• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 1.1 Tingkatan Budaya (Pembelajaran) Organisasi (Miller,2009)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 1.1 Tingkatan Budaya (Pembelajaran) Organisasi (Miller,2009)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang

Di setiap lingkungan organisasi pasti terdapat banyak sekali faktor-faktor atau elemen-elemen penting yang menentukan suatu keberhasilan dari pencapaian tujuan bersama sebuah organisasi. Dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut tentu tidak dilakukan secara individu melainkan mutlak bersama-sama dengan seluruh anggota organisasi tersebut, bersifat mengikat dan mempersatukan. Indikator-indikator dalam mencapai keberhasilan organisasi tersebut tentunya bermacam-macam diantaranya lingkungan kerja, peraturan organisasi, teknologi, kewenangan, pembagian tugas, spesialisasi dan kualitas sumber daya manusia menjadi sebagian dari banyaknya faktor-faktor yang menentukan keberhasilan tersebut. Hal-hal tersebut sudah sepatutnya untuk dimiliki suatu organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi yang diidam-idamkan.

Salah satu dari indikator yang telah disebutkan di atas ada yang dapat dikatakan cukup penting dalam rangka pencapaian tujuan suatu organisasi yakni sumber daya manusia. Bukanlah seberapa banyak kuantitas yang dimiliki organisasi tersebut, semakin banyak jumlah sumber daya manusia atau karyawan bukanlah ukuran penentuan keberhasilan suatu organisasi, melainkan lebih mengacu kepada kualitas dari manusia-manusia tersebut. Tingkat profesionalisme, kompetensi, serta komitmen yang tinggi terhadap bidang atau pekerjaan yang ditekuni karyawan tersebut tentunya dapat meningkatkan serta mengembangkan tingkat keberhasilan di dalam organisasi yang diikuti oleh karyawan tersebut. Budaya organisasi dapat menjadi sebuah solusi atau alat untuk membantu mengarahkan para karyawan atau para staff dalam rangka memenuhi pencapaian visi, misi, serta tujuan suatu organisasi.

Hofstede (2004) menganalogikan budaya sebagai suatu mental programming (pemrograman mental). Hofstede kemudian mengemukakan tiga tingkatan pemrograman mental :

1. Universal

Pemrograman mental tersebut bersifat menyeluruh dan melekat dengan hampir semua orang di dunia, misalnya manusia yang dapat merasakan senang dan sedih.

(2)

2. Kolektif

Pemrograman mental terjadi pada kelompok tertentu yang diterima dari generasi ke generasi bersifat khas dan unik. Dengan demikian, pemrograman mental dapat bersifat global, nasional, bahkan organisasi atau perusahaan.

3. Individual

Pemrograman mental tersebut hanya dimiliki secara khusus oleh seseorang, misalnya kekhasan dalam bertindak.

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemrograman mental merupakan pembentukan karakter sumber daya manusia dalam suatu organisasi baik secara sadar maupun tidak sadar. Nilai-nilai pokok yang terkandung dalam budaya organisasi dapat sebagai acuan untuk mendorong pembentukan karakter pun dapat dipengaruhi oleh berlakunya budaya organisasi yang diterapkan di dalam organisasi tersebut. Maka dari itu tentunya nilai-nilai yang positif dari budaya organisasi tersebut dapat disuntikkan kepada para karyawan dan staff sehingga secara bertahap akan terbentuk suatu budaya dan sikap kerja yang kompeten, loyal, disiplin dan giat. Nilai-nilai pokok yang terkandung dalam budaya organisasi tersebut tentunya harus tertanam betul di dalam benak seluruh anggota organisasi tersebut. Penerimaan nilai-nilai organisasi yang tertanam di dalam budaya organisasi oleh seluruh anggota organisasi tersebut pun dapat mendorong pembentukan karakter karyawan atau staff untuk menyesuaikan diri dengan budaya organisasi yang berlaku sehingga terbentuk suatu budaya atau sikap kerja berkualitas yakni disiplin, profesional, loyal serta berprestasi. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan nilai-nilai budaya tersebut merupakan acuan untuk mencapai tujuan organisasi bersama.

Menurut Edgar H. Schein, budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi (Boediharjo, 2014). Dalam pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

(3)

asumsi mendasar yang dipahami bersama dalam sebuah organisasi terutama dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Pola-pola tersebut menjadi sesuatu yang pasti dan disosialisasikan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi. Lebih jauh lagi Schein menggambarkan adanya tiga tingkatan atau lapisan budaya organisasi, yaitu :

1. Artifak (Artifacts)

Artifak merupakan tingkat budaya yang tampak dipermukaan. Termasuk dalam artifak adalah semua fenomena yang dapat dilihat, didengar dan dirasakan ketika seseorang memasuki sebuah kelompok dengan budaya yang masih asing baginya. Termasuk dalam artifak juga adalah produk yang tampak (visible products) dari organisasi seperti rancangan lingkungan fisik, bahasa, teknologi, produk, kreasi artistik, gaya dalam berbusana, pengungkapan emosi, mitos dan cerita tentang organisasi, nilai-nilai organisasi yang dipublikasikan, ritual, perayaan-perayaan. 2. Nilai-nilai yang diyakini (Exposed Values)

