• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN TUGAS AKHIR"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN

PENELITIAN TUGAS AKHIR

EFEKTIVITAS BEBERAPA JENIS BIOAKTIVATOR

TERHADAP LAJU DEKOMPOSISI PELEPAH

TANAMAN KELAPA SAWIT

WALDEN SILALAHI

12011323

PROGRAM STUDI

BUDIDAYA PERKEBUNAN

SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN

AGROBISNIS PERKEBUNAN

MEDAN

2016

(2)

LAPORAN

PENELITIAN TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sain Terapan

Diploma IV Pada Program Budidaya Perkebunan

Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian

Agobisnis Perkebunan

EFEKTIVITAS BEBERAPA JENIS BIOAKTIVATOR

TERHADAP LAJU DEKOMPOSISI PELEPAH

TANAMAN KELAPA SAWIT

WALDEN SILALAHI

12011323

PROGRAM STUDI

BUDIDAYA PERKEBUNAN

SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN

AGROBISNIS PERKEBUNAN

MEDAN

2016

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENELITIAN TUGAS AKHIR

Nama : WALDEN SILALAHI Nomor Induk Mahasiswa : 12011323

Program Studi : BUDIDAYA PERKEBUNAN

Judul Tugas Akhir : EFEKTIVITAS BEBERAPA JENIS BIOAKTIVATOR TERHADAP LAJU DEKOMPOSISI PELEPAH TANAMAN KELAPA SAWIT

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Sakiah, S.P., M.P Dr. Mariani Sembiring, S.P., M.P

Mengetahui,

Ketua Ka. PS BDP

(4)

Pembimbing Tugas Akhir :1. Sakiah, S.P.,M.P

2. Dr. Mariani Sembiring, S.P.,M.P

Tim Penguji

:1. Ir. P.Sembiring

2. Hardi Wijaya, S.P

(5)

i

RINGKASAN

WALDEN SILALAHI. EFEKTIVITAS BEBERAPA JENIS BIOAKTIVATOR TERHADAP LAJU DEKOMPOSISI PELEPAH TANAMAN KELAPA SAWIT. Tugas akhir mahasiswa STIPAP program

Studi Budidaya Perkebunan dibimbing oleh Sakiah, S.P., M.P dan Dr. Mariani Br. Sembiring, S.P., M.P

Pelepah kelapa sawit merupakan sumber bahan organik dengan nilai C/N yang tinggi dan berarti cukup sulit untuk di dekomposisikan. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan adanya perlakuan berupa pengecilan ukuran dan penambahan

bahan-bahan Bioaktivator yang mempercepat laju dekomposisinya.

Mikroorganisme yang terdapat dalam bioaktivator secara genetik bersifat asli alami dan bukan rekayasa. Mikroorganisme efektif yang terkandung dalam bioaktivator meliputi antara lain : bakteri asam laktat (Lactobacillus), bakteri penghancur (decomposer), yeast atau ragi, spora jamur, bakteri fotosintetis, serta bakteri menguntungkan yang lain (bakteri penambat N, pelarut fosfat, dll). Bioaktivator dapat dibuat sendiri dengan mudah dari bahan-bahan yang mudah didapat dan murah, karena dapat memanfaatkan berbagai sampah atau limbah organik.

Penelitian dilaksanakan di areal praktek STIP-AP LPP Medan dengan menggunakan rumah kompos. Waktu penelitian selama 2 bulan, dari April - Juni 2016. Penelitian menggunakan rancangan Non Faktorial dengan jumlah perlakuan 7 : PO Kontrol, P1 Kotoran Ayam 3 Kg, P2 Kotoran Sapi 1 Kg, P3 Stardec 50 gr, P4 MOS (Mikroorganisme Selulotik) 30 ml, P5 EM 4 (Produk) 30 ml, P6 EM 4 (Buatan) 30 ml dengan ulangan 4x, berat bahan pelepah 10 kg dan diberi penambahan beberapa jenis bioaktivator.

Hasil Penelitian menunjukkan efektifitas beberapa jenis bioaktivator terhadap laju dekomposisi pelepah tanaman kelapa sawit berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan kadar C-Organik kompos, Kadar C-Organik tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (Kontrol) dengan nilai 33,23 dan kadar C-Organik terendah adalah 28,41 pada perlakuan P3 (Stardec). Efektifitas beberapa jenis bioaktivator terhadap laju dekomposisi pelepah tanaman kelapa sawit berpengaruh sangat nyata dalam meningkatkan kadar N (Nitrogen) kompos, kadar hara nitrogen tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (Stardec) dengan nilai 2,20 dan yang terdendah pada perlakuan P0 dengan nilai 1,28. Efektivitas beberapa jenis Bioaktivator terhadap dekomposisi pelepah tanaman kelapa sawit berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan C/N kompos, nilai C/N terendah yaitu pada perlakuan P3 (Stardec) dengan nilai 13,57.

(6)

ii DAFTAR ISI RINGKASAN ... i DAFTAR ISI ... ii KATA PENGANTAR ... iv RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Urgensi Penelititan ... 1 1.3 Tujuan Khusus ... 2 1.4 Kontribusi ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Pelepah Kelapa Sawit ... 3

2.1.1 Penunasan Pelepah Kelapa Sawit ... 3

2.1.2 Kadar Serat Pelepah ... 4

2.1.3 Kadar Hara Pelepah Daun ... 5

2.2 Bahan Organik ... 6

2.2.1 Pengertian Bahan Organik ... 6

2.2.2 Peran Bahan Organik ... 7

2.2.3 Fungsi Bahan Organik ... 9

2.2.4 Dekomposisi Bahan Organik ... 9

2.3 Bioaktivator... 11

2.4 Amandemen ... 12

2.4.1 Kotoran Ayam ... 12

2.4.2 Kotoran Sapi ... 13

2.4.3 Stardec ... 14

2.4.4 Mikroorganisme Selulotik (MOS) ... 15

2.4.5 Effective Mikroorganisme ... 16

2.4.6 Effective Mikroorganisme (EM) 4 Buatan ... 18

2.5 Proses Pengomposan ... 18

2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Dekomposisi ... 19

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Tempat dan Waktu ... 23

3.2 Desain Penelitian ... 23

3.3 Bahan dan Peralatan ... 23

(7)

