruangan dapat senantiasa terjaga kestabilannya. Adanya penambahan ventilasi atau blower yang berfungsi untuk meratakan temperatur ruangan perlu dipertimbangkan, sehingga simplisia yang dihasilkan akan kering secara merata dan bersamaan.

Perlakuan waktu proses pengeringan dan tingkat temperatur pengeringan dilakukan dengan tujuan diperolehnya waktu proses dan temperatur pengeringan yang optimal. Waktu proses dan temperatur pengeringan yang terbaik adalah waktu dan temperatur saat simplisia yang dikeringkan mencapai nilai kadar air terbaiknya. Semakin lama proses pengeringan maka akan semakin sedikit kadar airnya. Ketebalan bahan jamu atau simplisia juga berpengaruh terhadap lamanya waktu proses pengeringan. Kondisi temperatur pengeringan yang ideal untuk bahan jamu baik yang berupa daun-daunan (kumis kucing) maupun umbi-umbian (temulawak) adalah 700C -800C. Kumis kucing dan temulawak hasil pengeringan pada level temperatur tersebut sudah sampai pada nilai daya tahan dan keamanan yang ideal (Mukhriani, 2011) dan secara fisik umbi sudah rangup tetapi tidak mudah rapuh (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, 1994).

Hal-hal yang harus diperhatikan agar diperoleh simplisia hasil pengeringan yang baik yaitu: pemasukan bahan bakar pada waktu pemanasan harus dilakukan secara stabil, dan aktivitas membuka pintu ruang pemanas selama proses pengeringan simplisia harus diminimalkan agar terhindar dari masuknya kotoran, debu, serta bahan kontaminan lainnya dari luar ruang pemanas.

Motode pengeringan dengan menggunakan alat pengering simplisia hasil rancang bangun telah berhasil meningkatkan produktivitas. Peningkatan produktivitas yang dihasilkan adalah 8 - 10 kali bila dibandingkan dengan cara konvensional (menggunakan sinar matahari).

6. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan:

a. Teknologi tepat guna berupa alat pengering simplisia yang dibuat dapat menghasilkan proses pengeringan yang cepat dan tidak terpengaruh cuaca, efektif, dan efisien karena dapat dioperasikan setiap saat. Alat pengering simplisia ini juga aman bagi operator dalam mengoperasikannya dan telah terbukti kehandalannya. Kehandalan alat ini dibuktikan dengan tidak ditemukannya kerusakan serta kebocoran setelah

(6)

melalui pemanasan ruangan dengan temperatur maksimum.

b. Kecepatan waktu pengeringan dipengaruhi oleh ketebalan bahan uji simplisia yang dikeringkan. Semakin tebal bahan uji simplisia yang dikeringkan, maka makin lama pula waktu proses pengeringan yang dibutuhkan.

c. Proses pengeringan kumis kucing membutuhkan waktu 3 jam dengan temperatur rata-rata 70,50C, dan proses pengeringan temulawak membutuhkan waktu 5 jam dengan temperatur rata-rata 770C.

d. Penggunaan alat pengering simplisia telah berhasil meningkatkan produktivitas. Produktivitas kumis kucing hasil pengeringan dengan menggunakan alat pengering meningkat 8,02 kali, dan produktivitas temulawak meningkat 9,55 kali bila dibandingkan dengan cara konvensional (memanfaatkan sinar matahari).

DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, (1994), Budidaya tanaman kumis kucing, Bogor.

Mukhriani, (2011), Penetapan Kadar Air Pada Simplisia, Seminar Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan, UIN Alaudin Makassar.

Sahlan, (2004), Rancang Bangun Ergonomis untuk Pengering Kokon Ulat Sutera dengan Konstruksi Aluminium untuk Pengrajin Tenun Sutera, Prosiding Seminar Nasional, Viable Manufacturing System 2004, UII Yogyakarta.

Sirod Hantoro, (2005), Rancang Bangun Mesin Sisir Sabut Kelapa pada Industri Kecil di Kulonprogo, UNY PRES, Yogyakarta.

Sirod Hantoro, (2006), Rancang Bangun Mesin Pengaduk Adonan Roti dan Bakpia di Yogyakarta, Laporan Penelitian didanai DIKTI.

Sirod Hantoro, (2008), Rancang Bangun Mesin Pembuat Getuk Lindri di Sleman, Laporan Penelitian didanai DIKTI. Taufik Hidayat, Siswiyanti, (2004), Rancang Bangun Mesin Parut Kelapa untuk Skala Rumah Tangga dengan Mempertimbangkan Faktor Ergonomis, Prosiding Seminar Nasional, Viable Manufacturing System 2004, UII Yogyakarta.

BIOGRAFI PENULIS

Imam Sodikin adalah dosen di Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, IST AKPRIND Yogyakarta. Beliau mendapatkan gelar MT dari Teknik dan Manajemen Industri, Institut Teknologi Bandung. Fokus pengajaran dan penelitiannya adalah pada sistem produksi, serta teknik keandalan dan perawatan. Untuk informasi lebih lanjut, beliau dapat dihubungi melaluidikiam12@yahoo.com Joko Triyono adalah dosen di Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, IST AKPRIND Yogyakarta. Beliau mendapatkan gelar M.Cs dari Teknik Informatika, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Fokus pengajaran dan penelitiannya adalah pada sistem database aplikasi industri, dan teknik pemrograman. Untuk informasi lebih lanjut, beliau dapat dihubungi melaluijack@akprind.ac.id

Gambar

Tabel 1. Data waktu proses dan temperatur pengeringan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan Umum paket pekerjaan Pengadaan Sumur Artesis Dan Peralatan Serta Perlengkapannya Pada GKN Semarang II Nomor :

Dari hasil analisis yang dilakukan dapat diketahui bahwa karakter “Berinteraksi secara berkesinambungan dengan pasar yang disasar” merupakan karakter yang paling

Beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan pemodelan dan peramalan IHSG diantaranya adalah Sadeq [2] melakukan analisis prediksi indeks harga saham gabungan

(e) Kepala Balai Pemasyarakatan setempat; (f) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Menurut Suramto, dengan melihat dari tata cara pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat

Tindakan ibu mengenai diare sebagian besar baik (73,7%). Didapati hubungan antara pengetahuan ibu dan kejadian diare pada bayi dengan nilai p = 0,004. Didapati hubungan antara

Dalam menangani banjir ada banyak penelitian yang sudah dilakukan salah satunya oleh Riny Sulistyawati, dilakukan perancangan sistem deteksi banjir dengan sensor ultrasonik

[r]