• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Koenzim Q-10 Pada Lanjut Usia (Lansia) Dengan Gagal Jantung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Koenzim Q-10 Pada Lanjut Usia (Lansia) Dengan Gagal Jantung"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Tinjauan Kepustakaan

PERANAN KOENZIM Q-10 PADA LANJUT USIA

(LANSIA) DENGAN GAGAL JANTUNG

OLEH:

Dr. RIRI ANDRI MUZASTI NIP: 197912242008122001

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

(2)

BAB I Pendahuluan

Dalam dua dekade terakhir teridentifikasi bahwa gagal jantung merupakan masalah besar

kesehatan masyarakat karena banyak mengenai populasi terutama lanjut usia (lansia), yaitu mereka

yang berusia 60 tahun atau lebih. Di Amerika Serikat, gagal jantung menjadi penyebab utama para

lansia dirawat di rumah sakit (Kane et al, 1999).1,2,3,4

Ada beberapa kelainan pada jantung lansia yang merupakan akibat proses menua. Akan

tetapi kelainan tersebut dapat juga sudah ada pada usia yang relatif masih muda, dan sebaliknya

mungkin sekali kelainan tersebut belum ditemukan sebagai hasil proses menua pada seseorang yang

usianya sudah tergolong lanjut. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa proses menua jantung

mempunyai korelasi positif dengan meningkatnya usia, meskipun belum dapat dikatakan adanya

korelasi absolut antara usia dengan kelainan yang didapati pada lansia.5

Walaupun patofisiologi gagal jantung dapat dikatakan hampir sama antara usia muda dan

lansia, namun lansia cenderung lebih mudah mengalami gagal jantung bila berhadapan dengan

berbagai stressor. Hal ini disebabkan oleh menurunnya kemampuan lansia dalam merespon suatu

stressor.5 Manifestasi gagal jantung pada lansia sering tertutup oleh kondisi penyakit yang menyertai, dan sangat dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya organ lain yang dipengaruhi secara

sekunder oleh keadaan gagal jantungnya. Oleh karena itu data objektif lebih banyak diperlukan

untuk mendiagnosis gagal jantung pada lansia.5,6

Prinsip pengobatan gagal jantung pada lansia tidak berbeda dengan pasien muda.

Pengobatan juga menggunakan obat-obatan yang sama, akan tetapi perlu dipikirkan adanya

penyesuaian dosis, interaksi, efek samping, toksisitas obat serta penyakit iatrogenik.2,6

Sejenis zat yang bernama koenzim Q10 diperlukan untuk mengatasi radikal bebas dan

kerusakan mitokondria sebagai penyebab gagal jantung pada lansia. Secara alami banyak ditemukan

pada hewan dan manusia. Suplemennya tersedia dalam berbagai bentuk sediaan dan komposisi.

Dosis optimal belum diketahui dan berbeda sesuai beratnya kondisi yang diterapi. Meskipun

(3)

berbagai dosis pada beberapa studi menunjukkan peningkatan pada ejeksi fraksi, toleransi latihan

dan status NYHA, walaupun pada studi lain tidak terbukti.10,13

Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini adalah menguraikan masalah gagal jantung pada

lansia dan menjelaskan peranan koenzim Q10 sebagai salah satu pengobatan terbaru pada keadaan

(4)

BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Gagal jantung pada lansia

II.1.1. Definisi

Definisi gagal jantung yaitu ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang cukup ke

seluruh tubuh (Ebbersole, Hess, 1998). Gagal jantung dapat dilihat sebagai kelainan kardiovaskuler

pada lansia, akibat perubahan struktur dan fungsi, karena ada kaitan antara meningkatnya penyakit

kardiovaskuler berupa penurunan fungsi ventrikel dengan pertambahan usia.2,5,6

II.1.2. Epidemiologi

Berdasarkan penelitian epidemiologi terbaru, didapatkan bahwa gagal jantung lebih banyak

dialami pasien lansia. Pria sama jumlahnya dengan wanita, dengan wanita mempunyai masa hidup

yang lebih tinggi. Sekitar 1% penduduk Amerika menderita gagal jantung, yang pada umumnya

diderita mereka yang berusia 50 tahun, Insiden ini akan terus bertambah setiap tahun pada mereka

yang berusia di atas 50 tahun (Aronow et al,1998).3,4,6,9

II.1.3. Etiologi

Pada umumnya penyebab gagal jantung pada lansia dan pasien muda lebih kurang sama,

tetapi gagal jantung pada lansia sering multifaktorial. Pada lansia fungsi jantung cadangan sudah

terbatas, sehingga jantung kurang sanggup memenuhi kebutuhan yang meningkat. Karena itu bila

ada perubahan akut atau kondisi perburukan nonkardiak, mudah terjadi gagal jantung. Penyebab

gagal jantung kiri yang sering pada lansia adalah PJK (>70%), hipertensi, kelainan katup (aorta dan

mitral), kardiomiopati, infeksi dan age related diastolic dysfunction. Sedangkan penyebab gagal jantung kanan yang paling sering berupa penyakit paru obstruktif menahun.1,2,3,4,6

II.1.4. Patofisiologi

Beberapa keadaan yang dapat mengubah struktur dan fungsi sehingga meningkatkan risiko

(5)

A. Perubahan Anatomis

Kekakuan pada jantung akibat penebalan dinding ventrikel kiri jantung kerap terjadi,

sehingga compliance jantung berkurang, meski tekanan darah relatif normal. Beberapa penyebabnya antara lain; peningkatan jaringan ikat interstitial, hipertrofi miosit kompensatoris

karena banyak sel yang apoptosis dan keterlambatan relaksasi miosit karena gangguan pembebasan

Ca dari protein kontraktil, terutama mengenai lapisan endokardium termasuk daun katup. Juga

dapat terjadi fibrosis dan kalsifikasi katup jantung terutama pada anulus katup mitral dan aorta.2,4,6,7

Sementara itu, pada pembuluh darah terjadi kekakuan arteri sentral dan perifer akibat

proliferasi kolagen, hipertrofi otot polos, kalsifikasi, serta kehilangan jaringan elastik. Seringkali

terdapat aterosklerosis pada lansia, yang menyebabkan pembuluh darah mengalami penurunan debit

aliran akibat peningkatan situs deposisi lipid pada endotel. Lebih jauh, terdapat pula aterosklerosis

pada arteri koroner difus yang pada awalnya terjadi di arteri koroner kiri ketika muda, kemudian

berlanjut pada arteri koroner kanan dan posterior di atas usia 60 tahun.2,4,6,7

Perubahan yang baru-baru ini dikemukakan adalah berupa senile cardiac amiloidosis yaitu degenerasi amiloid atau amiloidosis. Frekuensi kelainan ini meningkat dengan bertambahnya usia

(Pomerance,1965).6

Selain itu terdapat pengurangan jumlah sel pada nodus sinoatrial (SA node) yang

menyebabkan hantaran listrik jantung mengalami gangguan. Hanya sekitar 10% sel yang tersisa

ketika seseorang berusia 75 tahun dibandingkan dengan pada usia 20 tahun sebelumnya. 2,6,7

B. Perubahan Fisiologis

Akibat dari kekakuan jantung adalah perubahan pada fungsi sistolik ventrikel. Sebagai

pemompa utama aliran darah sistemik manusia, perubahan sistolik ventrikel akan sangat

mempengaruhi keadaan umum pasien. Parameter utama yang dapat dinilai adalah kontraksi jantung,

preload dan afterload, performa otot jantung, serta regulasi neurohormonal kardiovaskuler. Akibat terlalu sensitif terhadap respon tersebut, isi sekuncup menjadi bertambah menurut kurva

Frank-Starling. Efeknya, volume akhir diastolik menjadi bertambah dan menyebabkan kerja jantung yang

(6)

