• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KETERSEDIAAN PANGAN POKOK DAN POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI DI KECAMATAN NOGOSARI KABUPATEN BOYOLALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KETERSEDIAAN PANGAN POKOK DAN POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI DI KECAMATAN NOGOSARI KABUPATEN BOYOLALI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KETERSEDIAAN PANGAN POKOK DAN POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI DI KECAMATAN NOGOSARI

KABUPATEN BOYOLALI

Triastuti Dewi Kusumawati, Sri Marwanti, Susi Wuri Ani Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jalan Ir. Sutami No. 36 A Kentingan Surakarta 57126 Telp./ Fax.(0271) 637457

E-mail: triastuti_dewi_kusumawati@yahoo.com Telp. 08563707018

Abstract : The research was aimed to determine staple food availability (rice), the pattern of food consumption, the levels of energy consumption and protein, food security, the effect of household income to energy consumption and protein in farmer households in the District Nogosari Kabupeten Boyolali. The method used in this research was descriptive analytical method. Determination of farmer groups was purposive sample, they were Ketitang I Farmers Group and Ketitang II Farmers Group. And determination of the respondent used simple random sampling method. The research was held in District Nogosari. The data used primary and secondary data which collected with observation techniques, interviewing, recording, and recall. The results of research showing that the average level of availability of staple food (rice) member farmer households was low (1.386,40 kcal/kap/day). Rice was the staple food for households that consumed daily. The most consumption of tubers was cassava, with enough frequency. Vegetable food was more often consumed than animal food. The food sources of vitamins and minerals like vegetables, more frequently consumed than fruit. The cooking oil was the food sources of fat which often consumed. Prepared food was consumed by households rarely. The average level of energy consumption and protein consumption by the members of household were categorized moderate. The majority of households, as many as 24 households included in the food secure category (80%). Household member’s income had significantly affect to energy and protein consumption in members of farm household.

Keyword : Staple Food Availability, Food Consumption, Consumption of Energy and Protein, Food Security, Rice Farmer Households

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketersediaan pangan pokok (beras), pola konsumsi pangan, tingkat konsumsi energi dan protein, ketahanan pangan, pengaruh pendapatan rumah tangga terhadap konsumsi energi dan protein pada rumah tangga petani padi sawah di Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. Metode dasar penelitian ini adalah deskriptif analitis. Penentuan kelompok tani sampel dilakukan secara purposive, yaitu Kelompok Tani Ketitang I dan Kelompok Tani Ketitang II. Dan penentuan responden dengan menggunakan metode simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat ketersediaan pangan pokok (beras) pada anggota rumah tangga petani termasuk kategori rendah (1.386,40 kkal/kap/hari). Beras merupakan pangan pokok bagi rumah tangga petani yang dikonsumsi sehari-hari. Umbi-umbian yang paling banyak dikonsumsi adalah singkong, dengan frekuensi cukup. Pangan nabati lebih sering dikonsumsi daripada pangan hewani. Pangan sumber vitamin dan mineral seperti sayuran lebih sering dikonsumsi daripada buah-buahan. Pangan sumber lemak yang sering dikonsumsi adalah minyak goreng. Makanan jadi jarang dikonsumsi oleh rumah tangga petani. Rata-rata TKE dan TKP anggota rumah tangga petani sebesar termasuk kategori sedang. Mayoritas rumah tangga petani, yaitu sebanyak 24 rumah tangga termasuk dalam kategori tahan pangan (80%). Pendapatan anggota rumah tangga berpengaruh nyata terhadap konsumsi energi dan protein anggota rumah tangga petani.

Kata kunci : Ketersediaan Pangan Pokok, Pola Konsumsi Pangan, Konsumsi Energi dan Protein, Ketahanan Pangan, Rumah Tangga Petani Padi Sawah

(2)

PENDAHULUAN

Pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan pembuatan makanan dan minuman. Menurut Bappenas (2011), pangan pokok adalah pangan sumber karbohidrat yang sering dikonsumsi atau dikonsumsi secara teratur sebagai makanan utama, selingan, sebagai sarapan atau sebagai makanan pembuka atau penutup. Konsumsi pangan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap individu, sehingga wajib bagi setiap individu untuk memenuhinya.

Kualitas dan kuantitas konsumsi pangan oleh setiap individu akan mempengaruhi status ketahanan pangan individu tersebut. Ketersediaan pangan dalam rumah tangga merupakan salah satu indikator keberhasilan ketahanan pangan dalam rumah tangga itu sendiri. Menurut Sina et all (2009), terwujudnya ketahanan pangan sampai pada tingkat rumah tangga berarti mampu memperoleh pangan yang cukup jumlah, mutu, dan beranekaragam untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi. Ketahanan pangan menurut Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,

aman, merata dan terjangkau. Kecukupan pangan secara nasional tidak dapat menjamin bahwa semua orang (keluarga) memperoleh makanan yang dibutuhkannya.

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memiliki kontribusi terbesar terhadap konsumsi kalori (55%) dan konsumsi protein (44%). Secara historis Pulau Jawa merupakan sentra produksi padi nasional. Selama tahun 1985-2005 sekitar 55-62% produksi padi nasional dihasilkan di Pulau Jawa (Irawan dan Sutrisna, 2011).

Kabupaten Boyolali merupakan salah satu kabupaten penghasil padi sawah di Karesidenan Surakarta. Produksi padi di suatu wilayah terkait dengan masalah ketersediaan beras sebagai makanan pokok di wilayah tersebut. Berdasarkan Jawa Tengah dalam Angka 2011, Kabupaten Boyolali mampu memproduksi padi sawah dalam bentuk gabah kering panen (GKP) sebanyak 221.507 ton dan menempati urutan keenam setelah Kabupaten Sragen, Kabupaten Klaten, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Karanganyar, dan Kabupaten Sukoharjo. Produksi padi sawah di Kabupaten Boyolali tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Boyolali memiliki kemampuan untuk menyediakan beras sebagai pangan pokok bagi penduduknya.

Kabupaten Boyolali terdiri dari 19 kecamatan. Sebanyak 18 kecamatan merupakan penghasil padi sawah. Kecamatan Nogosari

(3)

merupakan salah satu kecamatan yang memiliki lahan sawah terluas dan produksi padi sawah tertinggi di Kabupaten Boyolali.

Berdasarkan Boyolali dalam Angka 2011 dapat diketahui bahwa Nogosari merupakan kecamatan penghasil padi sawah tertinggi dan memiliki luas lahan sawah terluas pada tahun 2010. Kecamatan Nogosari memiliki lahan sawah seluas 5.081 ha dan produksi padi sebanyak 34.652 ton. Berdasarkan Boyolali dalam Angka 2011, jumlah rumah tangga di Kecamatan Nogosari sebanyak 17.473 rumah tangga. Dari data tersebut dapat dibuat rata-rata bahwa setiap rumah tangga di Kecamatan Nogosari mampu memperoleh gabah sebanyak 1.983,17 kg/tahun. Besarnya jumlah produksi padi sawah pada setiap rumah tangga merupakan faktor positif yang menambah jumlah ketersediaan pangan. Besarnya jumlah produksi

padi sawah tersebut

menggambarkan ketersediaan pangan pada setiap rumah tangga di Kecamatan Nogosari.

Pada kenyataannya, produksi padi yang besar di Kecamatan Nogosari belum menjamin ketersediaan pangan pokok secara umum di tingkat rumah tangga petani di kecamatan tersebut. Hal ini bisa terjadi karena adanya kesenjangan antara ketersediaan pangan pokok wilayah dengan akses pangan keluarga, yang selanjutnya akan berdampak pada ketahanan pangan rumah tangga. Ketahanan pangan rumah tangga dapat dipengaruhi oleh ketersediaan pangan pokok tingkat rumah tangga, pemahaman yang kurang mendalam

tentang pangan dan gizi, serta rendahnya pendapatan rumah tangga sehingga menyebabkan minimnya konsumsi pangan yang bergizi. Dalam jangka panjang, konsumsi pangan yang bergizi mampu mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia

Besar kecilnya pendapatan akan mempengaruhi jenis pangan yang dikonsumsi. Pangan yang dikonsumsi dipengaruhi pola konsumsi pangan dalam rumah tangga. Pola konsumsi pangan rumah tangga ditentukan oleh harga, kebiasaan, pendapatan dan selera. Pola konsumsi pangan rumah tangga didekati dengan jenis dan frekuensi makan yang dapat mencerminkan kebiasaan makan dalam rumah tangga tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketersediaan pangan pokok (beras), pola konsumsi pangan, tingkat konsumsi energi dan protein, ketahanan pangan, dan pengaruh pendapatan anggota rumah tangga terhadap konsumsi energi dan konsumsi protein anggota rumah tangga petani padi sawah di Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali.

METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Lokasi penelitian di Kecamatan Nogosari dengan pertimbangan bahwa di kecamatan tersebut memiliki lahan sawah terluas dan produksi padi sawah tertinggi di Kabupaten Boyolali. Pemilihan desa sampel dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu cara pengambilan sampel dengan sengaja karena alasan-alasan

(4)

tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 2008). Desa yang dipilih adalah desa yang memiliki lahan sawah terluas dan produksi padi sawah tertinggi. Desa yang dipilih adalah Desa Ketitang. Penentuan kelompok petani sampel dilakukan dengan menggunakan metode

purposive sampling, sehingga

didapatkan Kelompok Tani Ketitang I dan Ketitang II. Jumlah sampel pada Kelompok Tani Ketitang I sebanyak 21 petani dan Kelompok Tani Ketitang II sebanyak 9 petani, yang dipilih secara acak.

Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan untuk mengetahui besarnya ketersediaan pangan pokok rumah tangga dapat diukur dengan cara melakukan pendataan pangan pokok (beras) yang tersedia di pada setiap keluarga. Secara matematis, besarnya ketersediaan pangan rumah tangga petani dapat dihitung dengan rumus:

S = ∑ ...(1) Keterangan: S merupakan ketersediaan pangan pokok, I1

merupakan input pangan pokok dari produksi sendiri/usahatani, I2

merupakan input pangan pokok dari pembelian dengan harga normal di pasar, O1 merupakan output pangan

pokok yang dijual, O2 merupakan

output pangan pokok yang digunakan untuk aktivitas sosial, dan O3 merupakan output pangan

pokok yang digunakan untuk zakat fitrah

Menurut Adi et all (1999), ketersediaan pangan pokok rumah tangga dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu rendah (KP < 1400

kkal/kap/hari), sedang (1400 kkal/kap/hari ≤ KP < 1600 kkal/kap/hari), dan tinggi (KP ≥ 1600 kkal/kap/hari)

Untuk mengetahui pola konsumsi pangan adalah dengan melakukan pengkategorian. Menurut Suhardjo et all (1988), kriteria pola konsumsi pangan rumah tangga dapat dikategorikan menjadi 5 kategori yaitu sering (jika >1x sehari, 1x sehari, 4-6x per minggu), cukup (jika 3x per minggu), cukup sering (jika <3x per minggu, 1-2x per minggu), jarang (jika <1x per minggu), dan tidak pernah.

Untuk mengetahui konsumsi pangan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

...(2) Keterangan: Gij adalah zat gizi i yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j, BPj adalah berat pangan atau makanan j yang dikonsumsi dengan satuan gram, Bddj adalah bagian yang dapat dimakan j yang dapat dimakan dengan satuan persen, dan KGij adalah kandungan zat gizi tertentu (i) dari pangan atau makanan j yang dikonsumsi sesuai dengan satuannya

Selanjutnya, tingkat konsumsi gizi (TKG) yang akan dilakukan pengukuran meliputi tingkat konsumsi energi (TKE) dan tingkat konsumsi protein (TKP). Pengukuran dilakukan dengan membandingkan nilai antara konsumsi gizi dengan AKG yang dianjurkan, dalam satuan persen (%). AKG yang dianjurkan sesuai Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) X tahun 2012.

Selanjutnya klasifikasi tingkat konsumsi dibagi menjadi empat kriteria (Depkes RI dalam Supariasa

(5)

et all, 2002) yaitu, baik (jika

TKG ≥ 100% AKG), sedang (jika TKG 80-99% AKG), kurang (jika TKG 70-80% AKG), dan deficit (jika TKG < 70% AKG).

Untuk mengetahui kategori ketahanan pangan, dapat dilihat dari konsumsi energinya. Menurut Maxwell dan Frankenberger dalam Purwantini et all (2011), kategori ketahanan pangan energi tingkat rumah tangga dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu tahan pangan (jika konsumsi energi > 80% kecukupan energi) dan tidak tahan pangan (jika konsumsi energi ≤ 80% kecukupan energi).

Untuk mengetahui pengaruh pendapatan anggota rumah tangga terhadap konsumsi energi dan protein anggota rumah tangga dapat menggunakan regresi linier sederhana. Pengaruh pendapatan terhadap konsumsi energi dan protein pada rumah tangga, dinyatakan dengan 2 model, yaitu sebagai berikut:

Yi = f (X)...(3) Persamaan dengan spesifikasi model ekonometrika :

YE = a0 + a1 X + ε...(4)

YP = b0 + b1 X + ε...(5)

Dengan keterangan, YE

merupakan konsumsi energi anggota rumah tangga dengan satuan kkal/kap/hari, YP merupakan

konsumsi protein anggota rumah tangga dengan satuan gram/kap/hari, a0 merupakan intersept, a1

merupakan koefisien regresi, b0

merupakan intersept, b1 merupakan

koefisien regresi, X merupakan pendapatan anggota rumah tangga

(Rp/bulan), dan ε adalah kesalahan pengganggu.

Hasil dari regresi kemudian diuji dengan uji statistik dan uji asumsi klasik. Uji statistik yang dilakukan yaitu uji F (α = 1%), uji t (α = 1%) dan uji koefisien determinasi (R2). Sedangkan uji asumsi klasik yang digunakan adalah uji heteroskedastisitas, dengan menggunakan scatter plot.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Rumah Tangga Petani Responden

Karakteristik rumah tangga responden merupakan gambaran umum responden di Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. Karateristik rumah tangga responden di Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 1.

(6)

Tabel 1. Karakteristik Rumah Tangga Petani Responden di Kecamatan Nogosari Tahun 2013

No. Uraian Keterangan

1. Rata-rata Umur (tahun) a. Suami b. Istri 55 49 2. Pendidikan a. Suami - SD - SMP - SMA - Diploma (D2 dan D3) - S1 b. Istri - SD - SMP - SMA 10 5 10 2 2 7 15 8 3. Rata-rata Jumlah Anggota Keluarga (orang)

a. Laki-laki b. Perempuan

2 2

Sumber : Analisis Data Primer, Tahun 2013 Berdasarkan Tabel 1 dapat

diketahui bahwa rata-rata umur suami adalah 55 tahun dan rata-rata umur istri adalah 49 tahun. Rata-rata umur suami berada pada tingkat usia yang produktif, sehingga memungkinkan mereka dapat bekerja dan melakukan usahatani secara maksimal. Pada tingkat umur yang produktif, seseorang akan membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan dengan tingkat umur yang tidak produktif.

Mayoritas tingkat pendidikan suami adalah SD dan SMA, sedangkan pendidikan istri adalah SMP. Ada satu rumah tangga petani yang sudah tidak memiliki kepala rumah tangga (suami sudah meninggal), sehingga istri yang merangkap peran sebagai ibu dan kepala rumah tangga. Pada tingkat rumah tangga petani, tingkat pendidikan akan mempengaruhi pola pikir petani dalam pengambilan

keputusan mengenai usahatani dan pemenuhan konsumsi rumah tangga dalam kaitannya tentang ketahanan pangan.

Rata-rata jumlah anggota rumah tangga petani responden adalah 4 orang, yang terdiri dari 2 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Banyaknya jumlah anggota rumah tangga akan mempengaruhi konsumsi rumah tangga dan kesejahteraan rumah tangga.

Karakteristik Usahatani Rumah Tangga Petani Responden

Karakteristik usahatani rumah tangga petani merupakan gambaran umum dari usahatani rumah tangga petani responden. Karakteristik usahatani rumah tangga responden di Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 2.

(7)

Tabel 2. Karateristik Usahatani Rumah Tangga Petani Responden di Kecamatan Nogosari Tahun 2013

No. Uraian Keterangan

1. Pola Tanam a. Padi-padi-padi b. Padi-padi-bero 29 1 2. Intensitas Panen a. 3x/tahun b. 2x/tahun 29 1 3. Rata-rata Luas Kepemilikan Lahan (m2) 2.870 4.

5.

Pendapatan Rumah Tangga Responden a. Pertanian (Rp/bulan)

b. Non Pertanian (Rp/bulan) Pendapatan Anggota Rumah Tangga (Rp/bulan)

1.621.682,15 1.065.940,48 555.741,67 429.089,37

Sumber : Analisis Data Primer, Tahun 2013 Berdasarkan pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa mayoritas usahatani rumah tangga petani responden memiliki pola tanam padi-padi-padi, dengan intensitas panen sebanyak 3 kali per tahun. Banyaknya jumlah intensitas panen akan mempengaruhi jumlah ketersediaan pangan pokok (beras) ditingkat rumah tangga.

Rata-rata luas kepemilikan lahan sawah rumah tangga petani responden adalah 2.970 m2. Lahan tersebut merupakan lahan sawah yang dikerjakan sendiri, dan ada pula yang dikerjakan oleh petani lain. Kepemilikan lahan sawah akan mempengaruhi produksi padi dan pendapatan rumah tangga petani.

Rata-rata pendapatan rumah

tangga petani responden adalah Rp 1.621.682,15/bulan. Pendapatan

rumah tangga petani responden yang berasal dari usahatani diperoleh dari usahatani padi sawah, baik di lahan milik sendiri maupun lahan orang lain (petani penggarap). Pekerjaan di luar usahatani yang dilakukan oleh rumah tangga responden adalah menjadi guru, PNS, tukang pijit, wiraswasta (membuka usaha

bengkel, budidaya lele, warung makan, berjualan pecel, dan membuka warung fotokopi), penjahit, jual beli motor bekas, penjaga makam, usaha persewaan mesin perontok padi, dan pelayan di rumah makan. Jumlah pendapatan rumah tangga petani akan mempengaruhi kondisi ketahanan pangan pada rumah tangga petani yang bersangkutan.

Ketersediaan Pangan Pokok Rumah Tangga Petani

Ketersediaan pangan pokok rumah tangga petani yang dianalisis hanya terbatas pada ketersediaan pangan pokok dari beras saja. Ketersediaan pangan pokok dalam Ketersediaan pangan pokok pada anggota rumah tangga petani padi sawah di Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 3.

(8)

Tabel 4. Rata-rata Ketersediaan Pangan Pokok Anggota Rumah Tangga Petani di Kecamatan Nogosari Tahun 2013

Keterangan Beras Energi gr/kap/hari kkal/kap/hari INPUT 1. Produksi Usahatani 2. Pembelian Jumlah Input 2.513,90 14,38 2.528,28 9.050,04 51,75 9.101,79 OUTPUT 1. Penjualan 2. Zakat Fitrah 3. Aktivitas Sosial - Hajatan - Jimpitan Jumlah Output 2.049,96 6,94 75,46 10,80 2.143,16 7.379,87 25,00 271,64 38,88 7.715,39 Ketersediaan 385,12 1.386,40

Sumber : Analisis Data Primer, Tahun 2013 Sumber input pangan pokok

pada rumah tangga petani responden ada 2, yaitu dari produksi usahatani dan pembelian. Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa bahwa rata-rata ketersediaan pangan anggota rumah tangga petani adalah dikategorikan rendah. Input pangan pokok tertinggi diperoleh dari produksi usahatani. Pada saat panen tiba, seluruh petani responden membawa pulang sebagian gabah berupa gabah kering panen (GKP) untuk persediaan pangan pokok sehari-hari.

Pangan pokok yang diperoleh rumah tangga petani tidak hanya digunakan untuk konsumsi saja, tetapi juga dijual, digunakan untuk zakat fitrah, dan aktivitas sosial. Output pangan terbanyak yaitu dijual. Penjualan yang dilakukan oleh petani berupa gabah kering panen (GKP). Penjualan gabah yang dilakukan oleh petani tidak selalu sama jumlahnya, tergantung pada persediaan gabah dan beras di rumah, serta tergantung juga pada harga jual gabah pada saat panen.

Berdasarkan hasil analisis, mayoritas rumah tangga petani responden, yaitu sebanyak 14 responden (46,66%) memiliki ketersediaan pangan pokok yang rendah. Sisanya, sebanyak 8 rumah tangga (26,67%) termasuk dalam kategori sedang dan 8 rumah tangga lainnya termasuk dalam kategori tinggi. Ketersediaan pangan pokok pada tingkat rumah tangga ditentukan oleh berbagai macam faktor, salah satunya dipengaruhi oleh produksi pangan yang dihasilkan oleh keluarga. Faktor lain yang mempengaruhi ketersediaan pangan pada tingkat rumah tangga adalah daya beli seseorang.