Dalam organisasi terdapat nilai-nilai tertentu yang umumnya dicanangkan oleh tokoh-tokoh seperti pendiri dan pemimpinnya, yang menjadi pegangan dalam menekankan ketidakpastian pada bidang-bidang yang kritis. Nilai-nilai itu menjadi sesuatu yang tidak lagi didiskusikan dan didukung oleh perangkat keyakinan, norma serta aturan-aturan operasional mengenai perilaku dalam organisasi Hal-hal tersebut membentuk suatu kesadaran dan secara eksplisit diucapkan serta dilakukan karena telah berfungsi sebagai norma atau moral yang memandu anggota organisasi dalam menghadapi situasi tertentu dan melatih anggota baru.

3. Asumsi-Asumsi Dasar (Basic Assumptions)

Merupakan asumsi-asumsi dasar yang telah ada sebelumnya (taken for granted) dan menjadi panduan perilaku bagi anggota organisasi dalam memandang suatu permasalahan. Jika asumsi dasar dipegang teguh, maka anggota organisasi akan merumuskan perilaku berdasarkan pada kesepakatan-kesepakatan yang berlaku. Asumsi-asumsi dasar cenderung untuk tidak dipertentangkan atau diperdebatkan dan cenderung sangat sulit diubah.

(4)

Gambar 1.1 Tingkatan Budaya (Pembelajaran) Organisasi (Miller,2009)

PT.Fortune Indonesia Tbk. (IDX:FORU) bertempat di Gedung Galaktika Ragunan merupakan salah satu grup perusahaan pengembangan komunikasi terpadu terbaik di Indonesia, kelahiran FORU sekaligus merintis hadirnya agensi periklanan modern di Indonesia yang juga memiliki peran penting dalam pembangunan nasional. Kehadiran FORU selama lebih dari 43 tahun di tengah-tengah masyarakat Indonesia telah memberikan keunggulan kompetitif dalam kegiatan usaha FORU. (Annual Report FORU,2013)

Dalam rangka menyokong setiap unit usaha dari FORU terdapat berbagai divisi-divisi yang masing-masingnya memegang andil yang penting dalam keberhasilan perusahaan, salah satunya adalah Divisi Corporate Communication. Divisi ini bertugas untuk memonitori serta menangani segala bentuk hal yang diperlukan dari anak-anak perusahaan FORU yakni Fortune Indonesia (Communications,contents,channel), Fortune Pramana Rancang (Public Relations), Pelita Alembana (media specialist,creative agency,sports marketing) dan Fortune Adwicipta (event management) serta menangani stakeholder perusahaan, salah satunya adalah sebagai penanggung jawab berjalannya RUPS (Rapat Umum

(5)

membahas seputar up date perusahaan setiap bulan. Melihat jobdesk yang cukup banyak ini tentunya diperlukan pembagian kerja yang efisien agar dapat berjalan lancar sebagaimana mestinya. Namun berbeda dengan perusahaan bonafit lainnya di tengah serangkaian deadlines yang menanti, budaya kerja yang diberlakukan cukup santai, hal ini terlihat dari cara berpakaian karyawan yang bebas dan diperbolehkan di dalam kantor menggunakan sandal jepit. Namun meskipun terbilang santai, pekerjaan tentu harus selalu selesai sesuai dengan tenggat waktu yang ditentukan. Bahasa keseharian yang digunakan para karyawan sehari-hari pun tidak formal seperti penggunaan kata panggilan gue-lo ketika membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan maupun diluar pekerjaan. Selain itu, terdepat keunikan budaya organisasi yang terdapat di divisi corporate Communication FORU yang menarik dan membedakan FORU dengan perusahaan sejenis lainnya.

“Corporate In-Corporate” begitulah kutipan dari Indra Abidin selaku pendiri Fortune Indonesia mendefinisikan sosok divisi corporate Communication yang dianggap harus tetap luwes dan dinamis karena bergerak di bidang integrated Communication kreatif yang tidak kaku dan terlalu formal sehingga dituntut harus dapat membaur dengan sekitar , namun tetap harus menjaga formalitas serta nilai-nilai perusahaan FORU sebagai satu-satunya agency yang berstatus Perseroan Terbatas dan telah terdaftar di Bursa Efek Indeks Indonesia. (Annual Report FORU,2013).

Melihat adanya bentuk budaya-budaya organisasi dalam divisi corporate Communication tersebut maka dirasa merupakan tempat yang cocok untuk melakukan penelitian mengenai budaya organisasi. Muncul rasa keingintahuan yang mendalam terhadap bentuk-bentuk budaya organisasi lain yang masih belum tampak pada divisi ini, apalagi melihat FORU merupakan salah satu perusahaan yang bonafit sehingga patut untuk diketahui bagaimana budaya organisasi yang diterapkan. Maka ditetapkanlah penelitian berjudul :

“IMPLEMENTASI BUDAYA ORGANISASI (SUATU STUDI PADA DIVISI

CORPORATE COMMUNICATION PT.FORTUNE INDONESIA TBK)”.