iii

3.5 Pengamatan ... 25

3.6 Bagan Alur Penelitian ... 25

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Suhu ... 26

4.2. C, N (Nitrogen) dan C/N pada awal penelitian ... 27

4.3 Kadar C-Organik Kompos Pelepah Kelapa Sawit ... 27

4.4 Kadar N (Nitrogen) Kompos Pelepah Kelapa Sawit ... 29

4.5 Rasio C/N Kompos Pelepah Kelapa Sawit ... 30

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

5.1 Kesimpulan ... 33

5.2 Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 33

DAFTAR LAMPIRAN ... 34

1. Pengamatan Suhu ... 35

2. Pengamatan C-Organik Kompos Pelepah Kelapa Sawit Setelah 2 Bulan Perlakuan ... 37

3. Pengamatan Kadar N (Nitrogen) Kompos Pelapah Kelapa Sawit Setelah 2 Bulan Perlakuan ... 38

4. Pengamatan C/N Kompos Pelepah Kelapa Sawit Setelah 2 Bulan Perlakuan ... 39

(8)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun Tugas Akhir ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan Diploma IV Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit dan Karet di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan.

Dengan pengetahuan dan pengalaman terbatas akhirnya penulis menyelesaikan tugas akhir ini yang diberi judul : "Efektivitas beberapa jenis Bioaktivator terhadap laju dekomposisi pelepah tanaman kelapa sawit".

Dalam pengerjaan tugas akhir ini penulis banyak sekali mendapat dukungan, masukan, dan semangat dari beberapa pihak. dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Wagino, S.P., M.P, selaku Ketua STIP-AP LPP Medan, Bapak Giyanto, STP., MT sebagai Wakil Ketua I, Bapak Guntoro, S.P., M.P. sebagai Ketua Program Studi Budidaya Perkebunan, dan Civitas Akademika STIPAP.

2. Ibu Sakiah, S.P., M.P. dan Dr. Mariani Br. Sembiring, S.P., M.P. sebagai Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan serta kasih sayang bagi penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Ir. P Sembiring dan Bapak Hardi Wijaya S.P selaku penguji yang telah memberikan saran-saran kepada penulis.

4. Ayahanda A. Silalahi dan ibunda J Br. Turnip, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat atas segala doa, kasih sayang yang berlimpah, serta segala dukungan yang telah diberikan kepada penulis, baik materil terlebih moril yang terlah diberikan selama ini kepada penulis.

5. Kakak dan Adek tercinta Mayasti Silalahi, Okvina Silalahi dan Astri Silalahi yang sudah memberikan doa, dukungan dan motivasi kepada penulis agar dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

6. Berman Arianto, Ronald Octavianus Panjaitan, Ade kirby Hutahuruk, Awal Darizki Situmorang, Esra Tampubolon, Atika Novianti Rajagukguk, Frans Nico Naibaho, Tesar Mahyaranda, William Silalahi, Batara Tampubolon, Annisa Nur Intan, Jonathan Butar-butar, Yunus Nababan dan Yohanes atas masukan dan bantuan kepada penulis saat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

(9)

v

7. Teman-teman BDP angkatan 2012 terkhusus untuk teman-teman BDP IV-A yang telah memberikan semangat dan saran bagi penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

8. Organisasi PDMK STIP-AP Medan dan Mendel Nursery yang mengajarkan saya dalam berorganisasi dan menjadi seorang pemimpin.

Penulis menyadari tugas Akhir ini belum sempurna, kritik, dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis untuk menyempurnakan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat untuk para pelaku dunia perkebunan kelapa sawit dan pembaca pada umumnya.

Medan, 15 Oktober 2016

(10)

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 14 Mei 1994 di Pematangsiantar. Anak ketiga dari 4 bersaudara dari Bapak A. Silalahi dan Ibu J Br. Turnip.

Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Swasta Methodist Pematangsiantar pada tahun 2006, SMP Swasta Methodist Pematangsiantar pada tahun 2009 dan SMA Negeri 4 Pematangsiantar pada tahun 2012.

Tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi llmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan dengan jurusan Budidaya Perkebunan. Pada Tahun 2014 mengikuti PKL I di PTPN IV Kebun Bandar Pasir Mandoge dan PTPN II Kebun Batang Serangan , pada tahun 2015 melakukan PKL II di PT. Torganda Kebun Sibisa Mangatur Labuhan Selatan, serta Program Pengabdian Masyarakat di Desa Sukorejo Kecamatan Sei Balai Kabupaten Batu Bara.

(11)

vii

DAFTAR TABEL

2.1. Sifat Fisik dan Morfologi Serat Pelepah Kelapa Sawit dan Tandan Kosong

Sawit (TKS) ... 4

2.2. Komposisi Pelepah Kelapa Sawit ... 5

2.3. Kadar N, P, K yang terdapat dalam pupuk kandang ... 12

4.1. Rata-rata C-Organik Kompos Pelepah Kelapa Sawit ... 27

4.2. Rata-rata N (Nitrogen) Kompos Pelepah Kelapa Sawit ... 29

(12)

viii

DAFTAR GAMBAR

2.1. Pelepah Kelapa Sawit ... 6 2.2. Stardec... 15 2.3. EM4 (Efective Mikroorganisme) ... 16 4.1. Grafik Rataan Penurunan C-Organik Kompos Pelepah Kelapa Sawit .... 28 4.2. Grafik Rataan Peningkatan N (Nitrogen) Kompos Pelepah Kelapa

Sawit ... 30 4.3. Grafik Rataan Penurunan C/N Kompos Pelepah Kelapa Sawit ... 32

(13)

1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan luas lahan kelapa sawit terbesar di dunia. Pada tahun 2014 tercatat luas lahan kelapa sawit di Indonesia mencapai 10.010.824 hektar (Saidi, 2014), dan dengan luas lahan tersebut maka volume limbah yang dihasilkan sangat banyak. Di perkebunan, limbah utama yang dihasilkan berupa pelepah kelapa sawit yang berasal dari penunasan pohon setiap 6 bulan sekali.

Optimalisasi pemanfaatan pelepah kelapa sawit dapat dilakukan dengan pengecilan ukuran. Pengecilan ukuran dilakukan dengan pencacahan. Sebagian orang memanfaatkan cacahan pelepah kelapa sawit sebagai bahan pembuatan kompos dan juga sebagai pakan ternak.

