BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan
dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu tercantum dalam
Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 25 Ayat (1) Deklarasi menyatakan, setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya
termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur,
menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.
Berdasarkan Deklarasi tersebut, pasca Perang Dunia II beberapa negara
mengambil inisiatif untuk mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage). Dalam sidang ke 58 tahun 2005 di Jenewa, World Health Assembly (selanjutnya disebut WHA)
menggaris bawahi perlunya pengembangan sistem pembiayaan kesehatan yang menjamin tersedianya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan
memberikan perlindungan kepada mereka terhadap risiko keuangan. WHA ke-58 mengeluarkan resolusi yang menyatakan, pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan melalui Universal Health Coverage diselenggarakan melalui
Heath Organization (WHO) agar mendorong negara-negara anggota untuk mengevaluasi dampak perubahan sistem pembiayaan kesehatan terhadap
pelayanan kesehatan ketika mereka bergerak menuju Universal Health Coverage.
Sebagai salah satu negara ASEAN, Indonesia didorong untuk segera
memiliki sistem jaringan pengaman sosial di Asia Tenggara yang tetap berkelanjutan dan pada saat ini Indonesia sedang menyongsong penerapan sistem jaminan sosial nasional universal pada tahun 2015.1
Jaminan sosial merupakan hak asasi setiap warga negara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi “Tiap-taip warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” dan Pasal 28H ayat 3 yaitu “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat. Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang, seperti terbaca pada Perubahan UUD 1945 tahun 2002, Pasal 34 ayat
2, yaitu “Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.2
Tujuan sebuah negara adalah memberikan kesejahteraan kepada seluruh rakyatnya. Siapapun dan apapun statusnya, berhak mendapatkan kesejahteraan
dalam hidupnya. Jadi keberadaan institusi bernama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (selanjutnya disebut BPJS) adalah salah satu cara untuk dapat memenuhi
1
Mustakim Muhammad, “BPJS”,
Januari 2015
2
kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Tujuan
Sistem Jaminan Sosial Nasional memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Dalam
hal ini BPJS mendistribusikan kesejahteraan sekaligus perlindungan bagi seluruh rakyat Indonesia.3
Risiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh program jaminan sosial
terbatas saat terjadi peristiwa kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, cacat, hari tua, dan meninggal dunia, yang mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya
penghasilan tenaga kerja dan atau membutuhkan perawatan medis.
Program Jaminan Sosial merupakan program perlindungan yang bersifat
dasar bagi tenaga kerja yang bertujuan untuk menjamin adanya keamanan dan kepastian terhadap risiko-risiko sosial ekonomi, dan merupakan sarana penjamin arus penerimaan penghasilan bagi tenaga kerja dan keluarganya akibat dari
terjadinya risiko-risiko sosial dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.
4
Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan
BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (selanjutnya disebut JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari 2014. Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam
3
Mustakim Muhammad, Op.cit. 4
Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (selanjutnya disebut PBI);
Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional).5
Undang-Undang BPJS memberi arti kata ‘transformasi’ sebagai perubahan bentuk BUMN Persero yang menyelenggarakan program jaminan sosial, menjadi
BPJS. Perubahan bentuk bermakna perubahan karakteristik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai penyesuaian atas perubahan filosofi penyelenggaraan
program jaminan sosial. Perubahan karakteristik berarti perubahan bentuk badan hukum yang mencakup pendirian, ruang lingkup kerja dan kewenangan badan yang selanjutnya diikuti dengan perubahan struktur organisasi, prosedur kerja dan
budaya organisasi.6
B. Perumusan Masalah
Maka penulisan skripsi ini akan membahasnya dengan judul :
“ Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Bagi Pekerja/Buruh Setelah
Berlakunya Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)”.
Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) perlu dan menarik untuk diteliti. Oleh karena itu dapatlah dirumuskan permasalahan dalam penulisan adalah sebagai berikut:
5
Ridwan Max Sijabat, "Askes, Jamsostek asked to prepare transformation". The Jakarta Post, diakses 5 Januari 2015
6 Bill Nadzibillah,”Jaminan Kesehatan Nasional”, 30 November 2014,
a. Bagaimana Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mengatur tentang sistem jaminan
sosial bagi pekerja/buruh?
b. Bagaimana sistem jaminan sosial bagi pekerja/buruh setelah berlakunya
Peraturan tentang BPJS Kesehatan?
c. Bagaimana sistem jaminan sosial bagi pekerja/buruh setelah berlakunya Peraturan tentang BPJS Ketenagakerjaan?
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan masalah yang dibahas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan sistem jaminan sosial bagi pekerja/buruh
setelah berlakunya Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
2. Untuk mengetahui sistem jaminan sosial setelah berlakunya Peraturan tentang BPJS Kesehatan.
3. Untuk mengetahui sistem jaminan setelah berlakunya Peraturan tentang
BPJS Ketenagakerjaan.
D. Manfaat Penulisan
1. Secara teoritis, penulisan karya ilmiah ini dapat dijadikan bahan kajian ataupun masukan terhadap pelaksanaan sistem jaminan sosial bagi
pekerja/buruh setelah berlakunya Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
2. Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pembuat undang-undang dan pejabat yang berwenang dalam membuat isi perjanjian ataupun sumbangan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan, memberi manfaat bagi dunia perguruan tinggi dan masyarakat pada umumnya. Selain itu diharapkan agar tulisan ini dapat
digunakan sebagai bahan referensi bagi perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
E. Tinjauan Pustaka
1. Jaminan Sosial
Kata “Jaminan sosial” berasal dari kata social dan security.
Security diambil dari Bahasa Latin “se-curus” yang bermakna “se”
(pembebasan atau liberation) dan “curus” yang berarti (kesulitan atau
uneasiness). Sementara itu, kata “social” menunjuk pada istilah masyarakat atau orang banyak (society). Dengan demikian, jaminan sosial
secara harfiah adalah “pembebasan kesulitan masyarakat” atau “suatu upaya untuk membebaskan masyarakat dari kesulitan”.7
7
Edi Suharto, Konsepsi Dan Strategi Jaminan Sosial,
Jaminan sosial mempunyai beberapa pengertian menurut para ahli dan ketentuan yang ada, yaitu:
a. Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menyebutkan jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.8
b. Menurut Kamus Populer Pekerja Sosial, jaminan sosial adalah suatu
program perlindungan yang diberikan oleh negara, masyarakat dan organisasi sosial kepada seseorang/individu yang menghadapi kesukaran-kesukaran dalam kehidupan dan penghidupannya, seperti
penderita penyakit kronis, kecelakaan kerja dan sebagainya.9
c. Menurut Imam Soepomo, jaminan sosial adalah pembayaran yang
diterima oleh pihak buruh diluar kesalahanya tidak melakukan pekerjaan, jadi menjamin kepastian pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan diluar
kehendaknya.10
d. Menurut Kenneth Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jenderal International Security Association (ISSA), dalam kuliahnya
pada Regional Trainning ISSA, seminar tanggal 16 dan 17 Juni 1980 di Jakarta, mengemukakan perumusan jaminan sosial sebagai berikut :
8
Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), pasal 1 ayat (2)
9
Ridwan Marpaung, Kamus Populer Pekerja Sosial, 1988, Hal. 36
“Jaminan Sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk risiko-risiko atau
peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat
mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta
jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak”.11 2. Hak Asasi Manusia dan Jaminan Sosial
Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Pasal.9) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang Undang No. 11 Tahun 2005, menyatakan bahwa ‘Negara-negara pihak dari
Kovenan ini mengakui hak semua orang atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial.’ Hak atas jaminan sosial penting untuk menjamin martabat
kemanusiaan bagi semua orang, ketika mereka dihadapkan pada keadaan-keadaan yang melemahkan kapasitasnya untuk mewujudkan sepenuhnya hak-hak yang dinyatakan dalam Kovenan.
Hak atas jaminan sosial melindungi hak untuk mengakses dan memperoleh tunjangan, baik dalam bentuk uang tunai maupun bukan
tunai, tanpa diskriminasi, untuk memastikan adanya perlindungan, antara lain, dari keadaan-keadaan:
11
a. tidak adanya pendapatan yang diperoleh dari bekerja, karena keadaan sakit, melahirkan, kecelakaan kerja, kehilangan pekerjaan, lanjut usia,
kematian anggota keluarga;
b. akses kepada perawatan tidak terjangkau;
c. tidak cukup mampu untuk menyokong keluarga, terutama anak dan orang dewasa yang bergantung.
Unsur yang terpenting dari hak atas memperoleh jaminan sosial
adalah:
a) Ketersediaan
Hak atas jaminan sosial mensyaratkan, agar dapat dijalankan, tersedianya sebuah sistem, baik dengan satu skema tunggal atau paduan dari beberapa, yang bekerja baik untuk menjamin tersedianya manfaat
perlindungan dari risiko-risiko sosial dan keadaan tak terduga yang relevan. Sistem harus ditegakkan di bawah undang-undang, dan
kewenangan publik harus mengambil tanggungjawab agar tata kelola atau pengawasan terhadap sistem tersebut efektif. Skema tersebut harus dijaga keberlangsungannya, termasuk skema yang berkaitan dengan
penyediaan jaminan pensiun, untuk menjamin agar hak ini dapat dinikmati generasi sekarang dan yang mendatang.
b)Risiko-risiko sosial dan keadaan-keadaan yang tidak terduga Suatu sistem jaminan sosial harus menyediakan perlindungan untuk sembilan cabang utama dari jaminan sosial : perawatan kesehatan,
keluarga dan anak, melahirkan, penyandang disabilitas, keluarga yang ditinggalkan
c) Kecukupan
Tunjangan, baik berbentuk tunai maupun bukan, harus dalam besaran
dan jangka waktu yang cukup, agar semua orang dapat mewujudkan hak atas perlindungan dan bantuan bagi keluarga, hak atas standar penghidupan yang memadai dan akses kepada perawatan kesehatan
yang memadai, sebagaimana dimuat dalam pasal 10, 11 dan 12 dari Kovenan.
d)Aksesibilitas
Semua orang harus dilindungi oleh sistem jaminan sosial, khususnya individu dari kelompok yang paling tidak diuntungkan dan
terpinggirkan, tanpa diskriminasi. Kondisi yang dipersyaratkan untuk mendapatkan manfaat/tunjangan harus beralasan, pada tempatnya, dan
transparan. Pembatalan, pengurangan atau penundaan pemberian manfaat harus sesuai aturan, didasarkan alasan yang dapat diterima, dapat diperiksa, dan tercantum dalam undang-undang. Apabila suatu
skema jaminan sosial menyaratkan adanya iuran, maka hal tersebut tersebut harus dinyatakan di muka. Biaya langsung dan tidak langsung
sosial harus dapat berpartisipasi dalam penatalaksanaan sistem jaminan sosial.
Manfaat jaminan sosial harus diberikan tepat pada waktunya dan penerima manfaatnya harus memiliki akses fisik pada layanan jaminan
sosial untuk dapat mengakses manfaat dan informasi, dan membayarkan iuran dimana perlu. Perhatian khususnya harus diberikan kepada penyandang cacat, migran, dan orang-orang yang tinggal di tempat jauh
terpencil atau kawasan rawan bencana, dan daerah konflik bersenjata, agar mereka memiliki akses terhadap layanan ini. Hak atas jaminan sosial
memainkan peranan yang penting dalam mendukung perwujudan dari banyak hak-hak lain dalam Kovenan, namun juga perlu langkah-langkah lain untuk melengkapi hak atas jaminan sosial. Negara-negara pihak,
misalnya, harus menyediakan layanan rehabilitasi sosial bagi korban kecelakaan dan penyandang disabilitas.12
3. Hak Pekerja dan Jaminan Sosial
Sebelum BPJS yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 berdiri, telah menjalankan beberapa program jaminan
sosial, yaitu Jaminan Sosial Tenaga Kerja (selanjutnya disebut JAMSOSTEK) berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992
tentang JAMSOSTEK yang mencakup program jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian bagi tenaga kerja.
