• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DATA SURVEI HIDRO-OSEANOGRAFI UNTUK OPTIMASI RENCANA JALUR KABEL LAUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DATA SURVEI HIDRO-OSEANOGRAFI UNTUK OPTIMASI RENCANA JALUR KABEL LAUT"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR – RG141536

ANALISIS DATA SURVEI

HIDRO-OSEANOGRAFI UNTUK OPTIMASI

RENCANA JALUR KABEL LAUT

YOGA PRADANA KARRA NRP 03311340000097

DEPARTEMEN TEKNIK GEOMATIKA

Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan, dan Kebumian Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya 2018

Dosen Pembimbing

Danar Guruh Pratomo, ST., MT., Ph.D. Cherie Bhekti Pribadi, ST., MT.,

(2)

i TUGAS AKHIR – RG 141536

ANALISIS DATA SURVEI HIDRO-OSEANOGRAFI

UNTUK

OPTIMASI RENCANA JALUR KABEL LAUT

Yoga Pradana Karra NRP 03311340000097 Dosen Pembimbing

Danar Guruh Pratomo, S.T., M.T., Ph.D. Cherie Bhekti Pribadi, S.T., M.T. DEPARTEMEN TEKNIK GEOMATIKA

Fakultas Teknik Sipil Lingkungan Dan Kebumian Institut Teknologi Sepuluh Nopember

(3)

ii

(4)

iii FINAL ASSIGNMENT – RG 141536

HYDRO-OCEANOGRAPHIC

SURVEY

DATA

ANALYSIS FOR SUBMARINE CABLE LANE PLAN

Yoga Pradana Karra NRP 03311340000097 Supervisor

Danar Guruh Pratomo, S.T., M.T., Ph.D. Cherie Bhekti Pribadi, S.T., M.T. GEOMATICS ENGINEERING DEPARTMENT Faculty of Civil Environment And Geoscience Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2018

(5)

iv

(6)

v

ANALISIS DATA SURVEI HIDRO-OSEANOGRAFI UNTUK

OPTIMASI RENCANA JALUR KABEL LAUT

Nama Mahasiswa : Yoga Pradana Karra

NRP : 03311340000097

Departemen : Teknik Geomatika FTSLK-ITS Dosen Pembimbing : Danar Guruh Pratomo,S.T.,M.T.,

Ph.D.

Cherie Bhekti Pribadi,S.T.,M.T.

ABSTRAK

Sistem kabel bawah laut penting karena menghubungkan antarpulau. Tujuan kabel bawah laut adalah untuk menyediakan energi dan komunikasi antar pulau,, terutama untuk negara maritim seperti Indonesia. Studi ini menganalisis karakteristik fisik lautan, fitur dasar laut, dan jalur pelayaran di mana rute kabel akan diletakkan. Informasinya diolah menjadi peta klasifikasi lereng bawah laut, peta klasifikasi sedimen dasar laut, peta anomali magnetik, dan peta jalur pelayaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan SIG (Sistem Informasi Geografis) untuk membuat area desain rute kabel. Berdasarkan penelitian ini, peta rekomendasi untuk area desain jalur kabel bawah laut divisualisasikan ke dalam tiga kategori: aman dan direkomendasikan, risiko sedang, dan risiko tinggi. Ada 4178 lokasi yang dikategorikan sebagai zona aman dan direkomendasikan dengan total luas 293025 m2, 1392 lokasi

dikategorikan sebagai zona risiko sedang dengan total luas 108313 m2, dan 223 lokasi dikategorikan sebagai zona berisiko tinggi

dengan total area 11827 m2.

Kata Kunci – Kabel Laut, SIG, Kemiringan Dasar Laut, Sedimen Dasar Laut, Anomali Magnetik, Jalur Pelayaran.

(7)

vi

(8)

vii

HYDRO-OCEANOGRAPHIC SURVEY DATA ANALYSIS FOR

SUBMARINE CABLE LANE PLAN OPTIMIZATION Name : Yoga Pradana Karra

NRP : 03311340000097

Department : Teknik Geomatika FTSLK-ITS Supervisor : Danar Guruh Pratomo,S.T.,M.T.,

Ph.D.

Cherie Bhekti Pribadi,S.T.,M.T.

ABSTRACT

Submarine cable systems is important as it connects inter-islands. The purpose of submarine cable is to provide the energy and communication among the islands, especially for maritime country like Indonesia. This study analyzed the physical characteristics of the oceans, seabed features, and shipping lanes where the cable route will be laid. The informations processed into submarine slope classification map, the seabed sediment classification map, magnetic anomaly map, and shipping lane map. The research utilized by GIS (Geographic Information System) approach to make the area of cable route design . Based on this research, the recommendation map for submarine cable route design area are visualized into three categories: safe and recommended, medium risk, and highly risk. There are 4178 locations are categorized as a safe and recommended zone with total area of 293025 m2, 1392 locations are categorized as a medium risk zone with total area of 108313 m2, and 223 locations are categorized as a highly risk zone with total area of 11827 m2. Keywords - Submarine Cable, GIS, Submarine Slope, Seabed Sediment, Magnetic Anomaly, Shipping Lane.

(9)

viii

(10)
(11)

x

(12)

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME karena atas berkat dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir dengan judul “Analisis Data Survei Hidro-Oseanografi untuk Optimasi Rencana Jalur Kabel Laut” ini dengan baik dan lancar tanpa adanya kendala.

Penelitian ini dapat berjalan dengan baik berkat bantuan dan dukungan secara moral maupun material dari banyak pihak. Atas segala bantuan dan dukungan tersebut, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Orang tua dan saudari penulis, Papa Yance Karra, Mama Marmi Dhara, Adik Atika, Adik Amelia beserta seluruh keluarga besar yang selalu memberikan doa, motivasi, dukungan, dan semangat kepada penulis.

2. Bapak Danar Guruh Pratomo, S.T., M.T., Ph.D. dan Ibu Cherie Bhekti Pribadi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran selama pelaksanaan penelitian tugas akhir berjalan.

3. Bapak Mokhamad Nur Cahyadi, S.T., M.Sc., Ph.D., selaku Ketua Departemen Teknik Geomatika ITS.

4. Bapak Akbar Kurniawan, S.T., M.T., selaku dosen wali atas segala bimbingannya selama penulis belajar di Teknik Geomatika ITS.

5. Teman-teman G15 dan G16 yang telah mendukung dan menghibur selama penelitian tugas akhir berlangsung. 6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan tugas akhir yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis sangat mengharapkan kritikan dan masukan sebagai pembelajaran bagi penulis untuk menjadi lebih baik. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, khususnya bagi mahasiswa Departemen Teknik Geomatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

(13)

xii

Surabaya, Juli 2018

(14)

xiii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ... i ABSTRAK ... v LEMBAR PENGESAHAN ... ix KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah... 3 1.3 Batasan Masalah ... 3 1.4 Tujuan Penelitian ... 4 1.5 Manfaat Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Survei Hidrografi ... 5

2.1.2 Multibeam Echosounder ... 6

2.1.3 Pengamatan Pasang Surut ... 6

2.2 Survei Oseanografi ... 7

2.2.1 Survei Magnetometer ... 8

2.2.2 Survei Side Scan Sonar ... 8

2.3 Kemiringan Dasar Laut ... 9

2.4 Jenis Sedimen Dasar Laut ... 9

2.5 Anomali Magnetik ... 10

2.6 Area Labuh Jangkar ... 11

2.7 Penelitian Terdahulu ... 12

BAB III METODOLOGI ... 15

3.1 Lokasi Penelitian ... 15

3.2 Data dan Peralatan ... 15

3.2.1 Data ... 16

3.2.2 Peralatan ... 16

3.3 Metodologi Penelitian ... 16

3.3.1 Tahap Persiapan Penelitian ... 17

(15)

xiv

3.3.3 Tahap Akhir Penelitian ... 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1 Penyajian Data ... 23

4.2 Data Batimetri ... 23

4.2.1 Digital Elevation Model ... 24

4.2.2 TIN (Triangulated Irregular Network) ... 24

4.2.3 Slope ... 26

4.3 Citra Side Scan Sonar ... 28

4.4 Data Magnetometer ... 30

4.5 Area Labuh Jangkar ... 32

4.6 Rekomendasi Wilayah Rencana Jalur Kabel Laut .... 33

4.7 Rencana Jalur Kabel Laut ... 35

4.7.1 Jalur Kabel Laut berdasarkan Kemiringan ... 36

4.7.2 Jalur Kabel Laut berdasarkan Jenis Sedimen... 39

4.7.3 Jalur Kabel Laut berdasarkan Anomali Magnetik ... 41

4.7.4 Jalur Kabel Laut berdasarkan Area Labuh Jangkar ... 42

4.7.5 Jalur Kabel Laut berdasarkan Rekomendasi Wilayah ... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA... 51 LAMPIRAN

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ilustrasi Multibeam Echosounder ... 6

