• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMAHAMI KONFLIK DALAM KEBIJAKAN PUBLIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEMAHAMI KONFLIK DALAM KEBIJAKAN PUBLIK"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

MEMAHAMI KONFLIK DALAM KEBIJAKAN PUBLIK

A. Latar Belakang

Kebijakan publik merupakan sebuah produk yang dihasilkan oleh pemerintah. Kebijakan ini selalu berhubungan dengan masyarakat, sebagai sasaran atau objek dari kebijakan itu sendiri, dengan demikian kebijakan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari masyarakat. Di dalam masyarakat itu sendiri terdapat berbagai macam kepentingan, yang pada hakekatnya berbeda antara individu satu dengan individu yang lainnya. Perbedaan kepentingan dalam masyarakat tersebut mempunyai hubungan terhadap sebuah wacana kebijakan.

Adanya kepentingan yang berbeda-beda dalam masyarakat akan berimbas pada respon masyarakat terhadap sebuah kebijakan. Jika perbedaan kepentingan merupakan sebuah hal yang wajar dalam sebuah masyarakat, maka hal ini akan berhubungan pula pada sebuah kewajaran akan adanya pro dan kontra terhadap sebuah kebijakan yang dihadirkan bagi masyarakat itu sendiri. Pro dan kontra terhadap suatu kebijakan yang dilandasi dari perbedaan kepentingan yang ada pada sebuah masyarakat kemudian menjadi tugas bagi pemerintah itu sendiri untuk mengelolanya.

Kasus yang diangkat dengan berbasiskan pada pro dan kontra terhadap suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah ini salah satunya adalah kasus pro dan kontra terhadap kebijakan pengelolaan pasir besi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo. Sumber daya pasir besi yang dimiliki oleh Kabupaten Kulon Progo (akan tetapi, lahan lahan

(2)

2 pasir besi tersebut merupakan bagian dari Pakualaman Ground) merupakan sumber daya yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Karena itulah wajar apabila sumber daya tersebut menjadi bahan perebutan.

Berangkat dari hal ini juga pada akhirnya Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo mengeluarkan sebuah kebijakan yang mana isinya adalah mengenai pengelolaan pasir besi yang akan diambil alih oleh pemerintah daerah, dengan memasukkan investor sebagai tenaga pengelolanya. Kebijakan ini tentu saja mengundang respon dari masyarakat. Respon negatif atau kontra datang dari penduduk di sekitar lahan pasir besi yang berprofesi sebagai petani yang memanfaatkan lahan pasir besi tersebut sebagai media untuk bertani. Lahan pasir besi ini merupakan sumber mata pencaharian utama bagi para petani yang merupakan mata pencaharian mayoritas penduduk di sekitar lahan pasir besi. Ketika wacana pengambil alihan pengelolaan pasir besi oleh pemerintah ini bergulir, maka reaksi yang muncul tentu saja penolakan, dengan asumsi bahwa hal tersebut akan mematikan penghidupan mereka.

Perebutan lahan sumber daya pasir besi yang terjadi antara masyarakat dengan pemerintah daerah ini pada akhirnya memicu timbulnya konflik yang berkepanjangan, terkait dengan penolakan dan perlawanan yang cukup keras yang datang dari pihak yang kontra terhadap kebijakan tersebut. Hal inilah yang menyebabkan tarik ulur antara Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo dengan masyarakat sekitar begitu alot dan belum menemukan titik temu. Adanya perdebatan panjang ini muncul karena dipicu oleh kepentingan yang berbeda yang muncul antara masyarakat dengan pemerintah. Kepentingan lain yang hadir dalam kasus ini juga akan menentukan langkah seperti apakah yang selanjutnya

(3)

3 akan diambil oleh pemerintah dalam mengelola pro dan kontra terkait dengan kebijakan pasir besi.

Kepentingan tersebut dapat muncul dari aktor-aktor yang mendukung dibalik keputusan pro dan kontra di masyarakat. Aktor-aktor tersebut merupakan pihak yang berada diluar masyarakat maupun pemerintah. Seperti yang telah diketahui, bahwa dalam kebijakan pengelolaan pasir besi ini Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo dan investor (PT JMI) akan menggandeng Walhi serta LSM IDEA untuk menjadi auditor lingkungan1, dalam misi pemerintah untuk dapat melaksanakan kebijakan. Dari pihak masyarakat sendiri, muncul pula LSM-LSM yang mendukung masyarakat yang kontra terhadap kebijakan dan berusaha untuk melakukan advokasi dengan pemerintah.

Wacana yang muncul disekitar pro dan kontra kebijakan pasir tersebut menarik untuk diteliti. Berangkat dari penelitian tersebut, maka akan dapat diketahui bagaimanakah proses terbentuknya konflik. Faktor apa yang kemudian menyebabkan kebijakan penambangan pasir besi ini menimbulkan konflik. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan untuk melihat bagaimana dinamika yang terjadi di sepanjang berlangsungnya konflik. Dari analisis ini akan terlihat manajemen konflik seperti apa yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengelola pro dan kontra yang terjadi di masyarakat.

Analisis ini juga akan menuntun kita untuk mengetahui kronologi perdebatan dalam sebuah kebijakan terutama pada tahap pengagendaan kebijakan, yang mana dari hal tersebut dapat dilihat proses pewacanaan

1

KOMPAS Cetak. Selasa, 13 Januari 2009 | 14:27 WIB. Tambang Pasir Besi: LSM Lingkungan

Belum Tentukan Sikap. Diakses dari http://www.ideajogja.or.id/news.php?day.20090122 pada tanggal 17 Februari 2009, pukul 20:05 WIB.

