BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar BelakangPemantauan dan pemeliharaan infrastruktur khususnya bangunan dapat dilakukan dengan bentuk model tiga dimensi (3D) yang diukur dengan Terrestrial Laser Scanner (TLS). Pemanfaatan Terrestrial Laser Scanner memberikan ketelitian yang sangat tinggi untuk pendokumentasian bangunan. Terrestrial Laser Scanner dinilai sangat efisien jika dibandingkan dengan pengukuran menggunakan alat ukur lainnya. Terrestrial Laser Scanner saat ini telah berkembang di bidang pemetaan dengan kelebihan yang ditawarkan oleh alat tersebut adalah kecepatan pengambilan data yang tinggi, tingkat akurasi yang baik, ekonomis, dan kenampakan data hasil pengukuran yang mendekati dengan objek aslinya (Pflipsen, 2006).
Terrestrial Laser Scanner adalah alat yang dapat merekam objek di sekelingnya secara 3D menggunakan sinar laser untuk memindai objek-objek di sekelilingnya tanpa menyentuh objek. Prinsip dasar perekaman data pada laser scanner adalah dengan mentransmisikan gelombang sinar laser ke objek yang kemudian dipantulkan kembali ke sistem penerima. Perbedaan waktu saat gelombang sinar laser ditransmisikan dan dipantulkan kembali, digunakan dalam menentukan jarak ukuran dari alat ke objek. Hasilnya berupa point clouds yang membentuk objek secara 3D sehingga dapat menggambarkan dengan tepat informasi tentang ukuran, luas permukaan, dan volume dari objek.
Point clouds merupakan kumpulan titik yang mewakili bentuk permukaan suatu objek. Objek kajian dalam kegiatan aplikatif ini adalah permukaan bangunan gedung Teknik Geodesi beserta benda-benda yang ada di dalamnya. Point clouds bangunan gedung Teknik Geodesi hasil pengukuran Terrestrial Laser Scanner dapat diproses sehingga membentuk model 3D yang akurat. Pemodelan 3D adalah membuat bentuk suatu objek atau benda-benda, membuat dan mendesain objek tersebut sehingga terlihat seperti nyata yaitu sesuai dengan objek dan basisnya dimana secara keseluruhan dikerjakan menggunakan komputer. Model 3D dapat membantu untuk memperjelas maksud dari rancangan objek karena bentuk sesungguhnya dari objek
akan divisualisasikan secara nyata. Pembentukan sebuah model 3D dapat dilakukan menggunakan beberapa cara, namun dalam pekerjaan ini pembentukan objek dilakukan berdasarkan susunan dari geometri objek sederhana. Geometri objek sederhana merupakan suatu objek yang bentuknya teratur dan besarannya bisa ditentukan melalui perhitungan matematis seperti tabung, bola dan kotak (Yogiswara, 2014). Dalam melakukan representasi model 3D terdapat tingkatan kedetailan atau dikenal sebagai levels of detail (LoD). Terdapat lima tingkatan level of detail, LoD0 hingga LoD4 di mana setiap tingkatan level of detail akan memberikan informasi lebih detail. (OGC, 2012)
Kegiatan pengukuran dan memodelkan 3D gedung teknik geodesi ini sudah pernah dilakukan oleh Al Antra Adevan tahun 2016. Namun, hanya memodelkan bagian luar atau eksterior saja. Pada pelaksanaan kegiatan aplikatif ini, kegiatan difokuskan pada proses pengukuran dan menggabungkan data pengukuran sebelumnya, pengolahan data sampai menjadi model 3D bangunan gedung Teknik Geodesi, khususnya bagian interior menggunakan perangkat lunak Cyclone 6.0. Hasilnya berupa model 3D interior gedung Teknik Geodesi kemudian dilakukan uji kualitas geometri hasil model 3D.
