• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengelolaan Obat

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 pasal 1 menjelaskan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Yang dimaksud dengan pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang berupa perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian obat (Syair, 2008).

1. Ruang lingkup pengelolaan obat a. Perencanaan

Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi obat dan bahan obat untuk menentukkan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas.

Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:

1) Perkiraan jenis dan jumlah obat dan bahan obat yang mendekati kebutuhan.

2) Meningkatkan penggunaan obat secara rasional. 3) Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.

Proses seleksi Obat dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi obat periode sebelumnya, data mutasi obat, dan rencana pengembangan. Proses seleksi obat juga harus mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang

(2)

ada di Puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang berkaitan dengan pengobatan.

Proses perencanaan kebutuhan obat per tahun dilakukan secara berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat Puskesmas di wilayah kerjanya, menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan waktu kekosongan Obat, buffer stock, serta menghindari stok berlebih (Permenkes RI, 2014).

b. Permintaan Obat di Puskesmas

Tujuan permintaan obat dan bahan medis obat adalah memenuhi kebutuhan obat dan bahan obat di Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat (Permenkes RI, 2014).

Berdasarkan Permenkes RI No. HK.02.02/MENKES/068/l/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, maka hanya obat generik saja yang diperkenankan tersedia di Puskesmas.

Adapun beberapa dasar pertimbangan dari Kepmenkes tersebut adalah :

1) Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan di seluruh dunia bagi pelayanan kesehatan publik. 2) Obat generik mempunyai mutu dan efikasi yang memenuhi

(3)

3) Meningkatkan cakupan dan kesinambungan pelayanan kesehatan publik.

4) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi alokasi dana obat di pelayanan kesehatan publik.

c. Penerimaan Obat

Penerimaan obat dan bahan obat adalah suatu kegiatan dalam menerima obat dan bahan obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai dengan permintaan yang telah diajukan. Tujuannya adalah agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas(Permenkes RI, 2014).

Setiap penyerahan obat oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota kepada Puskesmas dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Petugas penerima obat bertanggung jawab atas pemeriksaan fisik, penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan obat berikut kelengkapan catatan yang menyertainya.

Petugas penerima obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat yang diserah terimakan, meliputi kemasan, jenis dan jumlah obat, bentuk sediaan sesuai dengan isi dokumen (LPLPO), dan ditanda tangani oleh petugas penerima serta diketahui oleh Kepala Puskesmas (Materi Pelatihan, Binfar 2010).

d. Penyimpanan Obat

Penyimpanan obat dan bahan obat merupakan suatu kegiatan pengaturan terhadap obat yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan (Permenkes RI, 2014).

(4)

Penyimpanan harus memenuhi persyaratan berupa : 1) Persayaratan gudang

a) Luas minimal 3 x 4 m 2 dan atau disesuaikan dengan jumlah obat yang disimpan.

b) Ruangan kering dan tidak lembab. c) Memiliki ventilasi yang cukup.

d) Memiliki cahaya yang cukup, dan jendela memiliki pelindung untuk menghindari cahaya langsung dan memiliki teralis.

e) Lantai dibuat dari semen/tegel/keramik/papan. f) Dinding dibuat licin dan dicat warna cerah.

g) Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam. h) Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat. i) Mempunyai pintu yang dilengkapi kunci ganda. j) Tersedia lemari/laci khusus untuk narkotika dan

psikotropika yang selalu terkunci dan terjamin keamanannya k) Harus ada pengukur suhu dan higrometer ruangan. 2) Pengaturan Penyimpanan Obat

a) Obat di susun secara alfabetis untuk setiap bentuk sediaan. b) Obat dirotasi dengan sistem FEFO dan FIFO

c) Obat disimpan pada rak

d) Obat yang disimpan pada lantai harus diletakkan diatas palet.

e) Tumpukkan dus diletakkan sesuai petunjuk.

f) Sediaan obat cairan dipisahkan dari sediaan padatan. g) Sera, vaksin dan supositoria disimpan dalam lemari

pendingin.

(5)

e. Pendistribusian Obat

Pendistribusian obat dan bahan obat merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat dan bahan obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/ satelit farmasi Puskesmas dan jaringannya. Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain) dilakukan dengan cara pemberian obat sesuai resep yang diterima (floor stock), pemberian obat per sekali minum (dispensing dosis unit) atau kombinasi, sedangkan pendistribusian ke jaringan Puskesmas dilakukan dengan cara penyerahan obat sesuai dengan kebutuhan (floor stock) (Permenkes RI, 2014).

f. Pengendalian Obat

Pengendalian obat dan bahan obat adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar. Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar (Permenkes RI, 2014).

Pengendalian obat terdiri dari : 1) Pengendalian persediaan 2) Pengendalian penggunaan

3) Penanganan obat hilang, rusak, dan kadaluarsa. g. Pencatatan, Pelaporan, dan Pengarsipan

Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat dan bahan obat secara tertib, baik obat dan bahan obat yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya.