(4)

4 kebijakan pengelolaan pasir besi yang pada akhirnya akan menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Hal ini pada akhirnya akan memicu pemerintah untuk melakukan negosiasi dengan masyarakatnya, dan melalui negosiasi inilah konsensus akan dibangun.

Munculnya pro dan kontra pada kebijakan pengelolaan pasir besi akan menguak sampai sejauh manakah Pemerintah Daerah Kulon Progo dalam membuka dirinya untuk melibatkan aktor-aktor pemerintah dalam kontribusinya pada kebijakan pengelolaan pasir besi. Derajat keterbukaan pemerintah daerah (negara) ini akan menunjukkan seberapa relevankah pemerintah dalam menjalankan konsep demokrasi pada aras lokal. Sejauh mana jugakah masyarakat itu sendiri dapat menembus otoritas pemerintah agar dapat ikut serta dalam mempengaruhi kebijakan.

Hal-hal yang telah disebutkan di atas dapat terlaksana atau tidak, tergantung dari bagaimana pemerintah itu sendiri yang notabene merupakan pihak yang paling berwenang, dalam menelola dan memfasilitasi atau menampung tarik ulur dengan masyarakat. Kebijakan publik yang merupakan produk pemerintah dan bersinggungan langsung dengan opini ataupun kepentingan publik ini pada akhirnya akan kembali lagi kepada pemerintah terkait dengan bagaimana konsekuensi serta konsistensi dari pemerintah untuk mengelola dampak atau respon dari kebijakan tersebut, baik pro maupun kontra.

B. Rumusan masalah

(5)

5

Bagaimana anatomi konflik kebijakan penambangan pasir besi di Kabupaten Kulon Progo?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini dikaitkan dengan rumusan masalah yang ada antara lain :

1. Untuk mengetahui faktor penyebab konflik dan dinamika konflik yang terjadi terkait dengan kebijakan penambangan pasir besi Kulon Progo. 2. Untuk mengetahui pengelolaan pro dan kontra yang dilakukan oleh

Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo, serta implikasinya bagi konflik.

D. Landasan Teori D. 1. Kebijakan Publik

Kebijakan publik mempunyai makna yang luas. Dilihat dari katanya kebijakan publik merupakan kebijakan yang ditujukan untuk publik, atau masyarakat luas. Kebijakan publik ini dihadirkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan dari hadirnya kebijakan publik ini adalah jalan untuk mencapai suatu tujuan bersama yang dicita-citakan.2 Kebijakan publik diciptakan oleh lembaga yang berwenang, dalam hal ini lembaga yang berwenang adalah pemerintah. Dalam pembuatan kebijakan publik tersebut pemerintah mempunyai

2

Nugroho, Riant. 2008. Public Policy : Teori Analisis Proses

Kebijakan-Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi Risk Management Dalam Kebijakan Publik-Kebijakan sebagai The Fifth Estate-Metode Penelitian Kebijakan. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Hal

(6)

6 keimanan sendiri-sendiri, tergantung dari seperti apakah kepentingan yang akan dibawanya nanti serta hal apakah yang akan dioptimalkan atau dikedepankan.

Proses dalam menyusun atau membuat kebijakan publik ini menurut John Dewey didasarkan pada “publik dan problem-problemnya”.3 Kebijakan publik ini membawa bagaimana isu atau persoalan yang muncul dipermukaan disusun dan didefinisikan serta bagaimana semua isu dan persoalan tersebut diletakkan dalam agenda kebijakan dan agenda politik.4 Isu yang menjadi fokus dalam kebijakan publik merupakan isu atau permasalahan yang telah menjadi milik publik dan menyangkut kepentingan publik secara luas.

Hal ini menjadikan kebijakan publik sebagai sebuah produk dari pemerintah yang tidak bisa dibuat secara asal-asalan karena sebuah kebijakan akan berimplikasi pada masyarakat luas. Pembuatan kebijakan ini seharusnya didasarkan kepada kepentingan publik itu sendiri. Maka dari itu dalam kebijakan publik tidak hanya sebatas pada pembuatan atau pewacanaannya saja, tetapi juga harus diperhatikan aspek-aspek didalamnya yang berkaitan dengan proses atau tahap-tahap pembuatan kebijakan publik tersebut. Selain itu, pemerintah juga seharusnya mempunyai “regulasi pengaman” guna menyikapi atau mengambil langkah ketika sebuah kebijakan diwacanakan di masyarakat yang pada akhirnya akan menimbulkan respon, baik pro maupun kontra.

D. 2. Konflik Kebijakan Publik

3

Naihasy, Syahrin. 2006. Kebijakan Publik : Menggapai Masyarakat Madani. Yogyakarta : Mida Pustaka. Hal 18.

4

(7)

7 Kebijakan publik dapat terjadi pada aras konflik, karena salah satu sumber dari adanya kebijakan publik adalah politik yang mengarah pada pertarungan kepentingan. Kebijakan publik dapat terjadi dalam aras konflik ketika ada perebutan sumber daya yang sarat dengan unsur politis didalamnya. Sumber daya politis tersebut dapat berwujud dalam berbagai bentuk, baik ekonomi, sosial, politik dan lain sebagainya. Konflik dapat dimaknai sebagai sebuah benturan karena adanya kepentingan yang berbeda antara pihak satu dengan pihak lainnya.

