• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PENDEKATAN TEORITIS"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian Agroindustri

Agroindustri adalah salah satu cabang industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung dengan pertanian. Apabila pertanian diartikan sebagai proses yang menghasilkan produk pertanian di tingkat primer, maka kaitannya dengan industri dapat berkaitan ke belakang maupun ke depan (Soekartawi 1994). Agroindustri dapat diartikan menjadi dua pengertian, pengertian agroindustri yang pertama adalah industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian. Konteks pengertian ini menekankan pada food Processing management dalam suatu perusahaan produk olahan yang bahan baku utamanya adalah produk pertanian. pengertian agroindustri yang kedua bahwa agroindustri diartikan sebagai suatu tahapan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi sebelum tahapan pembangunan tersebut mencapai pembangunan industri (Soekartawi 2005).

Agroindustri menurut Jamaran (1995) sebagaimana dikutip Widiastuti (2003), bahwa agroindustri adalah proses memberikan nilai tambah yang dilakukan pada produk hasil pertanian yang pada prinsipnya menggunakan perlakukan-perlakuan atau proses secara kimia, fisika, atau dengan bantuan aktivitas biologis. Menurut Barlow dan William (1989) sebagaimana dikutip Widiastuti (2003) menyatakan bahwa agroindustri terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu:

1. Initial Processing. Merupakan kegiatan produksi yang langsung dikerjakan oleh petani seperti pembuatan kopra, lembaran karet, pengupasan kopi, dan sebagainya , tetapi kualitasnya relatif kurang baik. 2. Intermediate processing. Merupakan kegiatan produksi yang melanjutkan

kegiatan dari initial processing dalam bentuk yang dapat disimpan dan diangkut.

(2)

3. Final Processing. Merupakan kegiatan industri yang mengolah produk dari intermediate processing menjadi bentuk yang dapat langsung dikonsumsi oleh masyarakat.

Agroindustri yang berkelanjutan adalah agroindustri yang memiliki konsep keberlanjutan, agroindustri yang dibangun dan dikembangkan memperhatikan aspek-aspek manajemen dan konservasi sumberdaya alam. Semua teknologi yang digunakan serta kelembagaan yang terlibat dalam proses pembangunan diarahkan untuk memenuhi kepentingan manusia masa sekarang maupun masa yang akan datang. Jadi, teknologi yang digunakan harus sesuai dengan daya dukung sumberdaya alam, memperkecil resiko degradasi lingkungan, secara ekonomi menguntungkan dan secara sosial diterima oleh masyarakat (Soekartawi 1988 sebagaimana dikutip Soekartawi 2005).

2.1.2 Agroindustri Skala Kecil

Jenis agroindustri dilihat dari segi skala usaha terdiri dari dua macam yaitu: jenis pertama adalah agroindustri dengan skala kecil yakni pemiliknya bertindak apa saja, mulai dari pembelian bahan baku, pengolahan dan penjualan hasil olahan agroindustri. Agroindustri skala usaha kecil tidak memiliki kejelasan dalam pembagian tugasnya. Jenis kedua adalah agroindustri dengan skala usaha agak besar, terdapat kejelasan dalam hal pembagian tugas, baik dalam pembelian bahan baku untuk pasokan bahan agroindustri, pengolahan, administrasi, keuangan, pergudangan, pemasaran dan lainnya (Soekartawi 2005).

Soekartawi (2005) mengemukakan bahwa agroindustri skala kecil merupakan industri yang mengolah hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya. Agroindustri skala kecil modalnya terbatas, dapat menyesuaikan dengan kondisi dan keadaan-keadaan yang mudah berubah seperti yang biasanya dikeluhkan oleh perusahaan agroindustri skala usaha besar. Agroindustri skala usaha kecil, kepemilikan atau penguasaan faktor produksi terutama tanah dan modal rendah. Tingkat kemampuan dan pendidikan sumberdaya manusia yang umumnya masih rendah. Kemampuan dalam memanfaatkan dan memperluas peluang dan akses pasar masih rendah, memiliki keterbatasan akses terhadap sumber-sumber permodalan dan keterbatasan dalam penguasaan teknologi.

(3)

Perbedaan skala usaha ini mempengaruhi terhadap pengembangan usaha agroindustri salah satunya adalah karena modal dan kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki juga berbeda. Seperti dalam penelitian Suhada (2005) menyatakan bahwa dalam industri penyamakan kulit terdapat dua skala usaha yang menentukan kualitas sumberdaya manusia yang dipekerjakan. Skala usaha menengah rata-rata sumberdaya manusianya memiliki pendidikan perguruan tinggi-SLTA. Skala usaha kecil sumberdaya manusianya memiliki pendidikan SLTP-SD. Perbedaan juga terlihat dalam modal, dalam skala usaha kecil modal yang diberikan adalah dari pengusaha menengah atau sendiri sedangkan skala usaha menengah modal yang dimiliki dari perbankan.

2.1.3 Fungsi dan Peran Agroindustri

Agroindustri memiliki fungsi untuk menjembatani dua sektor yang memiliki ciri-ciri yang sangat berbeda. Sektor tersebut adalah sektor pertanian dan sektor industri. Kedua sektor ini memiliki ciri-ciri yang berbeda. Pada Tabel 1 disajikan perbedaan antara sektor pertanian dan industri.