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani

Rumah tangga petani di daerah penelitian memiliki pola konsumsi pangan pokok tunggal, yaitu beras dalam kategori sering dikonsumsi dengan persentase 100%. Selain beras, sumber karbohidrat yang dikonsumsi adalah singkong dengan frekuensi yang berbeda-beda, dengan persentase tertinggi sebesar

(9)

36,7% mengkonsumsi singkong dalam kategori cukup.

Pangan hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh petani adalah daging ayam, yaitu sebanyak 17 responden (56,7%), dengan kategori cukup. Pangan nabati yang paling sering dikonsumsi adalah tahu dan tempe. Seluruh responden (100%) mengkonsumsi jenis pangan ini setiap hari.

Sayuran yang sering dikonsumsi oleh rumah tangga petani responden di Kecamatan Nogosari adalah bayam, kacang panjang, wortel, cabai, daun singkong, dan taoge. Sumber vitamin dan mineral lainnya berasal dari buah-buahan. Jenis buah yang sering dikonsumsi adalah pisang dan pepaya. Selain sayuran dan buah, rumah tangga petani juga mengkonsumsi sumber lemak. Minyak goreng adalah sumber

lemak yang dikonsumsi oleh semua petani dengan frekuensi yang sering.

Petani juga mengkonsumsi bahan pangan lain-lain, seperti gula, garam, kopi, teh, susu, dan mi instan. Gula, garam, dan teh adalah bahan pangan yang dikonsumsi oleh semua responden (100%), yang termasuk dalam kategori sering. Selain memasak sendiri, rumah tangga petani juga mengkonsumsi makanan jadi yang dibeli di warung makan atau penjual makanan keliling dengan frekuensi jarang. Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani

Konsumsi pangan rumah tangga petani yang dianalisis hanya dibatasi pada konsumsi energi dan protein. Rata-rata konsumsi energi dan protein, serta TKG pada rumah tangga petani di Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-Rata Konsumsi Energi dan Protein serta Tingkat Konsumsi Gizi (TKG) Rumah Tangga Petani di Kecamatan Nogosari Tahun 2013

Keterangan

Energi (kkal) Protein (gram) Rumah Tangga Per kapita per hari Rumah Tangga Per kapita per hari Konsumsi

AKG yang dianjurkan

7.349,98 8.718,33 1.815,43 2.136,77 199,52 237,10 49,39 58,76 TKG (%) 89,87 84,96 84,15 84,05

Sumber : Analisis Data Primer, Tahun 2013 Berdasarkan Tabel 4 dapat

diketahui bahwa rata-rata konsumsi energi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi oleh setiap rumah anggota rumah tangga adalah sebesar 1.815,43 kkal/kap/hari. Berdasarkan rata-rata AKE yang dianjurkan, didapatkan nilai TKE sebesar 84,96%. Rata-rata nilai TKE individu ini termasuk dalam kategori sedang. Tinggi rendahnya konsumsi energi dipengaruhi oleh

faktor ketersediaan pangan pokok dan pendapatan rumah tangga.

Rata-rata konsumsi protein yang dikonsumsi oleh setiap anggota rumah tangga petani adalah sebesar 49,39 gr/kap/hari. Berdasarkan nilai AKP yang dianjurkan, didapatkan nilai TKP sebesar 84,05%. Rata-rata nilai TKP tersebut termasuk dalam kategori sedang. Hal ini disebabkan oleh

(10)

faktor daya beli yang dipengaruhi oleh pendapatan rumah tangga. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani

Ketahanan pangan rumah tangga petani dapat diketahui dengan

menganalisis data konsumsi energi rumah tangga petani. Distribusi ketahanan pangan pada rumah tangga petani di Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Distribusi Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Kecamatan

Nogosari Tahun 2013

No. Kategori Ketahanan Pangan Jumlah RT %

1. 2.

Tahan Pangan Tidak Tahan pangan

23 7

76,67 23,33

Jumlah 30 100,00

Sumber : Analisis Data Primer, Tahun 2013 Berdasarkan Tabel 5 dapat

diketahui bahwa sebagian besar rumah tangga responden, yaitu sebanyak 24 rumah tangga (80%) termasuk kategori tahan pangan. Ketahanan pangan dipengaruhi oleh konsumsi pangan, ketersediaan pangan, dan pola konsumsi rumah tangga.

Pengaruh Pendapatan Anggota Rumah Tangga Terhadap Konsumsi Energi dan Konsumsi Protein Anggota Rumah Tangga Petani

Besarnya konsumsi energi dan protein dalam rumah tangga dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pendapatan rumah tangga. Regresi dilakukan terhadap 2 variabel terikat yaitu konsumsi energi dan konsumsi protein. Regresi yang pertama adalah untuk mengetahui pengaruh pendapatan anggota rumah tangga terhadap konsumsi energi anggota rumah tangga petani. Hasil analisis regresi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Analisis Regresi Pengaruh Pendapatan Anggota Rumah Tangga

Terhadap Konsumsi Energi Anggota Rumah Tangga Petani di Kecamatan Nogosari Tahun 2013

Variabel Koefisien Regresi t-hitung (α=1%) t-tabel Sig Konstanta Pendapatan 1.687,538 0,298 36,323 3,451 2,763 2,763 0,000 0,002 R2 = 0,298 F-hitung = 11,910 F-tabel (α=1%) = 7,636

Sumber : Analisis Data Primer, Tahun 2013 Berdasarkan tabel 6 dapat

diketahui bahwa uji F (α=1%) signifikan (Fhitung>Ftabel). Uji t (α=1%) juga signifikan (t-hitung>t-tabel). Nilai R2 sebesar 0,298. Hal ini menunjukkan bahwa 29,8% variasi variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel bebas.

Sedangkan sebanyak 70,2% pengaruh lainnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model regresi.

Untuk uji hetroskedastisitas, hasil analisis regresi tidak membentuk suatu pola tertentu, Hal ini menunjukkan bahwa model

(11)

analisis regresi tidak terjadi heteroskedastisitas.

Data yang telah dianalisis menggunakan analisis regresi linier sederhana dengan menggunakan program SPSS 19.0 for windows didapatkan persamaan sebagai berikut:

YE = 1.687,538 + 0,298 x

Keterangan: YE merupakan

konsumsi energi anggota rumah tangga (kkal/kap/hari) dan X merupakan pendapatan anggota rumah tangga, dalam ribuan (Rp/bulan)

Berdasarkan pada persamaan regresi tersebut, dapat diketahui

bahwa pendapatan anggota rumah tangga petani dan konsumsi energi anggota rumah tangga petani mempunyai hubungan positif atau searah. Hal ini disebabkan karena meningkatnya pendapatan, akan mendorong seseorang untuk mengkonsumsi pangan yang lebih banyak kuantitasnya dan lebih baik kualitasnya, supaya kesejahteraan petani dapat meningkat.

Regresi yang kedua adalah untuk mengetahui pengaruh pendapatan anggota rumah tangga terhadap konsumsi protein anggota rumah tangga petani. Hasil analisis regresi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Analisis Regresi Pengaruh Pendapatan Anggota Rumah Tangga

Terhadap Konsumsi Protein Anggota Rumah Tangga Petani di Kecamatan Nogosari Tahun 2013

Variabel Koefisien Regresi t-hitung (α=1%) t-tabel Sig Konstanta Pendapatan 43,118 0,015 21,353 3,892 2,763 2,763 0,000 0,001 R2 = 0,351 F-hitung = 15,149 F-tabel (α=1%) = 7,636

Sumber : Analisis Data Primer, Tahun 2013 Berdasarkan tabel 7 dapat

diketahui bahwa uji F (α=1%) signifikan. Uji t (α=1%) juga signifikan. Nilai R2 sebesar 0,351. Hal ini menunjukkan bahwa 35,1% variasi variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Sedangkan sebanyak 64,9% pengaruh lainnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model regresi. Dan untuk uji asumsi klasik, tidak terdapat heteroskedastisitas pada model.

Data yang telah dianalisis menggunakan analisis regresi linier sederhana didapatkan persamaan sebagai berikut:

YP = 43,118 + 0,015 X

Keterangan: YP merupakan

konsumsi protein anggota rumah tangga (gram/kap/hari) dan X merupakan pendapatan anggota rumah tangga, dalam ribuan (Rp/bulan)

Berdasarkan pada persamaan regresi di atas, dapat diketahui bahwa pendapatan anggota rumah tangga berpengaruh positif terhadap konsumsi protein anggota rumah tangga petani. Hal ini disebabkan karena meningkatnya pendapatan, akan mendorong seseorang untuk mengkonsumsi pangan berprotein tinggi yang lebih banyak.

(12)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rata-rata tingkat ketersediaan pangan pokok (beras) pada rumah tangga petani padi sawah termasuk dalam kategori rendah. Pangan pokok rumah tangga petani adalah beras. Umbi-umbian yang paling banyak dikonsumsi adalah singkong. Pangan sumber protein nabati lebih sering dikonsumsi daripada pangan sumber protein hewani. Pangan sumber vitamin dan mineral, yaitu sayuran lebih sering dikonsumsi daripada buah-buahan. Pangan sumber lemak yang sering dikonsumsi adalah minyak goreng. Makanan jadi jarang dikonsumsi oleh rumah tangga petani. Rata-rata TKE dan TKP rumah tangga petani termasuk dalam kategori sedang. Mayoritas rumah tangga petani termasuk dalam kategori tahan pangan. Pendapatan anggota rumah tangga berpengaruh nyata terhadap konsumsi energi dan konsumsi protein anggota rumah tangga. Saran

Ketersediaan pangan pokok dalam rumah tangga dapat ditingkatkan dengan melakukan dengan melakukan intensifikasi pertanian. Untuk memperbaiki pola konsumsi pangan, hendaknya perlu dilakukan diversifikasi pangan dalam rumah tangga yang berbasis pada sumberdaya lokal. Untuk meningkatkan nilai TKE dan TKP, hendaknya rumah tangga petani mengkonsumsi pangan tinggi karbohidrat dan protein yang harganya terjangkau. Untuk meningkatkan ketahanan pangan

rumah tangga, hendaknya perlu diadakan penyuluhan tentang pentingnya kecukupan gizi. Rumah tangga petani hendaknya melakukan pemanfaatan pekarangan untuk digunakan sebagai lahan budidaya tanaman pangan.

DAFTAR PUSTAKA Adi, A.C., Kusharto, C.M.,

Hardinsyah, dan Susanto, J. 1999. Konsumsi dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Menurut Tipe Agroekologi di Wilayah Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Media Gizi dan Keluarga. Vol. 23 (I): 8-14.

Bappenas. 2011. Rencana Aksi

Nasional Pangan dan Gizi

2011-2015. Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional. Jakarta. Irawan, Bambang, dan Sutrisna,

Nana. 2011. Prospek Pengembangan Sorgum di Jawa Barat mendukung Diversifikasi Pangan. Forum Penelitian Agroekonomi. Vol. 29 (II): 100.

Purwantini, T. B., Handewi P.S Rachman, dan Y. Marisa. 2011.

Analisis Ketahanan Pangan

Regional dan Tingkat Rumah

Tangga. Laporan Hasil

Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Departemen Pertanian. Bogor. Suhardjo, Hardinsyah, dan Riyadi,

H. 1988. Survey Konsumsi Pangan. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Supariasa, I., B, Bakri, dan I, Fajar. 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Digunakan sebagai alat pembatas atau untuk menutupi permukaan kendaraan agar tidak terkena cat pada saat proses

(3) Bentuk dan Tata cara peran serta orang tua peserta didik dan komite sekolah dalam upaya penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini, diatur

Sebelum penelitian ini dilakukan maka diselenggarakannya desiminasi dalam bentuk pelatihan kepada guru kimia SMA/MA di wilayah Propinsi Sumatera Utara, tepatnya di

merupakan suatu keharusan bagaimana cara untuk meformulasi hukum berorientai pada tipolog hukum responsif, dan otonom sehingga keberpihakan hukum determenan pada

Sebelumnya, pada tahun 1989, American Library Association (ALA) memaparkan bahwa untuk menjadi seseorang yang literat dalam informasi, seseorang perlu mengetahui

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi reaksi yang optimum pada reaksi konversi senyawa dalam tanaman selasih hijau dengan metode MAOS dengan pelarut etilen

Pada form pelatihan terdapat beberapa tombol buka citra, preprocessing , dan ekstraksi fitur yang merupakan tombol utama untuk menjalankan tahap pelatihan ini. Disamping itu

Manual Prosedur Penggunaan Fasilitas Laboratorium Sains bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme, efisiensi, dan kualitas menejemen administrasi aktivitas layanan