• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI JELLY DRINK DARI JELLY POWDER MENGGUNAKAN ALAT TEXTURE ANALYSER DENGAN METODE COMPRESSION-EXTRUSION TEST SKRIPSI INTAN AFRIANI F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISASI JELLY DRINK DARI JELLY POWDER MENGGUNAKAN ALAT TEXTURE ANALYSER DENGAN METODE COMPRESSION-EXTRUSION TEST SKRIPSI INTAN AFRIANI F"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI JELLY DRINK DARI JELLY POWDER

MENGGUNAKAN ALAT TEXTURE ANALYSER DENGAN

METODE COMPRESSION-EXTRUSION TEST

SKRIPSI

INTAN AFRIANI

F24080071

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

CHARACTERIZATION OF JELLY DRINK FROM JELLY

POWDER USING TEXTURE ANALYSER AND

COMPRESSION-EXTRUSION TEST METHOD

Intan Afriani1, Dedi Fardiaz1,2, Iwan Surjawan3

1

Department of Food Science and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, Bogor 16002, Indonesia

2 Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) 3 PT Garudafood Putra Putri Jaya

ABSTRACT

Characterization needs to be done to determine the consistency of product quality. Appropriate methods are needed to characterize jelly drink. This is due to jelly drink is a gel product that is different from other types of gel products in terms of consumption. Jelly drink products consumed by aspirated (flow) and immediately swallowed like drinks. This research used compression extrusion test method because this method uses the principle of emphasis to an existing product extruded under the probe (flow), which is suitable for semisolid material like gel. Raw materials used in this study were jelly powder, carrageenan 0,4% + 0,05% konjac, carrageenan 0,4% + konjac 0,1%, carrageenan 0,4 % + LBG 0,05%, and karaginan 0,4% + 0,1% LBG.

The results of characterization by using texture analyser and compression extrusion test method showed that the jelly powder 0,33 % (as control) has gel fracture and firmness values lower than carrageenan 0,4%+konjac 0,05%, carrageenan 0,4%+ konjac 0,1%, and carrageenan 0,4%+LBG 0,1%, and the brittleness and gel strength max, higher than carrageenan 0,4% + konjac 0,05% , and carrageenan 0,4% + LBG 0,1%. Based on sensory test and statistical test were using univariate models and continued test were using Duncan with 95% confidence level, showed that all samples have the brittleness were not significantly different with jelly powder o,33%, except carrageenan 0,4% (without the addition of LBG or konjac), and the firmness of samples carrageenan 0,4% + 0,05% LBG, carrageenan 0,4% + 0,05% konjac, and carrageenan 0,4% + 0,1% LBG was not significantly different with jelly powder 0,33%. Graphically, the addition of konjac with the same concentration with the addition of LBG up to 0,1%, rise in influence gel fracture, gel max strength, and firmness value was higher in carrageenan 0,4%. Key words: Characterization, texture analyser, compression extrusion test, jelly powder, carrageenan, LBG.

(3)

Intan Afriani. F24080071. Karakterisasi Jelly Drink dari Jelly Powder

Menggunakan Alat Texture Analyser dengan Metode Compression-Extrusion

Test. Di bawah bimbingan Prof.Dr.Ir.H.Dedi Fardiaz,M.Sc dan Iwan

Surjawan,Ph.D. 2012.

RINGKASAN

Produk jelly drink merupakan produk gelatinisasi hidrokoloid dalam air dan biasanya ditambahkan dengan gula. Karakter gel dalam produk ini bersifat elastis dan tidak mengandung butiran halus. Jelly drink yang diproduksi oleh PT Garudafood dibuat dari bahan baku utama berupa jelly powder yang di dalamnya terdapat satu atau lebih jenis hidrokoloid dan bahan-bahan lain dengan perbandingan tertentu yang tidak diketahui. Selain dengan menggunakan jelly powder, penelitian ini juga menggunakan campuran karaginan dengan hidrokoloid lain untuk mengetahui potensinya sebagai bahan baku jelly drink dengan mengetahui karakter gel dari jelly powder dan bahan tersebut.

Karakterisasi perlu dilakukan untuk mengetahui konsistensi mutu produk. Diperlukan metode yang tepat untuk mengkarakterisasi produk jelly drink. Hal ini disebabkan jelly drink merupakan produk yang unik karena cara konsumsinya berbeda dengan jenis produk gel yang lain. Produk jelly drink dikonsumsi dengan cara disedot (mengalir) dan langsung ditelan (seperti minuman).

Texture analyser merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk

mengkarakterisasi sifat tekstur gel dengan menggunakan penekanan terhadap produk yang akan dianalisis. Parameter yang dihasilkan bergantung tujuan karakterisasi, metode, dan setting texture

analyser. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah compression extrusion test karena

metode ini menggunakan prinsip penekanan hingga produk yang ada di bawah probe terekstrusi (mengalir) yang cocok untuk pangan semisolid seperti gel. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah jelly powder, karaginan 0,4 %+konjak 0,05%, karaginan 0,4 %+konjak 0,1%, karaginan 0,4 %+LBG 0,05%, dan karaginan 0,4 %+LBG 0,1%.

Hasil karakterisasi dengan menggunakan alat texture analyser metode compression

extruion test menunjukkan bahwa jelly powder memiliki nilai gel fracture dan firmness yang lebih

rendah dibandingkan gel karaginan 0,4 %+ konjak 0,05%, karaginan 0,4 %+ konjak 0,1%, dan karaginan 0,4 %+ LBG 0,1 %, serta nilai brittleness dan gel strength max yang tinggi, lebih tinggi dibandingkan 0,4 %+ konjak 0,05% dan karaginan 0,4 %+ LBG 0,1 %. Berdasarkan uji sensori secara statistik menggunakan model univariate dan uji lanjut Duncan dengan tingkat kepercayaan 95%, didapatkan hasil bahwa seluruh sampel memiliki nilai brittleness yang tidak berbeda nyata kecuali sampel karaginan 0,4 % (tanpa penambahan LBG maupun konjak), dan nilai firmness sampel karaginan 0,4 %+ LBG 0,05 %, karaginan 0,4 % + konjak 0,05 %, dan karaginan 0,4 %+ LBG 0,1% tidak berbeda nyata dengan jelly powder 0,33 %. Secara grafik, penambahan konjak dengan konsentrasi yang sama dengan penambahan LBG sampai 0,1% memberikan pengaruh kenaikan gel fracture, gel strength max, dan firmness lebih tinggi pada karaginan 0,4 %.

(4)

KARAKTERISASI JELLY DRINK DARI JELLY POWDER

MENGGUNAKAN ALAT TEXTURE ANALYSER DENGAN

METODE COMPRESSION-EXTRUSION TEST

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

INTAN AFRIANI

F24080071

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(5)

Judul Skripsi : Karakterisasi Jelly Drink dari Jelly Powder Menggunakan Alat

Texture Analyser dengan Metode Compression-Extrusion Test

Nama : Intan Afriani NIM : F24080071

Menyetujui,

Pembimbing 1

Pembimbing Lapang

Prof.Dr.Ir.H. Dedi Fardiaz, M.Sc

Iwan Surjawan, Ph. D

NIP 19481001 197302 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen,

Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.

NIP 19680526 199303 1 004

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan benar bahwa skripsi dengan judul Karakterisasi Jelly Drink dari

Jelly Powder Menggunakan Alat Texture Analyser dengan Metode Compression-Extrusion Test

adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2012 Pembuat pernyataan,

Intan Afriani F24080071

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Intan Afriani, dilahirkan pada tanggal 16 April 1990 di Adiluwih, Lampung, dari pasangan Totok Sugiarto dan Juwariah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negri 6 Bandung Baru, Lampung pada tahun 2002, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Adiluwih dan aktif di ekstrakurikuler Pramuka. Setelah itu, penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Prinsgsewu, Lampung dan aktif di ekstrakurikuler Rohani Islam, Karya Ilmiah Remaja (KIR), Lomba Cepat Tepat (LCT), dan Olimpiade. Selama SMA, penulis meraih beberapa prestasi di antaranya juara 2 Olimpiade Kimia Indonesia di Universitas Lampung (Unila), harapan 2 OSN Kimia tingkat Provinsi Lampung, juara 3 Lomba Ketrampilan Laboratorium Kimia tingkat Provinsi Lampung di Unila, dan juara 2 Lomba Cepat Tepat Fisika antar pelajar SMA se-Provinsi Lampung di Unila. Di bidang tulis menulis, penulis pernah menjadi juara 2 Lomba Karya Tulis Ilmiah Pemerintahan tingkat pelajar SMA se-Indonesia, juara 3 Lomba Penulisan Puisi di Pekan Seni Pelajar Lampung, dan juara 2 Lomba Menulis Cerita tentang Hutan dan Lingkungan Hidup antar pelajar SMA se-Provinsi Lampung.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertania Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008. Selama di IPB, penulis aktif dibeberapa organisasi mahasiswa antara lain, anggota aktif Forum for Scienstific Studies (FORCES IPB) tahun 2009, staff Biro FundRising BEM TPB IPB 45 tahun 2009, staff Departemen Keuangan LDK Al-Hurriyyah tahun 2009-2010, dan Sekretaris 2 Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (Himitepa) tahun 2010. Pada tahun 2011, penulis bersama timnya mendapatkan dana hibah dari DIKTI atas proposal kreativitas mahasiswa dalam bidang penelitian dan pengabdian masyarakat. Penulis mendapatkan beasiswa dari Indofood melalui Yayasan Karya Salemba Empat pada tahun 2010 hingga lulus kuliah. Penulis juga aktif dalam kegiatan Yayasan Karya Salemba Empat IPB sebagai pengajar Rumah Sahabat untuk siswa SD dan meraih predikat sebagai Pengajar Teladan. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Kimia TPB IPB selama 2 semester.

Penulis menyelesaikan studi S1 di Depertemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Mayor Teknologi Pangan dengan tugas akhir yang berjudul Karakterisasi Jelly Drink dari Jelly Powder Menggunakan Alat Texture Analyser dengan Metode Compression-Extrusion Test di bawah bimbingan Prof.Dr.Ir.H.Dedi Fardiaz, M.Sc dan Iwan Surjawan, Ph.D.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Subhana Wa Ta’ala karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul ”Karakterisasi Jelly Drink dari

Jelly Powder Menggunakan Alat Texture Analyser dengan Metode Compression-Extrusion Test”.

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Juli 2012 dengan melakukan magang di PT Garudafood Putra Putri Jaya.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof.Dr.Ir.H. Dedi Fardiaz, M.Sc sebagai pembimbing dan Bapak Iwan Surjawan, Ph.D sebagai pembimbing lapang atas arahan dan bimbingan selama penulis menyelesaikan skripsi, 2. Bapak Ir. Sutrisno Koswara sebagai penguji atas saran dan masukannya,

3. Bapak, mamak, adik, dan seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya yang selalu tercurah,

4. Dosen-dosen departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas ilmu yang diberikan, 5. Staff TU dan teknisi laboratorium ITP atas pelayanan yang baik,

6. PT Garudafood Putra Putri Jaya yang telah memberikan kesempatan magang untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi,

7. Divisi ITD, RnD, dan Laboratorium PT Garudafood Putra Putri Jaya, Mbak Ocit, Mbak Wati, Pak Teguh, Mbak Eni, Uti, Mbak Nita, Mbak Dini, Rani, Mbak Tri, dan lain-lain yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan magang,

8. PT Indofood Sukses Makmur dan Yayasan Karya Salemba Empat yang telah memberikan beasiswa kepada penulis,

9. Teman-teman kos Wisma Kamila, Wisma Azzahra, dan Wisma Sinta Rana atas canda, tawa, dan kebersamaannya, semoga silaturahmi kita tetap terjaga,

10. Teman-temanku yang selalu mengingatkan dalam kebaikan, Iin, Elva, Lathifah, Yani, Filda dan lain-lain,

11. Teman sebimbingan, Gilang dan Niken,

12. Mas Rendika yang setia menyemangati dan memberikan nasehat ,

13. “Tacos”, keluarga besar ITP 45 atas kebersamaan, keceriaan, dan segala warna yang ada di dalamnya,

14. Teman-teman Rumah Sahabat, Paguyuban Karya Salemba Empat IPB, dan adik-adik RUSA yang selalu ceria,

15. Dan pihak-pihak lain yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per-satu.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2012

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN SAMPUL ... i ABSTRACT ... ii RINGKASAN ... iii HALAMAN JUDUL ... iv HALAMAN PENGESAHAN ... v

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 1

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II PROFIL PERUSAHAAN ... 3

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Produk Jelly Drink ... 4

3.2 Karaginan ... 5

3.3 Pembentukan Gel Karaginan ... 6

3.4 Locust Bean Gum (LBG) ... 7

3.5 Konjak Glukomannan ... 8

3.6 Texture Analyser ... 9

3.7 Compression Extrusion Test ... 9

BAB IV METODOLOGI 4.1 Bahan dan Alat ... 11

4.2 Kerangka Berfikir ... 11

4.3 Metode Penelitian ... 12

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Setting Texture Analyser ... 15

5.2 Verifikasi Setting Texture Analyser ... 16

5.3 Penentuan Konsentrasi dan Pembuatan Gel Karaginan ... 17

5.4 Hasil Karakterisasi dan Pembahasan ... 18

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 34

6.2 Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(10)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Penggunaan Karaginan di Industri Pangan ... 6

Tabel 2 Setting Texture Analyzer untuk Gel... 15

Tabel 3 Pengukuran Force dan Distance Jelly Powder Kontrol (0,33 %) ... 16

Tabel 4 Nilai pH Gel Karaginan ... 17

Tabel 5 Nilai Karakterisasi Gel ... 24

Tabel 6 Hasil Uji Korelasi Firmness antara Texture Analyser dan Uji Sensori ... 32

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Struktur Karaginan ... 5

Gambar 2 Pembentukan Gel Karaginan ... 7

Gambar 3 Struktur LBG ... 8

Gambar 4 Struktur Glukomannan ... 8

Gambar 5 Texture Analyser ... 9

Gambar 6 Skema compression-extrusion test ... 10

Gambar 7 Grafik Luaran Compression-Extrusion Test ... 10

Gambar 8 Diagram Alir Kerangka Berfikir... 11

Gambar 9 Diagram Pembuatan Jelly Drink... 13

Gambar 10 Pengukuran dengan Texture Analyser dan Contoh Keluaran Grafik ... 13

Gambar 11 Luaran Kurva Jelly Powder Kontrol ... 16

Gambar 12 Luaran Kurva Jelly Powder Kontrol ... 18

Gambar 13 Kurva Jelly Powder 0,23% ... 19

Gambar 14 Kurva Jelly Powder 0,33% ... 19

Gambar 15 Kurva Jelly Powder 0,43% ... 20

Gambar 16 Kurva Karaginan 0,4% ... 20

Gambar 17 Kurva Karaginan 0,4%+ Konjak 0,05% ... 21

Gambar 18 Kurva Karaginan 0,4%+Konjak 0,1% ... 21

Gambar 19 Kurva Karaginan 0,4%+LBG 0,05% ... 22

Gambar 20 Kurva Karaginan 0,4%+LBG 0,1% ... 22

Gambar 21 Grafik Perbandingan Gel Strength dan Gel Fracture ... 24

Gambar 22 Grafik Pengaruh Penambahan Konjak dan LBG terhadap Gel Fracture ... 26

Gambar 23 Grafik Pengaruh Penambahan Konjak dan LBG terhadap Gel Brittleness... 26

Gambar 24 Grafik Pengaruh Penambahan Konjak dan LBG terhadap Gel Strength Max . 27 Gambar 25 Grafik Pengaruh Penambahan Konjak dan LBG terhadap Firmness ... 27

Gambar 26 Ilustrasi Interaksi Rantai Manosa dengan Rantai Double Helix Karaginan ... 28

Gambar 27 Struktur Rantai LBG ... 28

Gambar 28 Struktur Rantai Konja Glukomannan ... 29

Gambar 29 Grafik Perbandingan Brittleness Berdasarkan Uji Sensori ... 29

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Tabel Hasil Pengukuran dengan Texture Analyser ... 39 Lampiran 2 Hasil Statistik Texture Analyser ... 40 Lampiran 3 Hasil Statistik Uji Sensori ... 42

(13)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri pangan saat ini telah mengalami pertumbuhan yang pesat. Menurut Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) dalam Mars Business Report (2010), industri minuman di Indonesia tumbuh semakin tinggi dari tahun ke tahun dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 10-11%. Peningkatan omset terutama terjadi pada industri minuman kelas menengah.

Produk minuman yang sedang berkembang saat ini salah satunya adalah jelly drink. Jelly

drink mulai dikenal dan digemari masyarakat karena memiliki tekstur yang khas. Mengonsumsi jelly drink selain menyegarkan juga memberi kesan mengenyangkan. Jelly drink yang diproduksi

oleh PT Garudafood dibuat dari bahan baku utama berupa jelly powder yang di dalamnya terdapat satu atau lebih jenis hidrokoloid dan bahan-bahan lain dengan perbandingan tertentu. Bahan-bahan ini terutama jelly powder diperoleh dari supplier. Perusahaan tidak mengetahui dengan pasti kandungan hidrokoloid dalam jelly powder tersebut. Produk jelly drink juga dapat dibuat dengan bahan-bahan yang terdiri atas karaginan, asam sitrat, kalium sitrat, sukrosa, dan pewarna beta karoten (Kurniawan 2011). Oleh karena itu, selain dengan menggunakan jelly powder, penelitian ini juga menggunakan campuran karaginan dengan hidrokoloid lain untuk mengetahui potensinya sebagai bahan baku jelly drink dengan mengetahui karakter gel dari jelly powder dan bahan tersebut.

Karakterisasi perlu dilakukan untuk menjamin konsistensi mutu produk. Diperlukan metode yang tepat untuk mengkarakterisasi produk jelly drink. Hal ini disebabkan jelly drink merupakan produk yang unik karena cara konsumsinya berbeda dengan jenis produk gel yang lain. Produk

jelly drink dikonsumsi dengan cara disedot (mengalir) dan langsung ditelan (seperti minuman),

sedangkan pada umumnya produk gel yang lain dikonsumsi dengan cara disendok dan dikunyah dalam mulut.

Texture analyser merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk

mengkarakterisasi sifat tekstur gel dengan menggunakan penekanan terhadap produk yang akan dianalisis. Parameter yang dihasilkan bergantung tujuan karakterisasi, metode, dan setting texture

analyser. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah compression extrusion test karena

metode ini menggunakan prinsip penekanan hingga produk yang ada di bawah probe terekstrusi (mengalir) yang cocok untuk pangan semisolid seperti gel.

Konjak merupakan hidrokoloid yang sering digunakan sebagai campuran gel karaginan karena memiliki sifat yang memperbaiki tekstur gel karaginan. Namun, saat ini penggunaannya pada produk gel mulai dilarang di beberapa negara (FSA 2010) sehingga perlu dilakukan penelitian dasar hidrokoloid lain yang berpotensi menggantikan konjak sebagai campuran gel karaginan untuk memperbaiki sifat gel karaginan. Locust bean gum (LBG) merupakan salah satu hidrokoloid yang diketahui dapat bersinergi dengan karaginan dengan meningkatkan kekuatan gel

dessert (Glicksman 1983). Dalam penelitian ini, untuk mengetahui potensi LBG menggantikan

konjak maka digunakanlah campuran karaginan-LBG sebagai pembanding karakteristik gel karaginan-konjak.

(14)

2

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan karakter dasar jelly drink yang terbuat dari jelly powder menggunakan alat texture analyser metode compression extrusion test. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk membandingkan karakter jelly drink yang terbuat dari karaginan-konjak, dan karaginan-LBG dengan metode yang sama.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang berguna dalam mengkarakterisasi produk jelly drink yang diproduksi di industri pangan. Informasi yang ada dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan untuk penelitian karakterisasi tekstur gel dan pengembangan produk pangan yang berbentuk gel selanjutnya.

(15)

3

II.

PROFIL PERUSAHAAN

Garuda Food Group berawal dari PT. Tudung, didirikan di Pati, Jawa Tengah pada tahun 1958 dan bergerak di bisnis tepung tapioka. Pada tahun 1979 PT. Tudung berubah nama menjadi PT. Tudung Putra Jaya (TPJ). Pendiri perusahaan adalah mendiang Bapak Darmo Putra dan Ibu Poesponingrum, mantan pejuang yang memilih menekuni dunia usaha setelah bangsa Indonesia merdeka.

Garuda Food adalah perusahaan makanan dan minuman di bawah kelompok usaha Tudung (Tudung Group). Selain Garuda Food, Tudung Group juga menaungi SNS Group (PT. Sinar Niaga Sejahtera) bergerak di bisnis distribusi logistik, PT. Bumi Mekar Tani (BMT) fokus di bidang plantationas, PT. Nirmala Tirta Agung (NTA) bisnis air minum dalam kemasan kaleng bermerek Prestine, dan Global Solution Institute (GSI) bergerak di bidang pelayanan jasa pelatihan, seminar, event organizer, dan konsultasi manajemen.

Saat ini Garudafood memiliki 11 buah pabrik yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. Pabrik-pabri tersebut yaitu di Gresik (biskuit), Bogor (jelly drink), dua pabrik di Pati (kacang), Lampung, Rancaekek, Tangerang, Sidoarjo, Makasar, Pekanbaru, dan Sukabumi. Jumlah karyawan yang dimiliki Garudafood berkisar 20000 orang dan total kapasitas produksi sekitar 550000 ton.

(16)

4

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Produk Jelly drink

Produk jelly drink merupakan produk gelatinisasi hidroloid dalam air dan biasanya ditambahkan dengan gula. Karakter gel dalam produk ini bersifat elastis dan tidak mengandung butiran halus (Glicksman 1983). Produk ini dapat dibuat dari berbagai jenis hidrokoloid seperti gum, karagenan, gelatin, pektin, dan lain sebagainya dengan penambahan gula, asam, ekstrak buah, atau bahan tambahan pangan lain yang diizinkan.

Walaupun produk jelly drink ini berbentuk gel, akan tetapi konsistensi gel yang lemah menyebabkan gel ini mudah disedot sehingga lebih dikenal sebagai produk minuman. Dengan adanya gel berkonsistensi lemah ini dapat menguntungkan karena menghindari adanya pengendapan suspensi namun tetap dapat dengan mudah diminum dengan cara disedot.

Produk jelly drink dibuat dengan bahan-bahan antara lain karaginan, asam sitrat, kalium sitrat, sukrosa, dan pewarna beta karoten (Kurniawan 2011).

Karaginan

Karaginan merupakan tepung berwarna putih kekuning-kuningan, mudah larut dalam air, membentuk larutan kental atau gel tergantung dari proporsi fraksi kappa dan lambda karaginan serta keseimbangan kation dalam larutan. Kappa karaginan larut diatas suhu 60oC dan larut dalam larutan gula pekat pada keadaan panas, mudah larut dalam air, membentuk larutan kental, terhidrasi cepat pada pH rendah. Karaginan merupakan salah satu jelly powder yang dapat berfungsi sebagai gelling agent. Pada jelly drink yang berbahan baku karaginan khususnya kappa karaginan akan menghasilkan tekstur yang elastis dan stabil. Konsentrasi karaginan yang digunakan pada jelly drink sebesar 0,60%-1,00% (Imeson 1992).

Asam sitrat

Asam sitrat berfungsi sebagai pengikat logam pengkatalis oksidasi komponen citarasa dan warna. Asam sitrat berfungsi sebagai pemberi rasa asam, mencegah kristalisasi gula, penjernih gel, dan katalisator hidrolisa sukrosa ke dalam bentuk gula invert selama penyimpanan serta penjernih gel yang dihasilkan. Menurut Glicksman (1983), penambahan asam hingga pH 3,5 dapat memberikan kekuatan gel yang lebih tinggi, halus, dan cepat terbentuk (gel lebih mantap) .

Kalium sitrat

Penambahan garam kalium sitrat bersama asamnya akan membentuk sistem penyangga pH. Sistem ini aka membantu mempertahankan produk tetap pada pH tertentu sehingga produk jelly akan lebih stabil. Selain itu, fungsi penambahan kalium sitrat ini adalah untuk memperkokoh gel yang terbentuk. Menurut Fardiaz (1989), karaginan akan membentuk gel yang kokoh bila berikatan dengan kation kalium. Namun, jika konsentrasi kalium yang ditambahkan berlebihan, gel yang terbentuk akan bersifat rigid dan rapuh sehingga cenderung mengalami sineresis.

Sukrosa

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mulyani et al (2002), sukrosa dapat meningkatkan kekuatan gel yang dihasilkan. Menurut Choi dan Regenstein yang dikutip Mulyani

(17)

5 (2002) sukrosa dapat menstabilkan ikatan hidrogen pada hidrokoloid sehingga kekuatan gel meningkat. Selain itu, sukrosa juga merupakan sumber pemanis untuk produk produk jelly drink.

Pewarna

Pewarna ditambahkan sebagai pembentuk persepsi menarik bagi konsumen. Menurut IFIC yang dikutip Wijaya dan Mulyono (2009), pewarna pangan adalah zat yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan warna suatu produk pangan sehingga menciptakan persepsi tertentu dan membuat produk lebih menarik. Pewarna yang digunakan tentunya harus pewarna yang diizinkan dan aman untuk dikonsumsi.

3.2 Karaginan

Karaginan merupakan getah rumput laut yang diesktrak dengan air atau larutan alkali dari spesies tertentu dari kelas Rhodophyceae (alga merah), dan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri dari ester kalium, natrium, magnesium, dan kalsium sulfat, dengan galaktosa dan 3,6 kopolimer anhidrogalaktosa (Winarno 2008). Karaginan membentuk gel secara reversible dan kekuatan gel serta suhu pembentukan gelnya bergantung pada kation kalium dan ammonium.

Secara umum, karaginan dibagi atas tiga kelompok utama yaitu kappa, iota, dan lamda karaginan yang memiliki struktur dan bentuk yang jelas sebagai polisakarida hidrofilik linier yang memiliki berat molekul tinggi, yang tersusun dari disakarida berulang dengan unit galaktosa dan 3,6 anhidrolgalaktosa (3,6 AG) dan terdiri dari grup sulfat dan nonsulfat, bergabung dengan rantai glikosidik dengan α-(1,3) dan β-(1,4) yang bertukar (Fardiaz 1989).

Perbedaan yang paling mendasar dari karaginan adalah kandungan 3,6 AG dan gugus ester sulfatnya. Variasi komponen tersebut berpengaruh terhadap daya hidrasi, kekuatan gel dan tekstur, suhu lebur dan suhu setting, sineresis dan sinergisme. Kappa karaginan memiliki gugus sulfat yang paling sedikit dan mudah untuk membentuk gel. Kappa karaginan tersusun dari α(1,3)-D-Galaktosa-4 sulfat dan β(1,4) 3,6-anhydro D Galaktosa. Iota karaginan terdiri dari ikatan 1,3-D-galaktosa-4-sulfat dan ikatan 1,4 dari unit 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat. Iota karaginan dapat membentuk gel dengan sifat yang elastis (Glicksman 1983). Lambda karaginan tersusun atas ikatan 1,3-D-galaktosa-2-sulfat dan 1,4-D-galaktosa-2,6-disulfat (Glicksman 1983).

(18)

6 Karaginan merupakan tepung berwarna putih kekuning-kuningan, mudah larut dalam air, membentuk larutan kental atau gel tergantung dari proporsi fraksi kappa dan lambda karaginan serta keseimbangan kation dalam larutan (Winarno 2008). Kappa karaginan larut diatas suhu 60oC dan larut dalam larutan gula pekat pada keadaan panas, mudah larut dalam air, membentuk larutan kental, terhidrasi cepat pada pH rendah. Pada jelly drink yang berbahan baku karaginan khususnya kappa karaginan akan menghasilkan tekstur yang elastis dan stabil.

Dalam air dingin, hanya lambda karaginan dan garam-garam natrium dari kappa dan iota karaginan yang larut. Akan tetapi, semua fraksi karaginan larut air di atas suhu 70oC dan dan juga dalam susu panas. Jika didinginkan, semua larutan ini cenderung membentuk gel. Kekuatan dan konsistensi gel tergantung pada konsentrasi dan kepekaan bahan terhadap ion-ion tertentu.

Lambda karaginan tidak peka terhadap ion kalium dan kalsium, larut dalam susu panas maupun dingin, dan menghasilkan pengaruh pengentalan yang efektif. Kappa dan iota karaginan tidak larut dalam susu dingin, tetapi jika digunakan bersama fosfat misalnya tetra natrium fosfat, maka dapat mengentalkan dan membentuk gel dari susu dingin (Glicksman 1983).

Penggunaan karaginan di industri pangan dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 1 Penggunaan Karaginan di Industri Pangan

Produk Fungsi Jenis

Kadar penggunaan

(%)

Gel dessert pembentuk gel kappa+iota+gom biji lokus 0,5-1,0

Jeli rendah kalori, selai,

awetan buah pembentuk gel kappa+galaktomannan 0,5-1,0

Gel ikan pembentuk gel kappa+gom biji lokus 0,5-1,0

Sirop pemantap suspensi kappa,lambda 0,3-0,5

Buah analog

pembentuk gel dan

tekstur kappa+gom biji lokus, alginat 0,5-1,0

Salad dressing pemantap emulsi Iota 0,4-0,6

Pemutih susu pemantap lemak iota, lambda 0,03-0,06

Kopi imitasi pemanatp emulsi Lambda 0,1-0,2

Glicskman (1983)

3.3 Pembentukan Gel Karaginan

Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya.

Proses ini diawali dengan perubahan polimer karaginan menjadi bentuk gulungan acak (random coil). Perubahan ini disebabkan proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel karaginan. Ketika suhu diturunkan, maka polimer karaginan akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan menghasilkan titik - titik pertemuan (junction points) dari rantai polimer (Glicksman, 1983). Kappa karaginan pada konsentrasi 0,1 %

(19)

7 sampai 0,5 % dalam kombinasinya dengan galaktomannan dan garam kalium jika dilarutkan dengan pemanasan akan membentuk gel yang jernih, elastis, dan stabil (Glicksman 1983).

Gambar 2 Pembentukan Gel Karaginan (Imeson 1992)

Hanya kappa dan iota karaginan saja yang mampu membentuk gel. Lambda karaginan tidak mampu membentuk gel karena tidak mengandung 3,6-anhidrogalaktosa . Proses pembentukan gel karaginan terjadi ketika larutan panas karaginan dibiarkan menjadi dingin. Gel yang dihasilkan bersifat thermoreversible yaitu gel akan mencair jika dipanaskan dan akan membentuk gel kembali bila didinginkan (Glicksman, 1983).

3.4 Locust Bean Gum (LBG)

Galaktomannan adalah polisakarida linear yang tersusun atas residu rantai β(1-4)-ikatan D-manosa. Menurut Nussinovitch (1997), sumber galaktomannan yang telah diproduksi secara komersial yaitu locust bean gum (LBG) dan guar gum.

LBG adalah hidrokoloid yang berasal dari biji tumbuhan Ceratonia siliqua yang banyak ditemukan di daerah Mediterania (Nussinovitch 1997). LBG memiliki berat molekul 330000±33000. Stabilitas gum ini umumnya tidak dipengaruhi oleh ion dan pH. LBG tidak larut dalam air dingin dan memiliki sifat pseudoplastik. Gum ini terhidrasi pada suhu 800oC dalam waktu 10 menit.

Umumnya larutan LBG tidak membentuk gel pada konsentrasi berapapun juga. Tetapi pada konsentrasi sekitar 0,5 % dalam keadaan suhu thawing, LBG dapat membentuk gel dengan kohesivitas yang lemah. Namun, jika gel telah mengalami lebih dari satu siklus freeze-thawing, gel akan terjadi sineresis. LBG ini juga dapat membentuk gel dengan konsentrasi gum sekitar 0,2 % dalam pelarut etilen glikol 50 % (Nussinovitch 1997).

Chen et al (2001) menyatakan bahwa LBG memiliki efek sinergis dengan karaginan dalam membentuk struktur gel. Arda et al (2009) mengemukakan bahwa penambahan galaktomanan dalam pembuatan gel dari karaginan akan meningkatkan gel strength dan water binding capacity. Sifat tersebut akan menyebabkan gel yang dibentuk akan lebih elastis dan menurunkan sineresis.

(20)

8 Gambar 3 Struktur LBG (Dionisio 2012)

Menurut Fardiaz (1989), adanya LBG dapat memberikan efek sinergis yaitu dengan peningkatan kekuatan gel. Telah diutarakan sebelumnya, bahwa pembentukan gel karaginan ditandai dengan terbentuknya ikatan double helix. Sifat sinergis yang terbentuk antara karaginan dan LBG ini kemungkinan karena interaksi double helix dengan rantai halus dari galaktomannan yaitu rantai manosa (Dea et al 1972: Tako 1999). Hal tersebut didasarkan oleh pemaparan Glicskman (1983) yang menyatakan bahwa rantai double helix dari xanthan gum memiliki interaksi demikian dengan LBG dan telah diuji dengan rotasi optik. Karena karaginan membentuk gel dengan adanya ikatan double helix, maka kemungkinan peningkatan kekuatan gel dengan adanya LBG disebabkan oleh mekanisme yang sama dengan antara xanthan gum dan LBG.

3.5 Konjak Glukomannan

Mannan (glukomannan) merupakan polisakarida yang tersusun atas satuan-satuan D-glukosa dan D-manosa. Dalam satuan molekul glukomannan terdapat 67 % D-mannosa dan 33 % D-glukosa (Winarno 2008). Konjak yang ada di Indonesia rata-rata mengandung 14-35 % glukomannan. Konjak larut dalam air panas dan dapat berfungsi sebagai pembentuk gel, pengental, emulsifier, dan penstabil (JECFA 1996).

Konjak glukomannan merupakan senyawa yang banyak terkandung dalam tepung konjak yakni mencapai 70-90%. Bahan baku pembuatan tepung konjak adalah umbi dari tanaman konjak. Tepung konjak dapat digunakan sebagai bahan pengental, bahan pembentuk gel, dan pengikat air (Thomas 1997; Imeson 1992).

Struktur kimia konjak ditunjukkan oleh gambar. Konjak memiliki gugus asetil dalam jumlah kecil. Larutan konjak tidak dapat membentuk gel karena gugus asetilnya mencegah rantai pajang glukomannan bertemu satu sama lain. Namun, bila ditambahkan karagenan atau xanthan gum, asosiasi rantai yang terbentuk akan mendukung gelasi (Akesowan 2002).

Gambar 4 Struktur Glukomannan (Anonim 2002)

William, et al (1993: Penroj et al 2004) meneliti interaksi antara kappa karaginan dan glukomanan menggunakan Differential Scaning Calorimetry (DSC) dan Electron Spin Resonance (ESR). Dari penelitian ini diketahui bahwa glukomanan yang merupakan komponen utama dari konjak diserap ke atas permukaan agregat kappa karaginan sehingga menyebabkan peningkatan

(21)

9 pada suhu transisi dari gel campuran. Selain itu, menurut Akesowan (2002), gabungan antara manan-karaginan lebih disukai dari gabungan karaginan-karaginan karena molekul konjak manan tidak bermuatan.

3.6 Texture Analyser

Texture analyser merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk

mengkarakterisasi tekstur suatu produk. Larmond (1976; DeMan 1976 ) menyatakan bahwa karakterisasi tekstur menggunakan texture analyser merupakan analisis yang multipoint karena dengan sekali pengukuran didapatkan beberapa parameter tekstur. Nilai parameter dapat langsung ditentukan dari grafik yang dihasilkan tergantung setting texture analyser, jenis produk, jenis

probe.

Gambar 5 Texture analyser

3.7 Compression Extrusion Test

Compression extrusion test merupakan salah satu metode pengukuran dengan memberikan

tekanan tertentu pada produk pangan hingga produk pangan mengalir dari sebuah outlet yang terbentuk dari celah atau lubang yang terdapat pada alat ukur (Bourne 2002). Besarnya tekanan maksimal yang diberikan kepada produk pangan hingga produk pangan mengalir dari celah digunakan sebagai indeks kualitas tekstur. Bourne menyatakan bahwa metode ini cocok diterapkan pada produk pangan berbasis gel, lemak, larutan yang sangat kental, juga dapat digunakan untuk sayuran dan buah-buahan segar maupun yang telah mengalami pengolahan.

Plat dudukan sampel probe Lengan penggerak

(22)

10 Gambar 6 Skema compression extrusion test (Bourne 2002)

Keterangan gambar

a. Plunger/probe bergerak turun untuk kontak dengan permukaan bahan

b. Bahan terdesak ke bawah dan kemungkinan sejumlah cairan akan terperas keluar c. Bahan terekstrusi melalui annulus.

Kurva hubungan force (tekanan) dan distance (atau dapat pula menggunakan force dan waktu) hasil kompresi terhadap bahan ditunjukkan oleh gambar di bawah ini.

Gambar 7 Grafik Luaran Compression Extrusion Test (Bourne 2002)

Gambar di atas menunjukkan, dari titik A ke titik B bahan dikompresi sehingga semakin memadati ruang di bawah plunger/probe. Pada titik B hingga titik C bahan di bawah probe semakin solid atau padat sampai kemudian di titik C bahan mulai pecah. Pada saat mencapai titik C ini, bahan mulai patah dan mengalir melalui annulus (ruang/celah antara wadah sampel dan

probe). Titik C menunjukkan tekanan maksimum yang diperlukan untuk memulai ekstrusi (saat

bahan mulai melewati annulus).

Bentuk dan jarak kurva compression-extrusion ini dipengaruhi oleh elastisitas, viskositas, viskoelastisitas, dan kemudahan patah (fracturability) dari bahan itu sendiri. Ketidakrataan kurva setelah bahan patah di titik B disebabkan oleh perbedaan kekuatan partikel yang melewati annulus. Pada umumnya, bentuk kurva (menunjukkan tekanan (force)) selama proses ekstrusi (antara titik C-D) dapat mendekati horizontal, dapat pula meningkat, atau menurun.

plunger

Extrusion cell

(23)

11

IV.

METODOLOGI

4.1 Bahan dan Alat

4.1.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, jelly powder, karaginan (kappa), konjak, LBG, kalium sitrat, tri potasium sitrat (TPC), gula, asam sitrat, flavor, pewarna makanan, aquades.

4.1.2 Alat

Alat–alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, necara analitik, gelas piala, hot plate,

magnetic stirrer, waterbath-circulation, sealer, cup plastik, dan texture analyser Stable Micro

System TA.XT plus.

4.2 Kerangka Berfikir

Gambar 8 Diagram Alir Kerangka Berfikir

Karakterisasi Jelly Drink dari Jelly Powder Menggunakan Alat Texture

Analyser dengan Metode Compression-Extrusion Test

Jelly powder merupakan bahan baku jelly drink dan perlu

dikarakterisasi untuk mendapatkan standar mutu. Metode yang ada kurang menggambarkan karakter tekstur jelly

drink

Metode

•Metode yang digunakan adalah

Compression-Extrusion Test dengan alat Texture Analyser.

Proses

•Pembuatan jelly drink dari jelly powder sebagai kontrol dan hidrokoloid (karaginan, konjak, LBG) sebagai pembanding dan

melihat potensinya sebagai bahan baku jelly drink. •Karakterisasi dengan texture analyser

•Melakukan uji sensori

Karakter Jelly drink Butuh metode yang dapat

menghasilkan parameter

(24)

12

4.3 Metode Penelitian

4.3.1 Setting Texture Analyser

Texture analyser merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengkarakterisasi berbagai

macam produk pangan. Masing-masing produk pangan memiliki karakteristik yang berbeda sehingga sebelum digunakan, texture analyser ini harus di setting sesuai dengan produk yang akan dikarakterisasi. Setting texture analyser didapatkan dengan cara melakukan trial percobaan penggunaan texture analyser hingga didapat grafik dan data yang sesuai.

4.3.2 Verifikasi Setting Texture Analyser

Verifikasi setting texture analyser dilakukan dengan mengukur tekstur gel dengan menggunakan jelly powder kontrol (konsentrasi 0,33%) dengan 5 kali ulangan. Asumsi analit pada penelitian ini adalah besarnya konsentrasi total hidrokoloid sebagai komponen utama pembentuk gel. Respon detektornya adalah parameter force (y) dan distance (x) yang terukur pada texture

analyser sebagai respon terhadap gel yang dibentuk oleh hidrokoloid dengan konsentrasi tertentu.

Untuk mengetahui nilai presisi dari setting texture analyer yang akan digunakan, maka diambillah data dari jelly powder kontrol dengan 5 kali pengukuran. Nilai yang digunakan sebagai verifikasi adalah nilai force saat gel pecah untuk pertama kali dan nilai kedalaman (distance) saat gel tersebut pecah. Nilai presisi diperoleh dari nilai coeffision of variation dari setiap pengukuran parameter. Menurut APVMA (2000), agar suatu metode dikatakan memiliki presisi yang baik, maka nilai coeffision of variation dari setiap pengukuran dengan konsentrasi analit lebih dari 1 x 10-4 tidak boleh lebih dari 0,15.

Rumus mencari coeffision of variation adalah:

coeffision of variation =

4.3.3 Penentuan Konsentrasi Karaginan

Menurut Glicksman (1983), kappa karaginan pada konsentrasi 0,1 % sampai 0,5 % dalam kombinasinya dengan galaktomannan dan garam kalium jika dilarutkan dengan pemanasan akan membentuk gel yang jernih, elastis, dan stabil. Produk kontrol yang digunakan pada peneliian ini adalah jelly powder 0,33%. Pada penelitian ini konsentrasi karaginan awal yang digunakan adalah sebanyak 0,33 % untuk mendapatkan karakter gel yang diinginkan. Jika pada konsentrasi tersebut gel belum terbentuk, maka konsentrasi karaginan akan dinaikkan sedikit sampai terbentuk gel yang stabil.

4.3.4 Pembuatan Gel dari Karaginan-Konjak dan Karaginan-LBG

Karena penelitian ini merupakan dasar pengembangan produk maka proses pembuatan gel dilakukan sesuai dengan pembuatan jelly drink yang ada di pabrik. Adapun diagram alir pembuatan gel ini digambarkan sebagai berikut.

(25)

13 Gambar 9 Diagram Pembuatan Jelly Drink

4.3.5 Karakterisasi Menggunakan Texture Analyser

Karakterisasi menggunakan texture analyser dilakukan 24 jam setelah gel terbentuk. Hal ini karena pada jam ke 24 setelah gel terbentuk, gel karaginan belum mengalami sineresis. Adapun untuk mengkarakterisasi gel dengan menggunakan texture analyser, pertama adalah penyiapan alat texture analyser. Plat dudukan dan plunger/probe dipasang pada tempat yang disediakan pada

texture analyser. Setelah siap, texture analyser dan komputer dinyalakan. Setting texture analyser

dilakukan melalui komputer dengan software tertentu. Hasil pengukuran dengan texture analyser, baik grafik maupun data, akan otomatis muncul di komputer.

Setelah texture analyser siap, sampel gel dalam cup diletakkan di atas plat dudukan. Kemudian texture analyser dijalankan sesuai setting. Plunger akan menekan gel dalam cup dan hasil pengukuran baik grafik maupun data akan muncul dalam komputer.

(26)

14 Hasil pengukuran dengan menggunakan texture analyser akan menghasilkan parameter-parameter yang telah disesuaikan dengan setting texture analyser.

4.3.6 Karakterisasi dengan Uji Sensori

Uji sensori dilakukan dengan menggunakan panelis khusus sebanyak 6 orang ( SNI 2006) dan dengan menggunakan metode rating kategorik skala garis sepanjang 15 cm (Poste et al 1991). Parameter yang diujikan adalah firmness sebagai kemudahan disedot, asumsi yang digunakan adalah semakin sulit gel tersebut disedot maka gel tersebut makin kuat (firm). Selain firmness parameter yang diujikan adalah brittleness (kepecahan gel saat disedot), asumsinya adalah makin banyak pecahan gel yang terasa saat disedot maka makin brittle gel ter sebut (nilai brittleness makin tinggi).

(27)

15

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Setting Texture Analyser

Texture analyser yang digunakan adalah texture analyser Stable microsistem TA-XT Plus. Plunger/probe yang digunakan adalah silinder plat berdiameter 52 mm (new). Probe ini

merupakan modifikasi probe sebelumnya. Probe sebelumnya (exist) merupakan probe yang digunakan untuk mengukur gel strength/bloom strength memiliki diameter 5 mm dan panjang 40 mm. Namun, dalam mengkarakterisasi gel tidak cukup nilai gel strength saja yang digunakan. Oleh karena itu, maka ditentukanlah setting texture analyser yang dapat menghasilkan grafik dengan beberapa parameter yang dapat diukur.

Salah satu hal yang berpengaruh terhadap grafik tekstur gel yang dihasilkan adalah jenis

probe. Probe yang dimodifikasi berbentuk plat silinder memiliki diameter 52 mm sehingga dapat

menekan permukaan gel lebih luas dibandingkan dengan exist probe (modifikasi Bourne 2002) sesuai dengan gambaran metode compression-extrusion test.

Berikut adalah setting texture analyser yang digunakan untuk mengkarakterisasi gel. Tabel 2 Setting Texture Analyzer untuk Gel

Parameter Value Pre-Test Speed 0,5 mm/s Test Speed 0,25 mm/s Post-Test Speed 10mm/s Distance 9 mm Trigger Force 25 g

Data Acquisition Rate 200 pps

Parameter-parameter yang dapat terukur langsung dengan menggunakan setting tersebut antara lain :

1. Gel fracture / fracturability (Kg/gr force)

Gel fracture merupakan gaya yang dibutuhkan untuk memecah gel pertama kali

hingga gel terdesak mengalir ke luar celah antara probe dan cup. Makin rendah nilai yang ditunjukkan artinya makin rendah tekanan yang dibutuhkan untuk menekan gel agar gel dapat terdesak mengalir keluar celah (annulus) antara probe dan cup.

2. Brittleness (mm)

Brittleness merupakan nilai jarak atau kedalaman probe dari permukaan gel saat gel fracture terjadi. Makin tinggi jarak dari permukaan saat gel fracture terjadi maka gel

semakin tidak bersifat brittle. 3. Gel Strength Max (Kg/gr force)

Tekanan maksimum yang dapat ditahan gel untuk mempertahankan strukturnya setelah terekstrusi. Gel strength max ditunjukkan oleh puncak yang paling tinggi yang ditunjukkan oleh kurva saat gel dikompresi..

4. Firmness (kg.sec)

Gaya total yang diperlukan untuk mendeformasi gel. Nilai ini menunjukkan besarnya kekuatan gel untuk menahan beban sampai gel terdeformasi (hancur).

(28)

16 Gambar 11 Luaran Kurva Jelly Powder Kontrol

Keterangan: a = Gel Fracture b = Brittleness c = Gel Strength Max d = Firmness

5.2 Verifikasi Setting Texture Analyser

Verifikasi setting texture analyser dilakukan dengan mengukur tekstur gel dengan menggunakan jelly powder kontrol (konsentrasi 0,33 %) dengan 5 kali ulangan.

Tabel 3 Pengukuran Force dan Distance Jelly Powder Kontrol (0,33 %)

Ulangan force (kg) distance (mm) Perbandingan kg/mm

1 0,307 1,521 0,202 2 0,336 1,684 0,200 3 0,400 1,747 0,229 4 0,374 1,599 0,234 5 0,336 1,413 0,238 Rata-rata 0,351 1,593 0,220 Stdv 0,032 0,167 0,004 Coeffisien of variation 0,092 0,105 0,020 a b c d

(29)

17 Nilai coeffisien of variation force jelly powder 0,33 % adalah 0,092 dan nilai coeffisien of

variation distance jelly powder 0,33% adalah 0,105. Kedua nilai tersebut kurang dari 0,15

sehingga dapat dikatakan bahwa untuk konsentrasi analit lebih dari 1 x 10-4 setting texture

analyser tersebut dapat memberikan presisi yang baik (APVMA 2000).

5.3 Penentuan Konsentrasi dan Pembuatan Gel Karaginan

Karaginan yang digunakan pada penelitian ini adalah kappa karaginan karena menurut Kurniawan (2008), penggunaan kappa karaginan untuk jelly drink memberikan sifat yang stabil dan elastis. Pada penelitian ini konsentrasi karaginan awal yang digunakan adalah sebanyak 0,33 %, menyamai dengan formulasi jelly powder kontrol. Akan tetapi gel yang dihasilkan masih berupa larutan kental dengan sedikit gel yang masih sangat lemah dan masih bisa mengalir. Selain itu, pH gel yang dihasilkan sangat rendah yaitu 3,42. Menurut Glicksman (1987), gel yang memiliki pH di bawah 4 akan mudah mengalami hidrolisis. Oleh sebab itu, konsentrasi karaginan ditingkatkan menjadi 0,4 % dan juga ditambahkan garam kalium sitrat (tri potassium sitrat) untuk meningkatkan nilai pH. Tabel berikut merupakan data nilai pH gel karaginan dengan penambahan kalium sitrat.

Tabel 4 Nilai pH gel karaginan

Formula

pH gel

% karaginan % kalium sitrat

0,4 0,1 4,04

0,4 0,2 4,39

0,6 0,1 4,04

0,6 0,2 4,38

jelly powder kontrol (0,33%) 4,05

Berdasarkan nilai pH gel yang terbentuk, semua formulasi telah menghasilkan nilai pH di atas 4. Jelly powder kontrol sendiri mempunyai pH 4,05. Oleh karena itu, untuk menghemat bahan baku, selanjutnya digunakan formulasi karaginan 0,4 % dan 0,1 % kalium sitrat.

Adapun formulasi gel kombinasi karaginan-konjak dan karaginan-LBG adalah sebagai berikut:

1. Kappa karaginan 0,4 % + konjak 0,05 % 2. Kappa karaginan 0,4 % + konjak 0,1 % 3. Kappa karaginan 0,4 % + LBG 0,05 % 4. Kappa karaginan 0,4 % + LBG 0,1 %

Sebagai kontrol untuk melihat pengaruh penambahan konjak dan LBG digunakanlah formulasi gel kappa karaginan 0,4 %. Sedangkan sebagai kontrol untuk melihat potensi pengembangan formulasi produk jelly drink antara kombinasi konjak dan karaginan-LBG digunakanlah formulasi gel dari jelly powder kontrol.

(30)

18

5.4 Hasil Karakterisasi dan Pembahasan

5.4.1 Kurva Luaran Texture Analyser

Gambar 12 Luaran Kurva Jelly Powder Kontrol

Kurva di atas merupakan kurva hasil texture analyser dengan metode

compression-extrusion test. Point a merupakan titik di mana gel mulai pecah dan menempati celah antara plunger/probe dan bibir cup gel (annulus). Titik b merupakan jarak (distance) kedalaman probe

saat mencapai titik a atau disebut dengan nilai brittleness. Makin tinggi nilai brittleness menunjukkan kohesivitas partikel yang tinggi (tidak mudah pecah) karena membutuhkan waktu yang lama untuk memutus ikatan partikel sehingga gel menjadi pecah. Suatu gel mungkin saja memiliki nilai a yang sama tetapi jarak (nilai b) yang berbeda.

Setelah gel mengalami pecahan yang pertama dan mengalami proses ekstrusi, ternyata grafik menunjukkan adanya peningkatan tekanan. Dalam grafik akan terlihat puncak tertinggi (titik c). Perbandingan antara nilai c dan nilai a dapat didefinisikan sebagai kekuatan elastisitas gel. Semakin besar nilai perbandingan c dan a, maka gel makin bersifat elastis. Hal ini karena pada saat gel mulai pecah alibat gaya shear dari plunger, gel yang berada di bawah area plunger akan mengeluarkan gaya tolak terhadap plunger untuk dapat mempertahankan bentuknya dengan mengikuti aliran ekstrusi sampai akhirnya gaya yang diberikan plunger sama dengan gaya tolak gel dan semakin lama gaya yang diberikan plunger semakin besar hingga lebih besar dari gaya tolak gel sehingga gel tidak mampu menahan dan kemudian menjadi pecah.

a

b

(31)

19

5.4.2

Hasil Karakterisasi dengan Texture Analyser

Hasil karakterisasi terhadap gel jelly powder dengan tiga tingkat konsentrasi dapat dilihat pada gambar. Jelly powder konsentrasi 0,33 % merupakan formula produk exist jelly drink saat ini. Berikut merupakan kurva hasil karakterisasi texture analyser terhadap gel jelly powder 0,23 %, 0,33 %, dan 0,43 %.

Gambar 13 Kurva jelly powder 0,23%

(32)

20 Gambar 15 Kurva jelly powder 0,43%

Kurva di atas memperlihatkan bahwa terdapat peningkatan nilai force (kg) puncak pertama dari konsentrasi jelly powder 0,23 %, 0,33 %, dan 0,43 %. Puncak pertama yang dihasilkan merupakan titik di mana gel pecah (fracture) dan mulai terekstrusi menempati celah antara probe dan cup gel. Nilai gel fracture berturut-turut dari jelly powder 0,23 %, 0,33 %, dan 0,43 % adalah 0,26 ± 0,04 kg, 0,39 ± 0,06 kg, dan 0,78 ± 0,06 kg. Artinya, makin tinggi konsentrasi jelly powder yang ditambahkan, makin besar gaya shear yang dibutuhkan untuk memecah gel tersebut.

Berikut merupakan kurva luaran sampel karaginan 0,4 %, karaginan 0,4 %+konjak 0,05 %, karaginan 0,4 %+konjak 0,1 %, karaginan 0,4 %+LBG 0,05%, karaginan 0,4%+LBG 0,1%.

(33)

21 Gambar 17 Kurva Karaginan 0,4%+Konjak 0,05%

(34)

22 Gambar 19 Kurva Karaginan 0,4%+LBG 0,05%

Gambar 20 Kurva Karaginan 0,4%+LBG 0,1%

Kurva di atas memperlihatkan nilai gel fracture masing-masing sampel. Nilai gel fracture karaginan 0,4 % adalah 0,22 ± 0,01 kg, karaginan 0,4%+konjak 0,05% adalah 1,01 ± 0,07 kg, karaginan 0,4%+konjak 0,1% adalah 3,57 ± 0,25 kg, karaginan 0,4 %+LBG 0,05% adalah 0,29 ± 0,03 kg, dan karaginan 0,4 %+LBG 0,1% adalah 1,16 ± 0,10 kg. Adanya peningkatan jumlah konjak dan LBG yang ditambahkan, ternyata gaya yang dibutuhkan untuk memecah gel pertama kali atau gel fracture ternyata semakin tinggi.

Secara keseluruhan, terdapat perbedaan kurva yang dibentuk antara gel yang terbuat dari karaginan (baik tanpa maupun dengan penambahan konjak dan LBG) dengan jelly powder.

(35)

23 Perbedaan ini terlihat dari bentuk kurva yang dihasilkan. Sampel jelly powder menunjukkan kecenderungan bahwa setelah gel mengalami pecahan pertama dan mulai terekstrusi, terjadi peningkatan force hingga jauh melebihi nilai force gel fracture. Hal ini berlaku pada ketiga konsentrasi. Gel dari jelly powder ini sangat elastis sehingga meskipun sudah mengalami eksrusi, gel ini masih memberikan gaya yang besar untuk mempertahankan strukturnya agar tidak putus. Partikel-partikel dalam gel pada jelly powder mempunyai ikatan yang kuat dan lentur sehingga mampu menahan gaya shear dari probe.

Hal ini berbeda dengan kurva yang dibentuk oleh gel dari karaginan. Setelah gel mengalami fracture yang pertama, kurva cenderung memberikan puncak-puncak yang banyak dengan nilai force puncak cenderung sama atau bila terdapat nilai force selama ekstrusi yang melebihi gel fracture, maka nilai tersebut tidak jauh berbeda dari nilai force gel fracture. Dapat dikatakan bahwa partikel-partikel dalam gel yang dibentuk karaginan kurang kuat dan kurang lentur dibandingkan dengan jelly powder. Nilai-nilai tersebut didapat dari pembacaan grafik oleh

texture analyser. Nilai gel fracture diperoleh dari pembacaan saat gel mulai pecah pertama kali

dan nilai gel strength max sendiri merupakan nilai force tertinggi setelah gel fracture terjadi (selama proses ekstrusi). Perbandingan nilai gel strength max dan nilai gel fracture menunjukkan kekuatan partikel gel menahan shear dari probe.

Menurut Yuliyanti (2008) jelly powder merupakan bahan pembentuk gel dengan komposisi utama adalah karaginan. Akan tetapi, berdasarkan hasil analisis dengan texture

analyser, kurva yang dihasilkan gel jelly powder dengan gel karaginan menunjukkan tekstur

sangat berbeda. Kemungkinan jelly powder yang digunakan sebagai bahan baku exist jelly drink mengandung konjak. Akan tetapi bila dibandingkan dengan gel campuran karaginan-konjak, tekstur yang dihasilkan masih berbeda. Hal ini kemungkinan disebabkan selain perbedaan rasio karaginan dan konjak, juga jenis garam-garam serta bahan tambahan pangan lain yang ditambahkan juga berbeda.

Berikut ini merupakan grafik rata-rata perbandingan atara nilai puncak tertinggi yang mampu ditahan gel (gel streng max) dan gel fracture antara jelly powder dan gel karaginan. Jelly

powder 0,33% sebagai produk exist ternyata memiliki perbandingan yang paling besar bahkan

dibandingkan dengan jelly powder 0,43%. Hal ini kemungkinan karena konsentrasi jelly powder 0,33% merupakan konsentrasi maksimum untuk membentuk gel yang elastis. Peningkatan konsentrasi jelly powder justru menyebabkan ikatan tiga dimensi pembentuk gel terlalu banyak sehingga gel menjadi lebih keras dan lebih getas.

(36)

24 Gambar 21 Grafik Perbandingan Gel Strength Max dan Gel Fracture

5.4.3 Perbandingan Karakter Jelly Powder, Karaginan-Konjak, dan

Karaginan-LBG Berdasarkan Texture Analyser Metode

Compression-Extrusion Test

Selain memberikan grafik kurva, texture analyser ini juga memberikan data-data kuantitatif terkait parameter yang telah diatur. Data-data gel fracture, brittleness, gel strength max, dan

firmness ini dapat digunakan sebagai perbandingan karakter masing-masing gel secara kuantitatif.

Sampel yang diukur adalah sampel jelly powder konsentrasi 0,33 % yang merupakan produk exist, kemudian karaginan 0,4 %, karaginan 0,4 %+ konjak 0,05 %, karaginan 0,4 %+konjak 0,1%, karaginan 0,4 %+ LBG 0,05 %, karaginan 0,4 %+LBG 0,1%. Berikut merupakan nilai karakterisasi masing-masing parameter dari masing-masing sampel.

Tabel 5 Nilai Karakterisasi Gel

Keterangan: huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan pada taraf kepercayaan 95%. 0,000 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000

Perbandingan antara Gel Strength max dan Gel Fracture Jelly powder 0,23 % Jelly powder 0,33 % Jelly powder 0,43 % Karaginan 0,4 % Karaginan 0,4 % + konjak 0,05% Karaginan 0,4% + konjak 0,1% Karaginan 0,4 % + LBG 0,05% Karaginan 0,4 % + LBG 0,1 %

Sampel Gel fracture (kg) Brittleness (mm) Gel strength max (kg) Firmness (kg.sec)

Jelly powder 0,33% 0,39 ± 0,06b 1,74 ± 0,16b 2,02 ± 0,31b 22,52 ± 2,32b Karaginan 0,4% 0,22 ± 0,01a 1,48 ± 0,20b 0,26 ± 0,02a 5,72 ± 0,23a Karaginan 0,4%+ konjak 0,05% 1,01 ± 0,07a 1,48 ± 0,23b 1,30 ± 0,09a 24,72 ± 1,42b Karaginan 0,4%+ konjak 0,1% 3,57 ± 0,25a 2,51 ± 0,23a 4,40 ± 0,38a 77,76 ± 4,72a Karaginan 0,4%+ LBG 0,05% 0,29 ± 0,03b 0,77 ± 0,06a 0,51 ± 0,05a 11,30 ± 1,07a Karaginan 0,4%+ LBG 0,1% 1,16 ± 0,10a 1,59 ± 0,21b 1,41 ± 0,05a 27,92 ± 0,85a

(37)

25 Dari hasil pengujian dengan texture analyser metode compression extrusion test, dapat dilihat karakter dari gel yang dihasilkan oleh jelly powder. Jelly powder memiliki nilai gel fracture dan firmness yang lebih rendah dibandingkan gel karaginan 0,4 %+ konjak 0,05%, karaginan 0,4 %+ konjak 0,1%, dan karaginan 0,4 %+ LBG 0,1 %. Namun, memiliki brittleness dan gel

strength max yang tinggi, lebih tinggi dibandingkan 0,4 %+ konjak 0,05% dan karaginan 0,4 %+

LBG 0,1 %. Bila dianalogikan dengan proses menyedot, berdasarkan karakterisasi dengan texture

analyser, gel yang dibentuk jelly powder mudah untuk disedot karena mudah patah (gel fracture

yang rendah) dan gaya yang dibutuhkan lebih kecil (firmness yang rendah). Namun setelah disedot, gel yang dibentuk tidak pecah-pecah (nilai brittleness yang tinggi) sehingga dapat memberi kesan mengalir seperti minuman. Kecenderungan untuk tidak patah-patah ini karena gel yang dibentuk jelly powder memiliki gel strength max yang tinggi sehingga untuk memecah kembali gel setelah gel mengalami fracture yang pertama (saat disedot) perlu gaya yang lebih besar.

Berdasarkan data-data di atas, terdapat kecenderungan yang sama yaitu apabila karaginan ditambahkan oleh konjak dan LBG hingga konsentrasi 0,1 %, maka nilai gel fracture, gel strength

max, dan firmness akan meningkat. Ketiga parameter ini berhubungan erat dengan ikatan-ikatan

partikel dalam gel. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan konjak dan LBG dapat memperbaiki tekstur gel karaginan pada tingkat konsentrasi yang sama, yaitu membuat gel tidak mudah patah dan lebih kuat.

Hal berbeda terlihat pada parameter brittleness. Penambahan LBG pada gel karaginan sebesar 0,05 % justru menurunkan nilai brittlenes. Dalam hal ini, artinya penambahan LBG sebesar 0,05 % pada gel karaginan 0,4 % menyebabkan gel menjadi lebih bersifat brittle (mudah mengalami kepecahan) dibandingkan hanya karaginan 0,4 %. Hal ini seharusnya menandakan bahwa gel karaginan dengan penambahan LBG 0,05 % lebih lemah dibandingkan hanya karaginan saja. Tetapi, bila dilihat dari parameter lain, gel karaginan memiliki nilai gel fracture, gel strength

max, dan firmness yang paling rendah. Secara keseluruhan gaya-gaya yang dibutuhkan untuk

membuat gel karaginan patah maupun terdeformasi dan mengalir melalui annulus (terekstrusi) lebih kecil. Penyebab mengapa nilai brittleness karaginan 0,4 % cukup besar kemungkinan karena alat texture analyser tidak mendeteksi perubahan force pada partikel-partikel gel karaginan yang terlalu kecil akibat gel yang dibentuk karaginan 0,4 % masih sangat lemah.

Bila digambarkan dalam grafik dan dibandingkan antara penambahan konjak dan LBG pada konsentrasi yang sama, konjak dapat memberikan pengaruh yang lebih tinggi. Berikut ini disajikan grafik-grafik perbandingan hasil percobaan penambahan konjak dan LBG pada karaginan 0,4 %.

(38)

26 Gambar 22 Grafik Pengaruh Penambahan Konjak dan LBG terhadap Gel Fracture

Grafik di atas menunjukkan bahwa pada konsentrasi yang sama, penambahan konjak dapat meningkatkan nilai gel fracture lebih tinggi dibandingkan LBG. Artinya gaya yang dibutuhkan campuran karaginan-konjak untuk memecah gel pertama kali lebih besar daripada karaginan-LBG.

Gambar 23 Grafik Pengaruh Penambahan Konjak dan LBG terhadap Brittleness

Grafik di atas menunjukkan bahwa pada konsentrasi yang sama, penambahan konjak dapat memberikan nilai brittleness lebih tinggi dibandingkan LBG. Grafik menunjukkan bahwa pada penambahan LBG 0,05%, kedalaman probe untuk mencapai gel fracture lebih rendah dibanding dengan tanpa penambahan LBG. Padahal, secara fisik dan dilihat dari parameter-parameter lain, gel karaginan tanpa penambahan LBG memiliki sifat yang lemah yang seharusnya bila probe menembus gel, tidak memerlukan kedalaman yang jauh. Hal ini kemungkinan, alat tidak mendeteksi pecahan-pecahan gel yang kecil sebagai fracture karena perbedaan gaya yang terlalu kecil y = 1,6788x - 1,7582 R² = 0,9152 y = 0,4722x - 0,3888 R² = 0,8096 -0,500 0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 0% 0,05% 0,10% Gel Fracture Karaginan 0,4%+konjak Gel Fracture Karaginan 0,4%+LBG Linear (Gel Fracture Karaginan 0,4%+konjak) Linear (Gel Fracture Karaginan 0,4%+LBG) 0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 0% 0,05% 0,10% Brittleness Karaginan 0,4% + Konjak Brittleness Karaginan 0,4% + LBG

(39)

27 Gambar 24 Grafik Pengaruh Penambahan Konjak dan LBG terhadap Gel strength Max

Grafik di atas menunjukkan bahwa pada konsentrasi yang sama, penambahan konjak dapat meningkatkan nilai gel strength max lebih tinggi dibandingkan LBG. Artinya, campuran karaginan-konjak memiliki ikatan yang lebih kuat dan kompak dalam struktur tiga dimensinya sehingga memiliki kekuatan untuk menahan tekanan probe lebih tinggi dibandingkan dengan campuran karaginan-LBG.

Gambar 25 Grafik Pengaruh Penambahan Konjak dan LBG terhadap Firmness

Grafik di atas menunjukkan bahwa pada konsentrasi yang sama, penambahan konjak dapat meningkatkan nilai firmness lebih tinggi dibandingkan LBG. Artinya, gaya yang dibutuhkan campuran konjak untuk mendeformasi gel lebih besar dibadingkan campuran karaginan-LBG.

Secara keseluruhan, parameter-parameter di atas merupakan parameter yang berkaitan dengan kekuatan dan keteguhan gel. Penambahan konjak terhadap gel karaginan memberikan

y = 2,0691x - 2,1539 R² = 0,9238 y = 0,5745x - 0,4251 R² = 0,9029 -0,500 0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 4,500 5,000 0% 0,05% 0,10%

Gel Strength Max Karaginan 0,4% + Konjak

Gel Strength Max Karaginan 0,4% + LBG

Linear (Gel Strength Max Karaginan 0,4% + Konjak)

Linear (Gel Strength Max Karaginan 0,4% + LBG) y = 36,017x - 35,965 R² = 0,9308 y = 11,096x - 7,2121 R² = 0,9237 0,000 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 80,000 90,000 0% 0,05% 0,10% Firmness Karaginan 0,4% + Konjak Firmness karaginan 0,4% + LBG Linear (Firmness Karaginan 0,4% + Konjak) Linear (Firmness karaginan 0,4% + LBG )

(40)

28 kenaikan kekuatan dan keteguhan gel lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan LBG. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh adanya struktur ikatan yang berbeda antara karaginan-konjak dan karaginan-LBG.

Gel karaginan terbentuk dengan adanya ikatan double helix yang mengakibatkan adanya titik-titik pertemuan sehingga membuat jala bentuk tiga dimensi (Fardiaz 1989). Penambahan konjak glukomanan maupun LBG (galaktomanan) diketahui dapat meningkatkan kekuatan gel dan keteguhan gel karaginan, khususnya kappa karaginan. Terlihat dari hasil pengukuran dengan

texture analyser di atas. Hal ini karena gugus halus rantai manosa yang terkandung dalam LBG

maupun konjak berinteraksi dengan rantai double helix karaginan seperti yang ditunjukkan pada gambar.

Gambar 26 Ilustrasi Interaksi Rantai Manosa dengan Rantai Double Helix karaginan (Glicksman 1983)

Berdasarkan hasil yang didapatkan, dengan konsentrasi yang sama, konjak ternyata memberikan pengaruh yang lebih tinggi dalam meningkatkan kekuatan dan keteguhan gel. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh gugus linear manosa pada konjak lebih panjang daripada LBG seperti ditunjukkan pada gambar. Adanya gugus linear manosa konjak yang lebih panjang ini kemungkinan menyebabkan interaksi yang lebih kuat dibandingkan dengan LBG yang memiliki rantai samping galaktosa yang berblok-blok.

(41)

29 Gambar 28 Struktur Rantai Konjak Glukomannan (Gil 2005)

Meskipun penambahan konjak terhadap gel karaginan memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan LBG, namun kecenderungan yang ditunjukkan sama. Artinya, secara reologi, LBG memberikan sifat sinergi yang menyerupai konjak bila ditambahkan ke dalam gel karaginan. LBG berpotensi menggantikan konjak sebagai campuran gel karaginan di beberapa produk tertentu karena di beberapa negara seperti United Kingdom penggunaan konjak sebagai ingridient gel mulai dilarang akibat bahaya choking (FSA 2010).

5.4.4 Hasil Karakterisasi Berdasarkan Uji Sensori

Uji sensori dilakukan kepada panelis khusus untuk mengkarakterisasi masing-masing sampel gel. Adapun parameter yang diuji yaitu brittleness, yang dibahasakan sebagai seberapa besar tingkat brittleness (pecah-pecah tidak gel ketika disedot) dan firmness yang dibahasakan sebagai tingkat kemudahan gel untuk disedot, makin susah gel disedot maka makin solid (firm) gel tersebut.

Gambar 29 Grafik Perbandingan Brittleness Berdasarkan Uji Sensori 0 2 4 6 8 10 12 14 Brittleness Jelly powder Karaginan 0,4% Karaginan 0,4% + konjak 0,05% Karaginan 0,4% + konjak 0,1% Karaginan 0,4% + LBG 0,05% Karaginan 0,4% + LBG 0,1%

Gambar

Tabel 1 Penggunaan Karaginan di Industri Pangan
Gambar 2 Pembentukan Gel Karaginan (Imeson 1992)
Gambar 4 Struktur Glukomannan (Anonim 2002)
Gambar 5 Texture analyser
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun pada simulasi yang dilakukan nilai tegangan yang dihasilkan memiliki nilai yang lebih besar dari nilai propertis materialnya karena simulasi pada airbag ini

Selanjutnya peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa baik kelompok atas maupun kelompok bawah yang memperoleh pembelajaran matematika dengan pendekatan MEAs

Tugas Akhir ini memfokuskan dalam penggw1aan metode spektrum kapasitas atau yang lcbih dikenal dengan Pushover analysis, yang digunakan untuk mengerahui perilaku

Menurut Inel dan Balim (2010) model pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivis mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, dimana pendekatan konstruktivis

Dan dalam penelitian yang dilakukan Henry Miller (2009) tentang penggunaan limbah plastik sebagai pengganti bahan baku beton, dapat diketahui bahwa limbah plastik

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

JABATAN PENDIDIKAN TINGKAT  KUALIFIKASI PENDIDIKAN FORMASI JUMLAH  FORMASI JENIS  PERING KAT NO UJIAN NAMA PESERTA SELEKSI PENEMPATAN Nilai TWK Nilai TIU Nilai TKP Total

[r]