• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAYA HIDUP REMAJA YANG MELAKUKAN CLUBBING. Dimitri Nindyastari Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma 2008 ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAYA HIDUP REMAJA YANG MELAKUKAN CLUBBING. Dimitri Nindyastari Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma 2008 ABSTRAK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

GAYA HIDUP REMAJA YANG MELAKUKAN CLUBBING Dimitri Nindyastari Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma 2008 ABSTRAK

Clubbing saat ini merupakan kehidupan malam anak muda perkotaan yang sedang menjadi tren. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran gaya hidup remaja yang melakukan clubbing dan faktor pembentuk gaya hidup remaja yang melakukan clubbing. Subjek dalam penelitian ini adalah dua remaja pria dan satu remaja wanita yang melakukan aktivitas clubbing setidaknya lebih dari 1 tahun. Subjek pertama adalah remaja wanita berusia 20 tahun, tinggal di komplek perumahan Ciputat, dengan frekuensi clubbing tiga kali dalam satu minggu. Subjek kedua adalah remaja pria berusia 20 tahun, tinggal di perumahan Pondok Indah, dengan frekuensi clubbing 1-4 kali dalam satu minggu. Subjek ketiga adalah remaja pria berusia 17 tahun, tinggal di komplek perumahan Kebon Nanas, dengan frekuensi clubbing empat kali dalam satu minggu. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan proses observasi dan wawancara yang mendalam untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai gaya hidup dan faktor-faktor pembentuk gaya hidup remaja yang melakukan clubbing. Hasil penelitian ini menemukan bahwa gaya hidup ketiga Subjek yang melakukan clubbing dekat dengan pengaruh negatif seperti minuman beralkohol dan obat-obatan terlarang, banyak menghabiskan waktu di luar rumah dengan teman-teman, prioritas hidup cenderung jangka pendek, dan perhatiannya berorientasi seputar masalah pribadi. Gaya hidup tersebut terbentuk terutama dipengaruhi oleh situasi dan kondisi di dalam keluarga, dimana ketiga Subjek cenderung tidak mendapatkan kebutuhan-kebutuhannya di dalam keluarga, sehingga mencari jalan keluar melalui lingkungan sebaya.

Kata kunci: Gaya hidup, faktor pembentuk gaya hidup

YOUTH’S CLUBBING LIFESTYLE

This research is conducted to investigate the youth’s clubbing lifestyle and several other factors that related to this kind of behaviour. Nowadays clubbing considered being a primary entertainment for the youth people in the big city. Most Indonesian ‘s public interpretation about clubbing activities is not far from negative influence such as drinking excessive alcohol and illegal drugs, which is considered to be a “time waster activities”. As stated by Engel, Blackwel, and Miniard (1995) that “people’s lifestyle” is not far from issues such as spending time and money. Lifestyle reflected an activity, interest, and opinion. The subject of this research involved 3 youths with their own significant other; they had been clubbing for more than a year with once every week. This research will used the close range qualitative method including the process of observation and interview to gain deeper understanding about subject’s lifestyle and factors that affecting their mental development. The results of the research shows the 3 subjects’ life is not far from negative influences such as excessive alcohol drinks and illegal drugs, they spend their time outside their home boundary with their friends, priorities of life becoming a short term plan and their focus oriented around their own individual issues. This kind of lifestyle developed over the compensation of the special inferior, and several other social processes which had been experienced by the 3 subjects, they are influenced specially from their situations and conditions in family issues where they did not meet any of their need in family, so the only way out is to befriended with their own group.

(2)

PENDAHULUAN

Setiap individu atau kelompok dalam stratum sosial tertentu akan memiliki gaya hidup yang khas yang dapat menjadi simbol prestise dalam sistem stratifikasi sosial. Gaya hidup ini dapat dilihat dari barang-barang yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari yang biasanya bersifat modis, cara berperilaku (etiket), sampai bahasa yang digunakan tidak untuk tujuan berkomunikasi semata-mata, tetapi juga untuk simbol identitas (Siregar, 1997). Pencarian identitas diri dengan gaya hidup tertentu dilalui remaja dengan beragam jalan. Terdapat suatu kasus mengenai gaya hidup remaja saat ini, yaitu aktivitas mereka pergi ke klub malam, atau yang diistilahkan dengan clubbing. Retno (2002) mengungkapkan bahwa clubbing saat ini merupakan kehidupan malam anak muda perkotaan yang sedang menjadi tren. Clubbing dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary (2000) didefinisikan sebagai aktivitas pergi ke klub malam secara reguler. Hal yang perlu diperhatikan mengenai aktivitas ini adalah bahwa clubbing memiliki dua persepsi dari masyarakat. Pertama, aktivitas ini hanyalah suatu aktivitas untuk melepas stres, mencari kesenangan atau refreshing di akhir pekan (Ruz, 2005). Kedua, aktivitas ini dipandang negatif karena menyertakan obat-obatan terlarang dan salah satu penghubung masuknya seks bebas (Stevenio, 2007).

Suasana di tempat clubbing seperti di diskotek, bar, kafe, dan sejenisnya tidak beda jauh dari suasana pesta dimana clubbers bebas bergoyang dan berdansa mengikuti iringan musik yang dimainkan oleh seorang DJ. Clubber adalah istilah bagi mereka yang gemar clubbing di diskotek (Ruz, 2005).

Kebanyakan dari remaja yang melakukan aktivitas ini adalah mereka yang berasal dari keluarga berada dan selalu mengikuti perkembangan jaman. Penampilan fisik mereka terlihat modis dengan pakaian model terkini hingga gaya rambut yang juga sedang popular. Anak-anak muda yang sering pergi ke klub malam juga biasanya gemar begadang (tidak tidur hingga pagi) dan mempunyai bahasa pergaulannya sendiri (Ruz, 2005).

Dalam sebuah seminar tentang gaya hidup remaja, Rhenald Kasali

dengan tegas mengatakan bahwa clubbing merupakan aktivitas yang membuang-buang uang. Para clubber sedikitnya harus mengeluarkan uang seratus ribu rupiah untuk membayar tarif masuk dan minuman, baik alkohol maupun nonalkohol (Republika Online, 2005). Seorang DJ yang berprofesi di dunia clubbing mengakui bahwa dunia clubbing sangat dekat dan identik dengan penggunaan obat-obatan terlarang. Adapun penggunaan obat-obatan terlarang tersebut dilakukan untuk memompa semangat para clubber dalam mengikuti musik-musik keras. Meski demikian, tidak sedikit pula para clubber yang datang hanya untuk menikmati musik atau sekedar bersosialisasi (Allan, 2006).

Adapun tujuan dari diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran gaya hidup clubbing pada remaja dan apa saja yang mempengaruhi gaya hidup clubbing pada remaja. TEORI

1. Gaya Hidup

Engel, Blackwel, dan Miniard (1995) mengartikan gaya hidup sebagai pola dimana manusia hidup dan menghabiskan waktu dan uang. Gaya hidup merefleksikan aktivitas, minat, dan pendapat seseorang.

Selanjutnya, Chaney (1996) mengemukakan gaya hidup sebagai pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain. Gaya hidup membantu memahami apa yang orang lakukan, mengapa mereka melakukannya, dan apakah yang mereka lakukan bermakna bagi dirinya maupun orang lain. Gaya hidup merupakan bagian dari kehidupan sosial sehari-hari dunia modern.

Menurut Adler (dalam Hall & Lindzey, 1993) faktor yang menentukan gaya hidup seseorang sebagian besar ditentukan oleh inferioritas-inferioritas khusus, entah khayalan atau nyata yang dimiliki orang. Gaya hidup merupakan kompensasi dari suatu inferioritas khusus. Apabila anak memiliki kelemahan fisik, maka gaya hidupnya akan berwujud melakukan hal-hal yang akan menghasilkan fisik yang kuat.

Sementara itu, faktor pembentuk gaya hidup menurut teori Bordieu (dalam Piliang, 2006) dicerminkan dalam sebuah

(3)

rangkaian atau lingkup proses sosial yang lebih panjang atau luas, yang melibatkan modal, kondisi objektif, habitus, disposisi, praktik gaya hidup, sistem tanda, dan selera.

Diagram 1

Proses pembentuk gaya hidup.

Sumber : Bordieu

Sementara itu, penggolongan gaya hidup mengukur hal-hal sebagai berikut (Loudon & Della Bitta, 1993):

a. Bagaimana orang-orang

menghabiskan waktu luang dalam suatu kegiatan atau aktivitas.

b. Apa yang paling menarik atau paling penting bagi mereka dalam lingkungannya ketika itu.

c. Pendapat dan pandangan mereka mengenai mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka.

Ketiga hal di atas secara general berhubungan dengan aktivitas, minat, dan pendapat, atau dapat disingkat dengan AIO (Activities, Interests, and Opinions). Tabel berikut mengindikasikan dimensi gaya hidup (terutama AIO) yang harus diselidiki di antara konsumer.

Tabel 1 Dimensi Gaya Hidup

Aktivitas Minat Opini Demografik

Bekerja Keluarga Diri

sendiri Usia

Hobi Rumah Isu sosial Pendidikan Kegiatan

Sosial Pekerjaan Politik Pendapatan Berlibur Komunitas Bisnis Pekerjaan Hiburan Rekreasi Ekonomi

Lingkup keluarga Anggota Perkum-pulan Fesyen Pendidi-kan Tempat kediaman

Komunitas Makanan Produk Geografi Belanja Media

Masa depan

Lingkup kota

Olahraga Prestasi Budaya Tahap dalam life-cycle Sumber: Joseph T. Plummer, “The Concept and Aplication of Lifestyle Segmentation”.

Keterangan variabel (www.egyankosh.ac.in):

a. Aktivitas mengindikasikan bagaimana konsumer menghabiskan waktu luang. b. Minat adalah pilihan atau prioritas dari

konsumer.

c. Opini adalah bagaimana yang dirasakan konsumer tentang berbagai ragam kejadian atau sesuatu.

Aitem-aitem AIO dapat berasal dari intuisi, dugaan-dugaan, percakapan, penelitian, bacaan, wawancara mendalam secara individual atau kelompok.

2. Clubbing

Clubbing menurut Longman Dictionary of Contemporary English (2001) didefinisikan sebagai pergi ke klub malam secara reguler.

Terdapat beberapa ciri dari para pelaku clubbing atau mereka yang pantas menyandang status sebagai seorang clubbers (Anonim, Pontianak Post, 2004) diantaranya sebagai berikut.

a. Mereka dapat dipastikan mempunyai kelompok masyarakat di tempat mereka berkumpul. Biasanya kelompok tersebut mempunyai kekhasan, orang-orang yang mapan dan jelas jati dirinya. Di Jakarta, kebanyakan clubbers adalah orang-orang yang profesional dibidangnya. Kalangannya beragam dari seorang pengusaha, artis, model, perancang, seniman.

b. Mereka mempunyai wawasan yang luas dan lingkup pergaulan yang juga luas.

c. Mereka biasanya adalah orang-orang apresiatif. Mempunyai pengetahuan mengenai selera makan, selera pergaulan, dan mengerti bagaimana cara untuk menampilkan diri karena mereka tidak hanya sekedar berkumpul di kafe atau restoran untuk makan saja, tetapi juga ingin memperhatikan orang lain dan diperhatikan orang lain.

Habitus Modal Gaya Hidup Disposisi Selera Kondisi Objektif Sistem Tanda

(4)

d. Mereka sering menghadiri pesta-pesta yang unik dan khas, acara-acara berkelas dan yang sedang populer.

Para clubber biasanya adalah orang yang menyenangkan untuk diajak bergaul karena mereka sudah masuk dalam lingkup pergaulan yang beragam dan masa kini.

3. Remaja

Monks dkk (1996) mendeskripsikan batasan usia remaja adalah masa di antara 12-21 tahun dengan perincian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun masa remaja akhir. Dalam fase tersebut remaja belum mendapat tempat yang jelas, tidak termasuk golongan anak tetapi tidak pula termasuk golongan orang dewasa atau golongan orang tua. Remaja ada di antara anak dan orang dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya.

Sementara itu Ali dan Astori (2005) menuliskan teori Hurlock mengenai tugas-tugas perkembangan masa remaja sebagai berikut:

a. mampu menerima keadaan fisiknya, b. mampu menerima dan memahami

peran seks usia dewasa

c. mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis,

d. mencapai kemandirian emosional, e. mencapai kemandirian ekonomi,

f. mengembangkan konsep dan

keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat,

g. memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua,

h. mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa, mempersiapkan diri untuk memasuki dunia perkawinan, dan memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang

masalah-masalah manusia dan sosial. Metode ini dilakukan dalam latar belakang yang alamiah, bukan hasil perlakuan atau manipulasi variabel yang dilibatkan (dalam Basuki, 2006).

Penelitian ini mengambil tiga subjek remaja pria maupun wanita yang gemar melakukan aktivitas pergi ke klub malam, diskotek, dan tempat hiburan malam lainnya dengan batasan usia antara 17 – 21 tahun. Kemudian dilakukan teknik wawancara dan observasi kepada tiga subjek dan tiga significant other.

Sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data, digunakan teknik triangulasi teori dengan berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori (dalam Moleong, 2004). Kemudian menggunakan pengodean (coding) dalam menganalisis data. Manfaat coding adalah untuk merinci, menyusun konsep dan membahas kembali semuanya dengan cara baru (dalam Basuki, 2006).

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya Subjek 1 yang cenderung negatif. Meski demikian, remaja yang melakukan clubbing dekat dengan hal-hal negatif seperti minuman beralkohol dan obat-obatan terlarang. Temuan ini sejalan dengan pernyataan seorang DJ yang berprofesi dalam dunia clubbing (dalam Allan, 2006), mengemukakan bahwa dunia clubbing sangat dekat dan identik dengan penggunaan obat-obatan terlarang, tetapi tidak sedikit pula yang datang hanya untuk menikmati musik atau sekedar bersosialisasi. Aktivitas clubbing memiliki arti dan tujuan yang berbeda-beda dari masing-masing pelakunya.

Gaya hidup remaja yang melakukan clubbing cenderung mengacu kepada social desire atau apa yang diinginkan lingkungan pergaulannya kepada remaja tersebut. Remaja menampilkan dirinya didasarkan atas norma, budaya, dan tren yang berlaku pada lingkungan pergaulannya, bukan sebagaimana adanya remaja tersebut. Temuan ini diperkuat oleh teori Hurlock (1994) yang menyatakan remaja sebagai masa yang tidak realistik, melihat dirinya

(5)

sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya.

Lingkungan keluarga berperan besar pada kehidupan Subjek terutama dalam bentuk situasi, kondisi, dan komunikasi, berikutnya adalah lingkungan pergaulan. Perhatian orangtua dalam bentuk larangan, nasehat, dan peraturan tidak menjamin perubahan sikap atau gaya hidup remaja. Remaja secara sadar atau tidak sadar melihat dan merasakan bagaimana situasi dan kondisi di dalam keluarganya dan melakukan segala cara untuk bisa menemukan dimana dirinya mendapatkan kenyamanan dan penerimaan diri. Oleh sebab itu remaja mencoba melakukan berbagai aktivitas yang menjadi gaya hidup remaja untuk mendapatkan apa yang paling sesuai bagi kebutuhannya saat itu. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (1994) mengenai ciri-ciri masa remaja sebagai periode peralihan, yaitu apa yang telah terjadi sebelumnya akan membekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang. Terdapat suatu keraguan status yang tidak jelas dan peran yang harus dilakukan. Status yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena memberi waktu pada remaja untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai, dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.

Berikut akan dipaparkan mengenai gambaran gaya hidup remaja dan faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup remaja yang melakukan clubbing.

Gambaran Gaya Hidup

Gambaran gaya hidup ketiga Subjek secara umum memiliki persamaan, yaitu aktivitas ketiga Subjek banyak dilakukan di luar rumah dengan teman-teman untuk berkumpul, menyalurkan hobi atau minat, mencari hiburan, bersenang-senang, dan clubbing. Aktivitas mereka juga tidak jauh dari minuman beralkohol, terutama bagi Subjek 2 yang bahkan mendapatkan ijin orangtua untuk minum alkohol di rumah. Kemudian, ketiga Subjek kurang menaruh perhatian pada hal-hal di luar kepentingan pribadi. Cara Subjek mengutarakan pendapat banyak disesuaikan dengan pengalaman diri,

berorientasi pada diri sendiri, serta topik yang paling sering dibicarakan saat berkumpul dengan teman-teman adalah permasalahan yang bersifat pribadi.

Ketiga Subjek melakukan aktivitas bekerja untuk mendapatkan tambahan penghasilan, dan minat pekerjaan yang disukai cenderung dalam bidang seni dan hiburan. Pendapatan, baik dari hasil bekerja ataupun uang saku dari orangtua, cenderung digunakan untuk membeli barang-barang bermerk atau pun barang lainnya untuk menunjang penampilan yang sesuai dengan tren fesyen yang tujuannya adalah sebagai simbol prestis.

Ketiga Subjek mempunyai perkumpulan dengan bentuk yang berbeda pada masing-masing Subjek, dimana Subjek biasa melakukan berbagai aktivitas bersama mereka. Gaya hidup dipengaruhi oleh teknologi baru dan informasi. Subjek 1 tidak bisa lepas dari handphone karena handphone merupakan alat komunikasi yang membuat Subjek dapat terus terhubung dengan teman-teman. Subjek 2 tidak pernah jauh dari laptopnya untuk mendengarkan musik, atau bermain game. Subjek 3 sangat menyukai informasi terutama yang berkaitan dengan clubbing, dan menjadikan informasi sebagai sarana untuk menambah pengetahuan atau wawasan agar tidak dicap sebagai orang ‘tolol’.

Bagi Subjek 1 dan 3, aktivitas clubbing selain untuk bersenang-senang dengan teman-teman sambil menari dan menikmati musik, ternyata adalah peluang untuk mendapatkan penghasilan dan tempat dimana Subjek mendapatkan penerimaan atau eksistensi diri. Bedanya, Subjek 1 melihat peluang dengan cara pandang yang cenderung negatif sehingga Subjek juga mempunyai image yang negatif, yaitu dengan menemani pengunjung klub untuk minum. Sedangkan Subjek 3 melihat peluang dengan cara pandang yang lebih positif, yaitu dengan terlibat dalam Event organizer (EO) untuk acara clubbing, dan menjadi DJ (Disc Jockey). Dengan demikian Subjek dapat mengembangkan kemampuan dalam berorganisasi maupun dalam bermusik. Sementara itu bagi Subjek 2, clubbing hanyalah sarana untuk bersenang-senang dengan

(6)

teman-teman sambil menikmati musik, bukan untuk mencari peluang kerja.

Subjek 1 dan 2 cenderung memiliki prioritas jangka pendek, dimana kedua Subjek lebih mementingkan apa yang sedang dijalani saat ini dan menikmati kehidupan saat ini. Sedangkan Subjek 3 mempunyai prioritas jangka panjang, dimana Subjek tidak hanya menikmati kehidupannya saat ini, tetapi juga memikirkan bagaimana masa depannya nanti.

Faktor Pembentuk Gaya Hidup

Menurut Adler (Hall & Lindzey, 2005) faktor yang menentukan gaya hidup seseorang sebagian besar ditentukan oleh inferioritas-inferioritas khusus, entah khayalan atau nyata yang dimiliki seseorang. Gaya hidup merupakan kompensasi dari suatu inferioritas khusus. Ketiga Subjek memiliki inferioritas atau kelemahan-kelemahan yang berbeda, tetapi tidak terdapat data yang menyatakan gaya hidup ketiga Subjek merupakan kompensasi dari inferioritas tersebut. Jadi, teori mengenai inferioritas adalah faktor yang menentukan gaya hidup seseorang tidak sesuai dengan penelitian ini.

Faktor pembentuk gaya hidup lainnya dilihat dari sebuah rangkaian atau lingkup proses sosial yang lebih panjang atau luas, yang melibatkan modal, kondisi objektif, habitus, disposisi, praktik gaya hidup, sistem tanda, dan selera Bordieu (Piliang, 2006).

a. Modal

Elemen pertama yang membentuk gaya hidup adalah modal. Dalam hal ini modal dari ketiga Subjek diwujudkan dalam bentuk ekonomi (penghasilan), sosial (pergaulan), dan pendidikan (pengetahuan). Dari ketiga Subjek, Subjek 2 adalah yang mempunyai perekonomian paling kuat karena berasal dari keluarga menengah atas, tetapi Subjek 1 lebih mandiri dibanding 2 Subjek lainnya karena penghasilannya digunakan untuk menghidupi kebutuhan dirinya dan keluarganya. Selain itu, Subjek 1 dan 3 memiliki modal yang menonjol dalam bersosialisasi atau ‘bergaul’ karena kedua Subjek mudah untuk bersosialisasi. Subjek 3 juga mementingkan modal wawasan

pengetahuan untuk mengangkat statusnya dalam pergaulan.

b. Kondisi Objektif

Berdasarkan modal yang dimiliki, ketiga Subjek melakukan aktivitas sebagai eksistensi dalam komunitasnya dengan berbagai cara. Subjek 1 sering menghabiskan waktu di luar rumah bersama teman-teman geng-nya dengan ‘nongkrong’ di mall atau di klub untuk bersosialisasi, jalan-jalan, shopping, atau untuk sekedar ‘mengobrol’ saja. Subjek 2 mempunyai teman dan bergaul dengan teman-teman yang mayoritas sederajat dengan Subjek, sering menraktir teman-temannya dengan tanpa perhitungan, tetapi juga rutin melakukan aktivitas kegiatan sosial ke Panti Asuhan dan membagikan makanan bersama dengan teman-teman Subjek yang sederajat dengan Subjek. Subjek 3 tergabung dalam organisasi EO, 234 SC, dan menjadi DJ, serta tidak pernah mengeluarkan uang untuk masuk ke dalam klub malam karena sering menjadi ‘guest list’ dan ‘host’ di suatu klub.

Hal ini menyebabkan gaya hidup Subjek sering menghabiskan waktu di luar rumah untuk berkumpul dengan teman-teman Subjek.

c. Habitus

Habitus berkaitan dengan respon dan norma yang berlaku di dalam lingkungan Subjek. Di sini terlihat apakah Subjek mendapat dukungan atau tidak oleh lingkungan, yang dirumuskan melalui pertemuan sejarah personal, modal, dan kondisi objektif masing-masing Subjek.

Ditemukan bahwa perilaku dari ketiga Subjek mendapat pengaruh yang signifikan dari perilaku orangtua masing-masing Subjek, yang dahulu dilakukan maupun yang saat ini dilakukan. Pada ketiga Subjek, orangtua (ibu, pada Subjek 1 dan 2) Subjek dulu adalah seorang clubber, saat ini Subjek juga menjadi seorang clubber. Data ini pada Subjek 3 diperoleh dari significant other yang mengatakan ayah Subjek dulu adalah seorang clubber. Selain itu pada Subjek 3, orangtua (ayah) Subjek adalah peminum alkohol dan perokok,

(7)

sehingga Subjek juga melakukan hal yang sama. Hal ini sejalan dengan teori Hurlock (1994) yang mengatakan masa remaja sebagai ambang masa dewasa mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang.

Hubungan komunikasi ketiga Subjek lebih erat kepada teman-teman daripada kepada keluarga. Apabila terjadi suatu masalah, maka ketiga Subjek cenderung untuk mencari penyelesaian masalah dengan cara bercerita kepada teman dibanding dengan keluarga. Hal ini disebabkan teman-teman Subjek lebih mengetahui keadaan dan kondisi Subjek. Kondisi tersebut sesuai dengan teori karakteristik remaja yang dikemukakan Ali dan Astori (2005) bahwa kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama.

Selain itu, ketiga Subjek tampak tidak mendapatkan perhatian yang berkaitan dengan eksistensi dirinya di dalam keluarga. Maka Subjek mencari jalan keluar untuk mendapatkan perhatian tersebut di luar lingkungan keluarga. Subjek 1 merasa berharga setelah mampu menjadi sumber penghasilan dalam keluarga, meskipun hal itu didapatkan dari aktivitas clubbing. Subjek 2 lebih merasakan kenyamanan berada di antara teman-teman dan sahabat dekatnya. Subjek 3 merasa lebih diakui kemampuannya dan dihargai setelah menjadi EO.

Berikutnya adalah kondisi dalam keluarga. Subjek 1 dan 3 memiliki latar belakang kondisi keluarga yang kurang baik, dimana ke dua orangtua Subjek hidup terpisah. Sedangkan pada Subjek 2, Subjek tinggal bersama kedua orangtua tetapi sering mendapatkan tekanan karena Subjek menganggap dirinya sebagai pembuat masalah. Kondisi tersebut menyebabkan ketiga Subjek melakukan aktivitas clubbing dan menjalani gaya hidup yang cenderung mencari kesenangan dan penghiburan. Terutama bagi Subjek 3,

karena salah satu alasan Subjek melakukan clubbing adalah sebagai pelarian saat orangtua Subjek bercerai.

Terakhir adalah bentuk perhatian dan peraturan dalam keluarga yang menentukan apakah Subjek mendapat dukungan atau tidak atas aktivitas yang dilakukan. Subjek 1 dan 2 memiliki kebebasan dalam menjalankan aktivitas termasuk melakukan aktivitas clubbing, bahkan Subjek 2 tidak mendapatkan larangan untuk merokok dan meminum alkohol. Orangtua Subjek 2 lebih menegakkan norma-norma kecil seperti tidak boleh menyisakan makanan yang tinggal sedikit, atau harus mengisi ulang botol minum yang sudah kosong. Sedangkan Subjek 3 mendapatkan larangan dalam menjalankan aktivitas yang disukai yaitu melakukan aktivitas yang berhubungan dengan dunia malam (clubbing, menjadi DJ, dan EO ) karena dianggap memberi dampak negatif kepada Subjek. Orangtua (ibu) Subjek 1 dan 3 memberikan nasehat-nasehat yang bertujuan agar Subjek terhindar dari hal-hal yang buruk berkaitan dengan dunia malam. Namun yang terjadi adalah ke dua Subjek melakukan hal-hal yang menyimpang di luar sepengetahuan orangtua. Situasi ini sesuai dengan teori karakteristik remaja oleh Ali dan Astori (2005) bahwa berbagai macam keinginan para remaja sering kali tidak dapat terpenuhi karena macam kendala. Adanya bermacam- bermacam-macam larangan dari orang tua seringkali melemahkan atau bahkan mematahkan semangat para remaja. Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama.

Jadi, tidak semua Subjek mendapat dukungan atau kebebasan atas aktivitas yang dilakukan dari orangtua maupun lingkungan. Pada Subjek 1 dan 2, orangtua dan teman-teman tidak mempermasalahkan aktivitas Subjek, termasuk aktivitas clubbing, sedangkan pada Subjek 3, orangtua dan teman-teman Subjek mempermasalahkan aktivitas Subjek di luar aktivitas sekolah, termasuk

(8)

aktivitas clubbing Subjek karena dianggap memberi dampak negatif kepada Subjek. Ditemukan bahwa keadaan di dalam keluarga akan membentuk sebuah karakter Subjek yang menjadi dasar dari sikap, perilaku, dan cara pandang ketiga Subjek di atas.

d. Disposisi

Disposisi adalah tindak sosial yang menandai tata cara, kebiasaan, dan gaya seseorang dalam membawa diri (Takwin, 2006). Ini menyangkut kecenderungan pola berpikir dari ketiga Subjek mengenai bagaimana Subjek ingin membawa diri serta mengenai aktivitas clubbing yang Subjek lakukan. Subjek 1 mengutamakan prestis, yaitu ingin terlihat ‘lebih’ dalam hal penampilan dan pergaulan. Subjek 2 mengutamakan kesan pertama dalam berteman. Subjek 3 mengutamakan sebuah hasil yang positif dalam setiap tindakannya, yaitu apakah pergaulannya akan membuka peluang kerja atau mewujudkan minat-minat Subjek atau tidak, serta wawasan pengetahuan yang luas untuk mengangkat status seseorang.

Kemudian adalah cara pandang ketiga Subjek mengenai clubbing, dimana selain untuk bersenang-senang, aktivitas clubbing juga memberi peluang memperoleh penghasilan. Subjek 1 melihat peluang mendapatkan penghasilan dari tempat clubbing ke arah yang cenderung negatif, yaitu dengan menemani pengunjung klub untuk minum, sedangkan Subjek 3 lebih ke arah yang positif, yaitu dengan menjadi EO dan DJ. Dengan menjadi EO dan DJ, maka Subjek 3 terpacu

untuk mengembangkan kemampuannya dalam berorganisasi

dan bermusik. Sementara Subjek 2 melakukan aktivitas clubbing murni untuk bersenang-senang dengan teman-temannya, bukan bertujuan mendapatkan keuntungan.

Adapun ketiga Subjek juga meminum minuman beralkohol sewaktu clubbing. Subjek 1 dan 2 bahkan pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang, walaupun saat ini sudah tidak mengkonsumsi lagi.

Cara-cara tersebut kemudian akan membentuk image Subjek di mata orang lain atau masyarakat.

e. Gaya Hidup

Dari modal yang dimiliki ketiga Subjek, kemudian bagaimana eksistensi ketiga Subjek di masyarakat, apakah mendapat dukungan atau tidak oleh keluarga dan lingkungan, lalu bagaimana cara pandang dan gaya Subjek membawa diri, akhirnya terbentuklah sebuah gaya hidup seperti yang dituliskan pada gambaran gaya hidup sebelumnya.

f. Sistem Tanda

Ruang yang merefleksikan gaya hidup dari ketiga Subjek adalah klub malam dan mall, dimana kedua tempat tersebut memiliki image sebagai tempat pergaulan remaja kelas menengah ke atas. Klub malam Embassy adalah salah satu tempat clubbing yang dikunjungi oleh ketiga Subjek dengan teman-temannya. Sementara tempat berkumpul Subjek 1 dan 2 dengan teman-temannya biasanya di mall Cilandak Townsquere.

g. Selera

Di sini Subjek memberi penilaian dan pemilihan objek-objek yang dimiliki. Kepemilikan barang-barang bermerk atau pun barang-barang lainnya yang fungsinya untuk menunjang penampilan sesuai dengan tren fesyen bagi Subjek 1 dan 3 dinilai sebagai simbol prestis. Kedua Subjek melakukan pemilihan terhadap barang-barang tertentu berdasarkan merk dan tren fesyen untuk mengangkat statusnya supaya terlihat ‘lebih’ dihadapan teman-teman. Selain kepemilikan barang bermerk, Subjek 3 menganggap wawasan pengetahuan yang luas juga merupakan hal yang bisa mengangkat status seseorang. Sementara Subjek 2 tidak terlalu peduli dengan merk dan tren fesyen, tetapi memakai uangnya untuk menraktir teman-temannya tanpa perhitungan.

(9)

PENUTUP Kesimpulan

Gaya hidup remaja yang melakukan clubbing dilihat dari aktivitas, minat, dan opini. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dari Subjek 1, 2, 3 dan Significant Other dari masing-masing Subjek, gaya hidup ke tiga Subjek adalah banyak melakukan aktivitas di luar rumah yang sifatnya bersenang-senang bersama dengan teman-teman sebaya, prioritas minat cenderung jangka pendek, dan opini cenderung didasarkan pada pengalaman dan kondisi diri sendiri.

Beberapa gambaran lainnya yang lebih spesifik dapat dilihat sebagai berikut.

1. Subjek cenderung menampilkan dirinya berdasarkan pada norma, budaya, dan tren yang berlaku di lingkungan pergaulannya, bukan sebagaimana adanya Subjek. Misalnya seperti minum-minuman beralkohol dan mengkonsumsi obat-obatan terlarang, terutama pada Subjek 1 dan 2.

2. Membeli barang-barang bermerk demi penampilan sebagai simbol prestis, terutama pada Subjek 1 dan 3.

3. Memanfaatkan teknologi baru dan informasi untuk berkomunikasi, hiburan, menambah wawasan pengetahuan.

4. Kehidupan atau aktivitas ketiga Subjek banyak dihabiskan di luar rumah bersama teman-teman untuk bergaul, bersenang-senang, dan mencari hiburan. Misalnya seperti berkumpul atau ’nongkrong’ di mall atau di suatu tempat untuk sekedar ’mengobrol’, jalan-jalan, bersantai, dan clubbing.

Adapun gaya hidup dari ketiga Subjek tidak terbentuk dengan sendirinya.

1. Kondisi dan situasi dalam keluarga seperti hubungan komunikasi dan bentuk perhatian orangtua kepada Subjek. Kurangnya perhatian dan komunikasi yang berkaitan dengan eksistensi diri Subjek di dalam keluarga mengakibatkan ketiga Subjek mencari jalan keluar di luar lingkungan keluarga, yaitu lingkungan teman sebaya, sehingga teman-teman sebaya Subjek

cenderung lebih memahami keadaan Subjek dibanding keluarga Subjek sendiri. Hubungan keluarga yang tidak harmonis juga menyebabkan Subjek 3 melakukan aktivitas clubbing sebagai bentuk pelarian 2. Hal yang pernah dilakukan orangtua

ataupun yang saat ini dilakukan memberi pengaruh yang signifikan kepada Subjek. Seperti pada ketiga Subjek dimana orangtua Subjek dahulu adalah seorang clubber, demikian juga pada Subjek saat ini. Lalu pada Subjek 2, orangtua (ayah) Subjek adalah orang yang temperamental, merokok, dan menyukai minuman beralkohol. Kini Subjek juga menyadari sifatnya yang emosional dan temperamental, merokok, dan sangat menyukai minuman beralkohol.

3. Peraturan yang longgar dalam keluarga, terutama pada Subjek 1 dan 2, memberikan kebebasan Subjek untuk melakukan aktivitas yang disukai, termasuk melakukan aktivitas clubbing, dan minum minuman beralkohol.

Dari serangkaian data-data yang muncul mengenai gambaran gaya hidup dan faktor-faktor yang melatarbelakangi gaya hidup ketiga Subjek tersebut, muncul karakteristik yang membedakan Subjek satu dengan lainnya sebagai seorang clubber. Subjek 1 dan 3 adalah clubbers yang melakukan aktivitas clubbing tidak hanya untuk bersenang-senang, tetapi juga untuk mendapatkan keuntungan berupa uang. Sementara itu, Subjek 2 adalah seorang clubber yang melakukan aktivitas clubbing yang tujuannya murni untuk bersenang-senang dengan teman-teman, bukan mencari keuntungan berupa uang karena latar belakang perekonomian yang kuat. Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya dicatat berdasarkan kelemahan penelitian dan untuk pengembangan penelitian.

1. Untuk Subjek 1 dan 3, disarankan untuk lebih bijak dalam melihat sebuah peluang usaha. Peluang usaha yang ditawarkan dalam sebuah klub malam memang lebih menarik perhatian ke dua Subjek, tetapi banyak sekali hal negatif yang

(10)

bisa terjadi yang membuat ke dua Subjek terjerumus dalam alkohol dan obat terlarang. Kemudian untuk Subjek 2, dengan latar belakang perekonomian yang kuat, disarankan untuk lebih bijak dalam merespon segala bentuk pergaulan agar tidak terjerumus dengan aktivitas negatif yang melibatkan obat-obatan terlarang terutama di tempat clubbing.

2. Hasil penelitian menunjukkan gaya hidup remaja yang melakukan clubbing dekat dengan pengaruh negatif seperti minuman beralkohol, obat-obatan terlarang, dan perbuatan zinah, dimana keluarga mempunyai peran besar yang melatarbelakangi gaya hidup tersebut. Masyarakat disarankan untuk dapat mencegah terbentuknya gaya hidup tersebut dengan lebih memberi perhatian dalam hubungan keluarga.

Kelemahan penelitian ini adalah tidak ada observasi saat ke tiga Subjek melakukan aktivitas clubbing. Observasi hanya dilakukan ketika proses wawancara berlangsung. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan observasi terhadap aktivitas clubbing Subjek, sehingga perilaku yang tampak saat clubbing bisa menambahkan informasi yang penting bagi data penelitian dan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Adlin, A. (2006). Resistensi gaya hidup: Teori dan realitas. Yogyakarta: Jalasutra.

Ali, M, & Asrori, M. (2005). Psikologi remaja (perkembangan peserta didik). Jakarta: Bumi Aksara.

Allan. (2006, April-Mei 03). Ngamen: Let the music play, hey dee jay!. Loma the highlights of bandung (A. Ramadhan & Nusyirwan, eds), 38-40.

Anonim. (2004). Pontianak Post Minggu,

15 April 2004. http://www.pontianak_post.com

Audifax. (2006). Resitensi gaya hidup: Teori dan realitas (A. Adlin, ed). Yogyakarta: Jalasutra.

Baron, R.A. (1993). Psychology the essential science. USA: Allyn and Bacon.

Basuki, H. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya. Jakarta: Universitas Gunadarma.

Bull. (2006). Tempat-tempat Clubbing. http://bull.multiply.com/reviews?& =&page_start=50

Chaney, D. (1996). Lifestyles: Sebuah pengantar komprehensif (Nuraeni, trans). Yogyakarta: Jalasutra.

Chaplin, J.P. (2005). Kamus lengkap psikologi (Kartini Kartono, trans). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Dedi. (2004). Hot news: Embassy.

http://www.popular-maj.com/content/hotnews/list/E/e mbassy.shatml

Engel, J.F., Blackwel, R.D., & Miniard, P.W. (1990). Consumer behavior (6th ed). USA: Dryden Press. Engel, J.F., Blackwel, R.D., & Miniard,

P.W. (1995). Consumer behavior (8th ed). USA: Dryden.

Hall, C.S., & Lindzey, G. (1993). Psikologi kepribadian 1: Teori-teori psikodinamik (klinis) (A. Supratiknya, Trans). Jakarta: Kanisius. (Original work published, 1978)

Hall, C.S., Lindzey, G., & Campbel, J.B. (1998). Theories of personality (4th ed). USA: John Wiley & Sons.

Harriman, P.L. (1995). Panduan untuk memahami istilah psikologi. Jakarta: Restu Agung.

Hurlock, E.B. (1994). Psikologi

(11)

pendakatan sepanjang rentang kehidupan (5th ed). Jakarta: Erlangga.

Ibrahim, I.S. (1997). Lifestyle ecstasy: Kebudayaan pop dalam masyarakat komuditas indonesia. Yogyakarta: Jalasutra.

Indra. (2006). 9 cool habits of the nexter-gen. Yogyakarta: MedPress.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2002). Jakarta: Balai Pustaka

Longman Dictionary of Contemporary English. (2001). Spanyol: Cayfosa

Loudon, D.L., & Bitta, A.J.D. (1993). Consumer behavior: Concepts & applications (4th ed). Singapore: McGraw-Hill, Inc.

Moleong, L. J. (2004). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Monk, F.J., Knoers, A.M.P., & Haditomo, S.R. (1996). Psikologi perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mukhtar, dkk. (2006). Konsep diri remaja menuju pribadi mandiri. Jakarta: PT Rakasta Samasta

Narbuko, C., & Achmadi, H.A. (2004). Metodologi penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara

Papalia, D.E., & Olds, S.W. (1986). Human development (3rd ed). USA: McGraw-Hill Inc.

Piliang. (2006). Resitensi gaya hidup: Teori dan realitas (A. Adlin, ed). Yogyakarta: Jalasutra

Piri, S. (2003). Barca Alternatif Baru bagi Penyuka Dugem. http://www.sinarharapan.co.id/fea ture/cafe_resto/2003/0905/cafe1. html

Poerwandari, E.K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia

Rathus, S.A. (2004). Psychology: Concepts & connections brief version (7th ed). USA: Thomson/Wadsworth.

Retno. (2002). Terapi kepenatan lewat musik malam. http://www.pikiran_rakyat.com/cet ak/0903/28/0106.htm

Ruz. (2005). Dugem, Apa Perlu? http://www.republika.co.id/koran_ detail.asp?id=157870&kat_id1 Siregar. (1997). Lifestyle ecstasy:

Kebudayaan pop dalam masyarakat komuditas indonesia (I.S Ibrahim, eds). Yogyakarta: Jalasutra.

Solomon, M.R. (2004). Consumer behavior: Buying, having, and being (6th ed). New Jersey: Pearson Education, Inc.

Stevenio, A. (2007). Parade abg: Gaya ‘gaul’ remaja masa kini. Yogyakarta: Pustaka Anggrek. Sukandarrumidi. (2004). Metodologi

penelitian: Petunjuk praktis untuk peneliti pemula. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Susanto, A.B. (2001). Potret-potret gaya

hidup & citra metropolis. Jakarta: Kompas.

Takwin. (2006). Resitensi gaya hidup: Teori dan realitas (A. Adlin, ed). Yogyakarta: Jalasutra

Tutut. (2003). Tips Dugem Sehat. http://www.kapanlagi.com/a/0000 000660.html

Weiten, W., & Lloyd, M.A. (1997). Psychology applied to modern life: Adjustment in the 90’s (5th ed). USA: Brooks/Cole Publishing Company.

(12)

Zacharias, Brotoharsojo, H., & Sumitro, N. (2005). Pengaruh kepribadian dan gaya hidup terhadap sikap pemilik produk. Jurnal Psikologi Ekonomi dan Konsumen, 83.

Gambar

Tabel 1  Dimensi Gaya Hidup

Referensi

Dokumen terkait

Soon after the AWA Amendments were enacted, federal prosecutors used them to try to impose stricter pretrial release conditions than the judicial officer had determined was

[r]

Kriteria Permukiman Kumuh Bangunan Gedung Bangunan Gedung Jalan Lingkungan Jalan Lingkungan Penyediaan Air Minum Penyediaan Air Minum Drainase Lingkungan Drainase

dalam segi hukum islam sebagaimana pendapat ulama dari kelompok jama ’ ah tablig di kota Palangka Raya pada umumnya semua keluarga yang ingin membentuk

Penunjang pergerakan terdiri dari tiga buah SRF membantu dalam melakukan follow dan tiga sensor garis (photodioda) digunakan untuk menemukan room.. Sedangkan dalam

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang senantiasa memberikan berkat, anugerah dan kekuatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi

Al-bid ’ ah al-Makruhah Tahrim (yang maksudnya adalah pengharaman). Misalnya sholat dzhuhur setelah sholat Jum ’ at, karena hal itu tidak disyariatkan oleh Allah

Teori-teori yang digunakan dalam pembuatan skripsi ini terdiri dari kajian pustaka, konsep dasar sistem yang mendukung algoritma robot, sensor yang digunakan