• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terjadinya jual beli pasal di DPR itu salah satu bukti buruknya moralitas oknum atau bobroknya sistem?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Terjadinya jual beli pasal di DPR itu salah satu bukti buruknya moralitas oknum atau bobroknya sistem?"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Farid Wadjdi,

Ketua Lajnah Siyasiyah DPP HTI

Diungkapnya fenomena jual beli pasal di DPR oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menambah panjang daftar kebobrokan tata kelola negara di negeri yang berpenduduk mayoritas Muslim ini. “Moralnya buruk!” begitu ungkap Mahfud.

Tapi benarkah, salah urus negeri ini lantaran kesalahan para oknum penyelenggara negara? Atau sistem yang diterapkannya yang bobrok? Lantas apa solusinya, bila ternyata masalah utamanya ada pada sistem yang diterapkan? Temukan jawabannya dalam wawancara wartawan Tabloid Media Umat Joko Prasetyo dengan Ketua Lajnah Siyasiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia Farid Wadjdi. Berikut petikannya.

Terjadinya jual beli pasal di DPR itu salah satu bukti buruknya moralitas oknum atau bobroknya sistem?

Jual beli pasal bukanlah semata masalah oknum, karena persoalan terbesar, kenapa kemudian hal itu terjadi lantaran sistem yang diterapkannya. Dalam demokrasi, hak membuat hukum itu diserahkan kepada rakyat yang kemudian diwakili oleh anggota-anggota DPR atas nama wakil rakyat. Nah ketika manusia diserahkan membuat hukum, maka disitulah

kepentingan-kepentingannya bermain.

Celakanya lagi, satu hal yang tidak bisa dilepaskan dari demokrasi adalah bahwa demokrasi adalah sistem politik yang berbiaya mahal. Karena dalam sistem demokrasi, masalah

(2)

pencitraan itu kemudian menjadi sangat penting. Demikian juga praktek-praktek money politic, itu kemudian menjadi hal yang sangat menentukan dalam sistem politik yang mahal seperti ini.

Ditambah lagi misalkan dengan berbagai Pemilu, mulai dari tingkat nasional, tingkat provinsi, sampai kemudian tingkat kabupaten, ini semuanya membutuhkan biaya politik yang mahal. Dalam kondisi seperti itu siapa yang kemudian bisa membiayai ongkos politik yang mahal itu? Tentu adalah pemilik modal.

Maka tidak heran, yang sangat berpengaruh dalam pembuatan UU itu adalah pemilik modal. Karena pemilik modal inilah yang kemudian memiliki uang, baik pemilik modal itu sendiri sebagai elite politiknya atau pemilik modal itu kemudian membiayai kegiatan politik seorang elite politik. Ini yang kemudian menyebabkan campur tangan kepentingan itu masuk di dalamnya termasuk di dalam pembuatan RUU.

Lantas, kalau bukan dengan sistem demokrasi adakah sistem lain yang dapat digunakan untuk melegislasi hukum?

Ya jelas ya, dan sistem Islam adalah sistem yang terbaik untuk legislasi hukum. Bukan hanya terbaik karena sistem Islam menyerahkan kedaulatan membuat hukum itu di tangan Allah SWT. Sehingga hukum yang muncul itu adalah hukum yang baik, karena bersumber dari Allah, Maha Pencipta dan Maha Sempurna.

Disamping itu, kalau kita lihat ketika kedaulatan itu diserahkan kepada syariah maka

kepentingan-kepentingan pribadi, kepentingan-kepentingan kelompok termasuk kepentingan pemilik modal menjadi tertutup atau paling tidak menjadi sangat minimal bisa masuk

kedalamnya.

Kok bisa?

Karena ukurannya sangat jelas, apakah UU itu sesuai dengan syariah atau tidak. Jadi, ketika para pemilik modal itu punya kepentingan, misalkan mereka ingin meloloskan UU yang

(3)

batu bara,yang jumlahnya melimpah seperti di Riau, Mahakam, Timika, Sawahlunto, misalkan. Maka berdasarkan syariat Islam ini sudah jelas ukurannya. Bahwa yang namanya sumber daya alam yang melimpah seperti yang disebut di atas tidak boleh dikuasai-dimiliki oleh perusahaan individu atau swasta.

Oleh karena itu ini akan menutup intervensi perusahaan-perushaan swasta itu untuk

kepentingan mereka. Ini dari segi bagaimana proses legislasi itu akan mencegah intervensi atau kepentingan pribadi atau kelompok di dalamnya. Di samping itu, proses legislasi Islam itu adalah proses legislasi yang berbiaya murah.

Maksudnya?

Dalam hukum-hukum yang sudah sangat jelas itu tidak perlu lagi kemudian dibuat proses pembuatan UU-nya, misalkan hukum zina yang sudah jelas-jelas haram, tidak perlu lagi dibuat misalkan UU Pornografi.

Karena masalah ini sudah sangat jelas, apa yang dilarang dalam Islam bahwa bagi wanita tidak boleh menampkan auratnya kecuali muka dan telapak tangan. Jadi tidak perlu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun berdebat untuk membuat sebuah UU. Karena sumber hukumnya itu sudah sangat jelas, yaitu berdasarkan syariah.

Bandingkan dengan pembuatan hukum sekarang. Pembuatan hukum sekarang itu kan sangat mahal. Satu RUU saja pada tahun 2011 itu Rp 5,8 milyar. Kini ingin dinaikan lagi menjadi sekitar Rp 7,2 milyar.