Di lain sisi, terjadi perubahan pada diastolik terutama pada pengisian awal diastolik akibat

otot-otot jantung sudah mengalami penurunan fungsi. Secara otomatis, akibat kurangnya kerja otot

atrium untuk melakukan pengisian diastolik awal, akan terjadi pula fibrilasi atrium, sebagaimana

sangat sering dikeluhkan para lansia. Masih berhubungan dengan diastol, akibat ketidakmampuan

kontraksi atrium secara optimal, akan terjadi penurunan komplians ventrikel ketika menerima darah

yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan diastolik ventrikel ketika istirahat dan exercise. Hasilnya, akan terjadi edema paru dan kongesti sistemik vena yang sering menjadi gejala klinis

utama pasien lansia. 2,4,5,6

Usia dikaitkan dengan menurunnya respon terhadap stimulasi beta adrenergik, sehingga

peningkatan denyut nadi dan kontraktilitas terbatas pada saat menghadapi beban. Begitu juga

dengan metabolisme energi di mitokondria akan menurun sesuai pertambahan usia, walaupun pada

keadaan istirahat mitokondria masih sanggup menghasilkan ATP yang dibutuhkan . Tetapi bila

beban memerlukan ATP lebih banyak mitokondria sering tidak sanggup untuk menghasilkannya. 2,4

C. Lain-lain

Pada lansia konsentrasi sitokin dan radikal bebas meningkat. Angiotensin II meningkatkan

IL-6 dan TNFα di sel otot polos vaskuler. IL-6 menurunkan nafsu makan dan menyebabkan gizi

kurang selain karena perubahan pada sensasi bau dan rasa, berkurangnya masukan kalori, isolasi

sosial, malabsorpsi dan kemungkinan adanya kongesti pada aliran darah splanikus dan hepatik.2,10

Radikal bebas menyebabkan kerusakan pada kolagen, elastin, DNA, mukopolisakarida dan

lipid yang menyebabkan akumulasi pigmen ketuaan (lipofuscin) pada organel seperti mitokondria,

lisosom, komponen pembuluh darah dan membran sel otot jantung sehingga otot berwarna coklat

yang disebut brown atrophy (Card,1985; Brocklehurst). 2,6,7,8

Petanda stres oksidatif meningkat pada pasien gagal jantung adalah berupa bertambah

beratnya fungsional kelas, berkurangnya toleransi latihan, rendahnya kadar antioksidan dan

memburuknya prognosis. Salah satu antioksidan yang berkurang pada pasien gagal jantung adalah

koenzim Q10 (suatu antioksidan endogen yang kuat). Kadar koenzim Q10 plasma yang rendah

(7)

II.1.5. Diagnosis

Gejala dan tanda gagal jantung akibat proses menua relatif sama dengan gagal jantung pada

orang muda. Gejala terbanyak dari gagal jantung pada lansia adalah sesak napas, edema dan

kelelahan. Namun biasanya gejala klinis dan keluhan utama pasien lansia seringkali tidak khas dan

sangat tersembunyi, terutama pada umur diatas 80 tahun, seperti anoreksia, mual, rasa tidak nyaman

di perut, gangguan tidur, iritabilitas, perasaan tidak berharga, tidak berguna, dan relatif menerima

keadaan apa adanya seiring dengan bertambahnya usia. 2,3,4,6,9

Pada pemeriksaan fisik juga didapat tanda non spesifik. Pada lansia tetap diperlukan

penemuan geriatric giant misalnya inkontinensia urin yang nantinya akan berpengaruh pada pengobatan diuretik. Gangguan kognitif dan depresi sering didapat pada pasien lansia dengan gagal

jantung, yang berpengaruh juga terhadap penanganan non farmaka, misal kepatuhan minum obat

dan dukungan sosial lainnya. 2,3,4,9

Untuk mendiagnosis gagal jantung pada lansia diperlukan lebih banyak data obyektif.

Laboratorium diperlukan untuk pemeriksaan elektrolit, analisa gas darah dan enzim jantung.

Disamping foto toraks dan elektrokardiografi, ekokardiografi khususnya eko-Doppler-kardiografi

sangat penting dalam menentukan tindakan dan pemilihan obat-obat untuk mengatasi gagal jantung.

2,5,9

II.1.6. Penatalaksanaan II.1.6.1. Non farmakologi

Tata laksana gagal jantung pada lansia relatif sama dengan pasien muda. Secara umum, lansia dengan gagal jantung harus cukup istirahat, meskipun tetap dianjurkan untuk berolahraga

bagi lansia dengan gagal jantung kompensata. Penggunaan stocking untuk kompresi dibarengi antikoagulan (terbatas sampai gejala dekompensasi berkurang) dapat dilakukan guna menghindari

trombosis dan emboli vena. Diet restriksi cairan tetap perlu dilakukan meskipun biasanya lansia

sangat sulit untuk makan secara normal. Lansia pun cenderung mengalami cardiac cahexia dengan mekanisme yang belum jelas. Sangat penting juga peran dokter untuk memberi semangat hidup para

(8)

mendapatkan penanganan yang terbaik karena faktor psikologis memegang peranan mengingat

banyaknya obat yang cenderung menjadi 'tidak efektif' untuk lansia akibat penurunan fungsi organ

yang hampir total.3

II.1.6.2. Farmakologi

Obat-obat yang sering diperlukan untuk gagal jantung pada lansia hampir tidak banyak

berbeda dengan obat-obat yang diperlukan untuk gagal jantung pada usia muda, seperti diuretik,

ACEI, ARB, inotropik dan vasodilator. Diuretik loop lebih sering digunakan karena efektif pada

GFR orang tua yang relatif rendah (kurang dari 30-40 ml/min). Orang-orang tua relatif lebih peka

terhadap obat sehingga pemberian diuretik, terutama diuretik loop sebaiknya diberikan secara

bertahap. Penggunaan ACE-I dengan kaptopril dosis standar merupakan prosedur standar tata

laksana gagal jantung pada lansia, jika fungsi ginjal terus dimonitor, ACE-I memberikan efek yang

baik pada hemodinamik dan fungsi jantung. Para lansia yang telah mengalami aterosklerosis

sistemik dapat menjadi pencetus stenosis arteri renal yang mengakibatkan peningkatan risiko gagal

ginjal akibat ACE-I. Selain itu, ACE-I juga sering mengakibatkan batuk. Jika pasien intoleransi

dengan ACE-I, dapat digunakan hidralazine dengan kombinasi isosorbid mononitrat. Selain

obat-obatan tersebut di atas, inotropin (digoxin) dapat pula digunakan meskipun memiliki rentang

keamanan yang relatif sangat sempit. 2,3,5,9

Pemberian obat pada lansia harus mempertimbangkan efek farmakologis obat-obat yang

dipergunakan dan pengaruhnya terhadap kondisi usia lanjutnya, mengingat adanya kemunduran

fungsi sistem organ sehingga farmakokinetik obat tersebut menunjukkan perbedaan dibandingkan

pada usia muda sehingga dalam hal ini perlu adanya penyesuaian dosis obat yang diberikan. 3,5

II.1.6.3. Terapi tambahan

Menurut teori proses menua, penyakit degeneratif seperti gagal jantung dapat disebabkan

oleh radikal bebas (free radical theory of aging) dan penurunan fungsi mitokondria (mitochondrial decline theory of aging), sehingga untuk mengatasi hal ini diperlukan suplemen makanan yang berfungsi sebagai anti oksidan (pengurangan stres oksidatif) seperti koenzim Q10, ATP dan

(9)

A. Definisi koenzim Q10

Koenzim Q10, sejenis vitamin yang bersifat

larut lemak dan termasuk ke dalam golongan

ubikuinon. Koenzim Q10 yang juga dikenal

sebagai koenzim Q dan mitokuinon, mempunyai

struktur kimia yang terdiri dari benzokuinon dan

terpinoid. Perbedaan yang paling utama di antara

berbagai koenzim Q adalah jumlah unit

isoprenoid-nya. Koenzim Q terdiri dari satu hingga dua belas

unit isoprenoid, dan koenzim yang mengandung 10

unit isoprenoid adalah yang paling banyak

mempengaruhi fungsi fisiologis (Gambar 1).11,12

B. Sumber koenzim Q10

Koenzim Q10 merupakan jenis koenzim yang banyak terdapat pada hewan dan manusia.

