• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS RESIKO TSUNAMI AKIBAT GEMPA YANG BERSUMBER DI FLORES BACK ARC THRUST DENGAN METODE TOAST. Oleh: I Ketut Sukarasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS RESIKO TSUNAMI AKIBAT GEMPA YANG BERSUMBER DI FLORES BACK ARC THRUST DENGAN METODE TOAST. Oleh: I Ketut Sukarasa"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS RESIKO TSUNAMI AKIBAT GEMPA YANG BERSUMBER DI FLORES BACK ARC THRUST DENGAN METODE TOAST

Oleh: I Ketut Sukarasa

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

i

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : ANALISIS RESIKO TSUNAMI AKIBAT GEMPA YANG BERSUMBER DI FLORES BACK ARC THRUST DENGAN METODE TOAST

Disetujui Oleh :

Koordinator Program Studi Fisika Penyusun FMIPA Universitas Udayana

(Dr. A.A. Ngurah Gunawan, M.T.) (I Ketut Sukarasa, S.Si, M.Si) NIP. 196209251992031003 Nip. 196906011998021001

(3)

ii ABSTRAK

Telah dilakukan simulasi tsunami berdasarkan skenario simulasi gempa bumi yang bersumber di bagian Flores Back Arc Thrust dengan memvariasikan magnitudo dari 7 – 8.5 skala Richter menggunakan perangkat lunak TOAST. Berdasarkan hasil simulasi, pada magnitudo 7 – 8 skala Richter, run-up tertinggi dimiliki oleh daerah Karangasem Utara yaitu 0,54 meter dengan waktu tiba 22 detik, 2,04 meter dengan waktu tiba 10 detik dan 5,57 meter dengan waktu tiba 2 detik. Pada magnitudo 8.5 skala Richter, run-up tertinggi dimiliki oleh daerah Pantai sanur dengan tinggi run-up sebesar 10,86 meter dengan waktu tiba 7 menit 3 detik.

Kata Kunci : Simulasi, Tsunami, TOAST, Flores Back Arc Thrust

ABSTRACT

A tsunami simulation based on an earthquake simulation scenario sourced in the Flores Back Arc Thrust section by varying the magnitude from 7 – 8.5 Richter scale and using a software called TOAST. Based on the simulation, on 7 – 8 Richter scale magnitude, the highest Run-Up owned by North Karangasem region, that are 0.54 meter with arrival time 22 seconds, 2.04 meter with arrival time 10 seconds, and 5.57 meter with arrival time 2 seconds. On 8,5 Richter scale magnitude, the highest run-up owned by Sanur Beach region, that is 10,86 meter with arrival time 7 minutes 3 seconds.

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Bakti ring Hyang Widi Wasa sampun aturan titiang, mangde preside wusan makalah puniki sane mejudul: “Analisa Resiko Tsunami Akibat Gempa yang Bersumber di Flores Back Arc Thrust dengan Menggunakan Aplikasi TOAST”.

Dalam penulisan makalah seminar ini, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. A.A. Ngurah Gunawan, MT selaku Koordinator Program Studi Fisika FMIPA Universitas Udayana

2. Istri, anak-anak yang dengan rela waktunya tersita untuk menyelesaikan makalah ini.

3. Seluruh staf pengajar Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Universitas Udayana yang telah memberikan dorongan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapatbermanfaat.

Bukit Jimbaran, Juni 2018

(5)

iv DAFTAR ISI Halaman LEMBAR JUDUL ... i LEMBAR PENGESAHAN ... ii ABSTRAK ... iv KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 1 1.3 Batasan Masalah ... 2 1.4 Tujuan Penelitian... 2 1.5 Manfaat Penulisan ... 2 1.6 Sistematika Penulisan ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ] ... 4

2.1 Pengertian Gempa Bumi ... 4

2.2 Klasifikasi Gempa Bumi ... 5

2.3 Parameter Gempa Bumi ... 6

2.4 Pergerakan Lempeng Tektonik ... 8

2.5 Kondisi Seismotektonik Pulau Bali... 9

2.6 Tsunami ... 11

2.7 Run-Up dan Estimated Time Arrival (ETA) ... 13

2.8 Tsunami Observation And Simulation Terminal (TOAST) ... 11

BAB III METODOLOGI ... 16

4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 16

4.2 Daerah Penelitian ... 16

4.3 Data dan Software ... 17

4.4 Pengolahan Data ... 17

(6)

v

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

5.1 Hasil ... 22 5.2 Pembahasan ... 24 BAB V PENUTUP ... 27 6.1 Kesimpulan... 27 6.2 Saran ... 27 DAFTAR PUSTAKA ... 28 LAMPIRAN

(7)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Bumi ... 4

Gambar 2.2 Batas Lempeng Tektonik ... 8

Gambar 3.1 Pergerakan Lempeng ... 10

Gambar 3.2 Terminologi Tsunami ... 11

Gambar 3.3 Ilustrasi Run-Up Tsunami ... 14

Gambar 3.4 Penampilan Software TOAST ... 15

Gambar 4.1 Daerah Penelitan dan Simulasi Sumber Gempa Bumi ... 16

Gambar 4.2 Langkah Pertama ... 18

Gambar 4.3 Langkah Kedua ... 19

Gambar 4.4 Langkah Ketiga ... 20

Gambar 4.5 Hasil Forecast Zone ... 20

Gambar 4.6 Diagram Alir ... 21

Gambar 5.1 Grafik Run-Up Tsunami ... 23

(8)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wilayah Indonesia memiliki kondisi tektonik yang rumit. Kepulauan Indonesia merupakan pertemuan lempeng Pasifik dan lempeng Indo-Australia (di bagian timur), Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia (di bagian barat), serta lempeng yang lebih kecil yaitu lempeng Caroline dan Lempeng laut Filipina (Zakaria, 2007). Kondisi ini telah menjadikan hampir seluruh wilayah Indonesia relatif memiliki potensi gempa yang beresiko tinggi (Sengara, 2002).

Fitur tektonik utama pada wilayah Bali adalah busur Sunda yang terbentang sekitar 5.600 km antara pulau Andaman pada bagian Barat Laut dan busur Banda di bagian Timur. Busur pulau ini dihasilkan oleh konvergen dan subduksi lempeng Indo-Australia di bawah Asia Tenggara (Sengara, 2002). Peta kegempaan regional menunjukkan bahwa pada bagian utara Bali dan Nusa Tenggara memiliki satu zona sumber seismik yang disebut Flores Back Arc

Thrusting. Sesar ini memiliki beberapa gempa bersejarah seperti gempa Seritit

pada tahun 1976 dan gempa Flores pada tahun 1992.

Data National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) mengungkap bahwa ada beberapa gempa Bali yang mengakibatkan tsunami. Gempa 22 November 1815 yang terjadi di daerah Buleleng, mengakibatkan tsunami dan menewaskan 1.200 orang. Gempa 13 Mei 1857 juga mengakibatkan gejolak ombak setinggi 3,4 meter dan gempa 20 Januari 1917 di daerah Tenggara Pulau Bali mengakibatkan tsunami setinggi 2 meter (Utomo, 2011).

Meninjau dari jabaran di atas, maka Bali dapat digolongkan menjadi daerah rawan gempa dan berpotensi untuk terjadinya tsunami. Maka dari itu, perlu diadakan analisa resiko tsunami untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana tsunami yang mungkin terjadi kedepannya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana analisa resiko terjadinya Tsunami di Pulau Bali

(9)

2 1.3 Batasan Masalah

Mengacu pada rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka makalah ini hanya menggunakan data simulasi gempa bumi yang bersumber pada wilayah utara Bali dengan batasan 7,808° – 8,108° LS dan 115,292° – 116,025° BT yang divariasikan terhadap magnitudo 7 – 8,5 SR dan kedalaman antara 5 – 30 km. 1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa resiko terjadinya tsunami di Pulau Bali

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai sarana informasi bagi pembaca mengenai analisa resiko potensi terjadinya tsunami dari nilai Run Up dan waktu tiba menggunakan simulasi aplikasi TOAST.

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah : BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bagian ini diuraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan makalah.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka pada bagian ini berisi tentang landasan dan teori-teori yang sesuai dengan rumusan masalah yang akan dijawab. Teori tektonik lempeng, pengertian tentang kegempaan banyak diulas pada bab ini.

BAB III : METODOLOGI

Dalam bagian ini dijelaskan mengenai metode yang digunakan dalam mensimulasikan masalah, yaitu daerah penelitian, data dan software yang digunakan, teknik pengolahan dan analisis data. BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN

(10)

3

Dalam bagian ini membahas hasil serta pembahasan yang telah dirumuskan pada rumusan masalah

BAB VI : PENUTUP

(11)

4 BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Gempa bumi

Gempa bumi adalah suatu peristiwa pelepasan energi gelombang seismik yang terjadi secara tiba-tiba. Pelepasan energi ini diakibatkan karena adanya deformasi lempeng tektonik yang terjadi pada kerak bumi. Sedangkan menurut

Howel (1969), gempa bumi adalah getaran atau serentetan getaran dari kulit bumi

yang bersifat sementara dan kemudian menyebar ke segala arah.

Menurut teori tektonik lempeng (Subardjo dan Ibrahim, 2004), bagian luar bumi merupakan kulit yang tersusun oleh lempeng-lempeng tektonik yang saling bergerak. Di bagian atas disebut lapisan litosfir yang merupakan bagian kerak bumi yang tersusun dari material yang kaku. Lapisan ini mempunyai ketebalan sampai 80 km di daratan dan sekitar 15 km di bawah samudra. Lapisan di bawahnya disebut astenosfir yang berbentuk padat dan materinya dapat bergerak karena perbedaan tekanan.

(12)

5

Gambar 2.1 Struktur bumi (Sunarjo, Gunawan, dan Pribadi, 2012)

Bila dua buah lempeng bertumbukan maka pada daerah batas antara dua lempeng akan terjadi tegangan. Salah satu lempeng akan menyusup ke bawah lempeng yang lain, masuk ke bawah lapisan astenosfir. Pada umumnya lempeng samudra akan menyusup ke bawah lempeng benua, hal ini disebabkan lempeng samudra mempunyai densitas yang lebih besar dibandingkan dengan lempeng benua. Apabila tegangan tersebut telah sedemikian besar, sehingga melampaui kekuatan kulit bumi, maka akan terjadi patahan pada kulit bumi tersebut di daerah terlemah. Kulit bumi yang patah tersebut akan melepaskan energi atau tegangan sebagian atau seluruhnya untuk kembali ke keadaan semula. Peristiwa pelepasan energi ini disebut gempa bumi. Gempa bumi terjadi di sepanjang batas atau berasosiasi dengan batas pertemuan lempeng tektonik. Pada kenyataannya pergerakan relatif dari lempeng berjalan sangat lambat, hampir sama dengan kecepatan pertumbuahan kuku manusia (kurang lebih 20 cm pertahun). Hal ini menimbulkan adanya pergeseran pada pertemuan lempeng, yang mengakibatkan energi terakumulasi sebelum terjadinya gempa bumi. Kekuatan gempa bumi bervariasi dari tempat ke tempat sejalan dengan perubahan waktu.

(13)

6 2.2 Klasifikasi Gempa bumi

Gempa bumi dapat digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu berdasarkan proses terjadinya, bentuk episentrumnya, kedalaman hiposentrumnya, jaraknya, dan lokasinya (Evi Rine Hartuti, 2009).

1. Menurut proses terjadinya

a. Gempa tektonik, yaitu gempa yang terjadi akibat adanya tumbukan lempeng-lempeng di lapisan litosfer kulit bumi oleh tenaga tektonik.

b. Gempa vulkanik, yaitu gempa yang teriadi akibat aktivitas gunung berapi. Oleh karena itu, gempa ini hanya dapat dirasakan di sekitar gunung berapi saat akan meletus, saat meletus, dan setelah terjadi letusan.

c. Gempa runtuhan atau longsotan, yaitu gempa yang terjadi karena adanya runtuhan tanah atau batuan.

d. Gempa jatuhan, yaitu gempa yang terjadi akibat adanya benda langit yang jatuh ke bumi, misalnya meteor.

e. Gempa buatan, yaitu gempa yang memang sengaja dibuat oleh manusia, contohnya adalah bom atau mesin diesel.

2. Menurut bentuk episentrum

a. Gempa sentral, yaitu gempa yang bentuk episentrumnya berbentuk titik, contoh gempa vulkanik dan gempa runtuhan.

b. Gempa linear, yaitu gempa yang bentuk episentrumnya berbentuk garis. Gempa linear biasanya terjadi pada gempa tektonik, karena tanah patahan merupakan sebuah garis, dan bukan titik.

3. Menurut kedalaman hiposentrum

a. Gempa bumi dalam, yaitu gempa bumi yang kedalaman hiposentrum lebih dari 300 km di bawah permukaan bumi.

b. Gempa bumi menengah, yaitu gempa dengan kedalaman hiposentrum berada antara 60-300 km di bawah permukaan bumi.

(14)

7

c. Gempa bumi dangkal, yaitu gempa dengan kedalaman hiposentrum kurang dari 60 km di bawah permukaan bumi.

4. Menurut jarak episentrum

a. Gempa sangat jauh, yaitu gempa yang jarak episentumnya lebih dari 10.000 km.

b. Gempa jauh, yaitu gempa yang jarak episentrumnya sekitar 10.000 km.

c. Gempa lokal, yaitu gempa yang jarak episentrumnya kurang dari 10.000 km.

5. Menurut lokasi episentrum

a. Gempa daratan, yaitu gempa yang lokasi episentrumnya berada di daratan.

b. Gempa lautan, yaitu gempa yang lokasi episentrumnya berada di dasar laut. Gempa ini yang berpotensi menimbulkan tsunami. 2.3 Parameter Gempa Bumi

Setiap kejadian gempa bumi akan menghasilkan informasi seismik berupa rekaman sinyal berbentuk gelombang yang setelah melalui proses manual atau non manual akan menjadi data yang paling dasar. Informasi seismik selanjutnya mengalami proses pengumpulan, pengolahan dan analisis sehingga menjadi parameter gempa bumi. Parameter gempa bumi tersebut meliputi :

1. Waktu terjadinya gempa (Origin time)

Origin time atau waktu terjadinya gempa bumi merupakan waktu dimana

pelepasan energi pertama kali terjadi pada lempeng tektonik bumi yang mengalami tekanan akibat tumbukan atau gesekan dan dinyatakan dalam hari, tanggal, bulan, tahun, jam, menit, detik dalam satuan UTC (Universal

Time Coordinated).

2. Kedalaman Sumber Gempa bumi (Kedalaman Hiposenter)

Hiposenter merupakan pusat gempa bumi yang berada di dalam permukaan bumi. Untuk memudahkan terkadang hiposenter diasumsikan sebagai sebuah titik, namun pada kenyataannya hiposenter merupakan

(15)

8

sebuah bidang yang luasnya tergantung pada besarnya energi yang dilepaskan.

3. Episenter

Episenter adalah titik pada permukaan bumi yang ditarik tegak lurus dari titik pusat terjadinya gempa bumi (hypocenter). Dalam perhitungan intensitas dan percepataan tanah digunakan parameter jarak antara episenter sampai pada titik pengamatan (observasi).

4. Magnitudo (M)

Ukuran dari kekuatan gempa disebut magnitudo, yaitu parameter gempa yang mengukur besarnya energi gempa yang dilepaskan dari sumbernya. Jadi pengukuran magnitudo yang dilakukan di tempat yang berbeda harus menghasilkan harga yang sama walaupun gempa yang dirasakan di tempat-tempat tersebut tentu berbeda. Satuan yang dipakai adalah Skala Richter.

2.4 Pergerakan Lempeng Tektonik

Di Indonesia lokasi sumber gempabumi berawal dari Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, sebagian berbelok ke Utara di Sulawesi, kemudian dari Nusa Tenggara sebagian terus ke timur Maluku dan Irian Jaya. Hanya pulau Kalimantan yang relatif tidak ada sumber gempa kecuali sedikit bagian timur.

Gambar 2.2 adalah batas lempeng-lempeng tektonik yang melewati Indonesia dan berasosiasi terhadap sumber-sumber gempa.

(16)

9

Gambar 2.2 Batas lempeng tektonik dan sebaran gempa di Indonesia (Subardjo dan Ibrahim,

2004)

Lempeng Indo-Australia bergerak menyusup dibawah lempeng Eurasia, demikian pula lempeng Pasifik bergerak kearah barat. Pertemuan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia berada di laut merupakan sumber gempa dangkal dan menyusup kearah utara sehingga di bagian darat berturut-turut ke utara di sekitar Jawa – Nusa tenggara merupakan sumber gempa menengah dan dalam.