Gambar 2.2 Pengamatan Pasang Surut ... 7

Gambar 2.3 Alat Magnetometer ... 8

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian ... 15

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian ... 17

Gambar 3.3 Diagram Alir Pengolahan Data Penelitian ... 19

Gambar 4.1 DEM Data Batimetri ... 24

Gambar 4.2 Kontur Kedalaman Data Batimetri ... 25

Gambar 4.3 TIN Data Batimetri ... 26

Gambar 4.4 Peta Klasifiksi Kemiringan Dasar Laut ... 27

Gambar 4.5 Peta Klasifikasi Jenis Sedimen Dasar Laut .... 29

Gambar 4.6 Kontur Magnetik ... 31

Gambar 4.7 Peta Anomali Magnetik ... 32

Gambar 4.8 Peta Area Labuh Jangkar ... 33

Gambar 4.9 Peta Rekomendasi Wilayah Rencana Jalur Kabel Laut ... 34

Gambar 4.10 Rencana Jalur Kabel Laut berdasarkan Peta Klasifikasi Kemiringan Dasar Laut ... 37

Gambar 4.11 Rencana Jalur Kabel Laut berdasarkan Peta Klasifikasi Jenis Sedimen Dasar Laut .... 40

Gambar 4.12 Rencana Jalur Kabel Laut berdasarkan Peta Anomali Magnetik ... 42

Gambar 4.13 Rencana Jalur Kabel Laut berdasarkan Peta Area Labuh Jangkar ... 43

Gambar 4.14 Rencana Jalur Kabel Laut berdasarkan Peta Rekomendasi Wilayah ... 44

(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Kemiringan ... 9

Tabel 2.2 Klasifikasi Jenis Sedimen ... 10

Tabel 2.3 Frekuensi Longsor berdasarkan Jenis Sedimen .. 10

Tabel 4.1 Analisa Morfologi Kemiringan ... 28

Tabel 4.2 Analisa Jenis Sedimen ... 30

Tabel 4.3 Analisa Wilayah Anomali Magnetik ... 32

Tabel 4.4 Analisa Area Labuh Jangkar ... 33

Tabel 4.5 Analisa Rekomendasi Wilayah Rencana Jalur Kabel Laut ... 35

Tabel 4.6 Analisa Rencana Jalur Kabel 1 berdasarkan Peta Klasifikasi Kemiringan Dasar Laut ... 38

Tabel 4.7 Analisa Rencana Jalur Kabel 2 berdasarkan Peta Klasifikasi Kemiringan Dasar Laut ... 38

Tabel 4.8 Analisa Rencana Jalur Kabel 1 berdasarkan Peta Klasifikasi Jenis Sedimen Dasar Laut ... 40

Tabel 4.9 Analisa Rencana Jalur Kabel 2 berdasarkan Peta Klasifikasi Jenis Sedimen Dasar Laut ... 41

Tabel 4.10 Analisa Rencana Jalur Kabel 1 berdasarkan Peta Anomali Magnetik ... 42

Tabel 4.11 Analisa Rencana Jalur Kabel 2 berdasarkan Peta Anomali Magnetik ... 42

Tabel 4.12 Analisa Renncana Jalur Kabel Laut 1 berdasarkan Peta Area Labuh Jangkar ... 44

Tabel 4.13 Analisa Rencana Jalur Kabel Laut 2 berdasarkan Peta Area Labuh Jangkar ... 44

Tabel 4.12 Analisa Rencana Jalur Kabel 1 berdasarkan Peta Wilayah Rekomendasi Rencana Jalur Kabel Laut ... 45

Tabel 4.13 Analisa Rencana Jalur Kabel 2 berdasarkan Peta Wilayah Rekomendasi Rencana Jalur Kabel Laut ... 45

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Klasifikasi Kemiringan Dasar Laut Lampiran 2. Peta Klasifikasi Jenis Sedimen Dasar Laut Lampiran 3. Peta Anomali Magnetik

Lampiran 4. Peta Area Labuh Jangkar

Lampiran 5. Peta Wilayah Rekomendasi Rencana Jalur Jalur Kabel Laut

Lampiran 6. Rencana Jalur Kabel Laut berdasarkan Peta Klasifikasi Kemiringan Dasar Laut Lampiran 7. Rencana Jalur Kabel Laut berdasarkan Peta Klasifikasi Jenis Sedimen Dasar Laut Lampiran 8. Rencana Jalur Kabel Laut berdasarkan Peta Anomali Magnetik

Lampiran 9. Rencana Jalur Kabel Laut berdasarkan Peta Area Labuh Jangkar

Lampiran 10. Rencana Jalur Kabel Laut berdasarkan Wilayah Rekomendasi Rencana Jalur Kabel Laut

(19)

xviii

(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penggunaan kabel laut merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk penyediaan kebutuhan manusia akan energi dan komunikasi khususnya bagi negara-negara kepulauan seperti Indonesia, terbukti jalur komunikasi di Indonesia banyak didukung juga digelar melalui kabel serat optik (fiber optic) di dasar laut (Pushidrosal 2017). Berdasarkan penggunaannya, sistem kabel bawah laut menjadi penting karena tidak tersedia jembatan penghubung antar pulau disamping jika kabel dilewatkan melalui pelampung-pelampung akan mengganggu lalu lintas perairan antar pulau (Tupalessy, Hasanah, dan Suyono 2015).

Kabel laut membutuhkan perhatian khusus dalam hal optimasi penggunaannya, karena letaknya yang berada di permukaan dasar laut maka perlu diperhatikan hal-hal yang dapat menyebabkan kegagalan pada kabel laut. Kegagalan kabel laut yang paling sering terjadi adalah kerusakan eksternal yang dipicu oleh faktor alam dan kegiatan manusia. Statistik kegagalan kabel bawah laut menunjukkan resiko tiga sampai lima kali lebih tinggi dibandingkan resiko internalnya (Bhawana 2014). Faktor alami yang sering menyebabkan kegagalan pada kabel laut antara adalah longsor yang terjadi dipermukaan dasar laut akibat kemiringan dasar laut yang bervariasi, sedangkan faktor manusia antara lain peletakan jangkar kapal dan aktivitas penangkapan ikan.

Penentuan rencana jalur kabel laut merupakan langkah awal yang memegang peranan penting untuk optimasi penggunaan kabel laut. Rencana jalur kabel laut harus memperhatikan keadaan dasar laut, fitur dasar laut, aktivitas manusia, dan obstacle yang dapat menyebabkan kegagalan kabel laut. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan survei hidro-oseanografi pada wilayah perencanaan. Dalam penelitian ini informasi survei hidro-oseanografi yang digunakan untuk

(21)

parameter pembuatan rencana jalur kabel laut antara lain survei multibeam echosounder, survei side scan sonar, survei magnetometer, dan data pendukung berupa informasi spasial peta alur pelayaran. Data yang sudah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisa untutk menentukan rekomendasi rencana jalur kabel laut terbaik.

Survei menggunakan multibeam echosounder bertujuan untuk mendapatkan bentuk topografi permukaan dasar laut yang kemudian diklasifikasikan berdasarkan tingkat kemiringannya. Informasi ini berkaitan dengan kegagalan kabel laut yang disebabkan oleh longsor dasar laut karena tingkat kemiringan yang bervariasi. Survei menggunakan side scan sonar bertujuan untuk mendapatkan citra permukaan dasar perairaan untuk mengetahui tingkat kekerasan sedimen pembentuk dasar perairan. Citra permukaan dasar laut juga digunakan untuk mengidentifikasi fitur dasar laut berupa hazard dan obstruction yang terdapat pada wilayah penelitian. Hazard dan obstruction yang dapat diidentifikasi dari citra side scan sonar berupa pockmarck, scar, dan objek-obejek dasar perairan seperti kapal karam, kabel eksisting, pipa eksisting, maupun bangunan atau instalasi dasar perairan yang terdapat pada wilayah penelitian. Survei magnetometer bertujuan untuk menghasilkan informasi anomali magnetik yang terdapat pada wilayah penelitian, berdasarkan informasi yang didapatkan dapat diketahui wilayah dengan anomali mengindikasikan adanya objek metal pada dasar perairan yang dapat membahaykan kabel laut seperti jangkar kapal, ranjau, kapal karam, dan benda metal lainnya. Informasi spasial berupa peta alur pelayaran menunjukkan aktivitas manusia pada wilayah penelitian yang dapat menyebabkan kegagalan pada kabel alut seperti kegiatan penangkapan ikan dan anchoring.

Berkaitan dengan banyaknya informasi yang dibutuhkan maka diperlukan pula upaya analisa yang memadai untuk menentukan rekomendasi rencana jalur kabel laut terbaik. Data dan informasi yang telah dikumpulkan dari kegiatan survei

(22)

hidro-3

oseanografi kemudian akan diintegrasikan dan dianalisa sehingga menghasilkan peta rekomendasi rencana jalur kabel laut terbaik pada wilayah penelitian.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana metode penyajian dan integrasi pengolahan data hidro-oseanografi untuk optimasi jalur rencana kabel laut ? b. Bagaimana menentukan wilayah rekomendasi jalur rencana

kabel laut berdasarkan hasil analisa data hidro-oseanografi yang telah diintegrasikan ?

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Data yang digunakan untuk menentukan wilayah rencana jalur kabel laut adalah data MBES terkoreksi LLWL, citra SSS post processing, data magnetometer post processing, dan informasi spasial berupa peta alur pelayaran Cilacap.

b. Hasil pengolahan data survei hidro-oseanografi digunakan untuk mengidentifikasi morfologi, fitur, jenis sedimen dan bahaya yang terdapat pada area penelitian. Wilayah rencana jalur kabel laut memiliki parameter berupa kemiringan dasar laut, jenis sedimen permukaan dasar laut, anomali benda logam, dan area labuh jangkar.

c. Hasil integrasi data survei hidro-oseanografi hanya digunakan untuk menghasilkan peta rekomendasi wilayah desain rencana jalur kabel laut terbaik.

(23)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui cara penyajian hasil pengolahan data survei hidro-oseanografi untuk optimasi rencana jalur kabel laut.

b. Mengidentifikasi morfologi, fitur, jenis sedimen, dan bahaya yang terdapat pada wilayah penelitian berdasarkan parameter-parameter yang telah ditentukan untuk penentuan jalur kabel laut.

c. Menentukan wilayah rekomendasi desain rencana jalur kabel laut berdasarkan hasil integrasi data pada area penelitian. 1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari tugas akhir ini adalah menyediakan informasi berupa peta rekomendasi wilayah desain jalur kabel laut terbaik berdasarkan analisis data survei hidro-oseanografi terintegrasi.

(24)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Survei Hidrografi

Survei hidrografi adalah serangkaian kegiatan pengukuran dan pengamatan yang dilakukan di wilayah perairan dan sekitar pantai untuk menggambarkan sebagian atau keseluruhan permukaan bumi, terutama yang digenangi oleh air. Pada suatu bidang datar (kertas yang disajikan dalam bentuk informasi titik kedalaman, garis kontur kedalaman, dan titik-titik tinggi serta berbagai keragaman dibawah permukaan laut) (PM No.129 2016). Data survei hidrografi yang digunakan pada penelitian ini adalah data multibeam echosounder dan data pengamatan pasang surut.

Visualisasi dasar laut berupa kontur kedalaman yang disajikan pada perangkat pengolahan data dalam bentuk digital elevation model adalah hasil pemeruman menggunakan multibeam echosounder. Nilai kedalaman yang dihasilkan harus memiliki referensi terhadap datum vertikal oleh karena itu selama kegiatan survei menggunakan multibeam berlangsug harus dilaksanakan bersamaan dengan pengamatan pasut hal ini dikarenakan kedudukan muka air selalu bervariasi, sehingga menghasilkan kedalaman sesaat pada waktu tertentu. Untuk menghasilkan informasi nilai kedalaman bereferensi maka dilakukan reduksi data pengukuran kedalaman terhadap data pengamatan pasut. Referensi kedalaman yang digunakan pada penelitian ini adalah lowest low water level (LLWL).

(25)

2.1.2 Multibeam Echosunder

Multibeam Echosounder adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur banyak titik kedalaman secara bersamaan yang didapat dari susunan transduser (tranducer array) (Lekkerkerk 2006).

Gambar 2.1 Ilustrasi multibeam sonar ( Glenn MF1970)

Multibeam Echosounder menggunakan prinsip yang sama dengan singlebeam namun jumlah beam yang dipancarkan lebih dari satu pancaran. Pola pancarannya melebar dan melintang terhadap badan kapal. Setiap beam akan mendapatkan satu titik kedalaman hingga jika titik kedalaman tersebut dihubungkan akan membentuk profil dasar laut. Jika kapal bergerak maju hasil sapuan multibeam tersebut menghasilkan suatu luasan yang menggambarkan permukaan dasar laut (Moustier 1998).

2.1.3 Pengamatan Pasang Surut

Kegiatan pengamatan pasang surut bertujuan untuk mendapatkan tinggi referensi yaitu chart datum dalam penelitian ini adalah lowest low water level (LLWL). Karena tinggi muka air laut yang selalu berubah-ubah maka penentuan bidang referensi

(26)

7

yang digunakan sebagai titik nol dilakukan dengan cara merata-ratakan data tinggi muka air menggunakan metode least square. Pengamatan pasang surut untuk keperluan praktis dapat dilakukan sealama 15 atau 29 hari (Djunarsiah 2005). Pengamatan pasut dilakukan menggunakan rambu pengamat pasut atau tide staff. Untuk penggunaan rambu pengamat pasut, rambu harus dipantau oleh pengamat dalam interval waktu yang telah ditentukan. Sebelum pengamatan, terlebih dahulu harus dilakukan pengikatan rambu dengan benchmark yang berada di daratan menggunakan waterpass, agar diketahui tinggi nol tidestaff dan diketahui beda tinggi nol palem atau tide staff relatif terhadap titik ikat benchmark.

Gambar 2.2. Pengamatan Pasang Surut (Djunarsiah 2005) 2.2 Survei Oseanografi

Oseanografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang laut. Lingkungan laut merupakan lingkungan yang berubah-ubah secara dinamis, hal ini harus diperhatikan pada saat melakukan pekerjaan survei di wilayah pesisir dan lepas pantai (UNESCO 1996). Untuk mengetahui perubahan-perubahan ini harus dilakukan survei oseanografi, survei oseanografi pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi fisik lautan sebagai pertimbangan rencana jalur kabel laut. Data-data tersebut dikumpulkan melalui survei yang menggunakan peralatan seperti side scan sonar dan magnetometer. Hasil survei dari peralatan kemudian akan diolah sehingga menghasilkan

(27)

parameter-parameter oseanografi dalam mendesain rencana jalur kabel laut. Parameter-parameter yang dimaksudkan adalah jenis sedimen dasar laut, fitur dasar laut, objek-objek metal yang berada pada kolom air.

2.2.2 Survei Magnetometer

Survei magnetometer dilakukan untuk mendeteksi adanya objek-objek metal pada atau dekat permukaan dasar laut yang dapat membahayakan kabel laut. Bahaya yang dimaksud antara lain berupa wrecks, sunken buoys, steel cables, existing pipe, existing cables, maupun bahaya objek metal lain yang berada pada wilayah penelitian. Survei magnetik dilaksanakan dengan interval lajur utama studi bathimetri dengan menggunakan lajur silang. Studi magnetometer tidak disarankan untuk dilaksanakan bersamaan dengan studi side scan sonar karena dikhawatirkan terjadi gangguan yang bersumber dari towfish.

Gambar 2.3. Alat Magnetometer (Geometrics 2017) 2.2.3 Survei Side Scan Sonar

Survei menggunakan alat side scan sonar bertujuan untuk mendapatkan data citra kenampakan dasar laut (seabed features) pada wilayah rencana jalur kabel laut. Teknologi side scan sonar dapat menghasilkan citra permukaan dasar laut. Teknologi ini menggunakan pancaran gelombang akustik untuk menentukan jenis sedimen dan objek-objek yang berada di permukaan dasar laut. Side scan sonar merekam nilai hambur balik yang

(28)

9

dipantulkan oleh permukaan dasar laut dalam bentuk energi listrik. Instrumen ini mampu membedakan besar kecil partikel penyusun permukaan dasar laut dan objek-objek yang berada diatasnya seperti batuan, lumpur, pasir, kerikil, karang, kapal karam, dan objek-objek lainnya.

2.3 Kemiringan Dasar Laut

Kemiringan dasar kaut diperoleh dengan cara pengolahan data bathimetri menjadi model 3D menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10.5. Area kemiringan dasar laut diklasifikasikan berdasarkan Van Zuidam (1985) yang dijelaskan pada tabel 2.1 di bawah ini

Tabel 2.1 Klasifikasi Kemiringan

No. Keterangan Morfologi

Lereng (o)

1 Rata/Hampir rata 0 - 2

2 Berombak dengan lereng Landai 2 – 4 3 Berombak dengan lereng Miring 4 – 8 4 Berbukit dengan Curam Menengah 8- 16 5

Berbukit Terkikis dengan Lereng

Curam 16 - 35

6

Berbukit Terkikis Kuat dengan

Kelerengan Sangat Curam 35 - 55 7

Pegunungan dengan Kelerengan

Curam 55 - 90

2.4 Jenis Sedimen Dasar Laut

Menurut Akbar (2017) klasifikasi jenis sedimen permukaan dasar laut menggunakan citra side scan sonar dapat diperoleh dari nilai dijital tiap piksel. Klasifikasi jenis sedimen dibagi menjadi lima berdasarkan nilai dijital citranya. Klasifikasi jenis sedimen pembentuk dasar laut dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.

(29)

Tabel 2.2 Klasifikasi Jenis Sedimen No. Nilai Dijital (DN)

Jenis Sedimen 1 0 - 31 Tanah Liat 2 31 - 79 Lumpur 3 79 - 140 Pasir 4 140 - 193 Kerikil 5 193 - 255 Batuan Besar

Berdasarkan penelitian submarine and slope stability (Hance B.S. 2003) hasil klasifikasi jenis sedimen dasar perairan juga dapat menunjukkan frekuensi terjadinya longsor dasar laut berdasarkan jenis penyusun sedimen permukaannya. Adapun frekuensi terjadinya longsor dasar laut dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3 Frekuensi Longsor Berdasarkan Jenis Sedimen No. Frekuensi Terjadinya Longsor

Jenis Sedimen 1 117 clay 2 80 mud 3 65 silt/sand 4 8 gravel 5 2 boulder 2.5 Anomali Magnetik

Medan magnet utama bumi berubah terhadap waktu, hal ini akan mempengaruhi nilai magnetik yang didapatkan pada saat melakukan survei magnetik. Untuk menyamakan nilai-nilai medan magnet utama bumi, dibuat standar nilai yang disebut sebagai International Geomagnetics Referrence Field (IGRF). Nilai-nilai IGRF dtersebut diperoleh dari hasil pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitar 1 juta km2 yang dilakukan dalam

(30)

11

waktu satu tahun (Santosa dkk 2012). Menurut Arini, Suprayogi, dan Awaluddin (2013) besarnya nilai kemagnetan bumi di suatu tempat tergantung pada kondisi kemagnetan di dalam bumi yang berubah terhadap waktu, pengaruh luar bumi, dan pengaruh kemagnetan lokal.

Anomali magnetik suatu wilayah dapat diketahui dari hasil pengukuran di lapangan yang telah terkoreksi oleh medan magnet utama bumi, dan medan magnet harian. Hasil survei magnetik berupa korrdinat (x,y) dan nilai magnetik (nT). Hasil ini kemudian dilakukan pembuatan kontur nilai magnetiknya agar terlihat lokasi nilai-nilai magnetik yang memiliki perbedaan besar dengan nilai magnetik disekitarnya. Area dengan nilai magnetik yang berbeda dengan wilayah sekitarnya inilah yang dinamakan anomali magnetik. Lokasi yang terdapat anomali magnetik menunjukkan adanya indikasi benda logam, untuk mengetahui kebenaran hasil pengolahan ini perlu dilakukan pengamatan langsung pada lokasi tersebut.

2.6 Area Labuh Jangkar

Area labuh jangkar diprediksi menggunakan peta alur pelayaran. Rute pelayaran pada peta dapat diidentifikasi langsung menggunakan mata, area labuh jangkar erat kaitannya dengan jalur pelayaran. Alur pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari kapal angkutan laut (PM 129 2016). Berdasarkan definisi alur pelayaran sendiri dapat diketahui bahwa pada alur pelayaran terjadi kegiatan lempar atau labuh jangkar. Aktifitas labuh jangkar pada alur pelayaran digunakan untuk tempat pemberhentian atau haluan kapal angkutan laut. Adanya aktivitas ini menjadi salah satu ancaman untuk pembuatan jalur kabel laut karena dapat membahayakan kabel laut pasca pemasangan.

(31)

2.7 Penelitian terdahulu

Adapun penelitian terdahulu terkait penentuan wilayah rekomendasi rencana jalur kabel laut adalah sebagai berikut : 1. Aditya (2014), melakukan penelitian tentang desain rute

pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV antara landing point Kariangau dan Penajam. Desain rute pemasangan kabel laut dimulai dari landing point yang berada di darat pada sisi Kariangau, dilanjutkan menyeberangi laut pada Selat Balikpapan menuju landing point yang berada di darat pada sisi Penajam. Untuk mendesain rute kabel laut yang optimal tentu saja memerlukan banyak data, tidak hanya dengan menggunakan peta topografi dan peta bathimetri saja, melainkan dibutuhkan data lain seperti peta side scan sonar, anomali magnetik, dan sub bottom profile untuk mengetahui informasi dasar laut lainnya. Kegiatan aplikatif ini berusaha mendesain rute pemasangan kabel laut jalur transmisi 150 KV dari landing point pada sisi Kariangau menyeberangi Selat Balikpapan menuju landing point pada sisi Penajam. Beberapa hal yang dijadikan dasar pertimbangan dalam mendesain rute pemasangan kabel laut yaitu kondisi topografi di sekitar area landing point, kedalaman dan bentuk terrain dasar laut, kondisi anomali magnetik, dan struktur lapisan sedimen dasar laut di sepanjang koridor rencana jalur kabel laut. Dapat disimpulkan bahwa data survei hidro-oseanografi dapat dianalisa untuk menjadi peta rekomendasi wilayah rencana jalur kabel laut.

2. Akbar (2017) melakukan penelitian tentang analisis nilai hambur balik sedimen permukaan dasar perairan menggunakan data multibeam echosounder. Analisis terhadap nilai hambur balik memungkinkan dalam menentukan jenis sebaran sedimen dasar perairan. Intensitas hambur balik yang kuat menunjukkan jenis sedimen yang keras (gravel, boulder). Nilai hambur balik sedimen diolah hingga menghasilkan mosaik, nilai hambur balik wilayah perairan yang berisi nilai dijital dari mosaik yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian ini

(32)

13

didapatkan 5 klasifikasi jenis sedimen pembentuk permukaan dasar perairan berdasarkan nilai dijitalnya yang dikonversi menjadi kekuatan nilai hambur balik dalam satuan dB. Hal ini menunjukkan bahwa jenis permukaan dasar perairan dapat diklasifikasikan menggunakan nilai dijital yang dihasilkan dari mosaik citra side scan sonar.

3. Hence B.S. (2003) dalam penelitiannya dengan judul Submarine Slope Stability mengemukakan bahwa dalam pengembangan industri oil and gas diperlukan persiapan terhadap peletakan perencanaan bangunan seperti subsea wells, kabel laut, pipa bawah laut, dan bangunan dasar perairan lainnya yang menduduki dasar perairan dengan tingkat kemiringan yang beragam. Stabilitas dari kemiringan permukaan dasar laut menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan bangunan-bangunan dasar perairan tersebut. Penilaian stabilitas kemiringan dasar laut perlu dilakukan untuk perkiraan keamanan terhadap fasilitas dasar perairan terkait lama penggunaannya. Perkiraan ini sulit dilakukan mengingat perbedaan usia bangunan dasar perairan yang digunakan dengan jangka waktu yang berbeda-beda. Seiring berjalannya waktu proses geologi yang terjadi dipermukaan dasar perairan pun berbeda berdasarkan mekanisme dan pemicunya. Penilaian stabilitas kemiringan dasar laut dengan kondisi ini paling direkomendasikan menggunakan pendekatan analisis probabilistik resiko. Dalam proses penelitian ini melibatkan data literatur kejadian longsor dasar permukaan sebanyak 534 event. Database yang digunakaan berisi informasi geografis, kedalaman, waktu terjadinya longsor, potensi terjadinya longsor berdasarkan mekanisme pemicunya, dimensi longsor, derajat kemiringan dasar laut dan jenis sedimen permukaan dasar laut. Berdasarkan penelitian ini penulis menggunakan data frekuensi terjadinya longsor berdasarkan jenis sedimen permukaan dasar laut .

(33)
(34)

15 BAB III

METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terdapat di perairan antara kota Cilacap dan Nusakambangan dengan koordinat 7°44'31.19"S dan 108°59'34.20"E. Koordinat lokasi penelitian bukan lokasi yang sebenarnya, data lokasi sengaja dirahasiakan berdasarkan permintaan pemilik data yang terkait. Lokasi penelitian ini dipilih karena antara kota Cilacap dan Nusa kambangan belum terjadi kesetaraan sumber daya energi listrik sehingga wilayah ini cocok untuk digunakan dalam penelitian tugas akhir ini.

Gambar 3.1. Lokasi Penelitian (Google Earth 2017) 3.2 Data dan Peralatan

Penelitian ini menggunakan beberapa data dan peralatan berupa perangkat keras dan perangkat lunak yang akan dijelaskan pada sub bab berikut.

(35)

3.2.1 Data

Adapun data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Data survei bathimetri terkoreksi kedalaman terendah menggunakan Multibeam Echosounder pada area penelitian. b. Citra post processing side scan sonar pada area penelitian. c. Data Magnetometer terkoreksi variasi harian dan IGRF pada

area penelitian.

d. Peta Alur Pelayaran Cilacap 3.2.2 Peralatan

Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa perangkat lunak dan perangkat keras. Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit komputer ASUS ROG, sedangkan perangkat lunak yang digunakan yaitu perangkat lunak ArcGIS 10.5, perangkat lunak Global Mapper 19, dan perangkat lunak Surfer 14.

3.3 Metodologi Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan atara lain tahap persiapan, tahap pengolahan data dan analisa, dan tahap akhir penelitian. Tahapan-tahapan tersebut akan dideskripsikan dan dijelaskan menggunakan diagram alir seperti pada gambar berikut :

(36)

17

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian

Berikut penjelasan mengenai tahapan diagram alir dalam pelaksanaan penelitian ini :

3.3.1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap ini dilakukan perumusan masalah dan studi literatur. Dalam perumusan masalah peneliti mencari permasalahan yang ada, membentuk lingkup permasalahan, serta pembatasan dimensi dan variabel yang akan dibahas dalam penelitian sehingga didapatkan fokus pengamatan dalam penlitian. Studi literatur dilakukan untuk mempelajari tentang

(37)

penelitian yang sudah ada atau penelitian yang serupa tetapi memiliki sedikit perbedaan, pencarian meteri-materi terkait dengan penelitian yang dilaksanakan, serta pencarian informasi tentang bahan dan data yang diperlukan . Pada tahap ini juga dilakukan pengumpulan data penelitian, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil survei hidro-oseanografi yang diketuai oleh Danar Guruh Pratomo selaku ketua pelaksana kegiatan. Data – data ini meliputi data survei bathimetri terkoreksi LLWL, data magnetometer postprocessing, citra side scan sonar post processing, dan data spasial berupa peta alur pelayaran Cilacap.

3.3.2. Tahap Pengolahan Dan Analisa

Pada Tahap ini dilakukan pengolahan data survei hidro-oseanografi yang telah dipersiapkan pada tahapan sebelumnya. Data-data yang telah dikumpulkan akan diolah menjadi peta tematik yang akan digunakan sebagai parameter penentuan rekomendasi rencana jalur kabel laut. Data bathimetri terkoreksi kedalaman terendah akan diolah menjadi peta kemiringan dasar laut. Citra side scan sonar akan diolah menjadi peta jenis sedimen dasar laut. Data magnetometer post processing akan diolah dan disajikan dalam bentuk peta anomali magnetik. Data spasial berupa peta alur pelayaran Cilacap akan dilakukan digitasi dan divisualisasikan dalam bentuk peta area labuh jangkar. Semua peta tematik yang telah dihasilkan selanjutnya dilakukan proses klasifikasi, skoring, dan analisa untuk penentuan rekomendasi wilayah rencanana jalur kabel laut menggunakan metode overlay. Pada tahapan overlay hasil akhir yang akan didapatkan berupa peta rekomendasi wilayah rencana jalur kabel laut. Semua tahapan pengolahan data diuraikan melalui diagram alir berikut ini:

(38)

19

Gambar 3.3 Diagram Pengolahan Data Penelitian.

Adapun penjelasan rinci mengenai pengolahan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Peta alur pelayaran Cilacap, pada tahapan ini akan dilakukan identifikasi terhadap jalur pelayaran dan objek-objek yang terdapat pada peta seperti sarana bantu navigasi, batas haluan kapal, dan area labuh jangkar. Objek-objek tersebut

(39)

berdasarkan fungsinya berpotensi untuk dilalui kegiatan pelayaran sehingga memungkinkan terjadinya kegiatan lempar atau labuh jangkar pada wilayah tersebut. Wilayah ini kemudian dilakukan proses digitasi dan layouting sehingga menghasilkan peta area labuh jangkar.

b. Citra side scan sonar post procesing, pada tahap ini akan dilakukan pembuatan peta jenis sedimen dasar laut menggunakan data citra side scan sonar. Langkah pertama adalah menampilkan citra side scan sonar pada ArcGIS menggunakan pewarnaan grayscale berdasarkan nilai dijitalnya. Citra side scan sonar pada penelitian ini menunjukkan nilai dijital pada kisaran 0 sampai 254. Nilai dijital kemudian diklasifikasikan berdasarkan jenis sedimennya. Langkah akhir pada tahap ini adalah layouting pada hasil klasifikasi sehingga menghasilkan peta jenis sedimen dasar laut.

c. Data bathimetri post processing, data bathimetri adalah kumpulan titik yang mengandung nilai koordinat (x,y) dan nilai kedalaman (z). Kumpulan titik tersebut kemudian dilakukan proses plotting pada perangkat lunak Global Mapper sehingga menghasilkan model elevasi dijital pada wilayah penelitian. Model elevasi dijital kemudian diolah menjadi garis kontur untuk dilakukan pembuatan 3D kemiringan pada perangkat lunak ArcGIS menggunakan toolbox create TIN. TIN pada area penelitian kemudian diolah sehingga menghasilkan fitur poligon yang menunjukkan nilai kemiringan berdasarkan klasifikasinya. Hasil klasifikasi kemudian dilakukan proses layouting sehingga menghasilkan peta kemiringan dasar laut pada wilayah penelitian.

d. Data magnetometer post processing, pada tahap ini dilakukan ploting nilai magnetik untuk menghasilkan kontur magnetik pada wilayah penelitian. Nilai magnetik kemudian dianalisa sehingga menghasilkan fitur poligon berupa area yang

(40)

21

terdapat anomali magnetik dan area tanpa anomali magnetik. Hasil klasifikasi anomali magnetik dilakukan proses layouting sehingga menghasilkan peta anomali magnetik. e. Overlay, pada tahap ini peta tematik yang telah dihasilkan

dari data survei hidro-oseanografi kemudian dilakukan pemberian skor berdasarkan klasifikasi kemiringan, jenis sedimen dasar laut, anomali magnetik, dan area labuh jangkar untuk pembuatan wilayah rekomendasi rencana jalur kabel laut. Hasil overlay kemudian diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan total skor overlay peta tematik yaitu area aman dan direkomendasikan, area beresiko, dan area berbahaya. Hasil klasifikasi wilayah rekomendasi rencana jalur kabel laut kemudian dilakukan proses layouting sehingga menghasilkan peta rekomendasi wilayah rencana jalur kabel laut.

f. Peta rekomendasi wilayah rencana jalur kabel laut dijadikan sebagai referensi pembuatan jalur kabel laut pada wilayah penelitian sehingga menghasilkan jalur kabel laut yang aman berdasarkan analisis data survei hidro-oseanografi.

3.3.3 Tahap Akhir Penelitian

Tahap akhir dari pelaksanaan penelitian ini berupa penyusunan laporan dari hasil analisa data hidro-oseanografi untuk optimasi rencana jalur kabel laut yang terdapat pada wilayah penelitian.

(41)
(42)

23 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Penyajian Data

Data hidro-oseanografi yang digunakan pada penelitian ini akan diolah pada perangkat lunak ArcGIS 10.5, masing-masing data akan ditampilkan dalam fitur berbentuk poligon yang akan terintegrasi menggunakan metode overlay sehingga menghasilkan rencana wilayah jalur kabel laut pada area penelitian.

4.2 Data Bathimetri

Data bathimetri yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil pemeruman menggunakan alat multibeam echosounder yang telah direduksi dengan data pasang surut terendah pada wilayah penelitian. Data bathimetri post processing ditampilkan dalam bentuk point yang berisikan nilai koordinat (x,y) , dan kedalaman (z). Satuan yang digunakan dalam pendefinisian koordinat dan semua aspek yang memiliki nilai pada penyajian data bathimetri adalah meter (m). Data bathimetri yang dihasilkan disajikan dalam bentuk peta kemiringan dasar laut yang melalui tahapan pembuatan DEM, TIN, dan slope. 4.2.1 Digital Elevation Model

Penyajian data bathimetri dibuat menggunakan perangkat lunak Global Mapper 19 dan ArcGIS 10.5. Data berupa posisi koordinat dan nilai kedalaman diplot pada perangkat lunak Global Mapper 19 kemudian diolah menjadi DEM (Digital Elevation Model). DEM merupakan suatu sistem, model, metode, dan alat dalam mengumpulkan, processing, dan penyajian informasi medan. Susunan nilai-nilai digital yang mewakili distribusi spasial dari karakteristik medan, distribusi spasial di wakili oleh nilai-nilai pada sistem koordinat horisontal X Y dan karakteristik medan diwakili oleh ketinggian medan dalam sistem koordinat Z (Frederic J. Doyle, 1991). Sebelum dihasilkan DEM data survei bathimetri wilayah penelitian terlebih dahulu dilakukan proses griding menggunakan modul yang terdapat pada

(43)

perangkat lunak Global Mapper. Griding berfungsi untuk mendefinisikan ukuran wilayahpenelitian seperti jarak kerapatan antara koordinat (x,y) hasil survei Hasil pembuatan DEM dapat dilihat pada gambar 4.1 .

Gambar 4.1 DEM Data Bathimetri

Dari pembuatan digital elevation model data bathimetri wilayah penelitian dapat diketahui bahwa kedalaman pada area penelitian berkisar antara 8 sampai 34 meter.

4.2.2 TIN (Triangulated Irregular Network)

Pembuatan segitiga triangulasi dibuat menggunakan garis kontur yang diekstrak dari DEM yang dihasilkan pada perangkat Global Mapper sebeleumnya. Garis Kontur yang dihasilkan dieksport kedalam bentuk shapefile yang memiliki nilai kedalaman pada rentang 8 meter sampai 34 meter. Garis kontur

(44)

25

yang dihasilkan ditampilkan dengan interval kontur minor adalah satu meter dan interval kontur mayor lima meter.

Bentuk garis kontur terlihat seperti gambar 4.2

Gambar 4.2 Kontur Kedalaman Data Bathimetri

Dari kontur yang dihasilkan dibuat TIN agar visualisasi kemiringan dan kedalaman pada area penelitian dapat terlihat jelas dalam bentuk 3D. Hasil pengolahan ini akan digunakan untuk tahap pengolahan data create surface slope. TIN pada wilayah penelitian ditampilkan pada gambar 4.3

(45)

Gambar 4.3 TIN Data Batimetri 4.2.3 Slope

Slope atau kemiringan dari data bathimetri dibuat pada perangkat lunak ArcGIS 10.5 menggunakan modul arc toolbox dengan perintah create surface slope. Perintah ini berfungsi untuk memvisualisasikan data kemiringan yang terdapat pada area penelitian dengan fitur berupa poligon. Pada area penelitian tingkat kemiringan dasar laut yang didapatkan bervarisasi karena terletak pada kedalaman 8 meter hingga 34 meter. Nilai kemiringan yang dihasilkan dalam bentuk degree atau derajat dengan rentang 0o sampai 90o. Berdasarkan nilai kemiringan yang didapatkan pada area penelitian diketahui bahwa terdapat enam jenis morfologi lereng yang terdapat pada area penelitian yaitu, rata atau hampir rata dengan nilai kemiringan antara 0o sampai 2o, berombak dengan lereng landai pada kisaran nilai kemiringan 2o sampai 4o, berombak dengan lereng miring pada kisaran nilai kemiringan 4o sampai 8o, berbukit dengan curam menengah pada kisaran nilai kemiringan 8o sampai 16o, berbukit terkikis dengan

(46)

27

lereng curam pada kisaran nilai kemiringan 16o sampai 35o, berbukit terkikis kuat dengan kelerengan yang sangat curam pada kisaran nilai kemiringan 35o sampai 55o, dan pegunungan dengan kelerengan curam pada kisaran nilai kemiringan 55o sampai 90o. Nilai kemiringan ini terbilang bervariasi dan tersebar pada wilayah penelitian seperti yang divisualisasikan dalam bentuk poligon slope surface 4.4

(47)

Adapun analisa keragaman morfologi pada wilayah penelitian berdasarkan klasifikasi kemiringannya dapat dilihat pada tabel.. berikut ini

Tabel 4.1 Analisa Morfologi Kemiringan

Keterangan Morfologi Lereng (o) Jumlah Fitur Poligon Luas (m2) Rata/Hampir rata 0 - 2 739 815.1

Berombak dengan lereng

Landai 2 – 4 195 1170.2

Berombak dengan lereng

Miring 4 – 8 357 969.2

Berbukit dengan Curam

Menengah 8 - 16 290 278

Berbukit Terkikis dengan

Lereng Curam 16 - 35 138 5.6

Berbukit Terkikis Kuat dengan Kelerengan Sangat

Curam

35 - 55 45 0.8

Pegunungan dengan

Kelerengan Curam 55 - 90 10 89

4.3 Citra Side Scan Sonar

Penyajian citra side scan sonar divisualisasikan menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10.5. Citra side scan sonar post processing berbentuk raster dengan format geotiff ditampilkan pada perangkat lunak ArcGIS dengan pewarnaan gray scale, hal ini bertujuan untuk menentukan digital number pada citra raster agar dapat diekstrak nilainya kemudian dilakukan klasifikasi jenis sedimen dasar laut berdasarkan tingkatan nilai pikselnya.

(48)

29

Menurut Akbar (2017) klasifikasi jenis sedimen dasar laut dibagi menjadi lima berdasarkan digital numbernya. Pada penelitian dengan menggunakan metode yang sama, klasifikasi sedimen dibagi menjadi lima yaitu clay, mud, silt/sand, gravel, dan boulder. Jenis sedimen yang tersusun dari batuan besar (boulder) memiliki nilai 193 sampai 255 DN. Area yang tersusun dari kerikil (gravel) memiliki nilai 140 sampai 193 DN. Area yang tersusun dari sedimen pasir (silt/sand) memiliki nilai 79 sampai 140 DN. Area yang tersusun dari sedimen jenis lumpur (mud) memiliki nilai 31 sampai 79 DN. Area yang tersusun dari sedimen tanah liat (clay) memiliki nilai 0 sampai 31 DN. Dari klasifikasi jenis sedimen tersebut dapat dihasilkan visualisasi jenis sedimen area penelitian dalam bentuk peta jenis sedimen dasar laut yang ditampilkan pada gambar 4.6

(49)

Adapun analisa jenis sedimen pada wilayah penelitian dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini

Tabel 4.2 Analisa Jenis Sedimen Jenis Sedimen Jumlah Fitur

Poligon Luas (m2) Tanah Liat 221 1179.3 Lumpur 2734 11848.4 Pasir 2418 277486.8 Kerikil 6081 167150.3 Batuan Besar 2139 7591.3 4.4 Data Magnetometer

Data magnetometer yang berisikan koordinat (x,y) dan nilai magnetik (nT) diplot pada perangkat lunak Arcgis untuk menghasilkan kontur nilai magnetik. Anomali magnetik suatu wilayah dapat diketahui dari hasil pengukuran di lapangan yang telah terkoreksi oleh medan magnet utama bumi, dan medan magnet harian. Hasil survei magnetik berupa korrdinat (x,y) dan nilai magnetik (nT). Hasil ini kemudian dilakukan pembuatan kontur nilai magnetiknya agar terlihat lokasi nilai-nilai magnetik yang memiliki perbedaan besar dengan nilai magnetik disekitarnya. Area dengan nilai magnetik yang berbeda dengan wilayah sekitarnya inilah yang dinamakan anomali magnetik. Lokasi yang terdapat anomali magnetik menunjukkan adanya indikasi benda logam, untuk mengetahui kebenaran hasil pengolahan ini perlu dilakukan pengamatan langsung pada lokasi tersebut. Kontur nilai magnetik dapat dilihat pada gambar 4.6

(50)

31

Gambar 4.6 Kontur Magnetik

Dari hasil pembuatan kontur nilai magnetik dapat terlihat perbedaan nilai magnetik pada beberapa area wilayah penenlitian. Nilai magnetik pada area penelitian berkisar antara 8095,51 nT sampai 53258,2 nT. Kontur nilai magnetik ini kemudian diolah menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10.5 untuk mengklasifikasikan wilayah yang terdapat anomali magnetik, hasil klasifikasi ini divisualisasikan pada gambar 4.8.

(51)

Gambar 4.7 Peta Anomali Magnetik

Adapun tabel analisa wilayah anomali magnetik pada area penelitian adalah sebagai berikut

Tabel 4.3 Analisa Wilayah Anomali Magnetik Nilai Magnetik Luas (m2)

Ada anomali 11508.6

Tidak Ada Anomali 583718.5

4.5 Area Labuh Jangkar

Berdasarkan peta alur pelayaran wilayah penelitian diketahui bahwa perairan Cilacap merupakan wilayah yang aktif dalam kegiatan pelayaran sehingga analisa perlu dilakukan untuk menghindari bahaya jangkar kapal terhadap kabel laut. Analisa area labuh jangkar dilakukan dengan digitasi disepanjang alur pelayaran cilacap. Hasil perhitungan geometri luas wilayah yang rawan karena aktivitas labuh jangkar sebesar 392417 m2. Berikut hasil digitasi area labuh jangkar pada wilayah penelitian yang disajikan dalam bentuk gambar 4.8 dibawah ini

(52)

33

Gambar 4.8 Peta Area Labuh Jangkar

Adapun analisa area labuh jangkar pada wilayah penelitian adalah sebagai berikut

Tabel 4.4 Analisa Area Labuh Jangkar

Alur Pelayaran Luas (m2)

Area Labuh Jangkar 302333.6

Area Bebas Jangkar 392417.1

4.6 Rekomendasi Wilayah Rencana Jalur Kabel Laut

Wilayah rekomendasi rencana jalur kabel laut ditentukan berdasarkan hasil penyajian data hidro-oseanografi seperti data bathimetri yang digunakan untuk menganalisa bentuk morfologi pada wilayah penelitian berdasarkan derajat kemiringan dasar laut, citra sides scan sonar digunakan untuk menganalisa rencana jalur kabel laut berdasarkan jenis sedimen pembentuk permukaan dasar laut, data magnetometer digunakan untuk rencana jalur kabel laut berdasarkan letak anomali magnetik pada wilayah

(53)

penelitian, dan data spasial berupa peta alur pelayaran digunakan untuk mengidentifikasi area labuh jangkar yang terdapat pada wilayah penelitian. Penyajian data hidro-oseanografi yang telah diolah akan ditampilkan dalam fitur yang sama berupa poligon-poligon yang kemudian saling ditampalkan menggunakan metode overlay pada ArcGIS. Metode ini bertujuan untuk mengetahui pertampalan dari semua data hidro-oseanografi yang digunakan dalam penelitian ini untuk menghasilkan informasi berupa wilayah rekomendasi rencana jalur kabel laut. Pada penelitian ini wilayah rekomendasi rencana jalur kabel laut dibagi menjadi tiga yaitu aman dan direkomendasikan, beresiko, serta berbahaya. Berdasarkan hasil integrasi data hidro-oseanografi menggunakan metode overlay didapatkan visualisasi seperti pada gambar 4.9 berikut ini

Gambar 4.9 Peta Rekomendasi Wilayah Rencana Jalur Kabel Laut

Analisa wilayah rencana jalur kabel laut disajikan dalam bentuk tabel berikut

(54)

35

Tabel 4.5 Analisa Rekomendasi Wilayah Rencana Jalur Kabel Laut

Wilayah Rekomendasi Jalur Kabel Laut

Jumlah Fitur Poligon

Luas (m2)

Aman dan Direkomendasikan 4178 293025

Beresiko 1392 108313.7

Berbahaya 223 11827.2

4.7 Rencana Jalur Kabel Laut

Pembuatan rencana jalur kabel laut memperhatikan parameter-parameter yang didapatkan dari data survei hidro-oseanografi yang telah diolah. Berdasarkan data bathimetri parameter yang di dapatkan adalah morfologi dasar laut berdasarkan klasifikasi kemiringannya, semakin curam tingkat kemiringan maka semakin berpotensi untuk terjadi longsor pada dasar laut sehingga dapat menyebabkan kegagalan terhadap kabel laut.

Citra side scan sonar memberikan parameter berupa jenis sedimen pembentuk permukaan dasar laut. Informasi sedimen permukaan dasar laut juga menjadi parameter pendukung terjadinya longsor di dasar laut berdasarkan jenis sedimennya. Sedimen dengan jenis tanah liat dan lumpur paling berpengaruh terhadap terjadinya longsor dasar laut, hal ini disebabkan karena permeabilitas jenis sedimen tersebut sangat rendah sehingga menyulitkan arus air laut untuk melewati celahnya . Tekanan arus air laut pada material tersebut dapat menyebabkan perpindahan sedimen yang memicu terjadinya longsor dasar laut.

Data magnetometer menjadi parameter anomali magnetik yang mengindikasikan adanya benda logam berbahaya seperti bangkai kapal, ranjau, jangkar, dan objek-objek metal lainnya yang dapat menyebabkan kegagalan pada kabel laut.

Informasi spasial berupa alur pelayaran pada wilayah penelitian digunakan untuk mengidentifikasi area labuh jangkar. Alur pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar

(55)

dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari kapal angkutan laut (PM 129 2016). Berdasarkan definisi alur pelayaran sendiri dapat diketahui bahwa pada alur pelayaran terjadi kegiatan lempar atau labuh jangkar. Aktifitas labuh jangkar pada alur pelayaran digunakan untuk tempat pemberhentian atau haluan kapal angkutan laut. Adanya aktivitas ini menjadi salah satu ancaman untuk pembuatan jalur kabel laut karena dapat membahayakan kabel laut pasca pemasangan.

Parameter-parameter tersebut kemudian diintegrasikan menggunakan metode overlay pada perangkat lunak ArcGIS dengan cara memberikan skor pada tiap poligon dari parameter-parameter yang telah dihasilkan. Hasil overlay skor nilai pada tiap parameter kemudian akan digunakan sebagai klasifikasi wilayah rencana jalur kabel laut. Klasifikasi rencana jalur kabel laut pada penelitian ini berada pada kisaran skor 4 - 13. Nilai tersebut kemudian dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu aman dan direkomendasikan dengan kisaran skor 4 - 8, beresiko pada kisaran skor 8 - 10, dan berbahaya pada kisaran 10 – 13. Analisa rencana jalur kabel laut berdasarkan parameter-parameter dari data hidro-oseanografi akan dijabarkan pada sub-bab selanjutnya. 4.7.1 Jalur Kabel Laut berdasarkan Kemiringan

Kemiringan dasar kaut diperoleh dengan cara pengolahan data bathimetri menjadi model 3D menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10.5. Hasil pengolahan batimetri ke dalam bentuk 3D kemudian diolah menjadi data kemiringan dasar laut berdasarkan nilainya dengan menggunakan satuan derajat. Nilai kemiringan kemudian akan diklasifikasikan menjadi morfologi lereng dengan nilai kemiringan pada kisaran 0 sampai 2 derajat adalah rata/hampir rata, nilai kemiringan pada kisaran 2 sampai 4 derajat adalah berombak dengan lereng landai, nilai kemiringan pada kisaran 4 sampai 8 derajat adalah berombak dengan lereng miring, nilai kemiringan pada kisaran 8 sampai 16 derajat adalah berbukit dengan curam menengah, nilai kemiringan pada kisaran 16 sampai 35 derajat adalah berbukit terkikis dengan lereng

(56)

37

curam, nilai kemiringan pada kisaran 35 sampai 55 derajat adalah berbukit terkikis kuat dengan kelerengan sangat curam, dan nilai kemiringan pada kisaran 55 sampai 90 derajat adalah pegunungan dengan kelerengan curam.

Berdasarkan klasifikasi tersebut data bathimetri divisualisasikan sebagai wilayah dengan morfologi lereng pada tabel tersebut. Hasil visualisasi tersebut kemudian akan dianalisa untuk memberikan informasi morfologi yang terdapat pada jalur rencana kabel laut. Pada penelitian ini rencana jalur kabel laut yang dibuat berdasarkan integrasi data hidro-oseanografi dibagi menjadi dua dengan mempertimbangkan panjang jalur kabel rencana dan tingkat rekomendasi wilayah penelitian. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka didapatkan jalur rencana kabel laut seperti pada gambar 4.10 berikut

Gambar 4.10 Rencana Jalur Kabel Laut Berdasarkan Peta Klasifikasi Kemiringan Dasar Laut

(57)

Hasil analisa rencana jalur kabel 1 dan rencana jalur kabel 2 berdasarkan klasifikasi kemiringan pada wilayah penelitian diperlihatkan pada tabel-tabel

Tabel 4.6 Analisa Rencana Jalur Kabel 1 Terhadap Peta Klasifikasi Kemiringan Dasar Laut

Keterangan Jumlah Fitur Poligon Luas Fitur (m2) Rata/Hampir rata 10 1588.6

Berombak dengan lereng Landai 9 1864.6 Berombak dengan lereng Miring 9 1050.7 Berbukit dengan Curam Menengah 2 570.5 Berbukit Terkikis dengan Lereng Curam 5 239.7

Tabel 4.7 Analisa rencana Jalur Kabel 2 Terhadap Peta Klasifikasi Kemiringan Dasar Laut

Keterangan Jumla h Fitur Poligo n Luas Fitur (m2) Rata/Hampir rata 8 885.2

Berombak dengan lereng Landai 8 2279.6 Berombak dengan lereng Miring 12 1393.3 Berbukit dengan Curam Menengah 4 962.5 Berbukit Terkikis dengan Lereng Curam 6 350.83

(58)

39

4.7.2 Jalur Kabel Laut Berdasarkan Jenis Sedimen

Menurut Akbar (2017) klasifikasi jenis sedimen permukaan dassar laut menggunakan citra side scan sonar dapat diperoleh menggunakan nilai dijital dari tiap piksel. Klasifikasi jenis sedimen dibagi menjadi lima berdasarkan nilai dijital citranya. Klasifikasi jenis sedimen pembentuk dasar laut dapat berdasarkan nilai dijitalnya dibagi menjadi lima yaitu pada kisaran nilai 0 sampi 31 DN jenis sedimen penyusun dasar laut adalah tanah liat, pada kisaran nilai 31 sampai 79 DN sedimen penyusun dasar laut adalah lumpur, pada kisaran nilai 79 sampai 140 sedimen penyusun dasar laut adalah pasir, pada kisaran nilai 140 sampai 193 DN sedimen penyusun dasar laut adalah kerikil, dan pada kisaran nilai 193 sampai 255 DN adalah batuan besar.

Berdasarkan penelitian submarine and slope stability (Hance B.S. 2003) hasil klasifikasi jenis sedimen dasar perairan juga dapat menunjukkan frekuensi terjadinya longsor dasar laut berdasarkan jenis penyusun sedimen permukaannya. Adapun frekuensi terjadinya longsor dasar laut berdasarkan sedimen pembentuknya yaitu pada wilayah dengan jenis lumpur frekuensi terjadinya longsor dasar laut adalah sebanyak 117 kejadian, pada wilayah dengan sedimen jenis lumpur sebanyak 80 kejadian, pada wilayah dengan jenis sedimen pasir sebanyak 65 kejadian, pada wilayah dengan jenis sedimen kerikil sebanyak 8 kejadian, dan pada wilayah yang dipenuhi dengan batuan besar sebanyak 2 kejadian. Berdasarkan klasifikasi tersebut diketahui bahwa tanah liat, lumpur, dan pasir memiliki peran yang signifikan terhadap potensi terjadinya longsor dasar laut sehingga dijadikan sebagai parameter dalam pemilihan recana jalur kabel laut yang aman.

(59)

Gambar 4.11 Rencana Jalur Kabel Laut Berdasarkan Peta Klasifikasi Jenis Sedimen

Adapun analisa area sedimen yang dilewati oleh rencana jalur kabel laut 1 dan rencana jalur kabel laut 2 adalah sebagai berikut

Tabel 4.8 Analisa Rencana jalur Kabel 1 Berdasarkan Jenis Sedimen Jenis Sedimen Jumlah Fitur Poligon Luas (m2) Lumpur 1 3.1 Pasir 4 2886.4 Kerikil 36 1203.2 Batuan Besar 1 4.1

(60)

41

Tabel 4.9 Analisa Rencana jalur Kabel 2 Berdasarkan Jenis Sedimen Jenis Sedimen Jumlah Fitur Poligon Luas (m2) Lumpur 2 34.3 Pasir 7 2837.3 Kerikil 35 1379.4 Batuan Besar 3 12.2

4.7.3 Jalur Kabel Laut Berdasarkan Anomali Magnetik

Berdasarkan analisa data magnetometer post processing didapatkan wilayah yang terdapat anomali pada area penelitian. Anomali magnetik dapat diketahui dengan pembuatan kontur anomali magnetik. Wilayah yang memiliki perubahan nilai magnetik yang tinggi adalah wilayah anomali magnetik yang diduga terdapat objek metal seperti ranjau, bangkai kapal, dan benda-benda logam lainnya yang dapat membahayakan kabel laut. Umtuk mengetahui lokasi benda tersebut pada peta kontur anomali magnetik koordinat dari nilai magnetik terendah harus diketahui, kemudian dilakukan buffer terhadap area yang diduga berpengaruh terhadap kabel laut. Berikut merupakan wilayah anomali magnetik pada wilayah penelitian.

(61)

Gambar 4.12 Rencana Jalur Kabel Laut berdasarkan Peta Anomali Magnetik

Analisa rencana jalur kabel 1 terhadap data magnetometer ditunjukkan pada tabel-tabel berikut

Tabel 4.10 Analisa Jalur Kabel 1 Berdasarkan Anomali Magnetik

Medan Magnet Luas (m2)

Tidak Ada Anomali 5176.5

Ada Anomali 389.2

Analisa rencana jalur kabel 2 terhadap data magnetometer pada wilayah penelitian adalah sebagai berikut

Tabel 4.11 Analisa Rencana Jalur Kabel 2 Berdasarkan Anomali Magnetik

Medan Magnet Luas (m2)

Tidak Ada Anomali 5713.4

Ada Anomali 505.4

4.7.4 Jalur Kabel Laut Berdasarkan Area Labuh Jangkar Berdasarkan peta alur pelayaran wilayah penelitian diketahui bahwa perairan Cilacap merupakan wilayah yang aktif

(62)

43

dalam kegiatan pelayaran sehingga analisa perlu dilakukan untuk menghindari bahaya jangkar kapal terhadap kabel laut. Analisa area labuh jangkar dilakukan dengan digitasi disepanjang alur pelayaran cilacap. Berikut hasil digitasi area labuh jangkar pada wilayah penelitian.

Gambar 4.13 Rencana jalur Kabel laut Berdasarkan Peta Area Labuh Jangkar

Analisa jalur kabel laut terhadap data spasial peta alur pelayaran yang ditampilkan dalam visualisasi fitur area labuh jangkar dapat dilihat pada tabel-tabel berikut,

(63)

Tabel 4.12 Analisa Rencana Jalur Kabel 1 Berdasarkan Area Labuh Jangkar

Alur Pelayaran Luas (m2)

Area Labuh Jangkar 4986.7

Area Bebas jangkar 1415.9

Tabel 4.13 Analisa Rencana jalur Kabel 2 Berdasarkan Area Labuh Jangkar

Alur Pelayaran Luas (m2)

Area Labuh Jangkar 4971.6

Area Bebas jangkar 2154.1

4.7.8 Jalur Kabel Laut Berdasarkan Rekomendasi Wilayah Berdasarkan hasil analisa dari peta yang dihasilkan kemudian dilakukan proses overlay untuk menghasilkan wilayah rekomendasi rencana jalur kabel laut. Hasil overlay disajikan dalam bentuk gambar sebagai berikut,

Gambar 4.14 Rencana Jalur kabel Berdasarkan Rekomendasi Wilayah

(64)

45

Analisa rencana jalur kabel laut berdasarkan wilayah rekomendasi rencana jalur kabel laut dideskripsikan dalam tabel-tabel berikut,

Tabel 4.17 Analisa Rencana Jalur Kabel 1 Berdasarkan Rekomendasi Wilayah Wilayah Jumlah Fitur Poligon Luas (m2)

Aman dan Direkomendasikan 67 3786

Beresiko 7 86.7

Berbahaya 0 0

Tabel 4.18 Analisa Rencana Jalur Kabel 2 Berdasarkan Rekomendasi Wilayah Wilayah Jumlah Fitur Poligon Luas (m2)

Aman dan Direkomendasikan 67 3745.7

Beresiko 15 425.1

(65)
(66)

47 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian tugas akhir tentang Analisa Data Hidro-oseanografi untuk Optimasi Rencana Jalur Kabel Laut ini sebagai berikut :

a. Pengolahan data hidro-oseanografi dapat diolah dan dianalisa menggunakan perangkat lunak SIG dengan menggunakan metode overlay. Hasil yang didapatkan untuk metode ini adalah dalam bentuk 2D berupa fitur poligon hasil pertampalan kemiringan dasar laut, jenis sedimen dasar laut, anomali magnetik, dan area labuh jangkar yang disajikan dalam bentuk wilayah rekomendasi rencana jalur kabel laut. b. Berdasarkan pengolahan data multibeam echosounder

diketahui pada area penelitian terdapat 7 klasifikasi morfologi bentuk dasar laut berdasarkan nilai kemiringannya. Berdasarkan nilai kemiringan yang didapatkan pada area penelitian diketahui jenis morfologi lereng yang terdapat pada area penelitian yaitu, rata atau hampir rata dengan nilai kemiringan antara 0o sampai 2o, berombak dengan lereng landai pada kisaran nilai kemiringan 2o sampai 4o, berombak dengan lereng miring pada kisaran nilai kemiringan 4o sampai 8o, berbukit dengan curam menengah pada kisaran nilai kemiringan 8o sampai 16o, berbukit terkikis dengan lereng curam pada kisaran nilai kemiringan 16o sampai 35o, berbukit terkikis kuat dengan kelerengan yang sangat curam pada kisaran nilai kemiringan 35o sampai 55o, dan pegunungan dengan kelerengan curam pada kisaran nilai kemiringan 55o sampai 90o. Fitur morfologi yang ditampilkan dalam bentuk poligon rata/hampir rata adalah 739 dengan total luas wilayah sebesar 815,1 m2, berombak dengan lereng landai sebanyak 195 fitur dengan luas wilayah total sebesar 1170,2 m2, berombak dengan lereng miring sebanyak 357 fitur dengan

Gambar

Gambar 2.1 Ilustrasi multibeam sonar ( Glenn  MF1970)
Gambar 2.2. Pengamatan Pasang Surut (Djunarsiah 2005)  2.2  Survei Oseanografi
Gambar 2.3. Alat Magnetometer (Geometrics 2017)  2.2.3  Survei Side Scan Sonar
Tabel 2.1 Klasifikasi Kemiringan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tahun ini, secara luas diperkirakan akan menjadi tahun El Niño yang ditandai dengan kondisi kekeringan yang panjang terjadi di Indonesia, kebakaran dapat

Dengan menampilkan bagaimana macam-macam corak batik Manggur dan filosofinya, awal di temukannya batik Manggur, kegiatan proses pembuatan Batik Manggur oleh para

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem kendali FLC-PI lebih baik dari pada sistem kendali PI linear dengan mampu menghasilkan tanggapan transisi

Analisis Performansi Vectorized Algorithm Pada Aliran Daya Berbasis Injeksi Daya dan Injeksi Arus merupakan pengembangan dari metode Newton Raphson dalam melakukan perhitungan

Patrilineal yang ditunjukkan dalam novel ini melalui perkawinan sekasta, karena sudah menjadi hukum adat Bali seorang perempuan Brahmana harus menikah dengan

Selain itu media juga dapat memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis dan menimbulkan gairah belajar (Arief S. Untuk mendisain dan melakukan pembelajaran yang

Variabel yang dikumpulkan meliputi karakteristik puskesmas, kondisi masyarakat di wilayah kerja puskesmas, tenaga bidan, ketersediaan dana untuk pelayanan KIA,

Soal bagaimana perkebunan-perkebunan itu dikuasai mereka, jadi Indonesia ini tidak hanya berhadapan dengan kolonialisme tapi berhadapan dengan modal asing yang