Tabel 1. Perbedaan Sektor Pertanian dan Industri

Segi perbedaan Pertanian Industri

Lokasi Musim Mutu Modal Tenaga Kerja Usaha Tersebar Tergantung Tidak Menentu ( Mudah Rusak ) Relatif Kurang Intensif Intensif

Subsistem, semi atau non komersial

Terpusat

Tidak tergantung Jelas Relatif

(Tidak Mudah Rusak) Intensif

Relatif Kurang Intensif Komersial

Sumber: Baharsyah, 1987

Rachmawati (2002) mengungkapkan bahwa agroindustri mempunyai posisi penting yaitu sebagai jembatan antara sektor pertanian, sektor industri dan sektor perdagangan. Dalam penelitiannya salah satu komoditi yang merupakan sub sektor pertanian untuk dikembangkan dalam agroindustri adalah kentang. Komoditi kentang banyak berkembang terutama di daerah Pangalengan Bandung, Jawa Barat. Komoditi kentang di daerah tersebut diolah menjadi keripik, kerupuk

(4)

dan dodol, kemudian dikemas dalam bentuk industri kecil rumahtangga lalu produknya dijual. Terlihat jelas bahwa agroindustri memang sebagai penghubung di ketiga sektor tersebut.

Perbedaan sektor pertanian dan sektor industri yang diungkapkan oleh Sembiring (1995) bahwa pada sektor industri barang-barang yang dihasilkan mengikuti perkembangan harga dan pendapatan sifatnya sangat elastis. Sedangkan yang dirasakan sektor pertanian lebih banyak dihadapi oleh kendala, hal ini disebabkan hasil pertanian ada yang berupa musiman, sehingga mudah busuk. Permasalahan lainnya adalah penawaran terhadap hasil pertanian yang dihadapi adalah lokasi konsumen dan produk produsen pertanian jauh letaknya. Selain itu, terdapat peran agroindustri adalah sebagai suatu pembangunan pertanian yang dapat dilihat dari kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan devisa, pendorong tumbuhnya industri lain (Soekartawi 2005). Berikut merupakan perkembangan agroindustri dalam melaksanakan perannya untuk penyerapan tenaga kerja.

Tabel 2. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja dari 40 Macam Perusahaan Agroindustri Selama Lima Tahun di Jawa , 2000-2004

No Tahun Jumlah (Orang)

1 2 3 4 5 2000 2001 2002 2003 2004 744.347 750.930 758.836 785.021 787.107 Sumber : Soekartawi, 2005

Tabel 2 menggambarkan bahwa memang terdapat perkembangan selama lima tahun terhadap jumlah tenaga kerja dari 40 macam perusahaan agroindustri di Jawa. Dimulai dari tahun 2000 yang jumlah orang yang bekerja di perusahaan agroindustri terdapat 744.347 orang. Tahun 2001 terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja di perusahaan agroindustri menjadi sebesar 750.930 orang. Kemudian di tahun berikutnya yaitu tahun 2002, 2003, 2004, masing-masing mengalami peningkatan dalam penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2002 menjadi berjumlah 758.836 orang, tahun 2003 menjadi berjumlah 785.021 orang, tahun

(5)

2004 menjadi berjumlah 787.107 orang. Selama lima tahun tersebut, dapat dinyatakan bahwa perusahaan agroindustri mampu menyerap tenaga kerja setiap tahunnya.

2.1.4 Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Agroindustri

Keberlangsungan kegiatan agroindustri tidak terlepas dari adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan agroindustri, baik faktor-faktor pendukung maupun faktor penghambat. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengungkapkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kegiatan agroindustri. Seperti pada penelitian Suhada (2005) dalam penelitiannya terhadap strategi pengembangan agroindustri penyamakan kulit di wilayah Kabupaten Garut Jawa Barat, berpendapat bahwa ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan industri penyamakan kulit yang ditelitinya yaitu faktor teknologi, sumberdaya manusia, dan modal. Faktor-faktor itulah yang mempengaruhi skala usaha agroindustri yang dikembangkan, jika menggunakan teknologi yang efisien dengan sumberdaya yang rata-rata memiliki pendidikan tinggi serta modal yang cukup besar maka tidak lain agroindustri yang dikembangkan pun memiliki skala yang lebih besar.

Penelitian yang sama diungkapkan oleh Rachmawati (2002) terhadap studi pengembangan sistem agroindustri kentang di wilayah pedesaan, berpendapat terdapat beberapa faktor yang berperan dalam pengembangan agroindustri kentang. Faktor-faktor tersebut yaitu bahan baku, sumberdaya manusia, peluang dan potensi pasar, permodalan, penyebaran teknologi, sarana dan prasarana dan kebijakan pemerintah. Lebih jelasnya diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Sufandi (2006) dalam penelitiannya terhadap strategi pengembangan agroindustri pedesaan di Kabupaten Bengkalis mengungkapkan adanya faktor-faktor yang memang dapat menguatkan kegiatan agroindustri agar dapat berlangsung dengan baik. Faktor-faktor tersebut yaitu, pertama diperlukan adanya Lembaga Pembina seperti Dinas Kehutanan, Perkebunan, Perindustrian, dan Koperasi yang merupakan modal utama dalam usaha pengembangan agroindustri pedesaan. Keberadaan lembaga inilah yang nantinya akan menjadi fasilitator bagi pelaku usaha agroindustri di pedesaan. Kedua diperlukan kebijakan