Pergerakan lempeng tektonik terbagi atas 3 zona (Awaludin, 2011) yang terdapat pada Gambar 2.3, yaitu :

1. Zona Divergen

Zona divergen adalah pergerakan dua buah lempeng tektonik atau lebih yang bergerak saling menjauh satu sama lainnya yang mengakibatkan material mantel naik keatas atau terjadi pergerakan mantel (mantle

convection) membentuk lantai samudra (sea floor spreading). Pada zona ini

juga terdapat pegunungan bawah laut (midoceanic ridge). Pergerakan mantel ini terjadi karena adanya pendinginan dari atas dan pemanasan dari bawah sehingga mantel akan bergerak keatas. Aktivitas semacam ini menimbulkan gempa tektonik dangkal dan gempa vulkanik.

(17)

10

Contoh yang paling terkenal dari batas lempeng jenis divergen adalah punggung tengah samudera (midoceanic ridges) yang berada di dasar samudera Atlantik, celah ini menjadikan benua Amerika bergerak saling menjauh dengan benua Eropa dan Afrika. Di samping itu, contoh lainnya adalah yang terjadi antara benua Afrika dengan Jazirah Arab yang membentuk Laut Merah.

2. Zona Konvergen

Zona konvergen merupakan pergerakan dua lempeng tektonik yang bergerak relatif saling mendekati. Zona konvergen juga ditandai dengan adanya penghancuran meteri-materi lempeng, sehingga zona ini disebut zona destruktif. Zona konvergen terbagi dua, yaitu :

a. Zona Tumbukan

Zona tumbukan merupakan pertemua dua lempeng dengan berat jenis sama yang bergerak relatif saling mendekati. Tumbukan ini menghasilkan pegunungan lipatan seperti Pegunungan Himalaya dan Pegunungan Andes. Aktifitas lempeng seperti ini menimbulkan gempa tektonik dangkal dan gempa vulkanik.

b. Zona Subduksi

Zona Subduksi merupakan pertemuan dua lempeng tektonik yang mempunyai berat jenis berbeda dan bergerak relatif saling mendekati sehingga lemepeng yang lebih berat menyusup atau menujam ke bawah lempeng yang lebih ringan. Zona ini ditandai dengan adanya palung laut atau trench sebagai batas pertemuan kedua lempeng. Selain itu, pada zona subduksi juga terdapat rangkaian gunung api yang sejajar trench sebagai akibat dari melelehnya lempeng yang menujam pada kedalaman 100-400 km. aktifitas ini mengakibatkan terjadinya gempa tektonik dangkal, menengah dan dalam serta gempa vulkanik.

3. Zona Transform

Zona Transform merupakan daerah singgungan dua lempeng yang bergerak relatif sejajar dan berlawanan arah sehinga pada batas kedua lempeng ini

(18)

11

terjadi gesekan. Aktivitas ini sering menimbulkan gempa dangkal dan bersifat merusak.

Gambar 2.3 Pergerakan lempeng tektonik (Subardjo dan Ibrahim, 2004)

2.5. Kondisi Seismotektonik Pulau Bali

Pulau Bali yang terletak pada 8°3'40" - 8°50'48" LS dan 114°25'53" - 115°42'40" BT merupakan kawasan dengan aktifitas kegempaan yang tinggi di Indonesia. Pulau Bali merupakan bagian dari busur kepulauan Sunda kecil yang terbentuk sebagai akibat proses subduksi Lempeng Indo - Australia ke bawah Lempeng Eurasia. Busur Sunda kecil ditandai oleh bidang pusat gempa yang menukik yang dikenal sebagai Zona Benioff Wadati. Subduksi Lempeng Indo-Australia terhadap Lempeng Eurasia dengan kecepatan 7 cm per tahun (Demets dkk, 1994) merupakan penyebab aktifnya sesar di Bali dan sekitarnya. Berdasarkan kondisi tektonik ini, maka Bali memiliki dua jenis pembangkit gempabumi, yakni aktivitas subduksi lempeng di selatan Bali dan aktifitas sesar – sesar lokal yang dihasilkan oleh gerakan subduksi lempeng tersebut.

Menurut data National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) tercatat ada 20 gempa bumi dalam periode (1815 – 1992) yang terjadi pada sekitaran pulau Bali yang menyebabkan tsunami. 7 diantaranya memiliki magnitudo ≥ 7 skala Richter (SR).

(19)

12

Gempa yang paling baru terjadi pada zona sumber gempa Flores Back Arc

Thrust adalah Gempa Seririt pada tahun 1976 dengan magnitudo 6.1. Tidak ada

gempa bumi yang secara jelas berhubungan dengan zona back arc thrust ditemukan lebih dalam dari 25 km (Sengara, 2002).

2.6. Tsunami

Istilah tsunami berasal dari bahasa Jepang. Tsu berarti “pelabuhan”, dan

nami berarti “gelombang”, sehingga tsunami dapat diartikan sebagai “gelombang

pelabuhan”. Istilah ini pertama kali muncul di kalangan nelayan Jepang. Karena panjang gelombang tsunami sangat besar pada saat berada di tengah laut, para nelayan tidak merasakan adanya gelombang ini. Namun setibanya kembali ke pelabuhan, mereka mendapati wilayah di sekitar pelabuhan tersebut rusak parah. Karena itulah mereka menyimpulkan bahwa gelombang tsunami hanya timbul di wilayah sekitar pelabuhan dan tidak di tengah lautan yang dalam.

(20)

11

Gambar 2.4. Terminologi Tsunami (Sugito, 2008)

Tsunami juga sering dianggap sebagai gelombang air pasang. Hal ini terjadi karena pada saat mencapai daratan, gelombang tsunami lebih menyerupai air pasang yang tinggi daripada menyerupai ombak biasa yang mencapai pantai secara alami oleh tiupan angin. Namun sebenarnya gelombang tsunami sama sekali tidak berkaitan dengan peristiwa pasang surut air laut. Karena itu untuk menghindari pemahaman yang salah, para ahli oseanografi sering menggunakan istilah gelombang laut seismik (seismic sea wave) untuk menyebut tsunami, yang secara ilmiah lebih akurat.

Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di sekitar pusat gempa terjadi, dimana kecepatan gelombang tsunami bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Apabila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang diterjangnya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan massa air. Saat mencapai pantai tsunami akan menyerap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer.

2. 7 Proses Terjadinya Tsunami

Gempa bumi merupakan salah satu penyebab terjadinya tsunami. Gempa bumi bisa disebabkan oleh berbagai sumber, antara lain letusan gunung berapi (erupsi vulkanik), tubrukan meteor, ledakan bawah tanah (seperti uji nuklir), dan

(21)

12

pergerakan kulit bumi. Berdasarkan seismologi, gempa tektonik dijelaskan oleh “Teori Lapisan Tektonik”. Teori ini menyebutkan bahwa lapisan bebatuan terluar yang disebut lithosphere mengandung banyak lempengan. Di bawah lithosphere ada lapisan yang disebut athenosphere, lapisan ini seakan-akan melumasi bebatuan tersebut sehingga mudah bergerak.

Diantara dua lapisan ini, bisa terjadi 3 hal, yaitu :

1. Lempengan bergerak saling menjauh, maka magma dari perut bumi akan keluar menuju permukaan bumi. Magma yang sudah di permukaan bumi ini disebut lava.

2. Lempengan bergerak saling menekan, maka salah satu lempeng akan naik atau turun, atau dua-duanya naik atau turun. Inilah cikal gunung atau lembah.

3. Lempengan bergerak berlawanan satu sama lain, misalnya satu ke arah selatan dan satunya ke arah utara.

Jika lempengan bergerak saling menekan terjadi di dasar laut, ketika salah satu lempengan naik atau turun, maka volume daerah di atasnya akan mengalami perubahan kondisi stabilnya. Apabila lempengan itu turun, maka volume daerah itu akan bertambah. Sebaliknya apabaila lempeng itu naik, maka volume daerah itu akan berkurang.

Perubahan volume tersebut akan memengaruhi gelombang laut. Air dari arah pantai akan tersedot ke arah sumber gempa. Gelombang-gelombang menuju pantai akan terbentuk karena massa air yang berkurang pada daerah tersebut karena pengaruh gaya gravitasi, air tersebut berusaha kembali mencapai kondisi stabilnya. Ketika daerah tersebut cukup luas, maka gelombang tersebut mendapatkan tenaga yang lebih dahsyat. Inilah yang disebut dengan tsunami.

Tsunami merupakan fenomena gelombang laut yang tinggi dan besar akibat dari gangguan mendadak pada dasar laut yang secara vertikal mengurangi volume kolom air. Gangguan mendadak ini bisa datang dari gempa.

(22)

13

Gambar 2.5 Skema terbentuknya tsunami

Gempabumi yang menyebabkan terjadinya tsunami disebut tsunamigenic

earthquake. Sedangkan tsunami earthquake atau gempabumi tsunami merupakan

gempa yang menyebabkan tinggi tsunami yang lebih besar dibandingkan dengan perkiraan perhitungan momen magnitude gempanya. Karakteristik tsunami

earthquake adalah :

1. Proses patahan (rupture) gempabumi yang pelan dan panjang 2. Durasi patah (rupture) yang lama, sekitar 100 detik

3. Terjadi pada batas lempeng yang memiliki plate coupling yang lemah 4. Sumber gempa terletak di lapisan sedimen yang dangkal dan di batas

lempeng dekat palung (trench)

2.8 Run-Up dan Estimated Time Arrival (ETA)

Run-up didefinisikan sebagai elevasi vertikal maksimum suatu titik pada

lahan kering yang tergenang oleh ombak (Lekkas dkk, 2011). Tinggi Run-Up adalah nilai elevasi maksimum dari gelombang tsunami diatas ketinggian laut rata-rata. Sedangkan jarak penggenangan adalah nilai dari jarak horizontal gelombang tsunami bergerak ke darat dari garis pantai (Hafeez, 2008).

Estimated Time Arrival (ETA) merupakan waktu tiba tsunami, dimana ETA

(23)

14

Gambar 2.6 Ilustrasi Run Up Tsunami (Hafeez, 2008)

2.9. Tsunami Observation And Simulation Terminal (TOAST)

Tsunami Observation And Simulation Terminal (TOAST) adalah sebuah

perangkat lunak untuk simulasi dan verifikasi tsunami dimana potensi bahaya dan penilaian terhadap tsunami yang terjadi diberikan dengan cepat. Hasilnya dapat diverifikasi oleh sensor oseanografik seperti tide gauges atau buoys. TOAST dikembangkan oleh gempa GmbH, yang sebelumnya menjadi bagian dari GFZ Postdam (pengembang SeisComP3).

TOAST memiliki sebuah aplikasi yang dinamakan Easywave. Easywave menggunakan data pengukuran kedalaman sebagai model input untuk wilayah lautan untuk bisa disimulasikan. Data yang dihasilkan merupakan data dua dimensi. Komputasi yang dibawa oleh data dua dimensi ini kemudian mengalami pengulangan dalam sebuah loop waktu dan terbagi menjadi dua bagian yaitu ketinggian gelombang dan fluks yang terbalik.

(24)

15

(25)

16 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar pada Bulan Mei 2018 sampai Bulan Juni 2018. 4.2 Daerah Penelitian

Daerah penelitian pada simulasi ini difokuskan pada daerah Provinsi Bali dengan batasan koordinat geografis yaitu 7,808˚ – 8,108˚ LS dan 115.292˚ - 116.025˚ BT. Daerah terdampak tersebut yaitu Buleleng Timur, Buleleng Barat, Karangasem Utara, Karangasem Selatan, Nusa Penida, Jembrana, Klungkung, Denpasar (Pantai Sanur), Pantai Kuta, dan Tabanan.

(26)

17 4.3 Data dan Software

Penelitian ini menggunakan data simulasi tsunami yang bersumber dari Flores Back arc thrust dengan batasan koordinat 7,808˚ – 8,108˚ LS dan 115.292˚ - 116.025˚ BT. Data tersebut selanjutnya divariasikan dengan kedalaman dari 5 – 30 km dan magnitudo 7, 7.5, 8, dan 8.5 SR.

Pemodelan tsunami pada penelitian ini menggunakan sebuah perangkat komersial yang telah dikembangkan perusahaan Jerman yaitu bernama TOAST (Tsunami Observation and Simulation Terminal) yang merupakan sebuah pemodelan tsunami dengan tool bernama Easy Wave 2. TOAST merupakan perangkat lunak untuk simulasi pemodelan tsunami yang dapat memberikan hasil dengan sangat cepat dan dapat membantu dalam pengambilan keputusan peringatan dini tsunami.

Sistem pemodelan TOAST menggunakan program easywave2,

dikembangkan oleh Dr. Andrey Babeyko (GFZ Jerman). Terdapat 3 status peringatan pada TOAST ini yaitu :

1. SIAGA (run up < 0.5 m)

2. WASPADA (0.5 m ≤ run up ≤ 3 m) 3. AWAS (3 m ≤ run up)

4.4 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan membuat skenario-skenario gempabumi yang bersumber di Flores Bark Arc Thrust. Skenario-skenario gempabumi tersebut divariasikan dengan kedalaman kedalaman dari 5 – 30 km dan magnitudo 7, 7,5, 8, dan 8,5 SR yang selanjutnya disimulasikan dengan menggunakan perangkat TOAST. Dimana hasil simulasi tsunami tersebut berupa nilai ketinggian permukaan air (run up) dan perkiraan waktu tiba di daratan (Estimated Time Arrival). Secara umum, langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut :

(27)

18

1. Input Parameter gempa bumi yang berupa lokasi latitude, longitude, kedalaman, dan magnitudo gempa bumi pada tempat yang telah disediakan seperti terlihat pada Gambar 4.2

Gambar 4.2. Langkah Pertama

2. Klik “Simulation” dan pilih “start simulation”. Kemudian tools pada bagian kanan akan bekerja secara otomatis. Titik merah yang diperlihatkan pada gambar 4.3 merupakan lokasi sumber gempa berdasarkan data yang dimasukkan pada langkah pertama. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 4.3

(28)

19

Gambar 4.3. Langkah Kedua

3. Setelah proses pada tools mencapai 100%, klik 2 kali pada tools yang ingin digunakan sebagai simulasi tsunami. Pada penelitiaan ini, digunakan Easy Wave 2. Setelah diklik 2 kali, software akan menampilkan daerah terdampak tsunami. Dimana warna merah pada gambar merupakan jangkauan dari gelombang tsunami yang dapat terjadi. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 4.4

(29)

20

Gambar 4.4. Langkah Ketiga

4. Kemudian, klik bagian Forecast Zone untuk melihat data run up dan waktu tiba dari tsunami tersebut pada bagian-bagian yang terdampak, seperti gambar 4.5.

(30)

21

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah analisa daerah-daerah rawan tsunami. Analisa ini didasari oleh run up gelombang dan waktu tiba di titik terdampak.

4.5 Diagram Alir

Rangkaian proses pengolahan data di atas dapat digambarkan dengan diagram alir sebagai berikut :

Mulai

Penyusunan Data Parameter Simulasi Gempa Bumi

TOAST

(Longitude, Latitude, Magnitude, Depth)

Parameter Tsunami (Run Up dan Waktu Tiba)

Analisa Grafik

Selesai

(31)

22 BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

1.1.1 Run Up Tsunami

Meninjau dari data simulasi pada Lampiran I maka akan didapatkan data pada Tabel 5.1 yang merupakan rata-rata dari data sebelumnya.

Tabel 5.1 Data tinggi run-up tsunami terhadap wilayah terdampak

M (SR) Buleleng Timur Buleleng Barat Karangase m Utara Karangas em Selatan Nusa Penida Jembrana 7.0 0.518379 0.192652 0.546621 0.34712 0.1890 76 0.024576 7.5 1.742879 0.773697 2.041636 1.000606 0.6323 18 0.094773 8.0 4.952545 3.034212 5.571182 3.09553 2.0293 79 0.331273 8.5 8.016527 8.907873 10.34705 7.218855 4.4644 73 1.607564 M (SR) Klungku ng Pantai Sanur Gianyar Pantai Kuta Tabana n 7.0 0.276182 0.195818 0.153727 0.077636 0.0368 79 7.5 1.055758 0.888364 0.684848 0.321167 0.1635 3 8.0 3.4925 3.544227 2.770106 0.959045 0.6201 82 8.5 8.036455 10.85736 7.138382 1.956036 1.4410 18

5.1.2 Grafik Run Up Tsunami

Dari Tabel 5.1 maka akan didapatkan grafik hubungan antara run-up tsunami dan magnitudo gempa bumi yang terlihat pada Gambar 5.1

(32)

23

Gambar 5.1 Grafik Run Up Tsunami

5.1.2 Perkiraan Waktu Tiba Tsunami

Meninjau dari data simulasi pada Lampiran II maka akan didapatkan data pada Tabel 5.2 yang merupakan rata-rata dari data sebelumnya.

Tabel 5.2 Data Perkiraan Waktu Tiba Tsunami

M (SR) Buleleng Timur Buleleng Barat Karangas em Utara Karangase m Selatan Nusa Penida Jembra na 7.0 27 375 22 170 536 2166 7.5 6 204 10 110 391 2150 8.0 0 16 2 74 290 1211 8.5 0 0 0 38 224 510 M (SR) Klungku ng Pantai Sanur Gianyar Pantai Kuta Tabana n 7.0 979 943 776 1180 2403 7.5 383 727 572 909 1985 8.0 282 544 437 682 1409 8.5 226 423 340 520 993 0 2 4 6 8 10 12 7 7.5 8 8.5 R u n -Up (m ) Magnitude (SR)

Grafik Hubungan Run-Up Tsunami dan Magnitudo

Buleleng Timur Buleleng Barat Karangasem Utara Karangasem Selatan Nusa Penida Jembrana Klungkung Denpasar - Sanur Gianyar

Badung - Pantai Kuta Tabanan

(33)

24 5.1.4 Grafik waktu tiba tsunami

Dari Tabel 5.2 maka dapat didapatkan grafik hubungan antara waktu tiba tsunami dan magnitudo gempa bumi yang terlihat pada Gambar 5.2

Gambar 5.2 Grafik Waktu Tiba Tsunami

5.2 Pembahasan

Dari gambar 5.1 yang dihasilkan dapat dilihat bahwa secara umum Karangasem Utara dan Buleleng Timur merupakan daerah yang rawan terdampak tsunami. Mulai dari magnitudo terendah yang digunakan sebagai simulasi yaitu 7 SR, Karangasem Utara dan Buleleng Timur memiliki nilai run-up yang lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah lainnya. Untuk perkiraan waktu tiba tsunami yang terlihat pada gambar 5.2, daerah Karangasem Utara dan Buleleng Timur juga memiliki nilai yang sangat rendah bahkan sama dengan 0. Dari gambar 5.1 juga terlihat bahwa daerah Pantai Sanur mengalami peningkatan tinggi run-up yang cukup pesat saat disimulasikan pada magnitudo 8,5 SR. Hal ini dapat dipengaruhi oleh letak Pantai Sanur yang berada di bagian selatan Pulau Bali yang memiliki topografi pantai dan batimetri yang jauh lebih kompleks dibandingkan Bali bagian Utara. Namun, nilai perkiraan waktu tiba tsunami untuk daerah Pantai Sanur

0 150 300 450 600 750 900 1050 1200 1350 1500 1650 1800 1950 2100 2250 2400 7 7.5 8 8.5 Waktu Ti b a ( s) Magnitude (SR)

Grafik Hubungan Waktu Tiba Tsunami dan

Magnitudo

Buleleng Timur Buleleng Barat Karangasem Utara Karangasem Selatan Nusa Penida Jembrana Klungkung Denpasar - Sanur Gianyar

Badung - Pantai Kuta Tabanan

(34)

25

memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan waktu perkiraan waktu tiba tsunami daerah Karangasem Utara dan Buleleng Timur yaitu sebesar 650,75 dan 651 detik secara berturut-turut. Karena letak daerah Pantai Sanur yang berjarak cukup jauh dari sumber gempa yang berada di daerah utara Pulau Bali, maka waktu yang dibutuhkan oleh gelombang tsunami untuk mencapai daerah Pantai Sanur juga lebih lama.

Untuk daerah Nusa Penida yang berbeda pulau dengan daerah lainnya memiliki nilai run-up yang cukup tinggi namun tidak sebesar run-up yang dihasilkan oleh daerah sebelumnya. Daerah Nusa Penida yang berada di daerah selatan mempengaruhi tinggi run-up untuk daerah tersebut. Karena lautan yang terbentang antara daerah sumber gempa dan daerah Nusa Penida, hal ini menyebabkan penumpukan gelombang air laut tidak terlalu signifikan hasilnya. Namun, keadaan daerah seperti ini juga mengakibatkan perkiraan waktu tiba gelombang air laut lebih cepat dibandingkan beberapa daerah lain, karena tidak ada daratan yang bisa menghalangi perambatan gelombang air laut tersebut. Jika dirata-ratakan, perkiraan waktu tiba gelombang tsunami untuk mencapai daerah Nusa Penida adalah sebesar 360,25 detik.