I.2. Lingkup Kegiatan
Cakupan kegiatan ini adalah memodelkan bentuk primitif 3D interior bangunan gedung Teknik Geodesi, Universitas Gadjah Mada dari data point cloud hasil pengukuran TLS. Kegiatan ini dimulai dari pengukuran dengan TLS untuk mendapatkan data points cloud, registrasi data antar scanworld baru dan menggabungkan dengan data yang sudah ada atau data dari pengukur sebelumnya, membuat model 3D hingga menyajikan hasil model bentuk 3 dimensi dengan ukuran, bentuk, dan geometri yang akurat dengan tingkat kedetailan LoD4.
I.3. Tujuan
Tujuan kegiatan aplikatif ini adalah untuk menghasilkan model primitif 3D hasil pengukuran Terrestrial Laser Scanner untuk memvisualisasikan interior gedung Teknik Geodesi serta uji kualitas hasil model 3D interior gedung teknik Geodesi.
I.4. Manfaat
Manfaat dari kegiatan aplikatif pembuatan model primitif 3D gedung Teknik Geodesi hasil pengukuran menggunakan Terrestrial Laser Scanner dapat digunakan sebagai inventarisasi dan memudahkan melakukan pemantauan serta pemeliharaan tanpa harus meninjau langsung ke lapangan karena model telah menyerupai keadaan sesuangguhnya dengan memiliki tingkat kesesuaian bentuk yang tinggi.
I.5. Landasan Teori I.5.1. Bangunan
Bangunan gedung menurut UU No. 28 tahun 2002 tentang bangunan Gedung pasal 1, adalah wujud fisik hasil pekerjaan kontruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat hunian atau tempat tinggal, kegiataan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan social, budaya, maupun kegiatan khusus. (Anonim, 2017)
Interior merupakan bagian dalam gedung (ruang atau sebagainya), tatanan perabot dalam ruang atau gedung (KBBI, 2016). interior adalah bagian dalam dari sebuah bangunan dibentuk oleh elemen-elemen yang bersifat arsitektur dari struktur dan pembentuk ruangnya, seperti kolom, dinding, lantai, dan atap . Ruang berfungsi sebagai tempat yang penting untuk beraktivitas, sebagai tempat tinggal dan juga berfungsi sebagai lambang status sosial dan harga diri . Dari pengertian-pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa desain interior adalah suatu proses perancangan bagian dalam dari sebuah bangunan,yang meliputi unsur fisik, yaitu struktur dan elemen
pembentuk ruang (lantai, dinding, plafon) dan unsur non fisik yaitu untuk memenuhi fungsi ruang sebagai tempat beraktivitas.
I.5.2. Terrestrial Laser Scanner
Terrestrial Laser Scanning (TLS) merupakan instrumen analisis objek real world yang dapat mengumpulkan data berupa titik-titik dalam jumlah besar dengan akurasi yang tinggi dan waktu yang singkat, kemudian ditampilkan dalam bentuk 3D. Tujuan dari pengukuran dengan metode TLS untuk menciptakan titik-titik awan dari permukaan objek dalam bentuk geometrik yang terdiri dari jutaan titik. Hasil pemindaian berupa titik-titik awan kemudian dilakukan registrasi data untuk menciptakan model lengkap (Quintero dkk, 2008).
Terdapat dua jenis scanner berdasarkan sistem pengukurannya, antara lain:
1. Time of flight scanner merupakan scanner dengan akurasi rendah karena merupakan tipe scanner jarak jauh dengan cakupan 1,5 – 6.000 meter. Scanner jenis ini cepat dalam melakukan akuisisi data dan titik yang didapat hingga mencapai 11.000 – 122.000 titik setiap detiknya.