Sintesis koenzim Ql0 cukup kompleks, yaitu rantai bagian isoprenyl berasal dari mevalonat, cincin

benzoquinone berasal dari tyrosine dan kondensasi struktur ini melalui aktivitas enzim polyprenyl transferase. Regulator utama sintesis koenzim Ql0 adalah 3-hydroxy-methylglutaryl coenzyme A

(HMG-CoA) yang mirip dengan jalur kolesterol (gambar 2). Koenzim Ql0 ini dapat melindungi

manusia dari risiko atherosklerosis serta penyakit jantung dan pembuluh darah lainnya. Namun,

seiring dengan pertambahan usia, kadar koenzim Q10 akan menurun. Penurunan kadar koenzim

Q10 juga terjadi pada pasien penyakit kronik seperti pasien penyakit jantung, distropi otot,

Parkinson, kanker, diabetes, serta HIV/AIDS. 11

Kebutuhan koenzim Q10 dapat diperoleh dari biosintesis dalam tubuh manusia sendiri

ataupun dari luar tubuh melalui makanan atau konsumsi suplemen koenzim Q10. Secara alami,

koenzim Q10 dalam jumlah yang sedikit terdapat dalam berbagai jenis makanan terutama jenis

daging seperti hati, jantung, dan ginjal hewan, juga pada minyak kedelai, ikan sarden, makarel, dan

kacang-kacangan. Konsumsi setengah kilogram ikan sarden atau satu kilogram daging sapi atau satu

(10)

Karena kepraktisannya, mengkonsumsi suplemen koenzim Q10 lebih banyak dipilih

daripada mengkonsumsi makanan sumber alami koenzim Q10 yang memang hanya mengandung

sedikit koenzim Q10 dibanding suplemen. 13

Gambar 2: Sintesa koenzim Q10

C.Mekanisme kerja koenzim Q10

Koenzim Q10 adalah kofaktor yang penting pada proses rantai transpor elektron di

mitokondria, di mana koenzim Ql0 menerima elektron dari kompleks I (nicotinamide adenine dinucleotide dehydrogenase) dan II (succinate dehydrogenase) yang merupakan aktivitas yang penting pada produksi ATP (Gambar 3). Koenzim Ql0 juga mempunyai aktivitas antioksidan di

mitokondria dan membran sel, yang menghambat oksidasi kolesterol LDL, dimana kolesterol LDL

(11)

Gambar 3. Mekanisme kerja koenzim Q10

D. Suplemen koenzim Q10

Suplemen koenzim Q10 tersedia dalam berbagai bentuk sediaan dan komposisi. Tersedia

bentuk sediaan kapsul basis lemak, kapsul serbuk, tablet, kapsul lunak, mikroemulsi dan

sebagainya. Bentuk sediaan kapsul lunak mempunyai tingkat penyerapan lebih tinggi. Kadar

komposisi sediaan suplemen koenzim Q10 juga dibuat bervariasi mulai 5 hingga 300 miligram.13

Suplemen koenzim Q10 yang masuk ke dalam tubuh akan diserap di usus halus, namun

tingkat penyerapannya rendah yaitu dari seluruh asupan yang masuk, 60%-nya akan terbuang

bersama dengan kotoran. Penyerapannya ini tidak hanya tergantung dari makanan yang dimakan

tapi juga banyaknya lemak yang terdapat pada makanan tersebut Tingkat penyerapaannya sangat

rendah jika dikonsumsi pada keadaan perut kosong dan sangat baik jika dikonsumsi bersama

dengan makanan terutama yang mengandung banyak lemak. 13

E. Dosis terapetik

Dosis optimal dari koenzim Q10 tidak diketahui, berbeda sesuai beratnya kondisi yang

diterapi. Sebagai contoh, dosis 30 mg/hari dilaporkan efektif pada terapi gagal jantung ringan.11

Pada gagal jantung berat dosis yang dianjurkan 50-150 mg/hari dibagi dalam 2-3x/hari. Perbaikan

(12)

Q10 dengan berbagai dosis pada studi tanpa kontrol menunjukkan peningkatan pada ejeksi fraksi,

toleransi latihan dan status NYHA, walaupun pada studi lain tidak terbukti (tabel 1).10,13

Tabel 1. Beberapa penelitian acak, double-blind, plasebo-kontrol dari suplemen

koenzim Q10 pada pasien dengan gagal jantung13

Metode

Toleransi aktivitas umum

Crossover 14 IV 100 q.d. 2 x 3 SI: +36.1 s/d 59.1 (p 0.01

EF istirahat dan CO tidak berubah

Nadi dan TD saat bekerja tidak berubah

Crossover 20 II-III 60 q.d. 2 x 1 SV(ml): 58.7 vs 71.90 (p<0.01 vs plasebo)

CO(L/min): 4.17 vs 4.45 (p<0.05 vs plasebo)

Kapasitas latihan: end point

(13)

Nadi dan TD tidak berubah :19 vs 33 (p<0.05 vs plasebo)

CO,bekerja (% EDV/min) :24 vs 41 (p<0.05 vs plasebo) SV saat bekerja , toleransi latihan

Crossover 79 II-IV 100 q.d. 2 x 3 Kapasitas latihan(W): 94 vs 100 (p<0.05 vs plasebo) EF , volume load (%): 25 vs berubah, konsumsi oksigen

NYHA = New York Heart Association; EF = ejection fraction; SI = stroke index; CI =

cardiac index; EDVI = end-diastolic volume index; W = watts; SV = stroke volume; CO =

cardiac output; EDV = end-diastolic volume; SVR = systemic vascular resistance;

PEP:LVET = preejection period:left ventricular ejection time ratio; QOL = quality of life; TD = tekanan darah

a

(14)

Dosis yang direkomendasikan pada beberapa keadaan di bawah adalah: 11,15

1. Gangguan mitokondria: 400-600 mg/hari, dibagi dalam beberapa dosis

2. Angina: 150-600 mg/hari, dibagi dalam beberapa dosis

3. Defisiensi koenzim Q10: 150 mg/hari

4. Penyakit Huntington`s: 75-360 mg/hari dibagi dalam beberapa dosis

5. Penyakit periodontal: 25-50 mg/hari selama 3 minggu - 6bulan

6. Migren: 150 mg/hari 7.

Gagal ginjal kronik dengan atau tanpa dialisa: 60 mg/hari, 3x/hari. 16,17

(15)
(16)

F. Hal-hal yang harus diperhatikan

Terdapat beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dalam penggunaan suplemen

koenzim Q-10:

1. Efek samping

Penggunaan koenzim Q-10, walaupun merupakan suplemen makanan, bukan berarti bebas dari

efek samping. Beberapa efek samping yang dapat terjadi terutama pada konsumsi dosis tinggi

(200 miligram atau lebih dalam sehari), seperti mual, diare, dan nyeri epigastrik, meskipun

prevalensinya kurang dari 1%. Peningkatan LDH dan enzim fungsi hati meskipun asimptomatik

dapat terjadi jika dosis > 300 mg/hari.13

2. Kontraindikasi

Wanita hamil dan menyusui sebaiknya menghindari penggunaan suplemen ini karena belum

adanya penelitian yang memadai mengenai keamanan penggunaannya pada wanita hamil dan

menyusui. Suplemen koenzim Q10 pada pasien dengan insufisiensi hati atau obstruksi bilier

dapat meningkatkan kadar koenzim Q10 serum karena molekul ini dimetabolisme di hati dan

diekskresikan terutama di saluran bilier. 13

3. Interaksi

Suatu penelitian di Jepang mengenai penggunaan suplemen koenzim Q-10 pada pasien

diabetes menyatakan bahwa koenzim Q-10 dapat meningkatkan fungsi sel beta pankreas

sehingga dapat memperbaiki kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe II. Namun

hal ini tidak terjadi pada pasien diabetes melitus tipe I yang juga mengonsumsi suplemen

koenzim l0. Oleh karena itu pasien diabetes yang juga mengonsumsi suplemen koenzim

Q-10, selain obat anti diabetes, perlu dimonitor kadar gula darahnya dengan lebih ketat. 13

Suplemen koenzim Q-l0 berinteraksi dengan beberapa jenis obat di antaranya warfarin, obat

penurun lipid golongan statin, doksorubisin, dan obat anti hipertensi golongan penyekat beta.

Penggunaan koenzim Q-l0 bersama-sama warfarin harus hati-hati karena koenzim Q-10 dapat

menurunkan efektivitas warfarin. Konsumsi suplemen koenzim Q-10 bersama dengan obat

penurun lipid golongan statin dapat menurunkan kadar koenzim Q-10 dalam tubuh karena

(17)

BAB III Kesimpulan

Gagal jantung lebih merupakan suatu sindrom klinik daripada suatu diagnosis penyakit pada

pasien geriatri. Insidennya terus bertambah setiap tahun pada lansia berusia di atas 50 tahun.

Pada umumnya penyebab gagal jantung pada lansia dan pasien muda lebih kurang sama, tetapi

gagal jantung pada lansia sering multifaktorial. Beberapa keadaan dapat mengubah struktur dan

fungsi, sehingga meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada lansia

Gejala dan tanda gagal jantung akibat penuaan relatif sama pada gagal jantung orang muda.

Namun biasanya gejala klinis dan keluhan utama pasien tua seringkali tidak khas dan sangat

tersembunyi. Pada pemeriksaan fisik juga didapat tanda non spesifik, sehingga diperlukan lebih

banyak data obyektif untuk mendiagnosis gagal jantung pada lansia.

Tata laksana gagal jantung pada lansia relatif sama dengan pasien muda. Obat-obat yang

sering diperlukan untuk gagal jantung pada lansia hampir tidak banyak berbeda dengan

obat-obat yang diperlukan untuk gagal jantung pada usia muda, hanya perlu dipikirkan adanya

penyesuaian dosis, interaksi, efek samping, toksisitas obat serta penyakit iatrogenik.

Gagal jantung pada lansia dapat disebabkan oleh radikal bebas dan kerusakan mitokondria,

sehingga untuk mengatasinya diperlukan suplemen makanan seperti koenzim Q10 yang

berfungsi sebagai anti oksidan. Koenzim Q10, sejenis vitamin yang bersifat larut lemak,

termasuk ke dalam golongan ubikuinon dan banyak terdapat pada hewan dan manusia. Seiring

dengan pertambahan usia, kadar koenzim Q10 menurun, sehingga diperlukan tambahan dari luar

tubuh melalui makanan atau konsumsi suplemen koenzim Q10. Suplemen koenzim Q10 tersedia

dalam berbagai bentuk sediaan dan komposisi.

Meskipun dosis optimal dari koenzim Q10 tidak diketahui dan berbeda sesuai beratnya

kondisi yang diterapi, tetapi penambahan koenzim Q10 dengan berbagai dosis pada studi tanpa

kontrol telah terbukti menunjukkan peningkatan pada ejeksi fraksi, toleransi latihan dan status

NYHA, walaupun pada studi lain tidak terbukti. Pada penggunan suplemen koenzim Q-10 tetap

harus memperhatikan beberapa hal seperti efek samping serta interaksi yang dapat timbul atau

(18)

Daftar Pustaka

1. Suryadipradja R.M. Faktor-faktor Risiko Sebagai Prediktor Gagal Jantung pada Usia Lanjut.

Dalam: Supartondo, Siti Setiati, Czresna H.S, editor. Penatalaksanaan Pasien Geriatri

dengan Pendekatan Interdisiplin; Prosiding Temu Ilmiah Geriatri 2003. Balai Penerbit

FKUI. Jakarta:138-145

2. Makmun L.H. Gagal jantung pada pasien Geriatri. Dalam: Supartondo, Siti Setiati, Czresna

H.S, editor. Penatalaksanaan Pasien Geriatri dengan Pendekatan Interdisiplin; Prosiding