Konflik dalam wacana politik dapat diartikan sebagai perebutan kekuasaan yang mana perebutan tersebut ditimbulkan karena adanya kelangkaan (Weimer 1962). Hal tersebut pada akhirnya akan menimbulkan perebutan kekuasaan atau klaim kekuasaan. Bentuk kekuasaan tersebut pada akhirnya akan berimbas pula pada adanya dominasi. Menurut Gramci (1971), bentuk dominasi dapat hadir dalam bentuk hegemoni kultural kelas penguasa. Pendapat ini diinspirasikan dari pandangan Hobbes tenang hegemoni Leviathan dimana diperlukan adanya kekuatan yang besar yang dapat menekan kekuatan-kekuatan kecil agar bisa terjadi kestabilan.5

Secara umum, teori konflik memahami konflik sebagai sebuah fakta yang terjadi dalam kehidupan bersama. Hal ini dapat dilihat sebagai persaingan dalam memperebutkan sumber daya karena adanya kelangkaan. Dalam kasus pasir besi ini konflik yang terjadi adalah konflik antara pemerintah (negara) dengan masyarakat. Walaupun demikian tetap ada sebagian masyarakat yang

5

Nugroho, Riant. 2008. Public Policy : Teori Analisis Proses

Kebijakan-Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi Risk Management Dalam Kebijakan Publik-Kebijakan sebagai The Fifth Estate-Metode Penelitian Kebijakan. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Hal

(8)

8 mendukung pemerintah, dalam artian pro terhadap keputusan pemerintah tersebut. Namun, ada sebagian besar juga masyarakat yang tidak mendukung (kontra) terhadap kebijakan tersebut. Dengan demikian maka sebuah kebijakan dapat dimaknai sebagai sebuah kebijakan yang bermain dalam aras konflik, yaitu konflik antara elite dan massa.

Pasir besi sebagai sebuah sumber daya yang dianggap “langka” ini pada akhirnya dapat memicu adanya konflik antara penguasa (pemerintah) dan masayarakat yang saling memperebutkan untuk mendapat otoritas dalam memanfaatkan sumber daya tersebut. Kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo untuk mengambil alih pengelolaan pasir besi tersebut pada akhirnya membuat kebijakan tersebut bermain di ranah konflik antara pemerintah dan masyarakat.

Konflik yang terlanjur tercipta antara masyarakat dengan pemerintah akan menjadikan kebijakan yang telah diwacanakan berada dalam aras konflik. Dengan demikian, akan tercipta adanya negosiasi antara pemerintah dengan masyarakat untuk perbaikan dari kebijakan yang telah ada. Adanya negosiasi tersebut jelas akan memperhatikan suara dari masyarakat, terutama masyarakat yang kontra terhadap kebijakan. Pelibatan elemen masyarakat dalam proses kebijakan juga akan membuat kebijakan tersebut lebih dapat mampu untuk diterima masyarakat secara umum.

D. 3. Konflik dan Manajemen Konflik Konflik

(9)

9 Gejolak yang timbul di masyarakat seiring dengan wacana kebijakan pengelolaan pasir besi yang dikeluarkan oleh pemerintah, yaitu dengan jalan memasukkan investor sebagai pengelolanya, merupakan sebuah respon masyarakat dalam membaca itikad dari pemerintah tersebut. Pro dan kontra tersebut hadir dikarenakan orientasi tujuan antara masyarakat dan pemerintah berbeda. Perbedaan kepentingan merupakan titik pijak dari perbedaan tujuan tersebut.

Persepsi pemerintah daerah unruk lebih memaksimalkan pemanfaatan sumber daya lahan pasir dengan jalan mengelolanya menjadi besi yang mempunyai nilai jual yang tinggi, sangat berbeda ketika dihadapkan pada kepentingan masyarakat sekitar lahan pasir besi yang telah memanfaatkan lahan tersebut sebagai media pertanian. Kebijakan dari pemerintah tersebut menurut cara pandang masyarakat sangatlah merugikan, karena dengan diperlakukannya kebijakan tersebut, sudah tentu akan mematikan mata pencaharian masyarakat yang meyoritas berprofesi sebagai petani lahan pasir.

Pemerintah daerah disini memiliki pandangan lain atas keputusan yang diambilnya, yaitu dengan dikelolanya lahan pasir besi menjadi pengolahan besi, maka nilai manfat dari lahan pasir besi akan lebih maksimal. Hal ini pada akhirnya akan berdampak pada naiknya pendapatan asli daerah Kabupaten Kulon Progo, yang nantinya akan diraskan manfaatnya juga bagi seluruh masyarakat Kulon Progo. Adanya dua persepsi yang berbeda tersebut menyebabkan adanya penerimaan yang berbeda atas keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, yaitu sebagai pihak pemegang otoritas. Penerimaan atau

(10)

10 respon yang berbeda di masyarakat ini membentuk dua kubu, yaitu pihak yang mendukung kebijakan (pro) dan pihak yang menolak kebijakan (kontra).

Munculnya pro dan kontra di masyarakat dapat dibaca sebagai sebuah proses pergolakkan (konflik). Menurut Nyi, 1973; dalam Rakhmat, 1986:161-162, bahwa sebuah konflik dapat terjadi setidaknya mempunyai lima sumber penyebab, yaitu6:

1.) kompetisi,- satu pihak berupaya meraih sesuatu, dengan mengorbankan pihak lain, 2.) dominasi,- satu pihak berusaha mengatur yang lain sehingga merasa haknya dibatasi dan dilanggar, 3.) kegagalan,- menyalahkan pihak tertentu bila terjadi kegagalan mencapai tujuan, 4.) provokasi,- satu pihak sering menyinggung perasaan pihak lain, 5.) perbedaan nilai,- terdapat patokan yang berbeda dalam menetapkan benar salahnya suatu masalah. (Hamidi, 1995:25).

Teori lain tentang konflik yang muncul yaitu teori dari Randall Collins7. Pada salah satu teori tentang konflik yang dikemukakannya, Collins menyebutkan adanya stratifikasi sosial yang dilihat dari berbagai aspek seperti kekayaan, politik, karier, keluarga, klub, komunitas, gaya hidup (1975:49), yang kemudian dihubungkan menjadi pendekatan starifikasi konflik. Stratifikasi konflik ini terjadi ketika dalam suatu hubungan sosial, individu dengan individu lain dapat terjadi konflik.

6

Utsman, Sabian. 2007. Anatomi Konflik dan Solidaritas Masyarakat Nelayan (Sebuah Penelitian

Sosiologis). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 16. 7

Ritze, George dan Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media Group .Hal 163-164.

(11)

11 Analisis konflik yang diterapkan dalam sistem startifikasi sosial ini dapat diterapkan dalam kehidupan social sehari-hari. Dari lima pendekatan/prinsip yang dikemukakan oleh Collins, terdapat beberapa prinsip yang dapat merefleksikan kasus dalam penelitian ini, yaitu; pertama, Collins menyatakan bahwa dalam situasi ketimpangan, kelompok yang mengendalikan sumber daya kemungkinan akan mencoba mengekploitasi kelompok yang sumber dayanya terbatas.

Pada kasus ini terlihat bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo dalam persepsi masyarakat dianggap sebagai kelompok pengendali sumber daya melakukan tindakan dimana terdapat semacam tinadakan ekploitasi ketika pemerintah daerah mencoba untuk mengambil alih pengelolaan pasir besi, yang mana tindakan tersebut bertujuan sebagai kepentingan terbaik dri pemerintah.

Kedua, dalam teoritisi konfliknya Collins melihat bahwa fenomena

kultural (seperti keyakinan dan gagasan dari sudut pandang kepentingan, sumber daya dan kekuasaan), dimana dapat terjadi kemungkinan bahwa kelompok dengan sumber daya dan berkuasa dapat memaksakan sebuah sistem gagasan terhadap seluruh masyarakat, sedangkan kelompok tanpa sumber daya mempunyai sistem gagasan yang dipaksakan terhadap mereka.

Seperti yang telah diapaparkan sebelumnya, bahwa disini kelompok dengan sumber daya dan kekuasaan (pemerintah) mempunyai sistem gagasan yang dipaksakan kepada masyarakat, yaitu berupa kebijakan. Kebijakan tersebut pada akhirnya menimbulkan kontroversi (pro dan kontra) di masyarakat, karena tidak semua masyarakat tunduk pada kemauan/ prosedur dari pemerintah.

(12)

12 Dalam kasus lahan pesisir pantai, adanya dorongan masyarakat setempat untuk mempertahankan tanah sumber kehidupan mereka tersebut dapat disebabkan karena8:

1. Makna tanah bagi manusia

a) Tanah merupakan sawah atau ladang garapan.

Pada kasus ini sudah jelas terlihat bahwa mata pencaharian masyarakat di sekitar lahan pantai mayoritas adalah sebagai petani. Mereka menggunakan lahan pantai tersebut sebagai lahan untuk bercocok tanam. Ini merupakan alasan yang paling mendasar mengapa mereka berusaha untuk mempertahankan lahan pantai tersebut.

b) Makna ruang, yaitu tempat dimana manusia hidup dan berkembang. Selain sebagai lahan garapan, lahan pantai di pesisir selatan Kulon Progo juga merupakan kawasan hunian. Nenek moyang mereka datang ke kawasan itu kemudian menetap dan mengelola lahan tersebut secara turun temurun. Di sanalah mereka hidup dan berkembang dari generasi ke generasi.

c) Makna tanah sebagai kawasan lingkungan hidup.

Lahan pantai di pesisir selatan Kulon Progo merupakan sebuah lingkungan hidup dimana bukan saja sebagai lahan garapan untuk pertanian, melainkan juga sebagai kawasan hunian dan juga terdapat ekosistem laut. Untuk itu, sebagai masyarakat yang telah lama menempati atau mengelola kawasan tersebut, pasti akan menyadari akan arti pentingnya kawasan tersebut di kehidupan mereka, sehingga

8

(13)

13 mereka berupaya untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan tanpa merusaknya.

d) Pembentuk kreativitas dan partisipasi

Manusia tidak hanya terus menerus mengeksploitasi tanah, tetapi juga mengolah dan memelihara tanah. Hal tersebut juga dilakukan oleh masyarakat yang tinggal atau mempunyai lahan garapan di lahan pantai. Mereka tidak mau usaha yang telah mereka lakukan selama bertahun-tahun tersebut diganggu dengan adanya rencana untuk menjadikan kawasan itu sebagai kawasan pertambangan. Bagi masyarakat setempat, rencana untuk menjadikan lahan pantai sebagai kawasan pertambangan akan menimbulkan dampak yang negatif bagi lingkungan, serta dapan merubah sistem sosial, budaya dan ekonomi yang ada di lingkungan tersebut.

e) Mata rantai sejarah manusia

Tanah atau lahan mempunyai ikatan psikologis dengan orang atau masyarakat yang bertempat tinggal atau mengelola kawasan tersebut. Ikatan psikologis ini terbentuk karena seseorang atau masyarakat telah lama mempunyai interaksi dengan tanah atau lahan. Sebagai contoh, lahan tersebut merupakan tanah kelahirannya, atau lahan tersebut merupakan lahan untuk garapa secara turun temurun. Karena itulah, akan muncul rasa untuk mempertahankan tanah atau lahan yang telah menjadi bagian dari kehidupan mereka.

(14)

14 Tidak semua lahan pantai di pesisir selatan Kulon Progo berstatus tanah milik keraton. Ada beberapa bagian tanah yang sudah bersetifikat dan menjadi hak milik masyarakat setempat. Akan tetapi, ada juga beberapa bagian tanah yang masih berstatus tanah milik Kraton Yogyakarta (Pakualam Ground), sehingga masyarakat hanya memiliki hak pakai saja. Selain itu, ada juga beberapa bagian lahan yang tidak jelas status kepemilikannya. Pada dua kasus kepemilikan tanah tersebut, masyarakat setempat berperan sebagai pengolah dan pengelola lahan tersebut. Pengolahan dan pengelolaan lahan pantai itu sudah dilakukan masayarakat setempat secara turun-temurun, selama kurang lebih tiga dekade. Dengan demikan, relasi manusia dengan tanah antara lain sebagai:

a) Pemilik b) Pengolah c) Pengelola

Ketika usaha keras dari masyarakat sekitar yang telah secara drastis merubah lahan pantai menjadi lahan yang sangat produktif untuk pertanian dibiaskan dengan wacana pemerintah untuk mengubah lahan pantai sebagai lahan pertanian menjadi lahan pertambangan. Hal ini tentu saja mendapat protes dari masyarakat. Status tanah yang memang tidak diketahu secara pasti siapa pemiliknya menimbulkan polemik tersendiri. Pihak Kraton Yogyakarta yang mengklaim bahwa tanah tersebut ada di bawah kekuasaannya juga tidak tinggal diam. Pada akhirnya, masalah ini akan meruntut pada sejarah pertanahan di wilayah Yogyakarta.

(15)

15 Manajemen Konflik

Konflik yang muncul di masyarakat merupakan salah satu bentuk respon terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Pro dan kontra selalu saja mewarnai respon dari setiap kebijakan. Demikian pula halnya yang terjadi terhadap kebijakan pengelolaan pasir besi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo. Adanya pro dan kontra masyarakat terhadap kebijakan yang diwacanakan oleh pemerintah ini dapat dibaca sebagai sebuah kontroversi politik yang pada akhirnya hal ini menimbulkan pergejolakkan.

Di satu sisi, masyarakat setuju dengan kebijakan tersebut, mengingat tujuan yang diwacanakan oleh pemerintah daerah adalah untuk kesejahteraan bersama, namun disisi lain ada juga masayarakat yang kontra terhadap kebijakan, karena dengan adanya kebijakan tersebut justru lahan pasir besi yang menjadi sumber mata pencaharian utama mereka diambil alih oleh pemerintah, sehingga masyarakat yang kontra beranggapan bahwa kesejahteraan tersebut hanya berlaku untuk pemerintah semata.

Tindakan tegas yang diambil oleh pemerintah daerah untuk tetap melakukan kebijakan ini disadari dapat menimbulkan perlawanan dari pihak yang kontra terhadap kebijakan tersebut. Perlawanan yang berkelanjutan secara bertahap akan memicu perkembangan sebuah konflik yang akan semakin parah. Berangkat dari hal tersebut, dibutuhkan kepiawaian pemerintah daerah untuk mengelola kontroversi yang terjadi di masyarakat. Sistem pengelolaan konflik ini berangkat dari pergeseran dari pemikiran terdahulu, yaitu penyelesaian konflik. Manajemen konflik merupakan sebuah cara untuk mengendalikan dan meredam konflik, bukan menyelesaikan konflik. Untuk dapat mengelola

(16)

16 konflik secara efektif, diperlukan pemahaman mengenai dimensi-dimensi dalam konflik itu sendiri, antara lain:9

1. Cakupan konflik, yaitu pihak-pihak yang berkonflik, wilayah dan level. 2. Intensitas konflik, yaitu sejauh mana tingkat urgensi dan kepentingan konflik. 3. Keterbukaan, yaitu sampai dimana konflik diketahui oleh publik.

Pro dan kontra terhadap sebuah kebijakan (konflik yang muncul) ditangani secara lebih konstruktif, dengan jalan bagaimana membawa pihak yang berlawanan bertemu dalam proses yang kooperatif, serta bagaimana merancang sistem kooperatif yang praktis dan dapat dicapai untuk mengelola perbedaan secara konstruktif.10 Untuk mengelola kontroversi tersebut, pemerintah pastilah mempunyai sebuah sistem manajemen untuk sedapat mungkin meminimalisir konflik yang terjadi. Konflik disini dimakanai sebagai pergejolakkan yang timbul dari adanya pro dan kontra pada sebuah kebijakan.

Misi dari pemerintah daerah untuk dapat mengimplementasikan kebijakan pengelolaan pasir besi ini secara tidak langsung menuntut kemampuan pemerintah daerah untuk dapat mengelola kontroversi tersebut serta meminimalisir terjadinya konflik yang tentu saja dalam proses ini terjadi interaksi langsung antara pemerintah dengan masyarakat yang pada akhirnya akan dilakukan kesepakatan terhadap sebuah konsensus.

Bagaimana pula pemerintah daerah menyikapi riset yang berbeda yang dilakukan oleh fakultas pertanian dan fakultas kehutanan UGM, terkait dengan uji mengenai dampak lingkungan yang dilakukan. Secara garis besar manajemen

9

Mulkhan,Munir dkk.2001. Kekerasan dan Konflik (Tantangan bagi Demokrasi). Yogyakarta: Forum LSM DIY. Hal 183.

10

Harris, Peter dan Ben Reilly (ed). (2000). Demokrasi dan Konflik yang Mengakar,Sejumlah

(17)

17 konflik yang dilakukan oleh pemerintah daerah disini mengacu pada “how to

manage controversy” yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon

Progo, agar misi dari kebijakan pengelolaan pasir besi yang diwacanakan dapat terlaksana, dan kebijakan tersebut dapat diterima oleh masyarakat Kulon Progo.

Konflik yang muncul di masyarakat pada akhirnya akan dikelola melalui sebuah kesepakatan bersama (konsensus) yang merupakan upaya pengendalian konflik. Manajemen konflik yang dilakukan oleh pemerintah daerah ini berupaya untuk mencegah poteni konflik menjadi sebuah konflik yang nyata, dengan demikian pemerintah mengelola sebelum terjadi kesadaran bahwa konflik benar-benar akan terjadi. Konflik yang terjadi pada kasus ini dapat dilihat sebagai konflik yang terjadi antara negara (pemerintah) dengan masyarakat, dimana negara sebagai superordinasi dan masyarakat sebagai subordinasi.

Menurut Dahrendorf11, konflik tidak akan terjadi apabila subordinasi (masyarakat) tidak sadar akan kepentingannya. Akan tetapi yang terjadi di sini adalah masyarakat sangat sadar akan kepentingannya, sehingga potensi akan timbulnya konflik ini menjadi sangat besar peluangnya untuk terjadi dan disinilah diperlukan sebuah sistem manajemen oleh pemerintah untuk mengelolanya. Pola relasi konflik yang terbangun antara negara (pemerintah) dengan masyarakat ini dapat dianalisi secara lebih lanjut seberapa jauh superordinasi (pemerintah) mendominasi subordinasi (masyarakat) serta seberapa jauhkah tingkat kemandirian masyarakat, walaupun ada penetrasi dari

11

Ritze, George dan Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern Jakarta: Prenada Media Group Hal 156.

(18)

18 negara yang dapat diindikasikan dari adanya kebebasan atau partisipasi serta dengan munculnya kelompok-kelompok kepentingan didalamnya.

Pada akhirnya proses manajemen konflik ini akan bersentuhan juga dengan konsep demokrasi, dimana ketika negara (pemerintah) memberi peluang kepada masyarakat untuk aktif berpartisipasi dan mempergunakan peluang tersebut, maka seberapa besarkah peluang yang diberikan pemerintah tersebut kepada masyarakatnya? Karena pada akhirnya ini juga akan berpengaruh terhadap pengelolaan konflik yang akan mementukan hasil dari proses tersebut.

E. Definisi Konseptual

E. 1. Konflik Kebijakan Publik

Konflik dalam kebijakan publik dapat terjadi ketika terdapat pertarungan kepentingan didalamnya. Pertarungan kepentingan ini dapat terjadi baik pada level masyarakat maupun antara masyarakat dengan pemerintah. Demikian pula dengan sebuah kebijakan publik, maka ada satnya kebijakan publik tersebut berada dalam aras konflik, yaitu ketika terdapat perbedaan antara elite (pemerintah/ penguasa) dengan masyarakatnya, yang disebut dengan konflik vertikal.

E. 2. Manajemen Konflik

Sebuah kebijakan yang diwacanakan oleh pemerintah selalu menimbulkan respon baik pro maupun kontra. Karena hal itulah pemerintah sedapat mungkin untuk mengelolanya. Pengelolaan ini dimaksudkan agar tidak terjadi atau tercipta konflik yang semakin parah. Dengan demikian, pemerintah sebagai

(19)

19 pemegang kendali harus mempunyai sebuah sistem manajemen untuk mengelola kontroversi tersebut.

F. Definisi Operasional

F. 1. Konflik Kebijakan Publik

Menunjuk pada aktor-aktor yang terlibat dalam konflik kebijakan publik penambangan pasir besi. Dengan melihat pada aksi-aksi yang dilakukan baik dari aktor yang pro maupun yang kontra, serta cara yang dilakukan oleh pemerintah. Aksi-aksi ini pada akhirnya akan memicu pada perkembangan konflik yang lebih luas dan pengaruh yang ditimbulkan. Untuk menjelaskan secara lebih rinci, dapat dipakai indikator:

x Pemetaan aktor

x Aksi yang dilakukan oleh aktor yang pro x Aksi yang dilakukan oleh aktor yang kontra x Dinamika konflik

F. 2. Manajemen Konflik

Manajemen konflik menunjukkan pada cara-cara seperti apa yang dipakai oleh pemerintah untuk mengelola pro dan kontra yang ada di masyarakat. Selain itu, manajemen konflik juga berfungsi untuk meredam konflik baik konflik antara masyarakat dengan pemerintah, maupun masyarakat dengan masyarakat. Manajemen konflik yang dilakukan oleh pemerintah dapat dilihat dari indikator:

x Instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk melakukan negosiasi dan sosialisasi

(20)

20 x Negosiasi serta konsensus yang dibangun oleh pemerintah

G. Metode Penelitian G. 1. Jenis Penelitian

Paradigma penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian dengan menggunakan metode kualitatif, dimana menekankan pada pengujian atau pembuktian terhadap suatau hal atau kasus yang dilakukan secara rinci dan mendalam. Penggunaan metode kualitatif ini juga dikarenakan keberadaan teori yang digunakan tidak secara tegas mengikat dalam proses penelitian dan hanya bersifat mengarahkan, sehingga penelitian lebih terfokus pada data yang ada di lapangan yang nantinya akan dikolerasikan dan dianalisis dengan menggunakan teori yang ada.

Bentuk penelitian dengan menggunakan paradigma penelitian kualitatif ini akan menggunakan salah satu metodenya, yaitu studi kasus. Alasan pemilihan dengan menggunakan studi kasus ini dikarenakan dalam penelitian ini, rumusan masalah yang hendak dijawab menggunakan kata “bagaimana”, dimana metode studi kasus memang dirancang untuk menjawab petanyaan “bagaimana” tersebut. Guna menjawab pertanyaan “bagaimana” tersebut, penggunaan metode penelitian studi kasus akan berhubungan secara operasional yang menuntut adanya pelacakan waktu tersendiri dan bukan hanya sekedar frekuensi atau kemunculan. 12 Jadi, pembuktian dari penelitian dengan menggunakan metode ini lebih didasarkan pada eksperimen di lapangan.