Dan dalam Islam tentu tidak perlu yang namanya kunjungan keluar negeri, misalkan. Atau apa yang disebut dengan studi banding, itu tidak perlu. Karena yang harus dilihat itu adalah

bagaimana Alquran dan Haditsmengatur masalah itu. Itu yang harus dilihat, dan itu yang harus dirujuk. Jadi bukan praktik-praktik yang dilakukan oleh negara-negara lain yang kemudian membutuhkan studi banding.

(4)

akan menghentikan praktikmoney politic yang tumbuh subur di dalam sistem demokrasi.

Termasuk secara teknis, mekanisme pemilihan kepala negara misalkan. Itu batas waktu itu sangat singkat hanya boleh kosong dalam 3 hari 2 malam. Jadi kita bisa bayangkan, artinya dalam waktu yang sesingkat itu harus terpilih seorang kepala negara. Ini tentu akan lebih memotong ongkos atau biaya pemilihan khalifah.

Contoh yang lain misalkan, untuk menggambarkan murahnya biaya politik di dalam Islam. Bahwa bupati atau gubernur itu tidak dipilih lewat proses pilkada tapi ditunjuk oleh khalifah.

Tapi banyak orang menganggap, kalau tidak demokrasi berarti sistem tersebut represif atau otoriter. Jadi apakah syariah Islam tergolong sistem yang otoriter?

Nah, ini adalah cara pandang yang jelas-jelas keliru seakan-akan kita itu hanya dihadapkan pada dua pilihan. Kalau tidak demokrasi maka otoriter, ini adalah cara pandang yang salah. Karena ada jalan ketiga, the thirdway, kalau kita menggunakan istilah itu, yang bukan demokrasi dan juga bukan otoriter.

The third way inilah yang disebut dengan syariat Islam, yang disebut dengan sistem politik Islam. Dan ini menjadi keunikan tersendiri dari sistem politik Islam.

Seperti apa keunikannya itu?

Keunikannya itu dapat dilihat dari keempat pilarnya. Pertama, kedaulatan berada di tangan

syariah. Kedua, kekuasaan

ditangan umat. Ket

iga,

hak khalifah untuk mengambil( tabani, adopsi

) hukum syariah. Dan yang keempat kewajiban kaum Muslim untuk mem-baiat

(5)

Keempat pilar inilah yang membuat sistem politik Islam itu menjadi unik. Sebagai contoh misalkan, kedaulatan ditangan syariah, ini berarti bicara source of law atau sumber hukum. Dalam Islam sumber hukum itu adalah Alquran dan Hadits.

Tapi ini bukan berarti sistem politik Islam itu sebuah sistem teokrasi yang menjadikan khalifah itu menjadi seperti raja yang mewakili Tuhan, sehingga kata-kata khalifah itu kata-kata Tuhan. Tetapi khalifah, ketika dia melakukan proses tabani hukum, khalifah tetap harus merujuk kepada Alquran dan Hadits.

Karena itu, sangat memungkinkan khalifah itu kemudian keliru ketika dia melakukan proses tab

ani .

Nah, dalam kondisi seperti itulah, kemudian Islam bukan hanya menjadikan mengoreksi penguasa itu menjadi hak rakyat tetapi menjadi kewajiban.

Bahkan di dalam Islam mengoreksi penguasa yang zalim ini disebut sebagai afdhalul jihad, sebaik-baik jihad.

Lantas apa yang dimaksud dengan kekuasaan ditangan umat itu?

Umatlah kemudian yang berhak untuk memilih khalifah. Khalifah terpilih inilah yang di-baiat masyarakat. Jadi jabatan khilafah bukan diwariskan seperti dalam sistem teokrasi. Satu hal lagi...

Apa itu?

Islam pun melarang penguasamelakukan tindak memata-matai rakyat (tajasus). Bukan hanya itu, Islam pun melarang penguasa melakukan penyiksaan terhadap lawan politiknya.

Sedangkan penyiksaan malah menjadi karakter sistem demokrasi.

(6)

Itulah beberapa keunikan-keunikan sistem Islam sehingga kita tidak harus dihadapkan pada pilihan, “demokrasi atau otoriter”.[]

Referensi

Dokumen terkait

Titik kritis yang dimaksud yaitu (a) pengecekan suhu ayam pada tahap proses penerimaan; (b) pengecekan suhu lemari pendingin menjelang penyimpanan dada ayam,

Sebagai konsekuensi logis dari pemilikan sapi yang dominan oleh beberapa rumah tangga peternak tertentu maka mengakibatkan variasi pendapatan yang cukup mencolok antar

Teknik analisis yang digunakan didalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda, yang dapat digunakan untuk mengukur seberapa besar pengaruh suatu

Penggantian di atas 20% semen Portland dengan abu terbang, menurunkan kuat tekan dan modulus elastisitas, namun nilai yang dihasilkan masih lebih tinggi dibandingkan

Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh kompleksitas audit, due professional care ,

 Adanya laporan hasil pelaksanaan tugas dan fungsinya (tupoksi) kepada Atasan baik secara lisan maupun tertulis untuk bahan kerja / pengambilan keputusan pimpinan.. Terlaksananya

bahwa dengan Keputusan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nomor 3/A/2016 telah menetapkan Tim Penilai dan Sekretariat Tim Penilai Peneliti Pusat;.. bahwa

peningkatan prestasi lari 400 meter.. Latihan interval dengan rasio 1:2 ternyata memberikan pengaruh lebih baik dalam peningkatan prestasi lari 400 meter. Kebaikan