Temu Ilmiah Geriatri 2003. Balai Penerbit FKUI.Jakarta:146-152

3. Arnold M. Congestive Heart Failure in the Elderly. Available at:

http://www.ccs.ca/download/consensus-conference

4. Forman D.E. Heart Failire in the Elderly. Available at:

http://www.medscape.com/viewarticle/465715

5. Abdurahman N. Penatalaksanaan Gagal Jantung pada Usia Lanjut. Dalam: Supartondo, Siti

Setiati, Czresna H.S, editor. Penatalaksanaan Pasien Geriatri dengan Pendekatan

Interdisiplin; Prosiding Temu Ilmiah Geriatri 2003. Balai Penerbit FKUI. Jakarta:153-159

6. Boedhi-Darmojo R. Penyakit kardiovaskuler pada lanjut usia. Dalam: Boedhi-Darmojo R,

Hadi Martono H, editor. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi ke-3. Balai

Penerbit FKUI. Jakarta. 2006. 262-282

7. Lukman H. Makmun. Proses Menua dan Implikasinya pada Sistem Kardiovaskular. Dalam:

Bawazier L. Aziza, Idrus Alwi, editor. Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular;

Prosiding Simposium. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. 111-123

8. Julius. Anti aging medicine. Dalam: Manaf A, Najirman, Fauzar, editor. Naskah Lengkap

Pertemuan Ilmiah Berkala VI Ilmu Penyakit Dalam. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK

UNAND. Padang. 2005. 98-116

9. Neil D.G. Heart Failure: a diagnostic and therapeutic dilemma in elderly patients. Available

at: http://findarticles.com/p/articles/mi-m2459

10. K.K.A.Witte et al. The effect of micronutrient supplementation on quality-of-life and left

ventricular function in elderly patients with chronic heart failure. European Heart Journal

(2005) 26:2238-2244

(19)

12. Chow C.K. Coenzyme Q: Molecular Mechanisms in Health and Disease. Am J Clin Nutr

(2001) 73: 1116-7

13. Tran M.T, et al. Role of coenzyme Q10 in Chronic heart failure, angina, and hypetension.

Available at: http://www.medscape.com/viewarticle/409742

14. Robert A. B, Erminia G. Coenzyme Q10. Am Fam Physician (2005)72:1065-70.

15. Bliznakov E.G, Coenzyme Q10. Available at:

http://www.uchsc.edu/sop/pharmd/8.Experiential_Programs/-downloads/coenzyme_q10.pdf

16. Singh RB, Khanna HK, Niaz MA. Randomized, Double-Blind Placebo_Controlled Trial of

Coenzyme Q10 in Chronic Renal Failure: Discovery of a New Role. J Nutr Environ Med

(2000)10:281-288

17. Singh RB, et al. Randomized, double-blind placebo-controlled trial of coenzyme Q10 in in

Gambar

Gambar 2: Sintesa koenzim Q10
Tabel 1. Beberapa penelitian acak, double-blind, plasebo-kontrol dari suplemen
Tabel 2. Indikasi dan efikasi koenzim Q10 pada beberapa keadaan 15

Referensi

Dokumen terkait

The major work by a male writer on female education-The Educationof a Christian Woman: A Sixteenth-Century Manual, by Juan Luis Vives ( 1523 )-granted female capacity for

Untuk menguji pengaruh Manfaat adopsi internet banking di CIMB

Berdasarkan data grafik 3 diatas maka diketahui bahwa intensitas penggunaan internet sebagai sumber belajar pada mahasiswa Jurusan Tarbiyah Fakultas Tarbiyah dan

Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk membuat Media Pembelajaran yang berbentuk animasi elekronik yang efektif dan efesien serta mudah di mengerti bagi siswa sekolah

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA AMAN NYAMAN DAN PERLINDUNGAN TERMOREGULASI ( HIPOTERMI ) PADA BAYI NY.. Kematian perinatal dihubungkan dengan kelahiran bayi berat

Gending Ganggong gaya Yogyakarta dan Miyanggong gaya Surakarta serta memaparkan garap penyajian dan sindenan dari kedua gending

Jawaban responden baik kelompok pasien maupun keluarga pasien bahwa mereka puas, berarti rumah sakit Panti Rapih sejauh ini sejauh ini selalu berupaya menciptakan kepercayaan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan yaitu hasil pengujian dan pengolahan dengan metode Principal Component Analysis (PCA) menunjukkan