Hasil analis laboratorium Ilmu Nutrisi Makanan Ternak, Departemen Fakultas Pertanian USU (2000), pelepah daun kelapa sawit mengandung 6,50% protein kasar, 32,55% serat kasar, 4,47% lemak kasar, 9,34% bahan kering dan 56,00% TDN (Waruwu, 2015).

Bioaktivator merupakan bahan yang mengandung senyawa hidup, umumnya mikroorganisme yang menguntungkan yang bila diaplikasikan dalam budidaya tanaman dapat berpengaruh pada perbaikan tanaman tersebut. Pada dasarnya pengaruh dari inokulasi mikroorganisme pada tanaman tergantung dari sumber mikroorganisme tersebut metoda aplikasinya dan kondisi lingkungan tempat aplikasi. Mikroorganisme akan efektif hanya bila di aplikasikan pada kondisi lingkungan yang optimum untuk perkembangannya.

1.2 Urgensi Penelitian

Pelepah kelapa sawit merupakan sumber bahan organik dengan nilai C/N yang tinggi dan berarti cukup sulit untuk didekomposisikan. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan adanya perlakuan berupa pengecilan ukuran dan

(14)

2

penambahan bahan-bahan bioaktivator yang mampu mempercepat laju dekomposisinya.

Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui bioaktivator terbaik untuk mendekomposisikan pelepah kelapa sawit dalam proses pengomposan.

1.3 Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi beberapa jenis bioaktivator yang mampu mempercepat laju dekomposisi pelepah kelapa sawit.

1.4 Target Temuan

Adanya pengaruh beberapa jenis bioaktivator yang mampu mempercepat laju dekomposisi pelepah kelapa sawit.

1.5 Kontribusi

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi yang nyata bagi perkebunan kelapa sawit dalam melakukan optimalisasi penggunaan pelepah kelapa sawit sebagai sumber bahan organik/kompos.

(15)

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelepah Kelapa Sawit

2.1.1 Penunasan Pelapah Kelapa Sawit

Berbagai tindakan kultur teknis yang dikerjakan oleh suatu perkebunan kelapa sawit dalam usaha meningkatkan produksinya, diantaranya adalah penunasan. Daun kelapa sawit dalam jumlah tertentu, merupakan salah satu faktor yang turut menentukan pertumbuhan dan produktivitas tanaman (Basyar, 1996).

Pertumbuhan dan produksi tanaman dianggap sebagai selisih antara produksi fotosintesis dengan kehilangan asimilat akibat proses respirasi. Produksi pelepah daun pada tanaman kelapa sawit selama 1 tahun dapat mencapai 20-30 pelepah, kemudian berkurang sesuai dengan umur tanaman menjadi 18-25 pelepah, dengan demikian rerata produksi pelepah daun pada tanaman menghasilkan adalah sekitar dua pelepah setiap bulannya.

Bunga yang terbentuk terdapat pada ketiak daun. Jumlah daun yang diperlukan untuk metabolisme tanaman, seperti fotosintesis dan respirasi harus dipertahankan optimal sesuai dengan umur tanaman atau Indeks Luas Daun (ILD). Untuk tanaman berumur 3-8 tahun jumlah optimal berkisar 50-56 pelepah/pohon dan pada tanaman diatas 8 tahun adalah 42-48 pelepah/pohon.

Sedangakan menurut (Basyar, 1996) dalam setiap tahun kelapa sawit muda dapat memproduksi 30-35 pelepah dan berangsur-angsur menurun pada tanaman dewasa menjadi 20-24 pelepah. Jumlah pelepah yang diinginkan untuk menghasilkan produksi yang optimum adalah minimal 40 pelepah untuk tanaman menghasilkan (TM) dewasa (berumur > 9 tahun). Hasil analisis dan sifat fisik dan morfologi serat menunjukkan bahwa panjang serat pelepah kelapa sawit berkisar antara 0,62-2,51 mm dengan panjang rata-rata 1,30 mm.

(16)

4

Bila dikelompokkan dalam klasifikasi panjang serat menurut KLEMM, maka serat pelepah kelapa sawit termasuk kedalam kelompok panjang serat sedang (0,9 – 1,6 mm). Secara keseluruhan, serat pelepah kelapa sawit lebih panjang daripada serat tandan kosong kelapa sawit (Darnoko dkk, 2001)

Tabel 2.1 Sifat Fisik dan Morfologi Serat Pelepah Kelapa Sawit (PKS) dan Tandan Kosong Sawit (TKS)

No Parameter Pelepah Tandan Kosong

1 Panjang Serat (L), mm - Minimum - Maksimum - Rata-rata 0,62 0,23 2,51 1,48 1,30 0,66 2 Diameter Serat (D) 19,48 16,89

3 Diameter Lumen (I) 12,07 9,52

4 Tebal Dinding (w) 3,89 3,69

5 Bilangan Runkel 0,64 0,77

6 Kelangsingan (I/D) 65,52 39,08

7 Kelemasan (I/D) 0,61 0,56

8 Rapat massa tumpukkan serpih kg/m3 106,50 190,27

9 Kadar Serat % 42,86 75,58

Sumber : Darnoko dkk, 2001

2.1.2 Kadar Serat Pelepah

Kekuatan pelepah daun antara lain bergantung pada adanya jaringan penguat (schlerenchyma). Jaringan penguat tersebut terdiri dari lapisan dalam yang terdekomposisi oleh lignin, selulose, dan semiselulose (Darmosarkoro dan Sugiyono, 1998)

Tabel 2.2 Komposisi Pelepah Kelapa Sawit

No Parameter Pelepah Sawit Tandan Kosong Sawit

1 Abu, % 2,74 6,23 2 Si02, % 0,83 1,10 3 Holoselulosa % 72,67 66,07 4 Alfa selulosa 36,74 37,50 5 Sari (ekstraktif), % 1,81 7,78 6 Lignin, % 21,39 20,62 7 Pentosan, % 22,19 25,34 Sumber : Darnoko dkk, 2001

(17)

5

2.1.3 Kadar Hara Pelepah Daun

Observasi terhadap kadar hara pelepah didasarkan pada kenyataan bahwa kadar hara pelepah dapat dijadikan salah satu tolak ukur status hara tanaman kelapa sawit. Kadar K pelepah berkisar antara 2,57 sampai 3,74. Kadar K yang tinggi pada pelepah daun merupakan pencerminan serapan K pada tanaman. Sementara itu kadar Ca pelepah berkisar antara 0,37 sampai 0,68% dan kadar Mg berkisar antara 0,13 sampai 0,36% (Darmosarko dan Sugiyono).