2. Phase comparison scanner merupakan tipe scanner jarak menengah dengan akurasi yang dihasilkan tinggi. Scanner jenis ini dapat mengukur hingga 1.000.000 titik setiap detiknya
Kelebihan terrestrial laser scanner dibandingkan alat ukur konvensional lainnya adalah pengambilan data lebih cepat dan hemat biaya, pengambilan data dan pengukuran dapat dilakukan dari jarak yang cukup jauh sehingga efisiensi dan keselematan pekerja dapat meningkat, densitas titik yang didapat sangat tinggi sehingga menjamin survei topografi yang lengkap.
Prinsip kerja pada TLS adalah pulse based/times of flight. Pulse based adalah pengukuran yang didasarkan pada waktu tempuh gelombang laser sejak dipancarkan sampai diterima kembali oleh penerima pulsa laser tersebut (Genechten, 2008). Selama proses pancaran gelombang akan diperoleh perbedaan lama waktu saat gelombang laser dipancarkan keobjek dan waktu saat gelombang dipantulkan kembali ke alat laser scanner. Perbedaan waktu tersebut yang akan digunakan dalam menentukan jarak ukuran dari scan head ke objek. Persamaan untuk menentukan jarak ukuran dari scan head ke objek pada laser scanner sebagai berikut :
Distance ( R ) = 1
2x 𝐶 x ∆𝑇 ………(1.1)
Dimana :
R : Jarak scanner dari objek (meter).
C : Kecepatan gelombang sinar laser (2,99 x 108 meter/second). ΔT : Beda waktu gelombang sinar laser pergi dan kembali (second). Prinsip perekaman data dengan scanner pada bidang X dan Y yang dijadikan reference plane dalam koordinat scan dapat dilihat pada Gambar I.1. Dalam perekaman data, data yang direkam adalah sudut horisotal (α), sudut vertical (β), dan jarak atara pusat scanner dengan objek. Laser bergerak sesuai dengan perputaran arah jarum jam (Wicaksono, 2006).
Gambar I.1. Perinsip perekaman data dengan scanner (Soeta’at, 2005)
Dari hasil perekaman data yang diperoleh, maka dapat ditentukan koordinat 3D dengan persamaan sebagi berikut:
X=R.cosβ.cosα……….…………...(1.2) Y=R.cosβ.sinα……….………...(1.3) Z=R.sinβ………...…………..(1.4) Dimana:
R : Jarak dari scanner ke titik objek. α : Sudut horizontal titik objek. β : Sudut vertikal objek.
X,Y,Z : Koordinat titik data point cloud.
Secara garis besar prinsip perekaman data pada alat TLS sampai didapatkan koordinat point cloud, dapat dilihat pada Gambar I.1
I.5.3. Registrasi Point Cloud
Registrasi adalah proses penggabungan beberapa scan world yang memiliki sistem koordinat yang berlainan ke dalam satu sistem koordinat yang baru. Penggabungan tersebut dengan melakukan transformasi koordinat 3D antara scan world satu dengan scan world yang lainnya. Parameter yang digunakan untuk melakukan transformasi koordinat didapatkan dari data konstrain agar ada kesamaan antar scan world. Data konstrain merupakan titik referensi yang tetap antara dua penyiaman atau scan world dan memiliki bentuk Geometri tertentu. Metode registrasi ada 3 (Reddington, 2005), yaitu:
I.5.3.1. Metode Target to Target Metode Target to Target adalah metode penggabungan data hasil pengukuran Terrestrial Laser Scanner dengan menggunakan target sebagai acuan. Target memiliki beberapa jenis, diantaranya adalah jenis planar, bola dan sebagainya. Dalam konsep metode Target to Target, dibutuhkan minimal tiga target terdistribusi pada tiga titik yang tidak terletak pada satu garis untuk memecahkan enam parameter transformasi luar (roll, pitch, yaw, translasi x, translasi y, translasi z). Tiga target ini diletakkan pada bagian yang bertampalan dari kedua data yang akan diregistrasi. Ilustrasi persebaran target pada metode target to target dapat dilihat pada gambar I.2.