(6)

Tujuan pencatatan, pelaporan dan pengarsipan adalah :

1) Bukti bahwa pengelolaan obat dan bahan obat telah dilakukan 2) Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian 3) Sumber data untuk pembuatan laporan

h. Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Obat dan Bahan Obat Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan bahan obat dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk, (Permenkes RI, 2014) :

1) Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan obat dan bahan obat sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan

2) Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan obat dan bahan obat.

3) Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan

2. Indikator Pengelolaan Obat

Terdapat beberapa batasan indikator dalam pengelolaan obat di Puskesmas, yaitu (Depkes, 2010 : 36-50) :

a. Indikator merupakan jenis data berdasarkan sifat/gejala/keadaan yang dapat diukur dan diolah secara mudah dan cepat dengan tidak memerlukan data lain dalam pengukurannya.

b. Indikator merupakan ukuran untuk mengukur perubahan. Kriteria umur Indikator yaitu :

1) Sustainable (Kesinambungan), dapat digunakan secara Berkesinambungan

2) Measurability (Keterukuran), dapat diukur meskipun waktu yang tersedia singkat, kualitas yang berubah-ubah dan keterbatasan dana 3) Accesibility (Kemudahan), dapat mudah diakses/didapat

4) Reliability (Kehandalan), kehandalan setiap indikator harus dapat dipercaya

(7)

5) Timely (Waktu), dapat digunakan untuk waktu yang berbeda

Yang dapat dijadikan sebagai indikator dalam pengelolaan obat di Puskesmas adalah :

a) Kesesuaian item obat yang tersedia dengan DOEN

Penetapan obat yang masuk dalam DOEN telah mempertimbangkan factor drug of choice analisis biaya manfaat dan didukung dengan data kimia. Untuk pelayanan kesehatan dasar maka jenis obat yang tersedia di Puskesmas harus tersedia dengan pola penyakit dan di seleksi berdasarkan DOEN yang terbaru agar tercapai prinsip efektifitas dan efisiensi.

Kesesuaian obat yang tersedia :

b) Kesesuaian ketersediaan obat dengan pola penyakit

Obat yang disediakan untuk pelayanan kesehatan di Puskesmas harus sesuai dengan kebutuhan populasi, berarti harus sesuai dengan pola penyakit yang ada di wilayah Puskesmas

Kesesuaian obat yang tersedia :

c) Presentase obat yang tidak diresepkan

Obat yang tidak diresepkan akan menyebabkan terjadinya kelebihan obat. Untuk itu perlu dilakukan komunikasi antara pengelola obat dengan pengguna obat agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Presentase obat yang tidak diresepkan :

(8)

d) Presentase penulisan obat generik

Penggunaan obat generik merupakan suatu keharusan bagi sektor pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah. Standar pelayanan minimal bidang kesehatan mengharuskan penulisan resep obat generik 100% di sarana milik pemerintah.

Presentase peresepan obat generik :

e) Presentase obat kadaluarsa/rusak

Terjadinya obat rusak atau kadaluwarsa mencerminkan ketidaktepatan perencanaan, dan atau kurang baiknya sistem distribusi , dan atau kurangnya pengamatan mutu dalam penyimpanan obat dan atau perubahan pola penyakit. Presentase obat kadaluarsa/rusak :

B. Puskesmas

Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan. Apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah yaitu desa/kelurahan atau dusun/ rukun warga (RW).

Susunan organisasi Puskesmas terdiri dari: 1. Unsur Pimpinan : Kepala Puskesmas

2. Unsur Pembantu Pimpinan : Urusan Tata Usaha 3. Unsur Pelaksana :

(9)

a. Unit yang terdiri dari tenaga / pegawai dalam jabatan fungsional b. Jumlah unit tergantung kepada kegiatan, tenaga dan fasilitas tiap

daerah

c. Unit terdiri dari: unit I, II, III, IV, V, VI dan VII [ lihat bagan ]

Gambar 1. Struktur Organisasi Puskesmas (Hatmoko, 2006) 4. Keterangan Tugas pokok dan fungsi :

a. Kepala Puskesmas: Memimpin, mengawasi dan mengkordinir kegiatan Puskesmas yang dapat dilakukan dalam jabatan struktural dan jabatan fungsional.

b. Kepala Urusan Tata Usaha: Dibidang kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan surat menyurat serta pencatatan dan pelaporan. c. Unit I: Melaksanakan kegiatan Kesejahteraan Ibu dan Anak,

Keluarga Berencana dan Perbaikan Gizi.

d. Unit II: Melaksanakan kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit, khususnya imunisasi, kesehatan lingkungan dan laboratorium.

e. Unit III: Melaksanakan kegiatan Kesehatan Gigi dan Mulut, Kesehatan tenaga Kerja dan Lansia ( lanjut usia ).

f. Unit IV: Melaksanakan kegiatan Perawatan Kesehatan Masyarakat, Kesehatan Sekolah dan Olah Raga, Kesehatan Jiwa, Kesehatan Mata dan Kesehatan khusus lainnya.