Pelepah-pelepah atau cabang-cabang (selanjutnya disebut cabung) kosong ini dipotong waktu penunasan, sedangkan yang ada buahnya dipotong pada saat panen. Penunasan atau membuang cabang-cabang yang tidak lagi berguna lagi bagi tanaman kelapa sawit dikerjakan dengan tujuan :

 Sanitasi (kebersihan) tanaman untuk mencegah serangan cendawan Marasmius palmivorus, tikus dan menghindari tumbuhnya pakis

 Memperlancar proses penyerbukan alami

 Mempermudah panen

 Menghindari tersangkutnya berondolan

 Pengamatan buah matang akan lebih mudah

Disamping itu, penunasan (tunas pasir) pada tanaman yang baru menghasilkan bertujuan untuk mempermudah pembersihan piringan dan pelaksanaan pemupukan serta penyerbukan bantuan.

Pada penunasan pasir bekas tebasan merupakan tapak kuda miring keluar dan mepet kebelakang. Pelepah dipotong menjadi dua dan disusun membujur gawangan mati (tidak dipasar pikul dengan duri pelepah menghadap ke tanah). Pada penunasan pemeliharaan bekas tebasan merupakan tapak kuda miring keluar dengan membentuk sudut 300terhadap garis horizontal dengan jarak 5-10 cm dari batang.

(18)

6

Pelepah dipotong menjadi empat atau tiga bagian dan disusun membujur gawangan mati (tidak dipasar pikul) dengan susunan daun pertama disusul dengan duri pelepah diatasnya dan begitu selanjutnya. Masing-masing tumpukan memiliki 5 pelepah yang di tumpuk didalam gawangan mati.

Gambar 2.1. Pelepah Kelapa Sawit

2.2 Bahan Organik

2.2.1 Pengertian Bahan Organik

Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang, dirombak oleh bakteri bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan organik demikian berada dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro. Sebagai akibatnya bahan tersebut berubah terus dan tidak mantap sehingga harus selalu diperbaharui melalui sisa-sisa tanaman atau binatang.

Sumber asli bahan organik tanah ialah jaringan tumbuhan. Dalam keadaan alami bagian diatas tanah, akar pohon, semak-semak, rumput dan tanaman tingkat rendah lainnya tiap tahun menyediakan sejumlah besar sisa-sisa organik. Sebagian besar dari tumbuhan bisa diangkut sebagai hasil panen, akan tetapi beberapa bagian diatas tanah dan semua akar ditinggalkan. Karena bahan ini didekomposisikan dan dihancurkan oleh banyak macam organisme tanah, hasilnya akan menjadi bagian dari horizon dibawahnya,

(19)

7

karena diadsorpsi atau pencampuran fisik secara aktif (Buckman dan Brady, 1982)

Sumber bahan organik tanah ialah hewan. Hewan memberikan hasil samping dan meninggalkan bagian tubuh mereka sebagai peredaran hidupnya. Bentuk kehidupan hewan tertentu, terutama cacing tanah, sentipoda dan semut memegang peranan penting dalam perubahan sisa-sisa tumbuhan (Buckman dan Brady, 2012)

Humus merupakan salah satu bentuk bahan organik. Humus berasal dari residu-residu tanaman, binatang, dan mikroba, komposisinya tergantung atas sifat/keadaan kimiawi dari residu-residu tersebut. Humus terbentuk sebagai suatu hasil dari proses proses dekomposisi, maka komposisinya juga akan tergantung atas berbagai jasad renik yang terlibat dalam pembusukan atau pelapukan residu-residu tersebut.

2.2.2 Peran Bahan Organik

Bahan organik memiliki peranan penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Kerusakan tanah merupakan masalah penting bagi negara berkembang karena intensitasnya yang cenderung meningkat sehingga tercipta tanah-tanah yang rusak yang jumlah maupun intensitas nya meningkat.

Kerusakan tanah secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga kelompok utama, yaitu kerusakan sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Kerusakan kimia tanah dapat terjadi karena proses pemasaman tanah, akumulasi garam-garam (salinisasi), tercemar logam berat, dan tercemar senyawa senyawa organik dan xenobiotik seperti pestisida atau tumpahan minyak bumi (Djajakirana, 2002)

(20)

8

Terjadinya pemasaman tanah dapat diakibatkan penggunaan pupuk nitrogen buatan secara terus menerus dalam jumlah besar. Kerusakan tanah secara fisik dapat diakibatkan karena kerusakan struktur tanah yang dapat menimbulkan pemadatan tanah.

Kerusakan struktur tanah ini dapat terjadi akibat pengolahan tanah yang salah atau penggunaan pupuk kimia secara terus menerus. Kerusakan biologi tanah ditandai oleh penyusutan populasi maupun berkurang nya biodervisitas organisme tanah, dan terjadi biasanya bukan kerusakan sendiri, melainkan akibat dari kerusakan lain (fisik dan kimia). Sebagai contoh penggunaan pupuk nitrogen (dalam bentuk ammonium sulfat dan sulfur coatedurea) yang terus menerus selama 20 tahun dapat menyebabkan pemasaman tanah sehingga populasi cacing tanah menurun drastis.

Dengan demikian terjadi ketidakseimbangan masukan bahan organik dengan kehilangan yang terjadi melalui dekomposisi yang berdampak pada penurunan kadar bahan organik dalam tanah. Tanah-tanah yang sudah mengalami kerusakan akan sulit mendukung pertumbuhan tanaman. Sifat-sifat tanah yang sudah rusak memerlukan perbaikan agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi kembali secara optimal.

Penyediaan hara bagi tanaman dapat dilakukan dengan penambahan pupuk baik organik maupun anorganik. Pupuk organik dapat meyediakan hara dengan cepat. Namun apabila hal ini dilakukan terus menerus akan menimbulkan kerusakan tanah. Hal ini tentu saja tidak menguntungkan bagi pertanian yang berkelanjutan. Meningkatnya kemasaman tanah akan mengakibatkan ketersediaan hara dalam tanah yang semakin berkurang dan dapat mengurangi umur produktif tanaman.

Pengelolaan tanah yang berkelanjutan berarti suatu upaya pemanfaatan tanah melalui pengendalian masukan dalam proses untuk memperoleh produktivitas tinggi secara berkelanjutan, meningkatkan kualitas tanah, serta memperbaiki

(21)

9

karakteristik lingkungan. Dengan demikian diharapkan kerusakan tanah dapat ditekan seminimal mungkin sampai batas yang dapat ditoleransi, sehingga sumber daya tersebut dapat dipergunakan secara lestari dan dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang.

2.2.3 Fungsi Bahan Organik

Fungsi dari bahan organik adalah :

 Sebagai sumber granulator, yaitu memperbaiki struktur tanah

 Sumber unsur hara N, P, S dan unsur hara mikro lainnya

 Menambah kemampuan tanah untuk menghambat air

 Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara

(Kapasitas tukar kation tanah menjadi lebih tinggi)

2.2.4 Dekomposisi Bahan Organik

Faktor yang mempengaruhi pembentukan tanah juga harus diperhatikan

karena mempengaruhi jumlah bahan organik. Faktor-faktor yang

mempengaruhi jumlah bahan organik dalam tanah adalah sifat dan jumlah bahan organik yang dikembalikan, kelembaban tanah, temperatur tanah, tingkat aerasi tanah, topogragi dan sifat penyediaan hara. Faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik dapat dikelompokkan dalam tiga grup, yaitu :

 Sifat dari bahan tanaman termasuk jenis tanaman, umur tanaman, dan komposisi kimia .

 Tanah termasuk aerasi, temperatur, kelembaban, kemasaman, dan tingkat kesuburan.

 Faktor iklim terutama pengaruh dari kelembaban dan temperatur.

Bahan organik secara umum dibedakan atas bahan organik yang relatif sukar didekomposisi karena disusun oleh senyawa siklik yang sukar diputus atau dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana, termasuk didalamnya adalah bahan organik yang mengandung senyawa lignin, minyak, lemak, dan

(22)

10

resin yang umumnya ditemui pada jaringan tumbuh-tumbuhan dan bahan organik yang mudah didekomposisikan karena disusun oleh senyawa sederhana yang terdiri dari C, O, dan H termasuk didalamnya adalah senyawa dari selulosa, pati, gula dan senyawa protein.

Dari berbagai aspek tersebut, jika kandungan bahan organik tanah cukup, maka kerusakan tanah dapat diminimalkan, bahkan dapat dihindari. Jumlah bahan organik didalam tanah dapat berkurang hingga 35% untuk tanah yang ditanami secara terus menerus dibandingkan dengan tanah yang belum ditanami atau dijamah. Untuk mempertahankan kandungan bahan organik tanah agar tidak menurun, diperlukan minimal 8-9 ton per ha bahan organik tiap tahunnya.

Beberapa cara untuk mendapatkan bahan organik.

 Pengembalian sisa panen. Jumlah sisa panenan tanaman pangan yang dapat dikembalikan kedalam tanah berkisar 2-5 ton per ha, sehingga tidak dapat memenuhi jumlah kebutuhan bahan organik minimum. Oleh karena itu, masukan bahan organik dari sumber lain tetap diperlukan.

 Pemberian pupuk kandang. Pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan peliharaan seperti sapi, kambing, kerbau dan ayam, atau bisa juga dari hewan liar seperti kelelawar atau burung dapat dipergunakan untuk menambah kandungan bahan organik tanah. Pengadaan atau penyediaan kotoran hewan seringkali sulit dilakukan karena memerlukan biaya transportasi yang besar

 Pemberian pupuk hijau. Pupuk hijau bisa diperoleh dari serasah dan dari pangkasan tanaman penutup yang ditanam selama masa beberapa tahun atau pepohonan dalam larikan sebagai tanaman pagar. Pangkasan tajuk tanaman penutup tanah dari famili leguminoasae dapat memberikan masukan bahan organik sebanyak 1,8 – 2,9 ton per ha (umur 3 bulan) dan 2,7 – 5,9 ton per ha untuk umur 6 bulan.

(23)

11

Dekomposisi bahan organik secara aerob dicirikan oleh perombakan bahan secara bertahap. Proses dekomposisi ini secara umum disebut juga dengan pengomposan. Batasan yang dikemukakan pengomposan merupakan dekomposisi aerobik mesoflik dan thermofilik sisa-sisa organisme menjadi material bahan seperti humus yang relatif stabil dan disebut kompos.

Senyawa organik yang mudah larut seperti gula sederhana, asam amino, protein, peptide, dan tannin dirombak terlebih dahulu menghasilkan senyawa-senyawa fenolik larut dan molekul-molekul sederhana seperti CO2, CH4, NO3, NH4. Bahan-bahan yang kurang larut seperti selulosa, hemi selulosa dirombak secara enzimatis dengan enzim selulosa sebagai katalisator menghasilkan molekul-molekul sederhana. Bahan-bahan dengan kandungan lignin yang tinggi sangat sulit dirombak.

2.3 Bioaktivator

Bioaktivator adalah inokulum campuran berbagai jenis mikroorganisme selulotik dan lignolitik untuk mempercepat laju pengomposan pada pembuatan pupuk kandang. Di pasaran, banyak beredar bioaktivator, diantaranya OrgaDec, EM4, dan Stardec. Dalam bioaktivator ini terdapat berbagai macam genus mikroorganisme fermentor dan dekomposer. Mikroorganisme ini dipilih yang dapat bekerja secara efektif dalam memfermentasikan dan mengurai bahan organik.

2.4 Amandemen

2.4.1 Kotoran Ayam

Pupuk kandang merupakan kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang tercampur dengan sisa makanan. Nilai pupuk kandang ditentukan oleh sumber, cara penanganannya dan harga hara yang ditambahkan. Selain itu juga ditentukan oleh komposisi pupuk yang tergantung dari jenis, umur, keadaan individu hewan dan jenis makanan yang dikonsumsi hewan.

(24)

12

Pupuk kandang memiliki beberapa sifat yang lebih baik dari pupuk alam yang lainnya antara lain :

 Merupakan humus yang dapat menjaga/mempertahankan struktur tanah

 Sebagai sumber hara N, P, dan K yang amat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman

 Menaikkan daya menahan air

 Banyak mengandung mikroorganisme yang dapat mensintesa senyawa-senyawa tertentu sehingga berguna bagi tanaman.