Gambar I.2. Ilustrasi registrasi target to target (Reshetyuk, 2009)
I.5.3.2. Metode Cloud to Cloud Metode ini pada dasarnya menggabungkan beberapa data hasil scan world dengan menentukan point cloud yang sama dan terekam pada data scan world yang akan digabungkan. Pada metode ini scanworld
harus memiliki pertampalan atau overlap antar point cloud minimum 30% dari daerah yang direkam. Untuk menentukan point cloud agar mudah diidentifikasi yaitu dengan menggunakan ujung-ujung objek, pojok-pojok bangunan, dan sebagainya. Penggunaan metode tersebut menjadikan hasil pekerjaan di lapangan lebih efisien, karena karena tidak perlu memperhatikan persebaran target di lapangan. Namun, registrasi dilakukan di studio menjadi lebih lama karena proses registrasi dapat dilakukan secara berulang-ulang atau memerlukan beberapa kali iterasi hingga point cloud yang saling bertampalan benar bergabung dengan baik dan mendapatkan ketelitian yang diinginkan. Ilustrasi proses registrasi cloud to cloud seperti pada Gambar I.3.
Gambar I.3. Ilustrasi registrasi cloud to cloud (Reshetyuk, 2009)
Bedasarkan ilustrasi pada Gambar I.3 menunjukan perubahan posisi scan world yang berwarna hijau untuk menyesuaikan posisi scanworld yang berwarna biru. Scanworld biru merupakan sacanworld tetap sebagai referensi dan scanworld hijau merupakan scanworld bebas. Maksud dari konsep tersebut adalah mencari offset atau jarak terdekat secara berulang-ulang dari kedua titik yang saling berdekatan antara kedua scan world.
I.5.3.3. Metode Kombinasi Metode kombinasi yaitu proses registrasi yang dilakukan dengan menggabungkan 2 metode yaitu antara cloud to cloud dan target to target. Metode kombinasi meminimalisir kekurangan dari kedua metode yang digunakan. Oleh karena itu kualitas hasil registrasi dan ukurannya untuk metode ini memiliki kualitas yang lebih baik dibanding dengan cloud to cloud maupun target to target. Registrasi metode kombinasi diawali dengan proses registrasi metode target to target terlebih dahulu, jika hasil registrasi masih kurang baik maka dilanjutkan dengan metode cloud to cloud untuk menyempurnakannya (Adefan, 2016).
I.5.4. Ketelitian Hasil Registrasi Data
Proses registrasi data antar scan world tidak lepas dari kesalahan. Besarnya nilai kesalahan pada proses registrasi data ini ditunjukkan dengan nilai RMS (Root Meam Square) atau mean absolure error. Ketelitian standar hasil registrasi data scan world untuk point clouds interior gedung Teknik Geodesi belum ada maka pada kegiatan aplikatif ini nilai toleransi kesalahan didasarkan pada single point positional precision yang merepresentasikan nilai ketelitian posisi tiap point cloud. Nilai ketelitian posisi ini didasarkan pada besarnya kesalahan pada sumbu X (dx), kesalahan pada sumbu Y (dy), dan kesalahan pada sumbu Z (dz). Besarnya nilai kesalahan pada sumbu Y identik dengan kesalahan pengukuran jarak yaitu sebesar +4 mm, sedangkan nilai kesalahan pada sumbu X dan sumbu Z identik dengan kesalahan pengukuran sudut sebesar 60 mikroradian. Besarnya nilai dx dan dz pada jarak 50 m dapat ditentukan sebagai berikut (Reddington, 2005).
5 mikroradian = 1 second 60 mikroradian = 12 second
dx = dz = sin (12 second) 50 m = 3 mm
Nilai single point positional precision dapat ditentukan sebagai berikut : σ = √𝑑𝑥² + 𝑑𝑦² + 𝑑𝑧²
= √3² + 4² + 3² = √34
= 5,85 mm
Besarnya nilai toleransi kesalahan ditetapkan berdasarkan tingkat kepercayaan 90%, sebagai berikut (Soetaat, 2003).
Nilai toleransi kesalahan = 1,645σ
= 1,645 (5.85 mm) = 9,62325 mm ~ 10 mm
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa data hasil registrasi dinyatakan memenuhi toleransi kesalahan apabila nilai RMS atau mean absolute error yang diperoleh < 10 mm.
I.5.5. Permodelan 3D
Pemodelan adalah membuat bentuk suatu objek atau benda-benda, membuat dan mendesain objek tersebut sehingga terlihat seperti nyata yaitu sesuai dengan objek dan basisnya dimana secara keseluruhan dikerjakan menggunakan komputer. Melalui proses desain dan konsep untuk mendesainnya, keseluruhan objek bisa diperlihatkan secara 3D, sehingga hasil dalam membuat dan mendesain objek atau benda-benda sampai terlihat seperti nyata di media komputer biasa disebut pemodelan 3D (Vergianto, 2016).
Ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam pemodelan objek menjadi bentuk 3D, yang nantinya akan mempengaruhi pada kualitas hasil akhir. Aspek-aspek tersebut meliputi metode untuk mendapatkan data yang mendeskripsikan objek, tujuan dari model, tingkat kerumitan, perhitungan biaya, kesesuaian dan kenyamanan, serta kemudahan memanipulasi model. Proses pemodelan 3D membutuhkan perancangan yang dibagi menjadi beberapa tahapan untuk pembentukanny, yaitu meliputi apa objek yang akan dijadikan objek dasar, metode pemodelan objek 3D, pencahayaan dan animasi objek sesuai dengan proses yang dilakukan (Yogiswara, 2014).
I.5.6. Geometri Objek Sederhana
Menurut Sarinurrohman, 2005 Geometri objek sederhana merupakan suatu objek yang bentuknya teratur yang besarannya bisa ditentukan melalui perhitungan matematis. Objek sederhana itu yaitu : kubus, balok, silinder, bola, limas, prisma, dan kerucut dimana dari bentuk tersebut dapat ditentukan luas dan volumenya. Berikut contoh-contoh dari objek sederhana tersebut :
a) Kubus
Kubus adalah bangun ruang tiga dimensi yang dibatasi oleh enam bidang sisi yang kongruen berbentuk bujur sangkar. Kubus memiliki 6 sisi, 12 rusuk dan 8 titik sudut. Kubus juga disebut bidang enam beraturan, selain itu juga merupakan bentuk khusus dalam prisma segiempat.
Gambar I.2. Kubus
Gambar I.2. merupakan ilustrasi gambar geometri sederhana dari kubus beserta komponennya, dimana bentuk geometri sederhana ini digunakan mewakili bentuk struktur bangunan seperti meja, lemari dan sebagainya. b) Bola (Sphere)
Bola adalah bangun ruang tiga dimensi yang dibentuk oleh tak hingga lingkaran berjari-jari sama panjang dan berpusat pada satu titik yang sama. Bola hanya memiliki 1 sisi.
Gambar I.4. Bola (Sphere)
Gambar I.4. merupakan ilustrasi geometri sederhana dari bola beserta komponennya, dimana bentuk geometri sederhana ini digunakan mewakili bentuk dari beberapa bagian komponen bangunan.
c) Tabung (Silinder)
Tabung atau silinder adalah bangun ruang tiga dimensi yang dibentuk oleh dua buah lingkaran identik yang sejajar dan sebuah persegi panjang yang mengelilingi kedua lingkaran tersebut. Tabung memiliki 3 sisi dan 2 rusuk.
Kedua lingkaran disebut sebagai alas dan tutup tabung serta persegi panjang yang menyelimutinya disebut sebagai selimut tabung.
Gambar I.5. Tabung (Silinder)
Gambar I.5. merupakan ilustrasi geometri sederhana dari tabung beserta komponennya, dimana bentuk geometri sederhana ini digunakan untuk mewakili bentuk dari tiang, lampu, dan komponen lain bangunan.
d) Prisma
Prisma adalah bangun ruang tiga dimensi yang dibatasi oleh alas dan tutup identik berbentuk segi-n dan sisi-sisi tegak berbentuk persegi atau persegi panjang. Dengan kata lain prisma adalah bangun ruang yang mempunyai penampang melintang yang selalu sama dalam bentuk dan ukuran. Prisma segi-n memiliki segi-n + 2 sisi, 2segi-n titik sudut, dasegi-n 3segi-n rusuk. Prisma desegi-ngasegi-n alas dasegi-n tutup berbentuk persegi disebut balok sedangkan prisma dengan alas dan tutup berbentuk lingkaran disebut tabung.
Gambar I.6. Prisma Segitiga, prisma segiempat, dan prisma segilima
Gambar I.6. Merupakan ilustrasi geometri sederhana dari prisma dimana bentuk geometri sederhana ini digunakan untuk mewakili bentuk dari atap bangunan, tiang, dan komponen lain bangunan.
e) Limas
Limas adalah bangun ruang tiga dimensi yang dibatasi oleh alas berbentuk segi-n dan sisi-sisi tegak berbentuk segitiga. Limas memiliki n + 1 sisi, 2n rusuk dan n + 1 titik sudut. Kerucut dapat disebut sebagai limas dengan alas berbentuk lingkaran.
Gambar I.7. Limas segiempat dan limas segitiga
Gambar I.7. Merupakan ilustrasi geometri sederhana dari limas dimana bentuk geometri sederhana ini digunakan untuk mewakili bentuk dari atap bangunan atau komponen lain bangunan.
f) Kerucut
Kerucut adalah sebuah limas istimewa yang beralas lingkaran. Kerucut memiliki 2 sisi dan 1 rusuk. Sisi tegak kerucut tidak berupa segitiga tapi berupa bidang miring yang disebut selimut kerucut.
Gambar I.8. merupakan ilustrasi geometri sederhana dari kerucut beserta komponennya, dimana bentuk geometri sederhana ini digunakan mewakili bentuk dari beberapa bagian komponen bangunan.
I.5.7. Level of Detail
Model 3D memiliki tingkat detail informasi yang beragam bergantung pada jenis informasi dan detail objek yang akan direpresentasikan (OGC, 2012). Dalam melakukan representasi model 3D terdapat tingkatan kedetailan atau dikenal sebagai levels of detail (LoD). Terdapat lima tingkatan level of detail, di mana setiap tingkatan level of detail akan memberikan informasi lebih detail. LoD0 merupakan representasi dua setengah dimensi dari digital terrain model (DTM), LoD1 adalah model blok tanpa struktur atap, LoD2 bangunan 3D memiliki struktur atap, LoD3 menunjukkan model arsitektur dengan lebih rinci seperti struktur atap, pintu, jendela dan LoD4 melengkapi dari model LoD3 dengan menambahkan struktur interior seperti kamar, tangga dan furniture. Ilusrtasi level of detail dapat dilihat pada gambar I.9.
Gambar I.9. ilustrasi level of detail
Pada LoD1 akurasi posisi dan ketinggian point kurang dari 5m sehingga semua objek dengan tapak minimal 6m harus dipertimbangkan untuk didefinisikan. Akurasi posisi dan tinggi LoD2 minimal 2m sehingga dalam LoD2 semua objek dengan tapak minimal 4m × 4m harus diperhatikan untuk divisualisasikan. Kedua jenis akurasi horisontal dan vertikal pada LoD3 harus 0.5m dan tapak minimal 2m × 2m. Akurasi posisi dan ketinggian pada LoD4 harus 0.2m atau lebih kecil, sehingga dengan menggunakan nilai-nilai akurasi data tersebut klasifikasi dalam lima level of detail dapat digunakan untuk menilai kualitas model 3D (OGC, 2012).
I.5.8. Uji Kualitas Model 3D
Kontrol kualitas adalah aktivitas pengendalian proses untuk mengukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan, dan mengambil tindakan yang sesuai apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan standarnya (Purnomo, 2004). Kegiatan pengendalian kualitas pada umumnya meliputi ada dua kegiatan seperti berikut :
1. Pengamatan terhadap performansi bentuk yaitu perbandingan yang dilakukan terhadap dua obyek atau model lalu untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari obyek dan model yang dibandingkan.
2. Membandingkan performansi yang ditampilkan dengan standar yang berlaku yaitu perbandingan dengan adanya suatu standar yang sudah paten dan menjadi acuan terhadap kontrol kualitas pembanding terhadap obyek model lain . Dalam menguji kualitas data atau model tiga dimensi, ada dua pokok bahasan yang diuji yaitu uji kualitas geometri dan analisis visual variabel. Uji kualitas geometri pada umumnya berfokus pada analisa ukuran model sedangkan analisis visual variabel berfokus pada analisa perbandingan bentuk dan kelengkapan model tiga dimensi yang dibandingkan dengan obyek yang dimodelkan.
I.5.8.1. Uji Kualitas Geometri Uji statistik yang digunakan untuk menguji suatu hipotesis dua jenis sampel adalah uji rataan menggunakan table z dengan tingkat kepercayaan 95% atau memiliki taraf signifikansi (α) 5%. Uji dua pihak digunakan jika hipotesis nol (Ho) berbunyi “=” dan hipotesis alternative (Ha) berbunyi “≠”. Rumus I.5 adalah rumus uji rataan untuk menguji hipotesis (Widjajanti, 2011). Uji hipotesis yang dilakukan menggunakan sampel kecil dan kedua sampel berpasangan.
𝑧 =
Δl rata rata−δSΔl/√n ………(I.5)
Rata-rata beda jarak dan simpangan baku dihitung dengan rumus: Δ𝑙 rata-rata = ΣΔl
𝑆Δ𝑙=
√
Σ ( Δli − Δlrata−rata )2𝑛−1 ………....(I.7)
Dengan :
Δ𝑙i : beda jarak dua metode pengukuran
Δ𝑙rata-rata : rata-rata beda jarak dua metode pengukuran
δ : beda jarak yang diharapkan 𝑆Δ𝑙 : simpangan baku beda jarak
𝑛 : jumlah data
Uji hipotesis menggunakan uji dua pihak berlaku ketentuan, bahwa Uji dua pihak berlaku ketentuan bahwa Ho: tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jarak dari hasil model 3D dengan jarak hasil pengukuran lapangan, sedangkan Ha: terdapat perbedaan yang signifikan antara jarak dari hasil model 3D dengan jarak hasil pengukuran lapangan. Jika nilai z hitung berada pada daerah penerimaan Ho atau terletak di antara harga z tabel negatif dan positif (kolom dan baris: zα/2 = z0,025), maka
Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian, jika harga z hitung lebih kecil atau sama dengan harga tabel negatif dan harga z hitung lebih besar atau sama dengan harga tabel positif, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
I.5.8.2. RMSE (Root Mean Square Error) RMSE (Root Mean Square Error) merupakan suatu nilai perbedaan dari hasil pengukuran dengan nilai sesungguhnya (ESRI, 2006). Definisi matematis dari RMSE mirip dengan simpangan baku, yaitu akar kuadrat dari rata-rata jumlah kuadrat residual. Kesalahan baku didefinisikan sebagai akar dari jumlah kuadrat residual.
RMSE = √∑(𝑅−𝑅𝑖)2
𝑛 ………..(1.8)
Keterangan :
RMSE = Root Mean Square Error R = nilai yang dianggap benar Ri = nilai hasil ukuran