12
Louvikar Alfan Cahasta, Hak Asasi Manusia dan Jaminan Sosial,
Dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil (selanjutnya disebut PNS) telah dikembangkan program Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai
Negeri (selanjutnya disebut TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981, dan program Asuransi Kesehatan
(selanjutnya disebut ASKES) yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 yang bersifat wajib bagi PNS/Penerima Pensiun/Perintis Kemerdekaan/Veteran dan anggota keluarganya. Untuk
Prajurit Tentara Nasional Indonesia (selanjutnya disebut TNI), anggota Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan PNS Kementerian
Pertahanan/TNI/Polri beserta keluarganya telah dilaksanakan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Indonesia (selanjutnya disebut ASABRI) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991
yang merupakan perubahan atas Peraturan pemerintah Nomor 44 Tahun 1971.
Berbagai program tersebut baru mencakup sebagian kecil
masyarakat. Sebagian besar rakyat belum memperoleh perlindungan yang memadai. Di samping itu, pelaksanaan berbagai program jaminan sosial tersebut mampu memberikan perlindungan yang adil dan memadai kepada
para peserta sesuai dengan manfaat program yang menjadi hak peserta. Sehubungan dengan hal di atas, dipandang perlu menyusun Sistem
yang lebih besar bagi setiap peserta. Oleh karena itu, untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional maka dibentuklah BPJS yaitu BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Kepesertaan dalam program jaminan sosial nasional BPJS bidang kesehatan adalah kepesertaan dari PT Askes (Persero) yang selama ini
mengelola pemeliharaan kesehatan bagi para PNS/Penerima Pensiun/Perintis Kemerdekaan/Veteran dan anggota keluarganya. Namun
sejak 1 januari 2014 lalu, setelah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan lembaga tersebut harus mengelola sekitar 116 juta penduduk Indonesia mulai dari PNS, TNI/Polri, pekerja swasta, dan
bahkan rakyat miskin, yang sebelumnya masuk dalam sistem Jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat) maupun Jamkesda (jaminan kesehatan
daerah).13
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Metode pendekatan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif
yang dilakukan dengan cara terlebih dahulu meneliti bahan-bahan
kepustakaan atau menginventarisasi hukum positif yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dan mengacu kepada norma-norma hukum
13
Abu S. Lubis, “Sistem Kesehatan Di Indonesia Upaya Memahami BPJS Melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS”, 7
Agustus 2014,
yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan atau mengkaji data sekunder.
Menurut Ronald Dworkin, penelitian hukum normatif ini disebut juga dengan penelitian doktirnal (Doctrinal Research), yaitu suatu
penelitian yang menganalisis, baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun sebagai law as it decided by judge through judicial process.14
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat Deskriptif Analitis,
dimaksudkan untuk menggambarkan dan sekaligus menganalisis mengenai fakta-fakta dalam tujuan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan implikasi atau penerapannya dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2011
Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). 3. Tahap Pengumpulan Data
Penelitian hukum normatif yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang digunakan dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok meliputi :
a. Bahan Hukum Primer, yang meliputi bahan peraturan perundang undangan terkait hukum ketenagakerjaan.
b. Bahan hukum Sekunder, yang meliputi buku-buku, dokumen hasil penelitian bidang hukum khususnya tentang masalah jaminan sosial bagi pekerja/buruh.
14
c. Bahan Hukum Tersier, yang meliputi bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder dalam hal ini kamus hukum dan ensiklopedia. 4. Alat Pengumpulan Data
Data dalam penelitan ini dilakukan melalui studi pustaka yang dilakukan melalui pengumpulan data sekunder. Data tersebut buku-buku, dokumen hasil penelitian bidang hukum khususnya tentang masalah
jaminan sosial bagi pekerja/buruh. 5. Analisis Data
Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan terhadap data yang terkumpul melalui pengamatan. Selanjutnya dilakukan analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh tersebut disusun secara sistematis untuk
selanjutnya dianalisis secara kualitatif yaitu dalam bentuk uraian. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan
diklasifikasikan guna memperoleh pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur masalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Melakukan kegiatan penelitian dengan penelusuran teori-teori hukum, yang berkaitan dengan hukum perburuhan, hukum jaminan sosial
serta kebijakan pemerintah.
Dalam mencermati peraturan hukum, diperlukan bantuan ajaran interpretasi15
15
W. Poespoprodjo, Interpretasi, Bandung, Remadja Karya, 1987, Hal. 63
cara mencari kesesuaian asas hukum yang ada yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
Selanjutnya melakukan analisis secara deskriptif terhadap hukum positif yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, terutama dalam
kaitannya dengan hukum perburuhan terkait dengan tujuan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Melalui proses data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara
induktif kualitatif untuk sampai pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah dalam penelitian ini akan dijawab.16
G. Keaslian Penulisan
Penulis telah menelusuri seluruh daftar skripsi di perpustakaan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara dan arsip yang ada di Departemen Hukum Administrasi Negara, akan tetapi penulis tidak menemukan adanya kesamaan
judul ataupun permasalahan dengan judul dan permasalahan yang penulis angkat yaitu tentang “PELAKSANAAN SISTEM JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA/BURUH SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO. 24
TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)”. Oleh karena itu, tulisan ini merupakan buah karya asli penulis yang
disusun berdasarkan dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan ilmiah. Dengan demikian, dapat penulis simpulkan bahwa skripsi yang penulis susun ini merupakan karya asli penulis dan tidak meniru dari kepunyaan orang
16
lain. Penulis berani bertanggung jawab apabila ditemukan adanya kesamaan judul dan permasalahan skripsi penulis dengan skripsi yang sebelumnya yang terdapat
di perpustakaan Departemen Hukum Admistrasi Negara.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun
sistematika penulisan skripsi ini adalah : BAB I : Pendahuluan
Pendahuluan merupakan pengantar. Didalamnya termuat mengenai gambaran umum tentang penulisan skripsi yang terdiri dari latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : Pengaturan Sistem Jaminan Sosial Bagi Pekerja/Buruh
Didalam bab ini penulis mencoba menguraikan pengaturan sistem jaminan sosial bagi pekerja/buruh secara keseluruhan.
Penulis mengawalinya dengan membahas tentang sejarah pengaturan sistem jaminan sosial bagi pekerja/buruh meliputi
Pasca Indonesia Merdeka, Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977 Tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja, Undang-Undang No.3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan jaminan sosial bagi pekerja/buruh menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2011
Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) meliputi program jaminan sosial pekerja dan badan penyelenggara sistem
jaminan sosial.
BAB III : Sistem Jaminan Sosial Kesehatan Setelah Berlakunya Peraturan Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
Dalam bab ini penulis membahas mengenai perubahan pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, jaminan
pemeriksaan kesehatan pada pekerja, prosedur dan mekanisme kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan pelaksanaan sistem jaminan kesehatan.
BAB IV : Sistem Jaminan Sosial Kesehatan Setelah Berlakunya Peraturan Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan
Dalam bab ini penulis membahas mengenai ruang lingkup Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, prosedur
dan mekanisme kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, sanksi bagi pengusaha yang
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab
ini berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi. Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar.