• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mempunyai landasan dalam kebijakannya. Negara. Indonesia sendiri mempunyai landasan yang tertuang dalam undang-undang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mempunyai landasan dalam kebijakannya. Negara. Indonesia sendiri mempunyai landasan yang tertuang dalam undang-undang"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap negara mempunyai landasan dalam kebijakannya. Negara Indonesia sendiri mempunyai landasan yang tertuang dalam undang-undang yang dibakukan dan dibukukan. Berdasarkan Mukadimah Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945, para father founding Indonesia menyebutkan: kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab sosial, sehingga posisi pendidikan adalah penting dan sangat membutuhkan inovasi (kebijakan baru yang dinamis) dan perlu pula dievaluasi (ditilik kembali), dan penyegaran kembali terhadap berbagai aktivitas yang sedang dan akan dilaksanakan dengan harapan tercipta dan menghasilkan buah yang matang, segar dan laku adalah sebuah keniscayaan. Semua itu membutuhkan niat baik (good will) pemerintah dan perangkat dukung (stakeholders) pendidikan. Niat

(2)

baik tersebut diwujudkan dalam penganggaran pembangunan dalam APBN 2006 dan pagu anggaran 2007 berikut ini dalam triliun rupiah dengan total anggaran departemen dan lembaga non departemen tahun 2006 Rp 204, 24 triliun dan pagu indikatif untuk tahun 2007 Rp 230, 297 triliun. Data berikut

ini dalam triliun bersumber dari Departemen Keuangan RI.2

Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap tunas-tunas bangsa dalam bidang pendidikan harus diakui masih belum menunjukkan perubahan yang signifikan. Buktinya masih terdapat sistem kategorisasi yang memisahkan antara anak normal dengan anak yang berkebutuhan khusus. Kondisi ini merupakan potret ketidakadilan pendidikan yang seharusnya diberikan kepada seluruh tunas-tunas bangsa tanpa terkecuali. Ini karena, semua warga Indonesia berhak mengenyam pendidikan di lembaga formal dengan fasilitas yang memadai. Pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga mempunyai sifat konstruktif dalam hidup manusia. Karena itulah kita dituntut untuk mampu mengadakan refleksi ilmiah tentang pendidikan tersebut, sebagai pertanggungjawaban terhadap perbuatan yang dilakukan

yaitu mendidik dan dididik.3

Pendidikan tidak hanya diprioritaskan bagi anak-anak yang memiliki tingkat kegeniusan tinggi maupun anak-anak yang berasal dari keluarga bangsawan, tetapi juga bagi anak-anak yang dianggap berbeda dan terbelakang dari anak-anak normal lainnya. Jika pendidikan Indonesia tidak

2 Moh. Rosyid, Revitalisasi Pendidikan Nasional, (Kudus: STAIN Kudus Press, 2007), hlm. 3-4.

3 Hasbullah, Dasar-Dasar llmu Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 6.

(3)

memerhatikan masa depan anak yang berkebutuhan khusus, bisa dipastikan anak berkebutuhan khusus akan selalu termarginalkan dalam lingkungan anak berkebutuhan khusus tinggal, apalagi untuk mendapatkan perlakuan khusus melalui pendidikan luar biasa yang memang diperuntukkan bagi anak-anak yang berkelainan.

Ada permasalahan yang menimpa anak berkebutuhan khusus. Paradigma tentang pendidikan inklusif agaknya bisa menjadi solusi bagi anak berkebutuhan khusus untuk melanjutkan pendidikan tanpa harus merasa kurang percaya diri ketika harus berkumpul dengan mereka yang memiliki fisik normal.4

Sebagaimana dalam UUD 1945 pasal 31 disebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Begitu juga dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1997 pasal 5 disebutkan bahwa setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam aspek kehidupan dan penghidupan. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Karena bagaimanapun juga, pendidikan merupakan wahana mencetak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Dengan demikian, dibutuhkan lembaga-lembaga yang mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 bahwa tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

4Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif, (Jogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 7-8.

(4)

dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional juga menyebutkan bahwa warga Negara yang memiliki kelainan fisik, mental, intelektual dan atau sosial berhak menerima pendidikan khusus. Pendidikan anak berkebutuhan khusus yang sudah dilakukan adalah dengan mendirikan

sekolah luar biasa (SLB).5

Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus tingkat

pendidikan dasar dan menengah.6

Berbagai program pemerintah untuk anak berkebutuhan khusus sebagai rencana kegiatan pendidikan yang akan diberikan di sekolah-sekolah khusus dan sekolah-sekolah reguler yang menerapkan sistem pendidikan inklusi.

Program pemerintah berupa layanan pendidikan inklusi

memungkinkan anak-anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh ilmu pengetahuan di sekolah umum sebagaimana yang diperoleh anak-anak normal. Program tersebut, anak-anak berkebutuhan khusus disekolahkan bersama dengan anak normal di sekolah reguler, sehingga diharapkan anak

5Ahmad Wasita, Seluk Beluk Tunarungu dan Tunawicara, (Jogyakarta: Javalitera, 2012), hlm.77.

(5)

berkebutuhan khusus memiliki rasa percaya diri dan akhirnya mereka dapat mandiri. Sebaliknya, anak-anak normal akan terdidik dan belajar toleransi antar sesama manusia.

Pendidikan inklusi diharapkan dapat memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak berkelainan selama ini. Karena tidak mungkin membangun SLB di tiap Kecamatan/Desa sebab memakan biaya yang sangat mahal dan waktu yang cukup lama. Dalam pendidikan inklusif terdapat konsep tentang sistem pendidikan dan sekolah yang berhubungan langsung dengan strategi pembelajaran sekolah dalam menampung semua anak berkebutuhan khusus agar berkesempatan menikmati pendidikan

bersama anak normal pada umumnya.7

Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus sementara atau permanen sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan yang lebih intens. Kebutuhan mungkin disebabkan oleh kelainan atau memang bawaan dari lahir atau karena masalah tekanan ekonomi, politik, sosial, emosi, dan perilaku yang menyimpang. Disebut berkebutuhan khusus karena anak tersebut memiliki kelainan dan keberadaan dengan anak normal

pada umumnya.8

Sekolah inklusif, anak yang menyandang kebutuhan pendidikan khusus seyogyanya menerima segala dukungan tambahan yang mereka perlukan untuk menjamin efektifnya pendidikan. Pendidikan inklusif merupakan alat yang paling efektif untuk membangun solidaritas antara

7Ibid., hlm. 124. 8Ibid., hlm. 138.

(6)

penyandang kebutuhan khusus dengan teman-teman sebayanya. Pengiriman anak secara permanen ke sekolah reguler seharusnya merupakan perkecualian, yang direkomendasikan hanya pada kasus-kasus tertentu yang terdapat bukti jelas bahwa pendidikan di kelas reguler tidak dapat memenuhi kebutuhan pendidikan atau anak sosial, atau bila hal tersebut diperlukan demi

kesejahteraan anak yang bersangkutan atau anak-anak di sekolah itu.9

SMP N 10 Pekalongan adalah sekolah reguler yang ditunjuk oleh Dindikpora Kota Pekalongan sebagai sekloah Inklusif. Penunjukan tersebut didasarkan oleh faktor lokasi, karena sekolah SLB di Pekalongan tidak mencakup seluruh wilayah Pekalongan. SLB berada di ibu kota Pekalongan dan hanya ada di wilayah Pekalongan Barat, padahal anak-anak berkebutuhan khusus tersebar hampir di seluruh daerah kecamatan/kelurahan di Kota Pekalongan. Maka dari itu SMP N 10 yang terletak Di Kecamatan Pekalongan Timur menjadi alternatif bagi anak ABK yang berada disekitar wilayah tersebut.

Faktor tidak diterima di SD terdekat dan ekonomi lemah juga menjadi kendala dalam mengeyam pendidikan terutama bagi anak berkebutuhan khusus, sebagian dari mereka adalah kemampuan ekonomi orang tunya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena SLB jauh dari rumah, sementara kalau akan disekolahkan di SD terdekat, sekolah tersebut tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin selama ini dapat diterima di sekolah terdekat, namun karena ketiadaan guru

(7)

pembimbing khusus akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah.

SMP N 10 Pekalongan ditunjuk sebagai salah satu lembaga pendidikan formal yang telah menerapkan pendidikan inklusi yaitu memadukan peserta didik normal dengan peserta didik yang berkebutuhan khusus untuk belajar bersama sejak tahun 2011. Dalam pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus di SMP N 10 Kota Pekalongan sejalan dengan pemenuhan hak asasi manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagai basis utama dalam membela anak berkelainan/penyandang cacat.

Berdasarkan data tahun ajaran 2015/2016 di SMP N 10 Pekalongan, menunjukkan secara kwantitas jumlah anak berkebutuhan khusus relatif sedikit yaitu 3 siswa kelas IX, 6 siswa di kelas VII dan 6 siswa di kelas VII dengan ketunaan C1 (Tunagrahita Ringan).

Anak tunagrahita secara umum mempunyai tingkat kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Selain itu juga mengalami hambatan terhadap perilaku adaptif selama masa perkembangan hidupnya dari 0 tahun hingga 18 tahun, sesuai dengan batasan dari AAMD. Definisi AAMD mengisyaratkan adanya kemampuan intelektual jika diukur dengan WISC-RIII mempunyai skor IIQ 70, dan mempunyai hambatan pada komponen yang tidak bersifat

intelektual, yakni perilaku adaptif (adaptive behavior).10 Pada PP No. 72

Tahun 1991 dimana anak-anak dalam kelompok di bawah normal dan atau lebih lamban daripada anak normal, baik perkembangan sosial maupun

10Bandhi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: Refika Aditama, 2006), hlm. 15-16.

(8)

kecerdasannya disebut anak terbelakang mental: istilah ini resminya di

Indonesia disebut anak tunagrahita.11

Keterbatasan inilah yang membuat para tunagrahita sulit untuk mengikuti program pendidikan seperti anak pada umumnya. Oleh karena itu, anak-anak ini membutuhkan sekolah khusus dengan pendidikan yang khusus

pula.12 Guru perlu melakukan pengamatan terhadap gerak fine dan gross

motor para siswanya untuk mengetahui ”kelainan” perkembangan persepsi motor dan perkembangan gerak mulut dari siswa yang bersangkutan. Biasanya dalam proses asesment digunakan suatu tes terstandar. Sedangkan latihan-latihan yang diterapkan bertujuan untuk meningkatkan mobilitas, dan interasi sensori dengan cara memanipulasi berbagai macam tekstur suatu benda

disamping latihan keseimbangan di atas bola karet besar.13

Masuknya anak berkebutuhan khusus dengan ketunagrahitaan ringan pada pendidikan formal di SMP N 10 Pekalongan merupakan suatu hal yang baru dan menjawab tentang fenomena di lapangan salah satunya adalah pendidikan agama Islam. Sekolah inklusi memperolah haknya sama seperti yang lainnya yang normal dalam mendapatkan pengajaran dan pendidikan, begitu pula dalam pembelajaran mapel PAI. Guru PAI diharapkan mampu untuk memberikan kepada anak didik yang membutuhkan pelayanan khusus. Anak didik berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan agama Islam.

11Nunung Apriyanto, Seluk Beluk Tunagrahita dan strategi Pembelajarannya, (Yogyakarta: Javalitera, 2013), hlm. 21.

12Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat, (Yogyakarta : Ar Ruzz Media, 2012), hlm. 49. 13 Bandhie Delphie, Pembelajaran Anak Tunagrahita, (Bandung: Refika Aditama, 2006), hlm. 68.

(9)

Pelaksanaan pendidikan inklusi pada mata pelajaran PAI di SMP N 10 Pekalongan dapat dianalisis bahwa dalam kehidupan di dunia ini mereka akan menemui banyak perbedaan yang harus mereka hadapi dan hormati. Selain itu, program ini akan membantu orang tua yang mempunyai anak-anak berkebutuhan khusus untuk lebih memaksimalkan potensinya baik dalam bidang sosial, emosional, fisik, kognitif maupun kemandiriannya dalam lingkungan anak-anak yang beragam. Sudah menjadi tugas orang tua, pendidik, dan mereka yang peduli akan pendidikan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak agar memperoleh pendidikan agama Islam.

Pendidikan agama Islam merupakan pemenuh kebutuhan rohani yang paling vital dalam kehidupan manusia secara keseluruhan, karena pada dasarnya, pendidikan agama Islam dilatarbelakangi oleh hakikat manusia yang memiliki unsur jasmaniah dan rohaniah, sehingga agama merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi.

Melalui pendidikan agama Islam, peserta didik diharapkan dapat menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT dengan memahami dan mengamalkan ajaran Islam. Islam juga menunjukkan betapa sangat berartinya manusia yang sempurna berperan aktif dalam mendidik anak-anak dengan kebutuhan khusus agar kelak tidak menjadi manusia yang lemah dan tidak menjadi beban bagi kehidupan sosialnya. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengajukan judul penelitian. Adapun judul penelitian ini adalah PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI PADA MATA

(10)

PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP N 10 KOTA PEKALONGAN.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diambil rumusan penelitian sebagai berikut:

1) Bagaimana pelaksanaan pendidikan inklusi pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMP N 10 Kota Pekalongan?

2) Bagaimana faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan inklusi pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMP N 10 Kota Pekalongan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan inklusi pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMP N 10 Kota Pekalongan.

2. Untuk mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan inklusi pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMP N 10 Kota Pekalongan.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dan wawasan tentang anak berkebutuhan khusus di SMP N 10 Kota Pekalongan.

(11)

a. Dapat meningkatkan kesadaran orang tua supaya lebih memperhatikan pendidikan agama pada anak berkebutuhan khusus.

b. Diharapkan dapat memberi gambaran kepada orang tua tentang faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan inklusi pada mata pelajaran pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus. E. Fokus Penelitian

Untuk menghindari penyimpangan pembahasan dalam penelitian ini, maka perlu ditentukan terlebih dahulu ruang lingkup pembahasan, sehingga dapat membuahkan hasil yang maksimal seperti yang diharapkan. Adapun pembahasan dalam penelitian ini dibatasi pada pelaksanaan pendidikan inklusi pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMP N 10 Kota Pekalongan yang meliputi:

1) Pelaksanaan pendidikan inklusi pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMP N 10 Kota Pekalongan yang meliput: kurikulum, pendidik, peserta didik, materi, metode, media dan evaluasi pembelajaran.

2) Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan inklusi pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMP N 10 Kota Pekalongan. F. Tinjauan Pustaka

a. Analisis Teori

Berdasarkan skripsi dari Nurul Hikmah (2014) dengan judul skripsi “problematika mata pelajaran PAI pada Anak Bekebutuhan Khusus di

SDLB PRI Kota Pekalongan”. Penelitian kuantitatif yang menjelaskan pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran pendidikan agama Islam pada

(12)

anak berkebutuhan khusus (inklusi) dan problematika di SDLB PRI

Pekalongan.14

Berdasarkan skripsi dari Khikmatun Nisa (2014) dengan judul skripsi: “implementasi sistem pendidikan inklusif bagi ABK tunagrahita di SDN Bendan 01 Pekalongan”. Penelitian kualitatif yang menjelaskan implementasi pendidikan inklusif bagi ABK tunagrahita di SDN Bendan

01Pekalongan.15

Dari telaah pustaka di atas dapat diketahui bahwa dalam penelitian yang peneliti lakukan ini memiliki titik fokus yang berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu yaitu peneliti ingin lebih menekankan pada pembahasan pelaksanaan pendidikan inklusi pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah formal yaitu di SMP N 10 Kota Pekalongan bukan pada sekolah luar biasa (SDLB).

b. Kerangka Berpikir

Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan, akan dapat disusun suatu kerangka berfikir bahwa pendidikan agama islam harus

mampu menjawab tantangan terhadap dunia pendidikan anak

berkebutuhan khusus (ABK). Pendidikan agama yang meliputi: kurikulum, pendidik, peserta didik, materi, metode, media dan evaluasi pembelajaran, kemudian dapat mengatasi permasalahan baik faktor

14Nurul Hikmah, Problematika Mata Pelajaran PAI pada Anak Bekebutuhan Khusus di SDLB PRI Pekalongan”, Skripsi Pendidikan Agama Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2014), hlm. 11.

15

Khikmatun Nisa, Implementasi Sistem Pendidikan Inklusif bagi ABK Tunagrahita di SDN Bendan 01 Pekalongan, Skripsi Pendidikan Agama Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2014), hlm. 9.

(13)

pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan inklusi pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMP N 10 Kota Pekalongan.

Pendidikan agama Islam di SMP N 10 Kota Pekalongan sebagai salah satu lembaga pendidikan formal yang telah menerapkan pendidikan inklusi yaitu memadukan peserta didik normal dengan peserta didik yang berkebutuhan khusus untuk belajar bersama. Pelaksanaan pendidikan inklusi di SMP N 10 Kota Pekalongan sejalan dengan pemenuhan hak asasi manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagai basis utama dalam membela anak berkelainan/penyandang cacat. Oleh karena itu, penerapan pendidikan islam dirasa perlu untuk membekali siswa, guna pembentukan kepribadian yang kuat dan pembentukan muslim.

Dari uraian diatas, maka kerangka konseptual yang akan digunakan untuk memecahkan suatu masalah yang diteliti dan disusun berdasarkan kajian teoritis yang dilakukan menurut hemat peneliti, bahwa perlu pendekatan secara konsisten dalam menunjang pelaksanaan pendidikan agama islam secara optimal di SMP N 10 Kota Pekalongan.

G. Metode Penelitian 1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan meliputi : jenis penelitian dan jenis pendekatan.

(14)

a. Jenis Penelitian

Jenis peneletian yang akan dilakukan adalah penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang dilakukan dikancah

atau tempat terjadinya gejala-gejala yang diselidiki.16 Penelitian ini

digunakan untuk menganalisis permasalahan yang muncul dalam lokasi penelitian secara mendalam tentang pelaksanaan pendidikan inklusi pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMP N 10 Kota Pekalongan.

b. Jenis Pendekatan

Pendekatan penelitian yang akan digunakan adalah pendekatan penelitian kualitatif yaitu prosedur peneitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku

yang dapat diamati.17 Pendekatan ini digunakan untuk menghasilkan

data yang diperoleh dari guru dan siswa yang kemudian disajikan dengan analisis kritis yang akan menghasilkan penarikan kesimpulan dalam pelaksanaan pendidikan islam di SMP N 10 Kota Pekalongan. 2. Sumber Data

Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi: a. Sumber data primer

Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, dari individu seperti hasil wawancara atau hasil penelitian angket atau

16

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 62.

17Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 4.

(15)

kuosioner yang biasa dilakukan peneliti.18Atau dengan kata lain sumber data primer adalah sumber data yang berkenaan langsung

dengan pembahasan masalah dalam penelitian.19 Dalam hal ini yang

akan dijadikan sumber data primer adalah:

1) Guru Mapel PAI SMP N 10 Kota Pekalongan. 2) Siswa-siswi Inklusi SMP N 10 Kota Pekalongan.

3) Dokumentasi dan buku-buku lain. Karena buku-buku tersebut merupakan sumber data yang berkenaan langsung dengan pembahasan masalah yang diteliti. Adapun cara yang akan digunakan untuk memperoleh datanya adalah dengan membaca berbagai literatur, wawancara dan observasi.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari

bahan bacaan.20Adapun sumber data sekunder yang akan digunakan

dalam penelitian ini meliputi arsip-arsip di SMP N 10 Kota Pekalongan

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:

18 Dergibson Siagian dan Sugiarto, Metode Statistik, (Jakarta: Gramedia Pusaka Utama, 2006), hlm. 16.

19

Suharsmi Arikunto, Prosedur Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1998), hlm. 31.

20S.Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm.143.

(16)

a. Observasi

Metode observasi adalah metode pengumpulan data secara sistematik melalui pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena

yang diteliti.21 Observasi ini akan dilakukan untuk meneliti

implementasi nilai-nilai pendidikan dalam pelaksanaan pendidikan Islam di SMP N 10 Kota Pekalongan Kecamatan Pekalongan Timur. b. Wawancara

Wawancara atau interview adalah suatu bentuk komunikasi verbal. Jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh

informasi.22 Metode ini akan digunakan untuk memperoleh informasi

tentang pelaksanaan pendidikan inklusi pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMP N 10 Kota Pekalongan. Adapun yang akan diwawancarai ialah kepala sekolah, pengampu ABK di SMP N 10 Kota Pekalongan, guru mapel PAI, dan siswa-siswi ABK SMP N 10 Kota Pekalongan.

c. Dokumentasi

Metode dokumenasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, leger, agenda, dan sebagainya.23 Metode ini

akan digunakan untuk memperoleh data yang sifatnya dokumenter seperti data-data tentang struktur organisasi sekolah, serta situasi dan kondisi di SMP N 10 Kota Pekalongan.

21Bisri Mustofa, Tuntunan Karya Ilmiyah, (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007), hlm. 56. 22S. Nasution, Op.Cit., hlm. 113.

(17)

d. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil wawancara, observasi dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang masalah yang diteliti dan

menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.24 Dalam hal ini yang

akan diteliti yaitu pelaksanaan pendidikan islam di SMPN 10 Kota Pekalongan.

Setelah data yang diharapkan oleh penulis telah terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah data itu disusun untuk kemudian

diadakan analisis data. Dalam menganalisis data, peneliti

menggunakan deskriptif analisis. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut dan sejauh mungkin akan menyusunnya dalam bentuk aslinya.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penjelasan dan pemahaman pokok-pokok masalah yang akan dibahas, maka peneliti menyusun sistematika skripsi sebagai berikut:

Bagian muka memuat sampul, halaman judul, halaman pernyataan, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan skripsi, halaman persembahan, halaman moto, abstrak, kata pengantar, daftar isi.Bagian isi terdiri atas bab I, bab II, bab III, bab IV dan bab V.

24Noeng Muhadjir, Metodologi Penlitian Kualitatif, (Yogyakarta: Bayu Indra Grafika, 2001), hlm. 104.

(18)

Bab pertama adalah pendahuluan, akan berisi tentang : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, sistematika penulisan skripsi.

Pada bab kedua akan mendeskripsikan tentang: a) Sistem pendidikan inklusi yang mencakup tentang: definisi pendidikan inklusi, latar belakang pendidikan inklusi, tujuan, karakteristik dan kurikulum. b) Anak berkebutuhan khusus yang mencakup tentang: pengertian anak berkebutuhan khusus, macam-macam anak berkebutuhan khusus dan konsep tunagrahita. c) Pendidikan inklusi pada mata pelajaran pendidikan agama islam.

Pada bab ketiga akan memaparkan hasil penelitian di SMP N 10 Kota Pekalongan akan membahas tentang: a). Gambaran objektif SMP N 10 Kota Pekalongan, mencakup: letak SMP N 10 Kota Pekalongan, sejarah, visi dan misi, struktur organisasi, keadaan tenaga pengajar dan karyawan, keadaan siswa, sarana dan prasarana, prestasi siswa SMP N 10 Kota Pekalongan, dan sarana prasarana SMP N 10 Kota Pekalongan. b) Pelaksanaan pendidikan inklusi pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMP N 10 Kota Pekalongan. c). Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan inklusi pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMP N 10 Kota Pekalongan.

Pada bab keempat akan memaparkan analisis pelaksanaan pendidikan inklusi pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMP N 10 Kota Pekalongan dan analisis faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan

(19)

pendidikan inklusi pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMP N 10 Kota Pekalongan.

Pada bab kelima yaitu penutup akan berisi simpulan, saran, dan penutup. Sedangkan pada bagian akhir akan berisi: lampiran-lampiran yang meliputi, pedoman wawancara, transkip wawancara, denah lokasi, perangkat pembelajaran, data siswa, data guru, surat permohonan ijin penelitian, surat penunjukan pembimbing skripsi, surat dispensasi pinjam buku perpustakaan,

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya pembinaan diharapkan agar mereka mampu memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya. Kegiatan di dalam Lembaga Pemasyarakatan

EAHAN DAN HETODE.. KESIMPULAN DAN

Dari penelitian awal yang penulis lakukan, ternyata dalam praktiknya tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh penjual kepada pembeli pada saat transaksi jual beli

Urgensi kritik sanad ini adalah bahwa hadits nabi merupakan salah satu sumber istinbat hukum yang kedua setelah al- Qur’an oleh karena itu hadits-hadits sumber istinbat hukum

Berdasarkan Gambar 4.17 dapat diketahui produk yang paling disukai panelis berdasarkan bentuk dari ravioli adalah produk ravioli dengan kombinasi konsentrasi natrium

Rentetan daripada perubahan sistem politik tersebut, gabungan cabeza-cabeza ini juga telah membentuk golongan principalia atau golongan atasan yang mana golongan ini

Operasi sistem distribusi tenaga listrik saat ini semakin dinamis dengan integrasi pembangkit tersebar (distributed generation, DG) yang berasal dari energi

haji. Akad yang digunakan adalah akad Kafalah bil Ujrah. Aplikasi Pembiayaan Akad Mura>bah}ah bil Waka>lah Untuk Pembelian Bahan Material Bangunan di BMT UGT Sidogiri