Untuk beberapa daerah lain, seperti Tabanan, Jembrana, dan Pantai Kuta yang memiliki nilai run-up cukup rendah dibandingkan dengan daerah lainnya dipengaruhi oleh letak daerah pengamatan yang cukup jauh dari sumber gempa. Sama seperti daerah Pantai Sanur, daerah Pantai Kuta juga berada di cekungan pulau Bali. Namun, keberadaan Pantai Kuta yang berada di daerah berlawanan dari Pantai Sanur juga dapat memengaruhi tinggi run-up yang terjadi di daerah tersebut. Letak Flores Back Arc Thrust yang berada lebih ke arah Timur memengaruhi tinggi run-up yang terjadi pada daerah-daerah terdampak. Daerah seperti Tabanan, Jembrana, dan Pantai Kuta yang berada di daerah barat Pulau Bali cenderung tidak mendapatkan dampak yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan daerah lain yang jauh lebih dekat dengan sumber gempa. Nilai perkiraan waktu tiba tsunami untuk ketiga daerah ini juga lebih besar dibandingkan daerah lain.

(35)

26

Dari kedua grafik di atas dapat dilihat pula hubungan antara grafik tinggi

run-up dan perkiraan waktu tiba gelombang tsunami adalah berbanding terbalik.

Dimana semakin tinggi run-up yang dihasilkan maka semakin cepat pula perkiraan waktu tiba gelombang tsunami untuk mencapai ke daerah terdampak.

(36)

27 BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa seluruh tempat pengamatan daerah terdampak menjadi daerah yang beresiko terjadinya tsunami. Adapun beberapa daerah penelitian yang memiliki dampak yang cukup besar adalah daerah Karangasem Utara, Karangasem Selatan, Buleleng Timur, Buleleng Barat, dan Pantai Sanur. Dengan tinggi run-up berturut-turut sebesar 0,55 meter, 0,35 meter, 0,52 meter, 0,19 meter, 0,19 meter pada magnitudo terrendah dan 10,35 meter, 7,22 meter, 8,02 meter, 8,90 meter, 10,86 meter pada magnitudo tertinggi. Tingginya resiko tsunami pada daerah Karangasem Utara dapat dipengaruhi oleh letak daerah yang terhitung dekat dengan sumber gempa. Sedangkan meningkatnya nilai run-up daerah Sanur dapat dipengaruhi oleh topografi pantai daerah setempat yang cenderung lebih kompleks dibandingkan Bali bagian Utara.

6.2 Saran

Pada penelitian yang telah dilaksanakan, penulis dapat memberikan saran yaitu, pada penelitian selanjutnya mungkin bisa memasukkan simulasi dengan zona subduksi sebagai sumbernya yang dapat digunakan sebagai perbandingan dari hasil yang telah didapatkan.

(37)

28

DAFTAR PUSTAKA

Demets, Gordon, R., Argus dan Stein S, 1994, Effect of Recent to The

Geomagnetics Reversal Time Scale on Estimates of Current Plate Motions,

Revisions Geophysical Research Letter, 21, 2191-2194.

Hafeez, Humeira, 2008, Inundation of Tsunami Waves and Its Relation to The

Tsunami Run Up, Pakistan Journal of Meteorology, Vol.5, Issue 9,Pakistan

Meteorological Department, Pakistan.

Lekkas, Efthymios, Andreadakis, Emmanouil, Kostaki, Irene, Kapourani, Eleni. 2011. Critical Factors for Run-Up and Impact of the Tohoku Earthquake

Tsunami. International Journal of Geosciences. School of Science.

Department of Dynamic, Tectonic, and applied Geology, National and Kapodistian University of Athens, Atheens.

McCaffrey, Robert, Nabelek, John, 1987, Earthquakes, Gravity, and The Origin

of The Bali Basin : An Example of A Nascent Continental Fold-And-Thrust Belt, Journal of Geophysical Research, Vol.92, No.B1, Department of Earth,

Atmospheric and Planetary Sciences, Massachusets Institute of Technology, Cambridge. 441 – 460

Rahman, Muh. Soekarno Saputra, 2015, Block Tsunami Daerah Bengkulu, Skripsi, Sekolah Tinggi Meteorologi dan Geofisika, Tangerang Selatan. Subardjo dan Ibrahim, 2004

Sugito, Nanin Trianawati, 2008, Tsunami, Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia. Zakaria, Zufialdi. 2007. Aplikasi Tektonik Lempeng dalam Sumber Daya Mineral,

Energi dan Kewilayahan. Bulletin of Scientific Contribution, Vol. 5, No.2,

Gambar

Gambar 2.1 Struktur bumi (Sunarjo, Gunawan, dan Pribadi, 2012)
Gambar 2.2 Batas lempeng tektonik dan sebaran gempa di Indonesia (Subardjo dan Ibrahim,  2004)
Gambar 2.3 Pergerakan lempeng tektonik (Subardjo dan Ibrahim, 2004)
Gambar 2.4. Terminologi Tsunami (Sugito, 2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dapat dideskripsikan bahwa masih ada aspek-aspek yang harus ditingkatkan lagi pelaksanaannya karena masih ada guru yang tidak menentukan sumber belajar/media/alat

pengendalian dan tujuan yang akan dicapai dalam suatu organisasi atau perusahaan. dapat berjalan

Patofisologi terjadinya disfagia fase esofageal pada pasien merupakan akibat dari skleroderma terkait terjadinya atrofi dan fibrosis otot polos. Hal ini

Sedangkan kelompok pengeluaran yang memberikan andil/sumbangan Inflasi adalah kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,1074 persen, kelompok

Perpustakaan merupakan tempat yang dapat memenuhi kebutuhan akan informasi, oleh karena itu perpustakaan dituntut untuk mampu menyimpan, mengolah data serta melayani pemakai

[r]

Output dari komputer / controller memasuki converter, yang menghasilkan output dalam kisaran 3 sampai 15 psig, sebagai fungsi linear dari

Bila dilihat dari apa yang sudah dilakukan responden untuk faktor-faktor produksi sepertii pemilihan lokasi – khususnya di desa Jayakarsa -, penyimpanan areal