Penambahan pupuk kandang kedalam tanah dapat menjaga stabilitas agregat dan pori-pori makro yang dibutuhkan untuk infiltrasi sehingga mengurangi run off dan erosi. Pupuk kandang yang dapat digunakan antara lain adalah kotoran ayam. Dibandingkan dengan pupuk kandang lainnya kotoran ayam paling kaya akan unsur hara. Didalam kotoran ayam terkandung unsur-unsur hara seperti N, P, dan K. Kadar N, P, dan K yang terdapat dalam Pupuk Kandang.

Tabel 2.3 Kadar N,P,K yang terdapat dalam pupuk kandang

Unsur (%) Kotoran Ayam Kotoran Sapi Kotoran Kuda Kotoran Domba Nitrogen (N) 1,70 0,29 0,44 0,55 Phospor (P2O5) 1,90 0,17 0,17 0,31 Kalium (K2O) 1,50 0,35 0,14 0,15

Dari Tabel 2.4. dapat terlihat bahwa pupuk kotoran ayam memiliki sumber kalium terbesar dibandingkan dengan pupuk kandang yang lain yaitu sebesar 1,50%

Selain itu, dalam pupuk kandang kotoran ayam juga mengandung unsur mikro seperti seng (Zn), tembaga (Cu), besi (Fe), molybdenum (Mo). Pupuk

(25)

13

kandang kotoran ayam lebih cepat matang nya daripada pupuk kandang jenis lainnya.

Kelembaban yang rendah memperkecil mineralisasinya dan mempersempit depresi nitrat dalam tanah sehingga ketersediaan unsur hara yang didapat dalam kotoran ayam lebih cepat diserap daripada pupuk kandang lainnya.

Pupuk kandang kotoran ayam juga dikategorikan berkualitas tinggi dan lebih cepat tersedia dibandingkan dengan pupuk kandang yang lain serta merupakan pupuk kandang terkaya, mengandung bahan organik, Nitrogen, Fosfor, Kalium tersedia lebih besar, Pupuk kandang kotoran ayam merupakan

pupuk organik yang cepat terdekomposisi sehingga biasanya

direkomendasikan untuk tanaman yang berumur pendek termasuk tanaman kentang.

2.4.2 Kotoran Sapi

Kotoran ternak yang tercampur sisa-sisa pakan merupakan bahan organik yang bisa digunakan petani sebagai pupuk kandang. Namun demikian, ketersediaan pupuk ini belum dapat memenuhi kebutuhan, karena memperoleh pupuk kandang dalam jumlah besar, lebih-lebih yang sudah masak, sangatlah sukar. Kotoran sapi merupakan bahan yang baik untuk kompos karena relatif tidak terpolusi logam berat dan antibiotik. Kandungan fosfor yang rendah pada pupuk kandang dapat dipenuhi dari sumber lain. Prinsip pembuatan kompos adalah penguraian limbah organik menjadi pupuk organik melalui aktivitas mikroorganisme. Ada beberapa alasan mengapa bahan organik seperti kotoran sapi perlu dikomposkan sebelum dimanfaatkan sebagai pupuk antara lain :

 Kotoran sapi tidak selalu tersedia pada saat diperlukan, sehingga pembuatan kompos merupakan cara penyimpanan bahan organik sebelum digunakan sebagai pupuk.

(26)

14

 Struktur bahan organik segar sangat kasar dan daya ikatnya terhadap air kecil, sehingga bila langsung dibenamkan akan mengakibatkan tanah menjadi sangat rendah.

2.4.3 Stardec

Stardec berisi beberapa mikroba yang berperan dalam penguraian atau dekomposisi limbah organik hingga dapat menjadi kompos. Mikroba tersebut adalah mikroba lignolitik, mikroba selulotik, mikroba proteolitik, mikroba lipolitik, mikroba aminolitik dan mikroba fiksasi nitrogen non-simbiotik. Mikroba didalam stardec diperoleh dari isolasi tanah lembap di hutan, akar rumput-rumputan, dan kolon sapi. Tanah yang digunakan harus tanah lembap dari hutan karena tanah ini mengandung banyak mikroba lignolitik dan mikroba selulotik. Hal ini dapat dilihat dari proses peruraian batang atau daun di hutan yang terjadi lebih cepat dibandingkan dengan proses peruraian ditanah selain hutan. Selain itu, penggunaan akar rumput-rumputan disarankan karena dapat diperoleh bakteri nitrogen fiksasi non-simbiosis yang berfungsi untuk mengikat nitrogen bebas di udara sehingga kandungan nitrogen dalam pupuk bertambah dan meningkatkan kapasitas tukar kation pupuk. Kolon sapi digunakan karena alasan terdapat bakteri lignolitik yang berfungsi untuk memecah ikatan lignin (Indriani, 2011).

(27)

15

2.4.4 Mikroorganisme Selulotik (MOS)

Untuk mempercepat dekomposisi bahan organik dapat dilakukan beberapa cara yaitu secara fisik, kimia dan biologi. Perlakuan secara biologi umumnya dengan menambahkan inokulum mikroorganisme yang berkemampuan tinggi dalam merombak bahan yang akan di dekomposisikan. Pada perombakan pelepah ini proses biokonvers dilakukan oleh mikroorganisme selulotik. Perombakan selulosa merupakan pemecahan polimer primer anhidroglusa menjadi molekul sederhana yang menghasilkan oligasakarida maupun monomer glukosa atau produk seperti asam-asam organik maupun alkohol. Mikroorganisme selulotik secara alami sangat umum dijumpai pada tanah-tanah pertanian, hutan, pada rabuk atau jaringan tanaman yang membusuk. Mikroorganisme ini terdiri dari berbagai kelompok bakteri mesophilik aerobic seperti Callulomonas sp, Cytophaga sp, bakteri thermopilik (Basidiomisetes), jamur bermifalen (Chaetomium sp, Aspergillus sp, Humicola sp) dan aktinomisetes (Nocardia sp, Streptomyces sp) (Rao, 1984). Selama proses dekomposisi mikroorganisme memerlukan sumber karbon untuk membentuk sel-sel baru serta memerlukan sumber karbon untuk membentuk sel-sel baru serta memerlukan nitrogen untuk mensintesis protein. Agar keperluan karbon dan nitrogen ini dapat terpenuhi secara seimbang maka nilai C/N campuran bahan kompos harus berada pada kisaran yang tepat. Bahan organik terdiri dari berbagai macam jaringan tanaman bervariasi nisbah C/N nya. Tingkat C/N yang optimum adalah antara 20-25 (1,41-1,7%N) ideal untuk dekomposisi maksimum karena tidak akan terjadi pembebasan nitrogen dari sisa-sisa organik melebihi dari jumlah yang diutuhkan untuk sintesis mikroba.

Apabila C/N terlalu tinggi maka dekomposisi akan memerlukan waktu yang lama. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mencampur/menambah dengan bahan yang mempunyai karbon rendah dan nitrogen tinggi. Ketersediaan nitrogen merupakan faktor kritis yang nyata berpengaruh

(28)

16

terhadap kecepatan dekomposisi selulosa dan kapasitas mineralisasi nitrogen. Diperhitungkan kira-kira 1 unit nitrogen diperlukan untuk 35 unit selulosa dioksidasi. Diperhitungkan bahwa sel mikroorganisme mengandung 5-10% nitrogen dari berat kering 30-60% bagian jaringan aktif sel disintesa selama dekomposisi aerobik.

2.4.5 Effective Mikroorganisme

Secara global terdapat beberapa golongan mikroorganisme pokok dalam bioaktivator, yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp., streptomycetes sp., ragi (yeast), dan Actinomycetes.

Gambar 2.3. EM4 (Efective Mikroorganisme) 1. Bakteri fotosintetik

Bakteri fotosintetik merupakan bakteri bebas yang dapat mensintesis senyawa nitrogen, gula, dan substansi bioaktif lainnya. Hasil metabolir yang diproduksi dapat diserap secara langsung oleh tanaman dan tersedia sebagai substrat untuk perkembangbiakan mikroorganisme yang menguntungkan. 2. Lactobacillus sp

Bakteri ini memproduksi asam laktat sebagai hasil penguraian gula dan karbohidrat lain yang bekerja sama dengan bakteri fotosintesis dan ragi. Asam laktat ini merupakan bahan sterilisasi yang kuat yang dapat menekan mikroorganisme berbahaya dan dapat menguraikan bahan organik dengan cepat.

(29)

17 3. Streptomycetes sp

Streptomycetes sp. mampu memproduksi enzim streptomisin yang bersifat racun terhadap hama dan penyakit yang merugikan.

4. Ragi (yeast)

Ragi memproduksi substansi yang berguna bagi tanaman dengan cara fermentasi. Substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi berguna untuk pertumbuhan sel dan pembelahan akar. Ragi ini juga berperan dalam perkembangan atau pembelahan mikroorganisme menguntungkan lain, seperti Actinomycetes dan bakteri asam laktat.

5. Actinomycetes

Actinomycetes merupakan organisme peralihan antara bakteri dan jamur yang mengambil asam amino dan zat serupa yang diproduksi bakteri fotosintesis dan mengubanya menjadi antibiotik untuk mengendalikan patogen serta menekan jamur dan bakteri berbahaya dengan cara menghancurkan khitin, yaitu zar esential untuk pertumbuhannya. Actinomycetes juga dapat menciptakan kondisi yang baik bagi perkembangbiakan mikroorganisme lain

2.4.6 Effective Mikroorganisme (EM) 4 Buatan

Dalam pembuatan EM4 buatan di perlukan beberapa alat dan bahan untuk membuatnya.

Bahan – bahan yang digunakan :

 Susu sapi

 Isi usus ayam (yang dibutuhkan adalah bakteri dalam usus)

 ¼ kg terasi udang

 1 kg gula pasir

 1 kg bekatul (dedak)

 1 buah nenas

(30)

18 Alat –alat :

 Panci

 Kompor

 Blender (untuk menghaluskan nenas) Cara pembuatan :

Terasi, gula pasir, bekatul, nenas (yang dihaluskan dengan blender) dimasak agar bakteri lain yang tidak diperlukan mati. Setelah mendidih, hasil adonannya didinginkan kemudian ditambahkan susu, isi usus ayam lalu ditutup rapat. Setelah 12 jam timbul gelembung-gelembung. Bila sudah siap jadi akan menjadi kental/lengket. Perlu diperhatikan susu jangan yang sudah basi karena kemampuan bakteri sudah berkurang, sedangkan kegunaan nenas adalah untuk menghilangkan bau hasil proses bakteri.

2.5 Proses Pengomposan

Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena perbandingan kandungan C/N dalam bahan tersebut tidak sesuai dengan tanah C/N tanah. Rasio C/N merupakan perbandingan antara karbohidrat (C) dan Nitrogen (N). Rasio C/N tanah berkisar antara 10-12. Apabila bahan organik mempunyai rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio C/N tanah, maka bahan tersebut dapat digunakan tanaman. Namun pada umumnya bahan organik segar mempunyai rasio C/N tinggi (Jerami 50-70, dedaunan tanaman 50-60, kayu-kayuan >400, dan lain-lain).

Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (<20). Semakin tinggi rasio C/N bahan organik maka proses pengomposan atau perombakan bahan semakin lama. Waktu yang dibutuhkan bervariasi dari satu bulan hingga beberapa tahun tergantung bahan dasar (Simanungkalit, dkk, 2012)

(31)

19

Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyimpulkan bahwa pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikroba agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Mikroba tersebut adalah bakteri, fungi dan jasad renik lainnya.

Adapun kunci membuat kompos yang bagus meliputi: rasio karbon/nitrogen, adanya bahan mikroorganisme, tingkat kelembapan, tingkat oksigen dan ukuran partikel. Dari ketiga pendapat tersebut faktor faktor yang mempengaruhi pengomposan adalah hampir sama.

2.6 Faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi

Ternyata dalam membuat pupuk kompos harus memperhatikan beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi proses penguraian limbah organik menjadi kompos oleh bakteri (Warsidi, 2010)

Ada 10 faktor yang mempengaruhi proses berlangsungnya pengomposan. Faktor-faktor tersebut yaitu:

1. Rasio C/N

Rasio C/N (Karbon dan Nitrogen) yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C (Karbon) sebagai sumber energi dan menggunakan N (Nitrogen) untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup karbon tunkuk energi dan nitrogen untuk sintesis protein.

2. Ukuran Partikel

Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.

(32)

20 3. Aerasi

Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara ruang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kelembaban. Apabila aerasi terhambat, akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.

4. Porositas

Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos.Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplai oksigen untuk proses pengomposan.

5. Kelembaban

Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum untuk metabilisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan apabila di atas 60% maka volume udara akan berkurang dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.