(6)

1.2. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti jabarkan sebelumnya, maka fokus dari penelitian ini adalah Implementasi Budaya Organisasi yang Berlaku di Divisi Corporate Communication PT.Fortune Indonesia Tbk

1.3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian, maka dirumuskan pertanyaan sebagai berikut yang menjadi acuan dari penelitian ini :

1. Apa makna nilai-nilai budaya organisasi yang terkandung dalam divisi corporate communication PT.Fortune Indonesia Tbk ?

2. Bagaimana karyawan divisi corporate communication PT. Fortune Indonesia menerapkan nilai-nilai budaya organisasi dasar pembangun PT.Fortune Indonesia Tbk ke dalam nilai-nilai budaya organisasi di divisinya ?

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti diantara lain :

1. Untuk mengetahui makna nilai-nilai budaya organisasi yang terkandung dalam divisi corporate communication PT. Fortune Indonesia Tbk.

2. Untuk mengetahui penerapan nilai-nilai budaya organisasi dasar pembangun PT. Fortune Indonesia Tbk ke dalam nilai-nilai budaya organisasi divisi corporate communication PT. Fortune Indonesia Tbk.

(7)

1.4.2.1.1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam upaya mengembangkan pengetahuan terkait dengan budaya organisasi yang berlaku di suatu perusahaan. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi mahasiswa/i Jurusan Marketing Communication Binus University.

1.4.2.1.2. Manfaat Praktis

Untuk internal perusahaan, penelitian ini dibuat sebagai bahan masukan serta evaluasi bagi segenap karyawan divisi Corporate Communication PT.Fortune Indonesia Tbk. atas budaya organisasi yang sudah diterapkan. Untuk eksternal perusahaan, diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran mengenai pentingnya budaya organisasi sebagai acuan untuk mencapai keberhasilan perusahaan serta dapat tetap bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya yang semakin bermunculan.

1.4.2.1.3. Manfaat Masyarakat

Penelitian ini dibuat untuk memberikan informasi kepada masyarakat umum mengenai penerapan budaya organisasi yan baik. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi masyarakat secara umum sebagai bahan masukan dan perbandingan untuk pemecahan masalah yang terkait dengan penerapan budaya organisasi sebagai acuan untuk mencapai keberhasilan suatu perusahaan.

(8)

2.1. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini mencakup lima bab, yang terdiri dari :

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bagian ini tediri dari latar belakang penelitian, fokus penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian yang terdiri dari manfaat akademis, manfaat praktis, manfaat bagi masyarakat serta sistematika penulisan.

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

Pada bagian ini berisi tentang penelitian sebelumnya sebagai perbandingan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Kemudian landasan konseptual yang merupakan pemaparan beberapa teori terkait dengan skripsi yang dibuat.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Pada bagian ini membahas mengenai objek penelitian yang akan diteliti dan metode penelitian yang digunakan, dimana mencangkup metode pengumpulan data, pengolahan data serta analisis data dan permasalahan yang didapat selama penelitian berlangsung.

BAB 4 HASIL PENELITIAN

Bab ini terdiri dari penyajian hasil penelitian yang telah dilakukan, dimana mencangkup pengumpulan dan pengolahan data yang telah dikumpulkan beserta pembahasan dari hasil pengolahan tersebut.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab terakhir ini membahas mengenai kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah dilakukan, yang menjelaskan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan serta saran yang dapat membantu untuk penelitian selanjutnya.

Gambar

Gambar 1.1 Tingkatan Budaya (Pembelajaran) Organisasi (Miller,2009)

Referensi

Dokumen terkait

Pensinyalan Out of band Dalam pensinyalan ini, sinyal suara tidak menggunakan sepenuhnya bandwidth 4kHz dan yang tidak terpakai akan digunakan untuk mengontrol

Untuk Membandingkan Beda Antara Dimensi Improvement Social and political capital of clients di Wilayah Bekasi. dan

Yang Kedua, ia dapat diartikan juga sebagai usaha untuk memfungsionalkan hukum dalam masa pembangunan yakni dengan cara turut mengadakan perubahan- perubahan social

Data penelitian adalah emiten yang terdaftar pada BEI periode 2007. Emiten dalam sampel penelitian dipilih dengan mengaplikasikan metode purposive sam- pling. Kriteria sampel

Pembukaan Menyampaikan silabus, SAP, Kontrak Kuliah, Penilaian dan SOP Dosen; memberikan Strategi Penentuan Harga Produk, Insentif dan Disentif  dalam Pelayanan Publik .

Puskesmas adalah upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan. Puskesmas merupakan salah satu tempat bagi masyarakat untuk mendapatkan

Hal ini mengakibatkan deformasi dan pengangkatan kuat dari batuan sedimen Karbon-Miosen(CT) dan membentuk Jalur Aktif Peristiwa tektonik penting kedua yang