12

(21)

21 Salah satu kelebihan dari penggunaan metode studi kasus adalah karena peristiwa yang diangkat atau diteliti pada sudi kasus adalah peristiwa kontemporer, maka peneliti tidak mempunyai peluang untuk melakukan kontrol terhadap kasus tersebut13, dengan demikian peneliti akan lebih dapat mempunyai posisi yang netral dalam melakukan penelitian. Kenetralan ini akan membantu ketika akan melakukan analisis, dengan tidak memihak pada salah satu pihak.

Kekurangan dari metode studi kasus ini sendiri antara lain adalah studi ini tentu saja tidak bisa digeneralisasikan pada kasus atau peristiwa lain. Akan tetapi, paling tidak teori atau ilmu yang didapat dapat dijadikan sebagai pelengkap keragaman pengetahuan atau bahkan memungkinkan juga untuk dapat memunculkan sebuah teori baru. Kelemahan yang kedua yaitu terletak pada kurang ketatnya penelitian, sehingga terkesan ada bias didalamnya.14

Bias ini dapat ditimbulkan karena munculnya pandangan yang muncul dari si peneliti terhadap fenomena yang ada. Hal ini dapat diatasi dengan membaca berbagai literatur dan melakukan diskusi-diskusi dengan orang yang lebih ahli atau berkompeten di bidangnya untuk mengurangi kemungkinan adanya bias tersebut. Kelemahan ketiga yang dimungkinkan muncul dalam penggunaan metode studi kasus ini adalah memunculkan data yang terlalu “gemuk”, sehingga kadang peniliti justru akan terperangkap pada banyaknya data itu sendiri.

Solusi dari permasalahan ini adalah dengan tetap fokus pada apa yang akan diteliti, sehingga tidak keluar dari batas-batas yang menjadi kerangka pada

13

Ibid,hal 13.

14

(22)

22 masalah yang akan diteliti, sehingga data yang akan diambilpun juga akan lebih terfokus.

G. 2. Teknik Pengumpulan Data G. 2. 1. Sumber Data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan data pimer dan data sekunder. Data sekunder ini nantinya akan berfungsi sebagai pembantu atau penyokong dari data primer yang telah diperoleh, terutama dalam hal analisis dan korelasi antara data yang diperoleh di lapangan dengan teori. Data primer merupakan data yang digali atau diperoleh langsung dilapangan ketika peneliti melakukan penelitian tersebut. Data ini akan didapatkan ketika peneliti telah terjun ke lapangan dan cara yang digunakan untuk mendapatkan data ini sendiri adalah dengan cara observasi atau wawancara langsung kepada sumber data.

Data primer yang hendak dicari dlam penelitian ini terbagi menjadi dua skop besar, yakni yang pertama yaitu data tentang cara yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo untuk mengelola kontroversi politik yang muncul di masyarakat terkait dengan kebijakan pengelolaan pasir besi. Data yang hendak diperoleh dapat berupa informasi-informasi yang berhubungan dengan usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengelola kontroversi yang terjadi di masyarakat. Data ini dapat diperoleh langsung dengan salah satu aktor pemerintah daerah.

Data primer kedua yang hendak diperoleh yakni terkait dengan konsensus yang dibangun oleh pemerintah daerah dengan masyarakatnya. Data yang

(23)

23 dibutuhkan untuk mendukung penelitian ini adalah data berupa informasi tentang kesepakatan seperti apa serta musyawarah seperti apa yang telah dibangun oleh pemerintah daerah di masyarakatnya. Data yang diperoleh dapat berupa informasi yang diperoleh dari aktor pemerintah daerah yang selanjutnya akan dilakukan cross-check dengan realita yang telah terjadi di lapangan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggali informasi dengan tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat dalam proses perundingan atau tarik ulur dengan pemerintah.

Data sekunder yang hendak diperoleh dalam penelitian ini dapat bersumber dari informasi-informasi dari situs internet yang dapat diakses secara umum oleh publikyang berkaitan dengan kasus ini. Data lain dapat juga diperoleh melalui literatur-literatur lain seperti dokumen-dokumen atau buku-buku yang mendukung.

G. 2. 2. Cara Mengumpulkan Data

Penelitian ini telah diawali oleh peneliti dengan datang langsung atau mengunjungi lokasi dari wilayah yang berdekatan dengan penambangan pasir besi itu sendiri. Peneliti telah berbincang-bincang dengan warga setempat dan beberapa tokoh masyarakat yang ada di daerah tersebut. Ini merupakan langkah awal dari penelitian, yaitu melihat realitas dari penerimaan masyarakat terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut.

Peneliti juga sudah menggali informasi mengenai tindakan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah terhadap masyarakat, baik kepada mereka yang pro dan terutama terhadap masyarakat yang kontra terhadap kebijakan, termasuk salah satunya melalui jalan sosialisasi dan ganti rugi

(24)

24 terhadap lahan. Informasi yang diproleh dari masyarakat ini nantinya dapat digunakan sebagai bahan cross-check data yang akan digali lagi, yaitu data utama yang diperoleh data dari pemerintah daerah. Ini merupakan data lain yang akan dicari secara lebih lanjut.

Data yang diperoleh dari masyarakat tersebut merupakan data yang baru dapat dilihat dari satu sisi saja, jadi yang tetap menjadi fokus atau data yang utama adalah data yang diperoleh dengan melihat dari sisi pemerintah, yaitu melihat apa yang telah dilakukan oleh pemerintah, dimana untuk mencari jawaban tersebut adalah dengan menggali informasi (data) ke pemerintah daerah Kabupaten Kulon Progo.

Cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data-data tersebut antara lain dapat dilakukan dengan, pertama, wawancara secara langsung baik dengan suasana formal atau informal. Wawancara yang secara umum dilakukan dalam studi kasus adalah bertipe open-ended, dimana peneliti dapat bertanya kepada responden kunci tentang fakta-fakta suatu peristiwa disamping opini mereka mengenai peristiwa yang ada.15 Dalam prosedur wawancara ini, terlebih dahulu akan dibuat list atau daftar pertanyaan yang nantinya jawaban-jawaban dari pertanyaan trsebut akan berfungsi sebagai sumber data.

Cara kedua yang dilakukan yaitu dengan observasi atau melihat realitas yang ada atau tampak dilapangan. Dalam hal ini dapat dilihat bagaimana pengimplementasian tindakan pemerintah untuk mengelola kontroversi kebijakan yang nyata atau yang tampak di lapangan. Cara ketiga yang digunakan untuk menggali data secara lebih lanjut yaitu dengan membaca informasi lain,

15

(25)

25 baik itu yang terdapat pada situs internet, diskusi dengan dosen atau pakar-pakar lain serta dengan membaca buku-buku atau literature yang terkait dengan teori dari kasus tersebut.

G .3. Teknik Analisa Data

Tahap yang selanjutnya dilakukan ketika data telah terkumpul yaitu memberikan analisa trhadap adat atau langkah untuk membaca data itu sendiri. Langkah-langkah yang dilakukan untuk membaca data tersebut dapat dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap awal yang dilakukan yaitu dengan membuat transkip dari hasil wawancara yang diperoleh di lapangan, untuk selanjutnya mengelompokkan hasil dari wawancara tersebut ssuai dengan sampel dan pertanyaan yang diajukan dan memberikan kategori pada jawaban-jawaban tersebut.

Langkah selanjutnya yaitu menghubungkan data (jawaban-jawaban pertanyaan) dengan relaitas yang ada yang kemudian dikorelasikan dengan teori dan argument yang akan kita bangun. Tahap terakhir yaitu memberikan kesimpulan, dimana kesimpulan yang diperoleh merupakan kesimpulan yang sesuai dengan realitas yang ada dilapangan (telah dilakukan cross-check pada berbagai pihak) dan membangun argumen terhadap kesimpulan tersebut.

H. Sistematika Penulisan

Penelitian ini akan dibagi menjadi lima bab. Pada bab pertama akan berisi ulasan mengenai latar belakang, rumusan masalah serta tujuan dari penelitian ini. Bab pertama ini juga berisi teori pendukung penelitian, yaitu kebijakan publik, konflik dalam kebijakan publik (public policy conflict) serta

(26)

26 manajemen konflik yang dilakukan oleh pemerintah terhadap isu kontroversi yang terjadi di masyarakat terkait dengan kebijakan pengelolaan pasir besi.

Bab kedua akan diisi dengan pemaparan mengenai sejarah dari lahan pasir besi yang kemudian dipermasalahkan hingga akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengambil alih pengelolaannya dan mendapatkan pro dan kontra sebagai bentuk dari respon di masayarakat. Pada bab ini akan dipaparkan mengenai kronologis cerita yang melatarbelakangi keluarnya kebijakan pengelolaan pasir besi yang menuai kontroversi. Selan itu, pada bab ini juga akan memaparkan tentang sejarah konflik di lahan pesisir yang telah tercipta sebelumnya.

Pada bab ketiga akan memuat tentang pemetaan pro dan kontra serta pergulatan dalam pembentukan konflik yang terjadi sebagai akibat dari pro dan kontra tersebut. Dari sini akan dilihat apakah ada pihak-pihak lain yang ikut terlibat didalam kasus ini (kemungkinan adanya aktor di belakang masyarakat baik yang menjadi penggerak maupun pendukung, akan terlihat apakah ada kepentingan lain yang ada di belakang masyarakat, sehingga masyarakat memberi perlawanan terhadap kebijakan yang diwacanakan).

Bab keempat berisi tentang usaha pemerintah untuk mengelola pro dan kontra yang terjadi. Termasuk didalamnya melakukan negosiasi dengan masyarakat yang pada akhirnya akan membentuk sebuah konsensus, serta sejauh mana negosiasi yang dilakukan membuka peluang bagi masyarakat untuk tetap berpartisipasi. Dalam bab ini juga akan terlihat ada tidaknya relasi yang dibangun oleh pemerintah dengan pihak-pihak lain terkait dengan usaha

(27)

27 pemerintah untuk melakukan negosiasi dengan masyarakat dalam rangka mencapai sebuah kesepakatan bersama.

Bab kelima akan berisi kesimpulan untuk menjawab pertanyaan, yang akan direfleksikan dengan teori.

Referensi

Dokumen terkait

Siuleiman (2013) bersama dengan rekannya juga telah melakukan penelitian untuk menganalisis sifat dan struktur kristal ZnO/TiO 2 dengan metode spin coating dengan

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa

Data yang dikumpulkan adalah data yang berkaitan terhadap pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan hukuman bagi pelaku turut serta melakukan tindak pidana

Terdapatnya kecoa di dalam rumah dengan ISPaA episode sering mempunyai hubungan yang bermakna dan sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa kecoa merupakan faktor risiko

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kenyamanan konsumen outdoor Coffee Corner Surabaya adalah cukup, namun juga terdapat hal-hal yang memicu ketidaknyamanan konsumen

Secara keseluruhan respon derajat nyeri akut bayi saat pretest (diberikan water steril 1 ml 2 menit sebelum penusukan infus) lebih tinggi yaitu derajat nyeri maksimal/

 Setelah dilakukan perhitungan dan analisis dengan menggunakan metode WRT terhadap alternatif jaringan distribusi 1, 2, dan 3 pada jaringan distribusi air minum di Kelurahan