(10)

g. Unit V: Melaksanakan kegiatan di bidang pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan masyarakat dan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.

h. Unit VI: Melaksanakan kegiatan pengobatan Rawat Jalan dan Rawat Inap ( Puskesmas Perawatan ).

i. Unit VII: Melaksanakan pengelolaan Farmasi.

C. Pengetahuan

Kata “pengetahuan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) memiliki arti, yaitu segala sesuatu yang diketahui, kepandaian atau segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal tertentu. Menurut Endraswara (2012), pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang diketahui langsung dari pengalaman, berdasarkan pancaindra, dan diolah oleh akal budi secara spontan. Pengetahuan masih pada tataran indrawi dan spontanitas, belum ditata melalui metode yang jelas. Pada intinya, pengetahuan bersifat spontan, subjektif, dan intuitif. Pengetahuan berkaitan erat dengan kebenaran, yaitu kesesuaian antara pengetahuan yang dimiliki manusia dengan realitas yang ada pada objek.

1. Sumber Pengetahuan

Pengetahuan diperoleh melalui proses kognitif, dimana seseorang harus mengerti atau mengenali terlebih dahulu suatu ilmu pengetahuan agar dapat mengetahui pengetahuan tersebut. Rachman (2008: 76-79) mengemukakan beberapa sumber dari pengetahuan yaitu :

a. Pengetahuan Wahyu ( Revealed Knowledge)

Manusia memperoleh pengetahuan dan kebenaran atas dasar wahyu yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan wahyu bersifat eksternal, artinya pengetahuan tersebut berasal dari luar manusia.

b. Pengetahuan intuitif (Intuitive Knowledge)

Pengetahuan intuitif diperoleh manusia dari dalam dirinya sendiri, pada saat ia menghayati sesuatu. Intuisi secara umum

(11)

merupakan metode untuk memperoleh pengetahuan tidak berdasarkan penalaran rasio, pengalaman, dan pengamatan indera. c. Pengetahuan Rasional ( Rational Knowledge)

Pengetahuan rasional merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan latihan rasio/akal semata, tidak disertai dengan observasi terhadap peristiwa-peristiwa faktual.

d. Pengetahuan Empiris (Empirical Knowledge)

Pengetahuan empiris diperoleh atas bukti penginderaan dengan penglihatan, pendengaran, dan sentuhan-sentuhan indera lainnya, sehingga memiliki konsep dunia di sekitar kita.

e. Pengetahuan Otoritas (Authoritative Knowledge)

Pengetahuan otoritas diperoleh bukan karena kita telah mengeceknya di luar dari diri kita, melainkan telah dijamin oleh otoritas (suatu sumber yang berwibawa, memiliki wewenang, memiliki hak) di lapangan.

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan,yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

b. Memahami (Comperhension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi objek yang diketahui secara benar. c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (riil).

(12)

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau mennghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

D. Pengelola Unit Instalasi Farmasi

Instalasi farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan kefarmasian (Permenkes RI, 2014). Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes RI, 2014). Menurut Permenkes RI Nomor 30 tahun 2014 pasal 6 ayat 1 dan 2, penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Puskesmas dilaksanakan pada unit pelayanan berupa ruang farmasi. Ruang farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seoranng apoteker sebagai penanggung jawab.

(13)

E. Kerangka Konsep

F.

Gambar 2. Kerangka konsep

G. Hipotesa

Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan kemampuan pengelolaan obat.

Variabel bebas Variabel terikat

Tingkat Pengetahuan

Kemampuan Puskesmas

Gambar

Gambar 1. Struktur Organisasi Puskesmas (Hatmoko, 2006)
Gambar 2. Kerangka konsep

Referensi

Dokumen terkait

(2011) bahwa penambahan ekstrak buah nanas dan waktu pemasakan dapat meningkatkan keempukan, pH, daya ikat air dan menurunkan susut masak daging itik. Berdasarkan latar

Sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial

Setelah dilakukan analisis framing terhadap pemberitaan mengenai kasus korupsi Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, jika ditinjau dari aspek komunikasi politik,

DAFTAR INSTANSI PEMERINTAH DEPARTEMEN DALAM NEGERI ...3 DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN...4 DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA...5

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil usaha peserta didik yang menunjukkan ukuran kemampuan dan kecakapan seseorang di

Peran social support (dukungan sosial) yang berasal dari rekan kerja lebih besar dibandingkan psychological well-being terhadap self-determination guru dalam

Menurut teori graf, persoalan lintasan terpendek (the shortest path  problem) adalah suatu persoalan untuk mencari lintasan antara dua buah simpul  pada graf