6. Temperatur/Suhu

Panas dihasilkan dari aktivitas (fermentasi) mikroba (yang menghasilkan energi berupa kalor/panas). Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur, semakin banyak konsumsi oksigen dan semakin cepat pula proses dekomposisi. Temperatur yang berkisar antara 30-60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat.

(33)

21 7. pH

Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar.Tingkat keasaman (pH) yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati normal.

8. Kandungan Hara

Kandungan P (Phosphor) dan K (Kalium) juga penting dalam proses pengomposan dan biasanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pembentukan kompos. 9. Kandungan Bahan Berbahaya

Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam seperti Mg, Cu, Zn, Ni, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk dalam kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.

10. Lama Pengomposan

Lama waktu pengomposan bergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun.

(34)

22

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Areal STIP-AP LPP Kampus Medan. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan April – Juli 2016.

3.2 Desain Penelitian a. Susunan Perlakuan

Penelitian ini terdiri atas 7 Perlakuan yaitu :

1. PO : Kontrol

2. P1 : Kotoran Ayam 3 Kg

3. P2 : Kotoran Sapi 1 Kg

4. P3 : Stardec 50 gr

5. P4 : MOS (Mikroorganisme Selulotik) 30 ml

6. P5 : EM 4 (Produk) 30 ml

7. P6 : EM 4 (Buatan) 30 ml

b. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian dinamakan rancangan acak lengkap non faktorial dengan menggunakan 7 Perlakuan dengan ulangan 4x.

Uraiannya adalah sebagai berikut :

Jumlah Perlakuan = 7

Jumlah Ulangan = 4x

Total = 28

3.3 Bahan dan Peralatan

Bahan – bahan yang digunakan pada penelitian adalah Pelepah Kelapa Sawit dan bahan Bioaktivator : Tanpa Perlakuan, EM-4 (Produk), EM-4 (Buatan), Stardec, MOS (Mikroorganisme Selulotik), kotoran ayam, dan kotoran sapi. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah :cangkul/sekop, termometer, ember cat ukuran 25 kg dan alat pendukung lainnya

(35)

23

3.4 Tahapan Penelitian

a. Pembuatan Rumah Pengomposan

Rumah pengomposan dibuat menggunakan bambu dan terpal dengan ukuran 11 m x 7 m.

b. Persiapan Alat dan Bahan

Pelepah Kelapa Sawit dicacah menggunakan mesin pencacah Pelepah dengan ukuran cacahan ± 2-3 cm di Jln.Bunga sedap malam Padang Bulan.

c. Tahap – tahap Pengomposan

Pelepah Kelapa Sawit terlebih dahulu di cacah dengan ukuran ± 2-3 cm agar proses pengomposan lebih maksimal, kemudian pelepah kelapa sawit yang telah dicacah diisi ke dalam ember cat hingga terisi ± 10 kg per ember, ember cat yang telah diisi cacahan pelepah kelapa sawit diberi dosis sesuai dengan perlakuan yang sudah ditentukan,ember cat diberi label sesuai dengan perlakuan yang digunakan.

d. Menjaga kelambaban

Selama pengomposan kadar air dipertahankan sekitar 70%. Penetapan kadar air dilapangan dengan meremas bahan dalam telapak tangan, bila setelah bahan dilepas pada telapak tangan masih tertingal bulir-bulir air berarti kelembabannya masih cukup dan apabila kurang dilakukan penyiraman.

e. Pembalikan

Untuk sirkulasi udara dilakukan pembalikan bahan kompos setiap 1 x seminggu.

f. Panen/Selesai Penelitian

Indikator selesainya penelitian adalah Rasio C/N kompos yang telah mendekati C/N tanah yaitu 20.

(36)

24

3.5 Pengamatan

Ada beberapa yang diamati pada masa penelitian yaitu: a. Suhu

Suhu pada saat pengomposan berjalan dilakukan setiap hari dengan menggunakan termometer.

b. Kadar C – Organik Kompos

Pengamatan kadar C-Organik kompos dilakukan di akhir pengomposan c. Kadar Nitrogen Kompos

Pengamatan kadar Nitrogen kompos dilakukan di akhir pengomposan. d. Rasio C/N

Pengamatan perhitungan Rasio C/N dilakukan pada akhir pengomposan.

3.6 Bagan Alur Penelitian

Persiapan areal

Persiapan bahan pengomposan

Pengaplikasian bahan pengomposan

Pengamatan

Panen dan Uji Laboratorium

Pengolahan Data dan Uji Statistik

Gambar

Tabel  2.1  Sifat  Fisik  dan  Morfologi  Serat  Pelepah  Kelapa  Sawit  (PKS)  dan  Tandan Kosong Sawit (TKS)
Gambar 2.1. Pelepah Kelapa Sawit  2.2  Bahan Organik
Tabel 2.3 Kadar N,P,K yang terdapat dalam pupuk kandang  Unsur (%)  Kotoran  Ayam  Kotoran Sapi  Kotoran Kuda  Kotoran Domba  Nitrogen (N)  1,70  0,29  0,44  0,55  Phospor (P 2 O 5 )  1,90  0,17  0,17  0,31  Kalium (K 2 O)  1,50  0,35  0,14  0,15
Gambar 2.2 Stardec
+2

Referensi

Dokumen terkait

Terbitnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan nomor 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi melalui Penyedia, cukup detail

Perlakuan P1 (coklat), P2 (coklat gelap), dan P3 (coklat terang) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P&gt;0,01) terhadap kontrol yaitu P0 (coklat sangat gelap)

Indonesia,kita sering melihat pertumbuhan pembangunan yang lebih pesat dari pada pranata hukum yang mengiringinya. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu tidak lepas

Secara umum transmisi sebagai salah satu komponen sistem pemindah tenaga (power train)mempunyai fungsi meneruskan tenaga / putaran mesin dari kopling ke poros propeller,

PPI Dunia mendorong Pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan di bidang pertanahan untuk kepentingan umum ini dengan meminta masukan dari masyarakat dan pihak-pihak terkait

Batuan endapan atau batuan sedimen adalah salah satu dari tiga kelompok utama batuan ( bersama dengan batuan beku dan batuan metamorfosis ) yang terbentuk melalui tiga

Sesuai tujuan dan manfaat pengendalian internal, maka pelaksanaan pengendalian internal dengan baik pada Bank Syariah diharapkan dapat mengurangi tingkat risiko

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui keterkaitan hasil analisis dari daya ledak tungkai, keseimbangan dinamis, kelentukan