(6)

pemerintah untuk mendukung kegiatan agroindustri seperti halnya yang dilakukan oleh pemerintah di Kabupaten Bengkalis yaitu mendukung untuk menjadikan kabupaten bengkalis menjadi pusat perdagangan Asia Tenggara 2020. Ketiga adalah kualitas produk, seperti pada masyarakat di Kabupaten Bengkalis cenderung menyukai produk yang bebas pengawet. Kemudian hal terpenting dalam memperlancar kegiatan agroindustri pedesaan adalah penyediaan sarana dan prasarana yang harus diperhatikan. Selain itu modal usaha dalam pengembangan agroindustri juga harus dibantu oleh pemerintah dan koperasi bagi pengusaha-pengusaha kecil.

2.1.5 Karakteristik Agroindustri Skala Kecil

Karakteristik agroindustri yang menonjol adalah adanya ketergantungan antar elemen-elemen agroindustri. Elemen-elemen agroindustri tersebut yaitu pengadaan bahan baku, pengolahan dan pemasaran produk. Elemen-elemen tersebut saling berkaitan satu dan lainnya.

Karakteristik agroindustri skala kecil yaitu pemiliki bertindak apa saja mulai dari pembelian bahan baku, pengolahan, bahkan sampai menjual hasil olahan agroindustri. Agroindustri skala kecil tidak jelas adanya pembagian tugas, berbeda dengan agroindustri skala menengah atau skala besar terdapat pembagian tugas yang jelas. Potensi agroindustri skala kecil selain mampu menyerap tenaga kerja juga kontribusinya dalam menyumbang perekonomian (Soekartawi 2005).

2.1.6 Masyarakat lokal

Desa secara umum diartikan sebagai suatu gejala yang bersifat universal, sebagai suatu komunitas kecil yang terikat lokalitas tertentu baik tempat tinggalnya (secara menetap) maupun bagi pemenuhan kebutuhannya dan terutama tergantung pada pertanian (Rahardjo 1999). Desa juga diartikan sebagai suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat, termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi, pemerintahan terendah dan langsung dibawah camat serta berhak menyelenggarakan rumahtangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia (BPS 1986).

(7)

Soekmono (1992) sebagaimana dikutip Raharjo (1999), mengatakan bahwa desa merupakan kumpulan dari komunitas kecil yang hidupnya tergantung pada pertanian dan telah ada di Indonesia semenjak zaman prasejarah, yakni pada zaman Neeolitikum. Pengertian masyarakat menurut beberapa ahli sebagaimana dikutip dalam Mutakin dan Gunawan (2003):

1. Masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh-mempengaruhi satu sama lain.

2. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas.

3. Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama dalam waktu yang cukup lama, sehingga mereka dapat mengorganisir diri dan sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang jelas.

4. Masyarakat adalah sekelompok orang yang identifikasinya sama, teratur sedemikian rupa di dalam menjalankan segala sesuatu yang diperlukan bagi hidup bersama secara harmonis.

Definisi-definisi tersebut menampilkan ciri-ciri masyarakat sebagai berikut: 1. Manusia yang hidup bersama, dua atau lebih

2. Bergaul dalam jangka waktu relatif lama

3. Setiap anggotanya menyadari sebagai satu kesatuan

4. Bersama membangun sebuah kebudayaan yang membuat keteraturan dalam kehidupan bersama.

Masyarakat lokal memiliki ciri-ciri karakteristik seperti: hubungan lebih bersifat intim dan awet, mobilitas sosial rendah, homogen, keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi, populasi anak dalam proporsi yang lebih besar. Desa memiliki potensi-potensi yang meliputi alam, lingkungan hidup manusia, penduduk, usaha-usaha manusia, prasarana-prasarana yang dibuat (Sajogyo 1983).

(8)

2.1.7 Agroindustri Skala Kecil dan Perubahan Sosio-Ekonomi dan Sosio- Ekologi Pedesaan

Agroindustri merupakan salah satu hasil dari kebijakan pemerintah terhadap industri pengolahan di pedesaan baik dalam skala usaha kecil maupun skala usaha besar yang memang memiliki andil dalam perubahan desa. Perubahan desa ini merupakan dampak dari hadirnya agroindustri baik dampak positif maupun dampak negatif, baik pada aspek ekonomi, maupun pada aspek sosio-ekologi sekitar kawasan yang dijadikan sasaran dalam kegiatan agroindustri.

Agroindustri skala kecil yang masih menggunakan teknologi sederhana bukan berarti tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap aspek sosio-ekonomi dan aspek sosio-ekologi. Agroindustri dengan skala kecil justru membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak karena teknologinya masih sederhana. Teknologi yang masih sederhana juga mengakibatkan pengelolaan limbah hasil dari kegiatan agroindustri belum secara maksimal diatasi. Bila dibandingkan dengan agroindustri skala besar, agroindustri skala kecil biasanya memiliki tenaga kerja yang berpendidikan dan keterampilan rendah. Sehingga pengetahuan terhadap pengelolaan limbah hasil buangan dari kegiatan pun minim.

2.1.7.1 Dampak Sosial

Kegiatan pembangunan yang dilakukan pemerintah sebagai dasar kebijakan dalam mengangkat perekonomian masyarakat lokal membawa dampak pada aspek sosial masyarakat. Salah satu penelitian studi mengenai pembangunan industri manufaktur yang dilakukan oleh Suhandi et.al (1989-1990) mengungkapkan adanya perubahan cara berpikir sosial masyarakat lokal akibat kehadiran industri yaitu sebelum masuknya industri anak perempuan dianggap tidak perlu bersekolah tinggi-tinggi, karena nantinya hanya mengurus urusan rumah saja. Namun setelah masuk dan berkembangnya industri, pola pemikiran mengenai anak perempuan berubah. Para orang tua menyekolahkan anak perempuannya mencapai tingkat pendidikan tertentu. Hal ini dikarenakan adanya prasyarat minimal pendidikan tertentu untuk bekerja di pabrik. Adanya industri manufaktur juga mengubah status kepemilikan lahan. lahan-lahan yang berada di desa dibeli oleh pihak industri dan dijadikan sebagai lahan untuk kepentingan industri.

(9)

Pemilik lahan memilih menjual lahannya pada pihak industri sehingga warga bekerja sebagai petani harus kehilangan pekerjaannnya.

Penelitian studi agroindustri lain yang dilakukan oleh Sunarjan (1991) yaitu industri rokok kretek di Desa Lor Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah menyatakan, pada aspek sosial terjadi perubahan dalam hal kepemilikan dan pemanfaatan tanah. Awalnya, tanah di Desa Lor sebagai lahan pertanian sawah, namun masuknya industri membuat perubahan dalam hal pemanfaatan tanah. Tanah yang digunakan untuk pertanian kini dijual untuk dijadikan perumahan dan kepentingan industri rokok kretek. Terdapat juga perubahan dalam sifat gotong royong yang dimiliki oleh masyarakat di Desa Lor. Masyarakat tadinya memiliki sifat gotong royong yang tinggi, namun setelah industri rokok kretek masuk ke Desa Lor terdapat penurunan pada sifat gotong royong. Perubahan sifat gotong royong ini berkaitan dengan perubahan mata pencaharian masyarakat. Awalnya masyarakat bekerja di sawah saling bergotong royong tetapi kini masyarakat bekerja sebagai buruh di industri rokok kretek.

2.1.7.2 Dampak Ekonomi

Agroindustri merupakan industri pedesaan yang didirikan untuk mendekatkan antara sektor indusri dan sektor pertanian. Kegiatan agroindustri merupakan salah satu kegiatan sekunder yang dilakukan guna mengatasi ekonomi golongan petani di pedesaan. Kegiatan primer pertanian belum cukup mengatasi perekonomian petani. Golongan petani gurem, buruh tani, dan tenaga kerja umumnya di pedesaan sangat menggantungkan ekonominya pada kegiatan sekunder pertanian (Shaw dan Edgar 1977 sebagaimana dikutip Rahardjo 1984).

Studi penelitian yang dilakukan oleh Sundari (2000) menyatakan, adanya keterkaitan terhadap pengembangan agroindustri gula tebu di Jawa Timur. Keterkaitan agroindustri tebu ini baik secara langsung maupun tidak langsung berdampak terhadap tingkat pendapatan petani tebu dan positif terhadap perkembangan perekonomian wilayah Jawa Timur. Hal ini dikarenakan tebu merupakan bahan baku dalam membuat gula, sedangkan gula sangat dibutuhkan dalam kegiatan industri makanan dan minuman. Pernyataan mengenai adanya dampak agroindustri terhadap aspek ekonomi juga diungkapkan dalam penelitian

(10)

agroindustri yang dilakukan oleh Sembiring (1995) bahwa, agroindustri di Sumatera Utara melakukan ekspor industri kayu lapis. Adanya penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara sebesar 2,8 persen penyerapan tenaga kerja sektor agroindustri dari jumlah tenaga kerja 105.929 di sektor industri Sumatera Utara.

2.1.7.3 Dampak Sosio-Ekologi

Dampak sosio-ekologi adalah perubahan lingkungan hidup yang terkait dengan kehidupan masyarakat dan hubungan-hubungan sosial yang dijalani oleh warga masyarakat dalam suatu kawasan. Jika ditelusuri lebih lanjut, terdapat hubungan sirkuler antara manusia dan lingkungan hidupnya. Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya sangatlah kompleks. Manusia melakukan kegiatan yang pada dasarnya mempengaruhi lingkungan hidupnya, begitupun sebaliknya (Soemarwoto 2004). Perubahan lingkungan hidup dapat menimbulkan dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Seperti pada perluasan daerah pertanian dan modernisasi industri dan pertanian membawa serta akibat yang nanti tidak diharapkan seperti kerusakan lingkungan hidup. Sampah/limbah menjadi masalah yang harus diperhatikan dalam lingkungan. Sampah/limbah industri, terlebih-lebih sampah kimia menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan baik lingkungan air, udara dan daratan (Suyitno dan Daldjoeni 1982).

Salah satu dampak dari kegiatan agroindustri tidak mungkin terlepas dari adanya limbah buangan hasil proses kegiatan selama kegiatan agroindustri berlangsung. Pembuangan limbah ini berkaitan dengan pengaruhnya terhadap lingkungan kawasan agroindustri. Beberapa studi mengenai agroindustri memang lebih cenderung meneliti mengenai perubahan agroindustri terhadap aspek sosial, aspek ekonomi dan meneliti mengenai strategi pengembangan agroindustri. Kajian agroindustri masih sedikit yang meneliti mengenai masalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan agroindustri.

Penelitian mengenai studi agroindustri yang dilakukan oleh Suhada (2005), mengenai strategi pengembangan agroindustri penyamakan kulit di wilayah Sukaregang Kabupaten Garut Jawa Barat mengungkapkan terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengembangan agroindustri kulit di

(11)

Sukaregang yakni adalah teknologi, sumberdaya manusia, dan modal. Menurutnya industri penyamakan kulit memerlukan teknologi yang tinggi karena dalam proses penyamakannnya menggunkaan bahan-bahan kimia sehingga mesin yang dimiliki pun diimpor dari Eropa. Berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan oleh Syaf (2005), meskipun berada pada wilayah penelitian yang sama, justru Syaf meneliti mengenai karakteristik industri pengolahan kulit dan dampak limbah terhadap lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Syaf pada penelitiannya yaitu mengumpulkan pendapat masyarakat mengenai dampak sosio-ekonomi serta dampak limbah dari kegiatan agroindustri. Hasil penelitian Syaf yang ditemukan yaitu terdapat perbedaan antara pendapat masyarakat hulu dan hilir mengenai dampak limbah di kawasannya. Masyarakat hilir merasakan dampak limbah agroindustri kulit terhadap lingkungannya yakni, air sungai menjadi berbau dan jika melewati daerah perairan di dekat kawasan industri maka akan tercium bau yang tidak sedap.

Penelitian Rachmat (1993) menganalisis mengenai adanya pencemaran air sungai akibat limbah industri kulit di Sukaregang. Pencemaran air sungai yang menjadi sumber irigasi bagi sawah berdampak pada pertumbuhan padi serta hasil panen. Maka dapat disimpulkan, pencemaran akibat limbah industri bukan hanya berdampak bagi masyarakat sekitar tetapi juga pada ekosistem yang berada disekitarnya.

Pencemaran lingkungan bukan hanya disebabkan oleh pembangunan sektoral saja, tetapi pembangunan industri pedesaan seperti agroindustri juga memiliki peran didalamnya. Kegiatan pembangunan seharusnya memikirkan bagaimana mencegah penurunan mutu lingkungan akibat pencemaran. Dalam menghindari pencemaran dapat dilakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Proyek-proyek pembangunan yang memerlukan AMDAL adalah prasarana seperti jalan raya, pelabuhan, lapangan terbang; industri dan industrial estate; pembangkit tenaga, energi dan distribusinya; pertambangan; perubahan bentuk lahan seperti penebangan hutan; penggunaan bahan kimia (Salim 1986). Berdasarkan penelitian Wahyono (2009), mengenai pengelolaan lingkungan pasca AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) pada industri kimia di Kabupaten Bogor berpendapat bahwa

(12)

permasalahan lingkungan di Kabupaten Bogor sangat terkait dengan keberadaan industri-industri disana. Terdapat isu utama lingkungan hidup di Kabupaten Bogor diantaranya rendahnya mutu air sungai, penurunan air bawah tanah dan zona rawan air bawah tanah, tingginya angka penyakit diare dan kasus pencemaran air limbah dan tanah. Menurutnya penting bagi karyawan suatu industri untuk memiliki pengetahuan mengenai pencemaran lingkungan dan perusahaan yang memiliki sertifikat sebaiknya memiliki personil yang bertanggung jawab terhadap masalah lingkungan.

2.2 Kedelai dan Pengolahan Tahu

Salah satu tanaman pangan yang dibutuhkan oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah kedelai (Glysine max (L) Merril). Kedelai adalah tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Di Indonesia kedelai dibudidayakan sejak abad 17 sebagai tanaman yang bijinya dapat dimakan dan daunnya dijadikan pupuk hijau. Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari dua spesies: Glycine max yang disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau, dan Glycine soja atau kedelai hitam yang memiliki biji hitam.

Glycine max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC dan Jepang Selatan, sementara Glycine soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara. Kedelai dikenal dengan berbagai nama daerah, seperti: Kacang bulu (Minangkabau), Retah mejong (Lampung), Kedele (Melayu), Kedele (Sunda), Kedele (Jawa Tenggah), Khadele (Madura), Kadele (Bali), Lebui bawad (Sasak), Kadalle (Sulawesi Selatan). Adanya berbagai nama daerah ini menunjukkan bahwa kedelai telah lama dikenal di Indonesia. Tanaman ini telah menyebar ke Jepang, Korea, Asia Tenggara, dan Indonesia. Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada umumnya merupakan proses yang sederhana dan peralatan yang digunakan cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumahtangga, kecuali mesin pengupas, penggiling, dan cetakan.

Tahu merupakan salah satu jenis lauk pauk yang banyak diminati dan digemari masyarakat Indonesia, karena harganya murah, mudah didapat dan bergizi tinggi. Istilah tahu berasal dari Cina, Tao-hu atau teu-hu. Teu artinya

(13)

kedelai dan hu artinya lumat jadi bubur. Jadi, secara harfiah tahu berarti makanan dengan bahan baku kedelai yang dilumatkan menjadi bubur. Pengolahan kedelai menjadi tahu melewati beberapa tahapan. Tahapan-tahapan pembuatan tahu harus dilakukan secara bertahap guna menghasilkan tahu yang berkualitas. Pada Gambar 1 disajikan alur tahapan-tahapan dalam pembuatan tahu.

Keterangan:

Gambar 1. Diagram Alur Pembuatan Tahu

Sumber: Muslimin dan Ansar (2010)

KEDELAI Dicuci Direndam Ditiriskan Ditumbuk Dimasak hingga Mengental Disaring

Diendapkan dengan batu tahu dan asam cuka

Dicetak Tahu Ampas tahu Limbah cair Limbah cair

Merupakan hubungan Menghasilkan

(14)

Gambar 1 menjelaskan bagaimana alur pembuatan tahu. Alur pembuatan tahu dimulai dengan mempersiapkan bahan baku utamanya yaitu kedelai. Kedelai untuk membuat tahu harus dicuci terlebih dulu. Pencucian pada kedelai ini berguna untuk melepaskan batang, kulit, daun dan kotoran yang menempel pada kedelai. Kedelai yang telah dicuci bersih kemudian direndam dan ditiriskan lalu ditumbuk menggunakan air hangat. Kedelai yang telah ditumbuk lalu dimasak kembali hingga menjadi bubur kedelai. Jika kedelai dirasa telah mengental, maka bubur kedelai disaring. Hasil saringan kemudian diendapkan menggunakan batu tahu dan asam cuka. Pemberian batu tahu dan asam cuka berguna untuk menggumpalkan adonan bubur kedelai menjadi satu. Setelah bubur kedelai dirasakan telah menyatu maka selanjutkan bubur kedelai dapat dicetak ke dalam cetakan menjadi tahu (Muslimin dan Ansar 2010).

2.3 Kerangka Konseptual

Agroindustri merupakan sebuah harapan untuk menyeimbangkan sektor industrialisasi dengan pembangunan pertanian. Agroindustri yang berada dalam masyarakat selama ini memberikan dampak secara sosio-ekonomi maupun secara sosio-ekologi. Seperti pada beberapa studi yang telah ada mengenai agroindustri, agroindustri merupakan salah satu bentuk dalam penciptaan lapangan pekerjaan. Agroindustri merupakan bagian dari peningkatan nilai produk-produk pertanian. Kegiatan agroindustri tidak lepas dari adanya hasil buangan (limbah), baik agroindustri skala usaha kecil maupun skala usaha besar sama-sama memberikan sumbangan hasil buangan berupa limbah terhadap lingkungan. Agroindustri dapat dikatakan berdampak terhadap sosio-ekonomi dan sosio-ekologi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Pada Gambar 2 disajikan kerangka konseptual penelitian ini.

Gambar 2. Kerangka Konseptual

Agroindustri Sosio-ekologi Pencemaran Konflik Kenyamanan hidup Kesehatan Sosio-Ekonomi Kesempatan bekerja Kerjasama Sumber pendapatan

(15)

Penjelasan Gambar 2 agroindustri merupakan industri yang mengolah hasil-hasil pertanian, baik skala usaha besar maupun skala usaha kecil. Kedua skala usaha agroindustri tersebut berdampak terhadap aspek ekonomi dan sosio-ekologi masyarakat. Pada aspek sosio-ekonomi dapat dilihat perubahannya terhadap masyarakat lokal sekitar kegiatan agroindustri. Aspek sosio-ekonomi dilihat pada persaingan, kerjasama, kesempatan bekerja dan sumber pendapatan masyarakat yang menjadi sasaran agroindustri. Kegiatan agroindustri baik skala usaha besar maupun skala usaha kecil menghasilkan limbah yang berdampak pada pencemaran lingkungan masyarakat di lokal. Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan agroindustri ini berdampak pada sosio-ekologi, mengubah kenyamanan hidup dan berpengaruh pada kesehatan masyarakat di sekitarnya. Perubahan kenyamanan hidup yang dirasakan ini akan menimbulkan terjadinya konflik ekologi.

2.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan studi literatur yang telah ada mengenai dampak sosio-ekonomi dan sosio-ekologi dari kegiatan agroindustri, maka penelitian ini ingin melihat apa dan bagaimana opini masyarakat lokal terhadap dampak ekonomi dan sosio-ekologi kehadiran industri pengolahan tahu sebagai salah satu bentuk agroindustri. Penelitian ini mengambil kasus industri pengolahan tahu di Kampung Cikaret sebagai lokasi penelitian. Industri pengolahan tahu merupakan industri yang mengolah kedelai sebagai hasil pertanian menjadi panganan yang disebut tahu. Industri pengolahan tahu di Kampung Cikaret merupakan salah satu kegiatan agroindustri dengan skala usaha kecil.

Kehadiran industri pengolahan tahu skala usaha yang kecil ini berdampak pada aspek sosio-ekonomi dan sosio-ekologi masyarakat lokal. Dampak yang ditimbulkan ini berupa dampak positif maupun dampak negatif. Kehadiran industri pengolahan tahu yang menimbulkan dampak di Kampung Cikaret, menghasilkan berbagai opini dari masyarakat sekitarnya. Opini masyarakat lokal terhadap kehadiran industri pengolahan tahu di Kampung Cikaret berupa opini pada dampak ekonomi, dampak sosial maupun dampak sosio-ekologis yang ditimbulkan. Pada Gambar 3 disajikan kerangka pemikiran pada penelitian ini.

(16)

Keterangan: Respon yang diukur

Menyebabkan

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Pengolahan Tahu

Respon Ekonomi (dirasakan oleh masyarakat

lokal)

1. Tingkat Pendapatan Masyarakat Lokal 2. Tingkat Kesempatan

Kerja Masyarakat Lokal pada Industri Pengolahan Tahu

Respon Sosial

(dirasakan masyarakat lokal)

1. Tingkat Persaingan Bekerja antara Pendatang dan Masyarakat Lokal

2. Tingkat Persaingan Bekerja antara Masyarakat Lokal dan Masyarakat Lokal

3. Tingkat Hubungan Sosial antara Pendatang dan Masyarakat Lokal

4. Tingkat Hubungan Sosial antara Masyarakat Lokal dan Masyarakat Lokal

Respon Sosio-Ekologi (dirasakan masyarakat lokal)

Tingkat Pencemaran

Tingkat Kenyamanan Hidup Tingkat Konflik

Tingkat Kesehatan (digali secara kualitatif)

Limbah Cair Jumlah Pendatang

(Pencari Kerja)

(17)

Pada Gambar 3 menjelaskan mengenai kerangka pemikiran dalam penelitian ini. Adanya industri pengolahan tahu menyebabkan pendatang yang mencari kerja dan menyebabkan adanya limbah cair pada kegiatan pengolahan tahu. Sejumlah pendatang yang mencari pekerjaan berdampak pada ekonomi, sosial masyarakat lokal, sedangkan limbah cair yang dihasilkan berdampak pada kondisi ekologis lingkungan masyarakat lokal. Dampak yang ditimbulkan oleh kehadiran industri tahu menimbulkan berbagai respon dari masyarakat lokal. Respon tersebut berbeda-beda menurut lapisan pendapatan rumahtangga masyarakat lokal. Pada aspek ekonomi akibat adanya industri pengolahan tahu menimbulkan respon masyarakat lokal terhadap tingkat kesempatan kerja yang diberikan industri pengolahan tahu terhadap masyarakat lokal.

Dampak sosial akibat adanya industri pengolahan tahu menimbulkan respon masyarakat lokal terhadap tingkat persaingan bekerja antara pendatang yang mencari pekerjaan di industri pengolahan tahu dengan masyarakat lokal yang berada di industri pengolahan tahu. Respon mengenai tingkat persaingan juga dapat dilihat pada tingkat persaingan antara masyarakat lokal dan masyarakat lokal yang mencari pekerjaan di industri pengolahan tahu. Respon masyarakat mengenai hubungan sosialnya dengan pendatang dan hubungan sosialnya dengan masyarakat lokal baik sebelum hadirnya industri pengolahan tahu maupun sesudah hadirnya industri pengolahan tahu. Pada aspek sosio-ekologi akibat adanya industri pengolahan tahu yang menghasilkan limbah cair menimbulkan berbagai respon pada masyarakat lokal. Respon masyarakat mengenai tingkat pencemaran, tingkat kesehatan rumahtangga, tingkat kenyamanan hidup di sekitar lingkungan tempat tinggalnya dan tingkat konflik berbeda-beda setiap lapisan struktur pendapatan rumahtangga.

2.5 Hipotesis Penelitian

1. Diduga respon tentang sosio-ekonomi terhadap masyarakat lokal atas hadirnya industri pengolahan tahu, menurut lapisan atau tingkat pendapatan rumahtangga responden, berbeda-beda.

(18)

2. Diduga respon masyarakat lokal atas gangguan sosio-ekologi akibat hadirnya industri pengolahan tahu, menurut lapisan atau tingkat pendapatan rumahtangga responden, berbeda-beda.

3. Diduga gangguan ekologis yang muncul akibat hadirnya industri pengolahan tahu menyebabkan interaksi sosial yang disasosiatif (konflik).

2.6 Definisi Konseptual

1. Industri pedesaan adalah industri menunjang kegiatan pertanian serta memproduksi barang-barang konsumsi yang dibutuhkan rakyat banyak, baik dalam bentuk industri dengan unit-unit kecil maupun dalam bentuk besar seperti pabrik.

2. Industri pengolahan tahu adalah industri pengolahan hasil pertanian berupa kedelai yang diolah menjadi bentuk panganan yang dinamakan tahu. 3. Dampak sosio-ekonomi adalah hasil dari suatu gejala atau kegiatan

terhadap sosial ekonomi.

4. Dampak sosial-ekologi adalah dampak yang dihasilkan dari kegiatan manusia terhadap alam.

5. Persaingan adalah suatu proses sosial dimana dua orang atau lebih berjuang dengan cara bersaing satu sama lain untuk memiliki atau memperoleh sesuatu.

6. Hubungan sosial adalah komunikasi yang terjalin antar dua individu atau lebih.

7. Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima selama satu tahun dan telah dikurangi dengan biaya-biaya lainnya sebagai imbalan dari pekerjaan. 8. Kesehatan adalah tidak adanya gangguan pada organ tubuh baik secara

fisik maupun mental.

9. Pencemaran adalah perubahan kondisi akibat suatu kegiatan yang berdampak buruk terhadap unsur-unsur seperti air, udara, tanah.

10. Kenyamanan hidup adalah kesempatan seseorang untuk mendapatkan lingkungan yang bersih.

11. Konflik adalah pertentangan yang melibatkan dua pihak karena berbeda pandangan, berbeda tujuan.

(19)

2.7 Definisi Operasional

1. Tingkat persaingan kerja adalah suatu proses sosial dimana dua orang atau lebih berjuang dengan cara bersaing satu sama lain untuk memiliki atau memperoleh pekerjaan. Tingkat persaingan kerja diukur dari ada atau tidaknya kesempatan kerja bagi masyarakat lokal untuk bekerja pada industri pengolahan tahu di wilayahnya.

a) Tidak ada kesempatan kerja bagi masyarakat lokal untuk bekerja di industri pengolahan tahu = skor 0

b) Ada kesempatan kerja bagi masyarakat lokal untuk bekerja di industri pengolahan tahu = skor 1

2. Tingkat hubungan sosial adalah komunikasi yang terjalin antar dua individu atau lebih. Tingkat hubungan sosial diukur dari aktif atau tidaknya responden mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara bersama. Baik kegiatan antara sesama warga ataupun antara warga dan pendatang.

a) Tidak aktif mengikuti kegiatan-kegiatan = skor 0 b) Aktif mengikuti kegiatan-kegiatan = skor 1

3. Tingkat pendapatan adalah jumlah uang yang diterima selama satu tahun dan telah dikurangi dengan biaya-biaya lainnya sebagai imbalan dari pekerjaan. Ukuran tingkat pendapatan ditentukan berdasarkan jumlah rata-rata pendapatan rumahtangga masyarakat lokal. Tingkat pendapatan dihitung menggunakan sebaran normal dengan rumus:

a) Lapisan rendah = -½ standar deviasi

b) Lapisan menengah = - ½ standar deviasi ≤ x ≤ + ½ standar deviasi

c) Lapisan atas = +½ standar deviasi

4. Tingkat pencemaran lingkungan hidup adalah perubahan kondisi akibat suatu kegiatan yang berdampak buruk terhadap unsur-unsur seperti air, udara, tanah. Tingkat pencemaran diukur dari kategori respon responden terhadap kondisi kualitas sumber air (sungai) di wilayahnya:

a) Sangat tercemar = skor 2 b) Sedikit tercemar = skor 1

(20)

c) Tidak ada pencemaran = skor 0

5. Tingkat kenyamanan hidup adalah kesempatan seseorang untuk mendapatkan lingkungan yang bersih. Tingkat kenyamanan hidup diukur dari respon masyarakat terhadap lingkungan tempat tinggalnya sebelum dan sesudah adanya industri pengolahan tahu.

a) Lingkungan tempat tinggal tidak bersih = skor 0 b) Lingkungan tempat tinggal bersih = skor 1

6. Konflik adalah pertentangan yang melibatkan dua pihak karena berbeda pandangan, berbeda tujuan. Tingkat konflik pencemaran diukur dari respon masyarakat mengenai tindakan atau sikap terhadap pencemaran yang terjadi.

a) Baku Hantam = skor 4 b) Teguran = skor 3

c) Pembicaraan ringan = skor 2 d) Desas-desus = skor 1

Gambar

Gambar 1. Diagram Alur Pembuatan Tahu
Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

maka demikian penyelesaian studi kasus ini menggunakan metode ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS dengan menunjukan 3 kriteria (IPA, IPS, BAHASA), membuat nilai bobot,

Berdasarkan tabel 4.4, diperoleh nilai statistik deskriptif aktivitas belajar kelas kontrol yaitu range sebesar 8, kelas interval sebanyak 6, panjang kelas interval

Perusahaan penerima potongan harga pembelian mesin dan/atau peralatan dari Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah, Kementerian Perindustrian yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan dan potensi biomassa dan karbon yang tersimpan pada tegakan hutan tanaman jenis mangium, serta potensinya dalam

Produktivitas destilasi air energi surya bergantung pada banyak parameter seperti kondisi cuaca, sifat termal material alat, posisi alat, kemiringan kaca, kebocoran uap dan

judul ataupun permasalahan dengan judul dan permasalahan yang penulis angkat yaitu tentang “PELAKSANAAN SISTEM JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA/BURUH SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG

Hasil dari analisis ini adalah data prediksi deformasi yang terjadi pada campuran tanah dengan sampah plastik PET kadar 0.35%, yang ditunjukkan pada Tabel 2. Hasil

– Zat atau obat yg berasal dari tanaman a bukan tanaman, sintetis a semi sintetis yg dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi