• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modified Optical Electrode by Natural Zeolite as Chromium Hexavalent Fast Detector

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Modified Optical Electrode by Natural Zeolite as Chromium Hexavalent Fast Detector"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

ELEKTRODE OPTIK TERMODIFIKASI ZEOLIT ALAM

SEBAGAI PENDETEKSI CEPAT KROMIUM

HEKSAVALEN

MUTIARA WIDE

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

MUTIARA WIDE. Elektrode Optik Termodifikasi Zeolit Alam sebagai

Pendeteksi Cepat Kromium Heksavalen. Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan

ZULHAN ARIF.

Sifat karsinogenik dan toksisitas kromium heksavalen menyebabkan

keberadaan spesi tersebut harus segera diketahui, khususnya dalam lingkungan

perairan. Sebuah elektrode optik (optode) membran yang digunakan untuk

menentukan kromium heksavalen pada perairan telah dibuat pada penelitian ini.

Optode ini dibuat menggunakan polivinil klorida (PVC) sebagai matriks dan

difenil karbazida (DPC) sebagai kromofor. Selain itu, pada optode juga

ditambahkan Aliquat 336 sebagai pembawa Cr(VI) dari larutan ke dalam

membran. Optode ini dimodifikasi menggunakan zeolit alam mordenit. Warna

ungu dihasilkan oleh optode ketika dicelupkan ke dalam larutan Cr(VI) yang

kemudian diukur serapan absorbansnya menggunakan spektrofotometer zat padat

pada rentang cahaya tampak. Optode dengan jumlah zeolit sebesar 5 mg

menghasilkan serapan absorbans terbaik pada larutan Cr(VI) dengan pH 3.

Rentang kerja optode terhadap konsentrasi larutan K

2

Cr

2

O

7

adalah 0.5 hingga 2

mg/L dan masih dapat mendeteksi larutan K

2

Cr

2

O

7

pada konsentrasi 0.1 mg/L

Kata kunci: aliquat 336, Cr(VI), difenilkarbazida, optode, zeolit alam

ABSTRACT

MUTIARA WIDE. Modified Optical Electrode by Natural Zeolite as Chromium

Hexavalent Fast Detector. Supervised By ETI ROHAETI and ZULHAN ARIF.

Carcinogenicity and toxicity of hexavalent chromium cause the existence of

these species should be known, especially in aquatic environments. An optical

electrode (optode) membrane for hexavalent chromium determination in aquatic

environment was made. An optode was made by using polyvinyl chloride (PVC)

as a matrix and diphenylcarbazida (DPC) as a chromophore. In addition, on the

optode was also added Aliquat 336 as Cr(VI) carrier from the solution into the

membrane. The optode was modified using natural mordenite zeolite. Purple color

was produced by the optode when dipped into a solution of Cr(VI), which the

absorbance was then measured using a solid spectrophotometer in the range of

visible light. The optode with 5 mg zeolite produced the best absorbance on the

Cr(VI) solution at pH 3. This optode working range value to concentration of

K

2

Cr

2

O

7

solution was 0.5 to 2 mg/L and still able to detect K

2

Cr

2

O

7

solution at

concentration 0.1 mg/L.

(3)

ELEKTRODE OPTIK TERMODIFIKASI ZEOLIT ALAM

SEBAGAI PENDETEKSI CEPAT KROMIUM

HEKSAVALEN

MUTIARA WIDE

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

(4)

Judul Skripsi : Elektrode Optik Termodifikasi Zeolit Alam sebagai Pendeteksi

Cepat Kromium Heksavalen

Nama

: Mutiara Wide

NIM

: G44080020

Disetujui,

Pembimbing I,

Dr Dra Eti Rohaeti, MS

NIP 14600807 198703 2 001

Pembimbing II,

Zulhan Arif SSi, MSi

Diketahui

Ketua Departemen Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor,

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS

NIP 19501227 197603 2 002

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia

kesehatan dan kemudahan yang dilimpahkanNya selama proses penyusunan karya

ilmiah dengan judul “

Elektrode Optik Termodifikasi Zeolit Alam sebagai

Pendeteksi Cepat Kromium Heksavalen

“.

Salawat serta salam semoga selalu

tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan semoga kita selalu menjadi

pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Eti Rohaeti, MS selaku

pembimbing pertama dan Bapak Zulhan Arif, SSi, MSi selaku pembimbing kedua

yang senantiasa memberikan arahan, dorongan semangat, dan doa kepada penulis

selama melaksanakan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Sulistioso selaku staf PT BIN, Bapak Akhirudin selaku Kepala

Laboratorium Spektroskopi Departemen Fisika IPB, dan staf Laboratorium

Analitik bantuan dan masukan selama penelitian berlangsung.

Terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Papa, Mama, Bang Tata,

Azizi dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih

juga penulis ucapkan kepada teman-teman, yaitu Hapsah, Lupi, Anissa, Amel,

Fakih, Nita, Aninta, Mela, Lina, Hafid, Dumas, Fiqoh, Eko, dan Restu yang telah

membantu memberi masukan dan saran selama pelaksanaan penelitian. Penulis

berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2012

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pariaman pada tanggal 10 Oktober 1990 dari pasangan

Bapak Martias dan Ibu Imang Murni. Penulis merupakan puteri Kedua dari tiga

bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Batam dan pada tahun

yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui

jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Kimia,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia

Analitik Layanan dan Kimia Organik Layanan 2011/2012. Penulis pernah aktif

sebagai sekretaris Divisi Pengembangan Usaha Kimia (PUK) Ikatan Mahasiswa

Kimia (Imasika). Bulan Juli

Agustus 2011 penulis melaksanakan praktik lapang

di PT Bayer Cimanggis-

Plant

dengan judul laporan

Analisis Piridoksin

Hidroklorida Sebagai Bahan Baku Produk Suplemen di PT Bayer Indonesia

(7)

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

BAHAN DAN METODE ... 3

Bahan dan Alat ... 3

Metode ... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 3

Aktivasi dan Karakterisasi Zeolit ... 3

Penentuan Kapasitas Tukar Kation (KTK)... 4

Pengaruh Komposisi Optode ... 5

Pengaruh Jumlah Zeolit terhadap

Leaching

DPC ke Larutan ... 6

Penentuan kondisi pH Larutan Cr(VI) Terbaik ... 7

Analisis FTIR ... 8

Rentang Kerja Optode ... 9

SIMPULAN DAN SARAN ... 9

Simpulan ... 9

Saran ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 9

(8)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

1

Komposisi zeolit pada membran. ... 4

2

Puncak XRD zeolit alam modernit dengan zeolit Cikalong. ... 4

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Struktur dasar zeolit. ... 4

2

Morfologi permukaan zeolit. ... 4

3

Struktur Aliquat 336. ... 5

4

Reaksi DPC dengan Cr(VI) ... 6

5

Pengaruh jumlah zeolit terhadap nilai absorbans optode. ... 6

6

Air rendaman optode. ... 6

7

Pengaruh jumlah zeolit terhadap pelunturan DPC ke larutan Cr(VI). ... 7

8

Pengaruh pH terhadap nilai absorbans. ... 7

9

Optode yang direndam dalam aquabides pH 3(a), dan Optode yang

direndam dalam aquabides pH 6(b). ... 7

10

Analisis spektrum FTIR optode. ... 8

11

Linearitas konsetrasi K

2

Cr

2

O

7

dengan absorbans optode. ... 9

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1

Diagram alir penelitian ... 12

2

Hasil analisis XRD zeolit Cikalong ... 13

3

Data JCPDS zeolit Al-mordenit ... 13

4

Pengaruh jumlah zeolit terhadap nilai absorbans optode yang

direndam ke dalam larutan K

2

Cr

2

O

7

... 14

5

Pengaruh jumlah zeolit terhadap pelunturan DPC dari optode

ke larutan sampel ... 15

(9)

vii

7

Nilai Absorbans λmaks kompleks DPC

-Cr(VI) pada pH 2

6... 18

8

Absorbans optode yang direndam dalam larutan larutan K

2

Cr

2

O

7

(10)

PENDAHULUAN

Kromium merupakan salah satu logam berat dengan urutan tingkat produksi nomor sepuluh terbesar di dunia. Kromium digunakan secara luas oleh industri kimia untuk elektroplating, penyamakan kulit, pewarna, dan industri fotografi (Kuo dan Bembenek 2008). Penggunaan kromium yang luas memicu terjadinya pencemaran yang diakibatkan oleh buangan kromium. Kromium yang dapat mencemari adalah spesi kromium trivalen (Cr(III)) dan spesi kromium heksavalen (Cr(VI)). Kromium(III) merupakan bentuk ion logam kromium yang paling banyak berada di lingkungan. Kromium(III) merupakan mikronutrisi yang dibutuhkan oleh manusia karena peran pentingnya dalam aktivasi insulin untuk mempertahankan kadar glukosa dalam darah (Baral dan Engelken 2002).

Kondisi lingkungan yang berubah, seperti pH dapat menyebabkan kromium trivalen teroksidasi menjadi kromium heksavalen. Berbeda dengan kromium trivalen, kromium heksavalen bersifat karsinogenik dan tingkat toksisitasnya 100 hingga 1000 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kromium trivalen (Liu et al. 2008). Menurut US EPA dalam Wang et al. (2008) konsentrasi kromium heksavalen maksimum yang diperbolehkan dalam air minum adalah sebesar 0.05 mg/L dan 0.1 mg/m3 di udara. Konsentrasi kromium heksavalen yang diperbolehkan untuk perairan umum adalah 1-2 mg/L (Baral dan Engelken 2002). Selain itu, menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001 menyatakan bahwa kadar maksimum kromium heksavalen pada perairan umum dan air minum adalah 0.05 mg/L.

Sifat karsinogenik dan toksisitas kromium heksavalen menyebabkan keberadaan spesi tersebut harus segera diketahui, khususnya dalam lingkungan perairan. Cukup banyak cara yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan dan jumlah kuantitatif kromium heksavalen seperti metode spektrofotometri massa-plasma gandeng induktif (ICP-MS), spektroskopi serapan atom (AAS), difraksi sinar-X, dan kromatografi cair (Liu et al.

2008, Grabarczyk 2009). Namun, metode tersebut memiliki preparasi yang rumit dan biaya yang cukup mahal sehingga kurang tepat digunakan sebagai analisis awal keberadaan kromium heksavalen. Selain cara-cara tersebut terdapat cara-cara lain yang cukup

berpotensi sebagai pendeteksi awal kromium heksavalen sensor kimia.

Sensor kimia merupakan alat yang memiliki respons terhadap analit khusus yang dihasilkan melalui reaksi kimia dan dapat digunakan untuk penentuan analit tersebut secara kualitatif maupun kuantitatif. Sensor optik atau biasa disebut dengan optode (optical electrode) merupakan salah satu tipe sensor kimia yang menghubungkan hasil pengukuran spektroskopi dengan reaksi kimia (Ojeda dan Rojas 2006). Optode telah memainkan peranan penting dalam industri, lingkungan dan klinis sejak 2 dekade yang lalu ketika optode pertama kali diperkenalkan. Hal ini disebabkan optode memiliki kelebihan, yaitu biaya yang murah, fleksibilitas yang sangat baik, dan cara operasi yang mudah. Kelebihan optode tersebut memungkinkan penggunaannya menjadi test strip atau kit sehingga dapat digunakan dalam analisis in-situ. Prinsip kerja optode adalah suatu komponen aktif ditempatkan dalam matriks yang akan bewarna ketika berikatan dengan ion analat (Guell et al. 2007).

Penelitian ini menggunakan polivinil klorida (PVC) sebagai matriks polimer, tetrahidrofuran (THF) sebagai pelarut bahan, aseton sebagai pelarut pewarna, difenilkarbazida (DPC) sebagai pewarna, dan aliquat 336 sebagai pembawa Cr(VI). Asam oleat dan asetofenon merupakan bahan pemlastis yang jika dicampurkan dengan PVC akan menghasilkan membran yang tipis sehingga daya difusi ion terhadap membran akan lebih besar (Asri 2011). Optode yang dihasilkan pada penelitian sebelumnya dengan mengunakan bahan tersebut sudah memiliki selektifitas yang baik terhadap Cr(VI), tetapi terdapat leaching (pelunturan) DPC ke dalam larutan sampel. Menurut Kong dan Ni (2009), Aliquat 336 mampu mencegah pelunturan tersebut, namun masih terdapat sedikit DPC yang luntur. Oleh karena itu, diperlukan bahan tambahan lain yang diharapkan dapat mengurangi pelunturan dan meningkatkan kinerja optode. Bahan yang ditambahkan dalam penelitian ini adalah zeolit alam. Zeolit alam memiliki sifat fisikokimia yang unik sehingga berpotensi menjerap kation, anion, bahkan molekul organik (Arvand et al. 2007). Zeolit merupakan senyawa anorganik dengan struktur aluminasilikat terhidrasi yang tersusun atas tetrahedral alumina (AlO45-) dan

silika (SiO44-) yang membentuk struktur

(11)

kuat. Pada optode ini telah dilakukan variasi jumlah zeolit. Optode yang dihasilkan pada penelitian ini diharapkan memiliki kemampuan deteksi terhadap kromium heksavalen yang baik dan efek pelunturan yang semakin berkurang.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah zeolit alam dari Cikalong, difenilkarbazida (DPC) (Merck), polivinil klorida (PVC) (Merck), asetofenon (Merck), asam oleat (Merck), K2Cr2O7

(Merck), tetrahidrofuran (THF) (Merck), aliquat 336 (Sigma Aldrich), aseton (Merck), amonia (NH3) (Merck), akuabides dan asam

klorida (HCl) (Merck).

Alat yang digunakan adalah mortar, ayakan 200 mesh, pengaduk magnetik, oven, peralatan gelas, neraca analitik Sartorius BT224S, pH meter Eutech Instruments pH510, Spektrofotometer UV-VIS Thermo Spectronic Genesys 10UV, spektrofotometer zat padat Ocean Optics USB2000, Difraksi Sinar X (XRD) Shimadzu XRD-7000 (Puslitbang Hutan Bogor), Spektroskopi inframerah transformasi fourier (FTIR) Spectrum One Perkin Elmer, dan Mikroskop elektron pemayaran(SEM) JSM 6510.

Metode

Metode penelitian yang dilakukan mengikuti diagram alir pada Lampiran 1. Tahap pertama adalah preparasi dan diaktivasi sampel zeolit alam Cikalong. Zeolit alam tersebut dikarakterisasi menggunakan XRD, SEM dan ditentukan kapasitas tukar kationnya. Tahap berikutnya adalah pembuatan optode, penentuan pH terbaik, penetuan jumlah jumlah zeolit yang paling baik dalam optode, penentuan rentang kerja, dan analisis gugus fungsi optode.

Preparasi dan Aktivasi Zeolit (Setyawan dan Husaini 1991 dari Syafii 2011)

Zeolit dicuci dengan akuades, digiling dengan mortar, lalu diayak sehingga diperoleh zeolit dengan ukuran 200 mesh. Kemudian zeolit tersebut dicuci dengan aquades hingga memiliki pH yang sama dengan aquades. Setelah itu, dilakukan pemanasan dalam oven bersuhu 105 °C selama 3 jam. Zeolit yang

telah dipanaskan dihaluskan kembali dengan mortar.

Aktivasi zeolit dilakukan secara kimia, yaitu dengan cara pengasaman. Sampel zeolit siap pakai ditimbang sebanyak 100 gram, dan ditambah larutan HCl 3.0 M sebanyak 500 mL. Campuran diaduk dengan pengaduk magnet selama 60 menit dan kemudian disaring dan dibilas dengan akuades sampai diperoleh pH 6. Pencucian dihentikan apabila sudah tidak terdapat endapan AgCl pada filtrat ketika ditambah dengan AgNO3. Tahap

selanjutnya zeolit dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C selama satu jam, kemudian dipanaskan dalam tanur pada suhu 300 °C selama 3 jam.

Karakterisasi Zeolit

Zeolit yang sudah diaktivasi dikarakterisasi menggunakan XRD dan SEM. Sampel ditempatkan pada suatu spesimen

holder kemudian diletakkan pada

difraktometer. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui fasa yang terkandung di dalam sampel. Hasil analisis dibandingkan dengan data Joint Commite on Powder Diffraction Standards (JCPDS)

Sampel diletakkan pada plat alumunium, kemudian sampel diamati menggunakan SEM dengan tegangan 22 kV dan perbesaran 1000 kali, 3000 kali, dan 5000 kali. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui morfologi dan pori zeolit.

Penentuan Kapasitas Tukar Kation (KTK) (Balai Penelitian Tanah 2005)

(12)

mL, filtrat ditampung dalam labu takar 50 mL dan diimpitkan dengan larutan NaCl 10%. Filtrat ini digunakan untuk pengukuran KTK dengan cara spektrofotometri

Filtrat diambil 0.1 mL dan dimasukan ke dalam tabung reaksi kemudian diencerkan 10 kali. Tahap selanjutnya menambahkan kalium natrium tatrat sebanyak 2 mL kemudian dikocok. Setelah itu, sebanyak 2 mL larutan fenol ditambahkan dan dikocok kembali. Kemudian sebanyak 2 mL hipoklorit ditambahkan dan dikocok. Pengocokan dilakukan dengan vortex. Setelah itu sampel didiamkan selama 15 menit kemudian diukur pada panjang gelombang 636 nm.

Pembuatan Optode (modifiksi Scindia et al.

2004, Guell et al. 2007, dan Wulansari 2012)

Optode dibuat dengan cara mencampurkan 0.1350 g PVC, 0.3000 mL plastisizer (0.03 mL asam oleat dan 0.27 mL asetofenon), dan 0.07 mL aliquat 336 yang dilarutkan didalam 10 mL THF. Kemudian campuran tersebut ditambahkan difenilkarbazida yang telah dilarutkan dalam aseton dan zeolit dengan nisbah seperti yang tertera pada Tabel 1. Semua bahan tersebut diaduk, kemudian dihomogenisasi dengan ultrasonikasi selama 5 menit. Setelah itu, campuran dan dituang ke dalam cawan petri, ditutup kertas saring, dan dibiarkan pada udara terbuka selama 24 jam. Kemudian optode yang dihasilkan dipotong menjadi berukuran 1 cm × 4 cm.

Tabel 1 Komposisi zeolit pada membran

No massa DPC

(mg) massa zeolit (mg) 1 (blanko) - 5.0

2 5 -

3 5 2.5 4 5 5.0 5 5 7.5

Pengujian Pengaruh Jumlah Zeolit terhadap pelunturan DPC ke Larutan

Optode yang telah dibuat dengan nisbah zeolit yang tertera pada Tabel 1 direndam kedalam larutan 25 mL K2Cr2O7 1 mg/L

selama 20 menit hingga warna ungu terbentuk. Kemudian optode diangkat, dicuci dengan akuabides dan dikeringkan. Setelah itu, optode diukur serapannya menggunakan spektrofotometer zat padat, sedangkan air sisa rendaman optode diambil dan diukur

absorbans menggunakan spektrofotometer UV-VIS.

Penentuan pH Terbaik

Optode yang dihasilkan direndam dalam 25 mL larutan K2Cr2O7 2 mg/L pada rentang

pH 2-6 selama 20 menit. Pengaturan pH dilakukan menggunakan HCl dan NH3.

Setelah warna terbentuk, optode diangkat dan dikeringkan di udara dan cahaya. Setelah itu, optode diukur absorbans menggunakan spektrofotometer zat padat.

Pengujian Rentang Kerja

Pengujian rentang kerja dilakukan dengan cara merendam optode ke dalam 25 mL larutan pH 3 yang berisi 0,1-100 µg CrO4

2-selama 20 menit. Warna yang terdapat pada optode diukur menggunakan spektrofotometer zat padat.

Analisis Gugus Fungsi optode

Analisis dilakukan menggunakan spektrofotometer inframerah transformasi fourier (FTIR). Sampel yang berupa film tipis ditempatkan ke dalam tempat sampel. Spektrum FTIR dari optode direkam menggunakan spektrofotometer pada suhu ruang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivasi dan Karakterisasi Zeolit

Mineral zeolit adalah kelompok mineral alumunium silikat terhidrasi. Struktur dasar zeolit terdiri dari unsur utama, yaitu silikon, alumminium, oksigen, dan sejumlah air. Selain itu, terdapat kation-kation monovalen atau bivalen misalnya Ca2+ dan K+ (Gambar1). Beberapa spesimen zeolit berwarna putih, kebiruan, kemerahan, dan cokelat akibat hadirnya oksida besi atau logam lainnya. Densitas zeolit antara 2.0 hingga 2.3 g/cm3 dengan bentuk halus dan lunak. Struktur zeolit dapat dibedakan dalam tiga komponen yaitu rangka aluminosilikat, ruang kosong saling berhubungan yang berisi kation logam, dan molekul air dalam fase oklusi (Susetyaningsih

(13)

4

Gambar 1 Struktur dasar zeolit.

Zeolit yang digunakan dalam penelitian ini merupakan zeolit alam dari Cikalong dalam bentuk bongkahan batu berukuran kecil. Oleh karena itu, agar dapat digunakan sebagai bahan dalam optode, zeolit harus diubah ukurannya menjadi lebih kecil, yaitu sekitar 200 mesh. Menurut Wennerstrum et al. (2002) salah satu manfaat pengurangan ukuran material adalah meningkatkan luas permukaan untuk menambah reaktivitas, dengan demikian bahan tersebut dapat dengan mudah berinteraksi dengan bahan-bahan penyusun optode lainnya.

Zeolit yang telah berukuran 200 mesh diaktivasi dengan dua cara, yaitu cara kimia dan cara fisik. Aktivasi dengan cara kimia dilakukan dengan cara menambahkan asam, yaitu HCl 3M yang berfungsi untuk dealuminasi yang menyebabkan keluarnya Al dan kation-kation dalam kerangka menjadi Al dan kation-kation non kerangka. Dealuminasi zeolit dapat dianggap sebagai proses penggantian alumunium dengan hidrogen yang melibatkan perubahan struktur aluminosilikat Si-O-Al menjadi struktur silika dalam bentuk gugus silanol -Si-OH. Proses dealuminasi akan menyebabkan bertambahnya luas permukaan zeolit karena berkurangnya logam pengotor yang menutupi pori-pori zeolit (Heraldy et al. 2003). Aktivasi secara fisis dilakukan dengan cara pemanasan dengan tanur selama 3 jam pada suhu 300 °C. Aktivasi ini berfungsi untuk untuk menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori kristal zeolit sehingga pori-porinya menjadi kosong dan dapat digunakan untuk pertukaran ion dan proses adsorpsi (Yuliusman et al. 2010). Zeolit yang telah diaktivasi dianalisis menggunakan SEM untuk melihat permukaan zeolit. Analisis morfologi permukaan dilakukan dengan perbesaran 3000 kali. Morfologi permukaan zeolit menunjukkan bahwa terdapat rongga dibeberapa bagian zeolit (Gambar 2).

Gambar 2 Morfologi permukaan zeolit.

Zeolit juga dikarakterisasi menggunakan XRD untuk mengetahui jenisnya. Difraktogram hasil XRD zeolit Cikalong pada Lampiran 2 dibandingkan dengan puncak zeolit standar JCPDF Nomor 490924 (Lampiran 3).

Tabel 2 Puncak XRD zeolit alam mordenit dan zeolit Cikalong

Puncak (2θ)

Zeolit Alam (Mordenit-Al) Standar JCPDF

Zeolit Cikalong 9.7610 9.8547 13.5010 13.5038 19.6810 19.6635 22.3810 22.2860 25.7790 25.6992 26.4020 26.2913 27.7420 27.7334 31.0480 30.9390 35.8470 35.7269

Berdasarkan hasil perbandingan puncak zeolit sampel dan standar pada Tabel 2, dapat ditentukan bahwa jenis dominan zeolit alam Cikalong yang digunakan pada penelitian ini adalah modernit. Zeolit mordenit (Na8(Al8Si40O96).24H2O) memiliki bentuk

ortorombik dan membentuk 6 cincin yang terhubung parallel (Armbuster & Gunter 2001).

Penentuan Kapasitas Tukar Kation (KTK)

(14)

5

kerangka zeolit. Semakin banyak kandungan kation yang dapat ditukar maka akan semakin besar nilai KTK (Pradoyo et al. 2009).

Penentuan KTK dilkukan dengan prosedur Permentan No. 02/Pert/HK.060/2/2006, yaitu dilakukan perkolasi menggunakan pelarut amonium asetat,tabung perkolasi yang berisi sampel ditambahkan dengan alkohol 96% untuk menghilangkan kelebihan amonium yang dapat mengganggu pengukuran nilai KTK. Kation NH4+ dari amonium asetat akan

menjenuhi tempat pertukaran kation, sehingga kation dapat tukar pada rongga zeolit digantikan oleh kation NH4+. Pelarut NaCl

10% dimasukan ke dalam tabung perkolasi untuk mempertukarkan kation NH4

+

yang berada dalam kerangka zeolit dengan kation Na, sehingga menjadi Na-zeolit. Filtratnya berupa NH4Cl ditampung dalam labu takar.

Kation NH4+ ini yang diukur sebagai KTK

Nilai KTK zeolit Cikalong yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 34.91 cmol/Kg. Menurut Permentan No 02/Pert/HK.060/2/2006 KTK zeolit tinggi jika nilainya 80 cmol/Kg(Al Jabri 2008). Dengan demikian, zeolit cikalong yang digunakan memiliki nilai yang KTK kecil. Nilai KTK ini berbeda dengan yang diperoleh oleh Al-Jabri (2008) sebesar 51 cmol/Kg dengan menggunakan cara perkolasi, dan Arif (2011) sebesar 65 cmol/Kg dengan menggunakan metode indeks kalsium.

Nilai KTK zeolit dipengaruhi oleh jenis dan asal daerah zeolit yang digunakan. Selain itu, cara aktivasi zeolit juga memengaruhi nilai KTK zeolit. Semakin tinggi suhu yang digunakan untuk aktivasi maka nilai KTK akan berubah, bergantung pada jenis lingkungan perlakuan tersebut. Aktivasi asam akan menyebabkan menurunkan nilai KTK yang sebanding dengan kenaikan suhu. Penurunan ini sesuai dengan reaksi yang mendasari bahwa semakin tinggi suhu akan menghasilkan pelarutan aluminum yang semakin besar. Aluminum akan terlarut sesuai dengan kenaikan konsentrasi asam dan kenaikan suhu yang digunakan dan diindikasikan dengan turunnya nilai KTK (Arif 2011). Nilai KTK yang kecil ini menunjukan bahwa zeolit memiliki kemampuan mengadsorpsi anion lebih besar daripada kation. Hal ini sesuai dengan pemanfaatannya sebagai adsorben untuk adsorpsi Cr (VI), karena Cr (VI) yang berasal dari larutan K2Cr2O7 dalam larutan akan

berada dalam bentuk anionnya.

Pengaruh Komposisi Optode

Modifikasi komposisi optode diharapkan dapat meningkatkan sensitivitas, selektivitas, dan responnya terhadap Cr(VI). Matriks yang digunakan untuk menghasilkan membran pada penelitian ini adalah polivinil klorida. Polivinil klorida didasarkan sebagai matriks karena harganya yang murah, memiliki sifat mekanik yang baik, dan memiliki amenabilitas yang baik terhadap plastizisasi.

Bahan aktif yang digunakan untuk menghasilkan warna dalam penelitian ini adalah difenilkarbazida (DPC). Bahan ini memiliki kelebihan, yaitu memiliki waktu respon yang lebih cepat dibandingkan pembentuk warna lainnya (Scindia et al. 2004). Selain bahan pembentuk warna, dibutuhkan juga bahan lain untuk menangkap kromium heksavalen. Garam amonium kuartener merupakan salah satu bahan pengekstrak kromium heksavalen yang cukup selektif. Aliquat 336 (tri oktilmetilamonium klorida) merupakan bahan penjerap kromium yang digunakan dalam penelitian ini (Gambar 3).

Gambar 3 Struktur Aliquat 336.

Aliquat 336 telah digunakan di beberapa penelitian. Choi dan Moon (2004) menggunakan aliquat 336 pada elektroda selektif ion dan memperoleh rentang deteksi yang cukup baik yaitu 1.052 – 5200 mg/L. Menurut Lo dan Shiue (1998), aliquat 336 mampu mengekstrak kromium heksavalen dengan baik pada pH 3 – 8. Selain itu, aliquat 336 juga berfungsi sebagai pembawa sampel dari permukaan ke dalam membran agar dapat bereaksi dengan DPC (Castillo et al. 2002).

(15)

6

).

Modifikasi dilakukan dengan meragamkan komposisi zeolit pada membran optode, yaitu 0, 2.5, 5.0, 7.5 mg dan optode tanpa tambahan DPC sebagai blanko. Tidak terdapat perubahan warna optode setelah dan sebelum dicelupkan ke dalam Cr(VI). Absorbans yang diperoleh adalah sebesar 0.192 sebelum dicelupkan ke dalam larutan Cr(VI) dan 0.203 setelah dicelupkan ke dalam larutan Cr(VI). Terjadi sedikit peningkatan absorbans pada optode yang telah dicelupkan ke dalam larutan Cr(VI), hal ini disebabkan oleh warna optode yang sedikit keruh akibat matriks optode yaitu PVC dapat menyerap air (Scindia et al. 2004). Namun perubahan absorbans ini tidak terlalu terlihat jika dilihat dengan mata biasa, oleh karena itu hal ini tidak terlalu menganggu.

Lampiran 4 menunjukkan nilai absorbans optode Nomor 2 – 5 setelah direndam ke dalam 25 mL K2Cr2O7 1 mg/L selama 20

menit. Masing-masing optode menunjukkan perubahan warna dari tak bewarna menjadi ungu. Gambar 5 menunjukkan hubungan jumlah zeolit pada optode terhadap nilai absorbansnya nampak bahwa dengan jumlah zeolit sebesar 5 mg memiliki nilai absorbans paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tambahan zeolit dengan jumlah yang sama dengan DPC lebih banyak menjerap Cr(VI) dibandingkan modifikasi lainnya.

Gambar 5 Pengaruh jumlah zeolit terhadap nilai absorbans optode.

Nilai tertinggi pada optode dengan zeolit sebesar 0.005 gram diduga disebabkan oleh pori-pori zeolit yang ikut menangkap Cr(VI) dalam larutan. Jumlah zeolit yang lebih besar justru menurunkan respon terhadap Cr(VI), hal ini mungkin disebabkan oleh ketebalan optode yang meningkat akibat penambahan bahan. Membran optode yang tebal akan menyebabkan porositasnya menjadi kecil, kerapatan ion akan semakin besar, sedangkan daya difusi ion akan semakin kecil sehingga ion semakin tidak bebas mengadakan reaksi pertukaran ion (Fardiyah 2003).

Pengaruh Jumlah Zeolit terhadap Leaching

DPC ke Larutan

Optode yang direndam dalam larutan yang mengandung Cr(VI) akan berubah warna menjadi ungu akibat reaksi pembentukan kompleks DPC-Cr(VI) yang terbentuk. Gambar 6 menunjukkan air rendaman optode. Gelas piala sebelah kiri merupakan air sisa rendaman tanpa Cr(VI) dan yang kanan mengandung Cr(VI). Warna ungu pada gelas yang kanan menunjukkan terjadi pelunturan DPC di dalam optode ke larutan dan bereaksi dengan sisa Cr(VI) yang tidak termobilisasi ke dalam membran. Menurut Scindia et al.

(2004) aliquat 336 mampu mengekstrak Cr(VI) hingga 85% jika memiliki perbandingan dengan DPC minimal 1:0.125. Namun, masih terdapat lunturan DPC ke larutan seperti yang terlihat pada Gambar 6. Oleh karena itu, penambahan zeolit diharapkan mampu menahan lunturnya DPC dengan ikatan hidrogen.

Gambar 6 Air rendaman optode.

Gambar 7 menunjukkan perbandingan absorbans air sisa rendaman optode dengan jumlah zeolit pada optode. Gambar menunjukkan bahwa nilai absorbans menurun dengan adanya tambahan zeolit sebesar 0.0025 gram kemudian meningkat seiring dengan penambahan zeolit. Penurunan warna

0,0000 0,0500 0,1000 0,1500 0,2000 0,2500

0 2,5 5 7,5

A b so rb an s

Jumlah Zeolit (mg)

(16)

7

larutan ini terlihat pada nilai absorbans larutan sisa rendaman optode, yaitu 0.0260 untuk optode tanpa zeolit, 0.0210 untuk optode dengan zeolit 0.0025 gram, 0.302 untuk optode dengan massa zeolit 0.005 gram, dan 0.0360 untuk optode dengan massa zeolit 0.0075 gram (Lampiran 5).

Gambar 7 Pengaruh jumlah zeolit terhadap pelunturan DPC ke larutan Cr(VI).

Penentuan kondisi pH Larutan Cr(VI) Terbaik

Kondisi lingkungan dibutuhkan untuk membentuk kompleks DPC-Cr(VI), salah satu kondisi yang divariasikan dalam penelitian ini adalah pH. Penentuan kondisi pH terbaik dilakukan dengan memvarisikan pH larutan Cr(VI) yang digunakan untuk merendam optode dengan kisaran 2 – 6. Ion kromat memiliki berbagai bentuk oksidasi yang berbeda dalam larutan (HCrO4, Cr2O72-,

CrO4

2-, HCr2O7

-). Distribusi masing-masing bentuk oksida ini bergantung pada jumlah pH. Penambahan basa akan menggeser ketimbangan ke arah kiri sehingga bentuk ion Cr (VI) yang lebih dominan pada suasana basa adalah kromat (CrO42-), sedangkan

penambahan asam akan menggeser kesetimbangan ke arah kanan sehingga bentuk ion Cr (VI) yang lebih dominan pada suasana asam adalah dikromat (Cr2O72-) (Jain et al.

2005).

2CrO42-+2H+ Cr2O72-+H2O

Panjang gelombang maksimum yang diperoleh pada optode yang direndam dalam larutan Cr(VI) adalah 425 nm untuk pH 2, 543 nm untuk pH 3, 514.67 nm untuk pH 4, 506.33 untuk pH 5, dan 513.83 nm untuk pH 6 (Lampiran 6 dan 7). Menurut Kong dan Ni (2009), kompleks DPC-Cr(VI) memiliki panjang gelombang sekitar 540-550 nm. Selain itu, pada Gambar 8 juga terlihat bahwa

nilai absorbans terbesar berada pada optode yang direndam dalam larutan pH 3. Hal ini menujukkan bahwa larutan Cr(VI) dengan pH merupakan kondisi terbaik untuk merendam optode.

Gambar 8 Pengaruh pH terhadap nilai absorbans.

Gambar 9 menunjukkan optode yang dicelupkan ke dalam aquabides dengan pH yang berbeda. Gambar 9a menunjukkan warna optode yang tetap tak bewarna setelah dicelupkan ke dalam aquabides pH 3 dan gambar lainnya merupakan optode yang dicelupkan pada pH 6. Opotode yang dicelupkan pada pH 6 menghasilkan warna merah walaupun tidak terdapat ion Cr(VI). Hal ini diduga disebabkan oleh sifat aliquat 336, yang akan sedikit bewarna ketika pH diatas 3 yang ditunjukkan dengan pergeseran panjang gelombang maksimum optode dari 548 nm menjadi 528 pada pH 6, namun mekanisme pembentukan warna ini belum diketahui secara pasti (Scindia et al. 2004).

(a) (b)

Aliquat 336 memiliki peran sebagai pembawa Cr(VI) dari larutan ke dalam membran untuk bereaksi dengan DPC. dalam suasana asam (pH 2 – 3) aliquat 336 bereaksi kompleks dengan Cr(VI) dengan reaksi berikut. 0,0000 0,0050 0,0100 0,0150 0,0200 0,0250 0,0300 0,0350 0,0400

0,0 2,5 5,0 7,5

A b so rb an s la ru ta n

massa zeolit (mg)

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8

2 3 4 5 6

A b so rb an s pH

(17)

8

2R3CH3N .Cl + Cr2O72- R3CH3N .Cr2O7

+2Cl

-Aliquat 336 akan tetap berinteraksi dengan ion Cr(VI) jika kondisi lingkungan mengandung ion OH-, namun terdapat pengganggu potensial yang akan mengurangi pengambilan Cr(VI). Reaksi akan berjalan sebagai berikut (Lo & Shiue 1998).

R3CH3N . Cl + HCrO4

R3CH3N . HCrO4 -

+ Cl-

R3CH3N . HCrO4- + 2OH- R3CH3N . OH +

CrO42- + H2O

Analisis FTIR

Warna ungu yang terbentuk saat optode direndam dalam larutan Cr(VI) merupakan hasil dari reaksi kompleks antara Cr(VI) dan DPC. Tahapan yang terjadi dalam optode adalah mula-mula Cr(VI) dibawa oleh aliquat 336 ke dalam membran, kemudian Cr(VI) akan mengalami reduksi menjadi Cr(III) dan DPC akan mengalami oksidasi dan setelah itu terbentuklah kompleks DPC-Cr. Dugaan ada

tidaknya reaksi antara DPC dan Cr(VI) pada optode bisa dilihat menggunakan FTIR. Campuran bahan-bahan kimia dalam optode tidak mengalami perubahan secara kimia jika optode direndam dalam larutan Cr(VI). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10 yang merupakan spektrum hasil analisis FTIR.

Tidak ada perbedaan serapan yang cukup besar pada optode, baik sebelum maupun yang sudah direndam ke dalam Cr(VI). Hanya terdapat penurunan intensitas dibeberapa daerah serapan. Serapan pada bilangan gelombang 3341 cm-1, 1603 cm-1, dan 636 – 614 cm--1 mengalami penurunan

intensitas setelah optode direndam dalam larutan Cr(VI). Serapan-serapan tersebut diduga sebagai gugus N-H (Silverstain et al.

1999). Penurunan intensitas ini diduga sebagai penurunan gugus fungsi N-H pada DPC menjadi gugus fungsi N N. Gugus fungsi N=N tidak aktif IR sehingga tidak terdapat gugus fungsi baru pada sampel yang telah direndam dalam larutan Cr(VI).

Gambar 10 Analisis spektrum FTIR optode.

4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0

-10.0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90.0

cm-1 %T

(18)

Rentang Kerja Optode

Optode yang dihasilkan dalam penelitian ini berpotensi untuk digunakan sebagai indikator Cr(VI) dengan cara visual. Warna ungu yang dihasilkan pada optode cukup nyata yang menggambarkan jumlah Cr(VI) pada sampel larutan. Warna yang dihasilkan cukup dapat dibedakan jika dilihat menggunakan mata. Gambar 11 menunjukkan linearitas absorbans optode dengan larutan K2Cr2O7 dari 2.25 hingga 0.05 mg/L. Warna

ungu dapat mulai terlihat oleh mata ketika dicelupkan dalam larutan 0.1 mg/L K2Cr2O7

atau sebesar 0.04 mg/L Cr(VI). Linearitas nilai absorbans optode sebesar 0.985, dengan rentang konsentrasi 0.5 hingga 2 mg/L K2Cr2O7. Absorbans akan turun setelah

melewati konsentrasi 2 mg/L (Lampiran 8).

Gambar 11 Linearitas konsetrasi K2Cr2O7

dengan absorbans optode.

Berdasarkan hasil, optode ini cukup berpotensi untuk dikembangkan menjadi indikator Cr(VI) yang berbasis visual. Hal ini disebabkan oleh kemampuan optode mendeteksi Cr(VI) hingga di bawah ambang batas Cr(VI) dan terdapat perbedaan warna. Optode ini hanya dapat digunakan satu kali karena reaksi DPC-Cr(VI) yang irreversible (Scindia et al. 2004).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Optode berbahan dasar PVC dengan bahan pewarna DPC berhasil dibuat. Optode dibuat dengan melakukan modifikasi jumlah zeolit. Penambahan zeolit dapat mengurangi

leaching namun tidak begitu besar. Selain itu, penambahan zeolit juga membantu meningkatkan nilai absorbans optode. Optode

dengan jumlah zeolit sebesar 5 mg menghasilkan serapan absorbans terbaik. Selain itu, optode berfungsi cukup baik jika direndam dalam larutan Cr(VI) pada pH 3. Warna optode masih dapat terlihat pada 0.1 ppm K2Cr2O7 dan memiliki nilai rentang kerja

sekitar 0.5 hingga 2 mg/L larutan K2Cr2O7.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai umur pakai elektroda. Perlu adanya pencetak membran agar didapatkan ketebalan membran yang seragam. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai komposisi zeolit terhadap optode terutama pada kisaran 2.5 – 5 mg. Perlu dilakukan pengaruh interferens terhadap kinerja optode.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jabri M. 2008. Kajian metode penetapan kapasitas tukar kation zeolit sebagai pembenah tanah untuk lahan pertanian terdegradasi. J Standardisasi 10 (2):56-69.

Arif Z. 2011. Karakterisasi dan modifikasi zeolit alam sebagai bahan media pendeteksi studi kasus: kromium heksavalen [Tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Armbruster T, Gunter ME. 2001. Crystal Structures of Natural Zeolites. Di Dalam: Bish DL, Ming DW, Ribbe PH, Rosso JJ, editor. Reviews in Mineralogy & Geochemistry 45 Natural Zeolite: Occurrence, properties, Applications. New York: Mineralogical Society of America dan Geochemical Society. hlm 1-69.

Arvand M, Zanjanchi MA, Islamnezh A. 2009. Zeolite-Modified Carbon-Paste Electrode as a Selective Voltammetric Sensor for Detection of Tryptophan in Pharmaceutical Preparations. Analytical Letters 42: 727–738.

Asri BH. 2011. Pembuatan dan pencirian elektroda ion selektif Ion Lu3+ dengan ionofor 4-Dodekanadiolbis-(1-fenil-3-metl-5-pirazolon. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Baral A, Engelken RD. 2002. Chromium-based regulations and greening in metal R² = 0.985

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60

0 1 2 3

A b so rb an s

(19)

10

finishing industries in the USA. Environ Sci Pol 5: 121–133.

Castillo E, Granados M, Cortina JL. 2002. Liquid-supported membranes in chromium(VI) optical sensing: transport modeling. Anal Chim Acta (464): 197 – 208.

Fardiyah Q. 2003. Aplikasi elektroda ion selektif nitrat tipe kawat terlapis untuk penentuan secara tidak langsung gas [tesis]. Bandung: Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.

Grabarczyk MR, Bas B, Korolczuk M. 2009. Application of a renewable silver based mercury film electrode to the determination of Cr(VI) in soil samples.

Microchim Acta 164: 465-470.

Guell R, Fontas C, Salvado V, Antico E. 2007. Development of a selective optical sensor for Cr(VI) monitoring in polluted waters. Anal Chim Acta 594: 162 – 168.

Heraldy E, Hisyam SW, Sulistiono. Characterization and activation zeolite from Ponorogo. Indonesian Journal of Chemistry 3(2): 91-97.

Jain AK, Gupta VK, Singh LP, Srivastavac P, Raisonia JR. 2005. Anion recognition

through novel

C-thiophenecalix[4]resorcinarene: PVC based sensor for chromate ions. Talanta

65: 716-721.

Kong F, Ni Y. 2009. Development of cellulosic paper-based test strips for Cr(VI) determination. Bioresources 4(3): 1088-1097.

Kuo S, Bembenek R. 2008. Sorption and desorption of chromate by wood shavings impregnated with iron or aluminum oxide.

Biorsource Technol 99: 5617–5625.

Liu B, Lu L, Wang M, Zi Y. 2008. A study of nanostructured gold modified glassy carbon electrode for the determination of trace Cr(VI). J Chem Sci 120 (5): 493-498.

Lo SL, Shiue SF. 1998. Recovery of Cr(VI) by quartenary amonium compounds.

Water Research 32 (1): 174 – 178.

Ojeda CB, Rojas FS. 2006. Recent development in optical chemical Sensors coupling with Flow injection analysis.

Sensor 6: 1245 – 1307.

Pardoyo, Listiana, Darmawan A. 2009. Pengaruh perlakuan HCl pada kristalinitas

dan kemampuan adsorpsi zeolit alam terhadap ion Ca2+. J Sains & Matematika

17 (2): 100-104.

Scindia YM, Pandey AK, Reddy AVR, Manohar SB. 2004. Chemically selective membrane optode for Cr(VI) determination in aqueous samples. Anal Chim Acta 515: 311-321.

Silverstein RM, Bessler G, Morril TC. 1999.

Spectroscopic Identification of Organic Compounds. Ed ke-5. New York: Jhon Wiley and Sons.

Syafii F. 2011. Modifikasi zeolit melalui interaksi dengan Fe(OH)3 untuk

meningkatkan kapasitas tukar anion [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Alam Institut Pertanian Bogor.

Susetyaningsih R, Kismolo E, Prayitno. 2009. Karakerisasi zeolit alam pada reduksi kadar krom dalam limbah cair. Di dalam:

Sumber Daya Manusia Nuklir. Seminar Nasional V; Yogayakarta, 5 November 2009. Yogyakarta: Badan Tenaga Nuklir Nasional. Hlm 741-748.

Wang XS, Li ZZ, Tao ST. 2009. Removal of chromium (VI) from aqueous solution using walnut hull. J Environ Manage 90: 721-729.

Wennerstrum S, Kendrick T, Tomaka J, and Cain J. 2002. Size reduction solutions for hard-to-reduce materials. Powder Bulk Eng 1 : 1-5.

Wulansari L. Karakterisasi Elektroda Membran Termodifikasi Zeolit untuk Pengukuran Kromium (VI) [skripsi]. 2012. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(20)
(21)

12

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Analisis KTK

Pengujian rentang kerja

Analisis FTIR Preparasi Sampel zeolit

ukuran 200 mesh

Aktivasi zeolit dengan HCl 3M

Pembuatan membran optode

Membran optode

Pengujian pH terbaik

Karakterisasi Zeolit

XRD SEM

(22)

13

Lampiran 2 Hasil analisis XRD zeolit Cikalong

(23)

14

Lampiran 4 Pengaruh jumlah zeolit terhadap nilai absorbans optode yang

direndam ke dalam larutan K

2

Cr

2

O

7

ulangan Jumlah DPC (mg) Jumlah zeolit

(mg) Absorbans

faktor koreksi

Absorbans terkoreksi

0 (blangko) 5 0.203 0.192 0.011

1

5 0.0

0.367 0.170 0.197

2 0.345 0.170 0.175

3 0.345 0.170 0.175

rerata absorbans terkoreksi 0.182

1

5 2.5

0.480 0.305 0.175

2 0.431 0.305 0.126

3 0.430 0.305 0.125

rerata absorbans terkoreksi 0.142

1

5 5.0

0.515 0.301 0.214

2 0.515 0.301 0.214

3 0.534 0.301 0.233

rerata absorbans terkoreksi 0.220

1

5 7.5

0.482 0.301 0.181

2 0.488 0.301 0.187

3 0.518 0.301 0.217

(24)

15

Lampiran 5 Pengaruh jumlah zeolit terhadap pelunturan DPC dari optode ke

larutan sampel

ulangan massa zeolit (mg) Absorbans larutan 1

0.0

0.0270

2 0.0250

3 0.0260

rerata 0.0260

1

2.5

0.0210

2 0.0200

3 0.0220

rerata 0.0210

1

5.0

0.0310

2 0.0310

3 0.0300

rerata 0.0307

1

7.5

0.0360

2 0.0370

3 0.0350

(25)

16

Lampiran 6

Penentuan λmaks kompleks DPC

-Cr(VI) pada pH 2

6

Kurva panjang gelombang maksimum kompleks DPC-Cr(VI) pada pH 2

Kurva panjang gelombang maksimum kompleks DPC-Cr(VI) pada pH 3

Kurva panjang gelombang maksimum kompleks DPC-Cr(VI) pada pH 4

-1

-0,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5

0 200 400 600 800 1000

A

bs

orbans

Panjang Gelombang (nm)

-1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2

0 200 400 600 800 1000

A

bs

orbans

Panjang Gelombang (nm)

-1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5

0 200 400 600 800 1000

A

bs

o

rba

ns

(26)

17

Lanjutan

Kurva panjang gelombang maksimum kompleks DPC-Cr(VI) pada pH 5

Kurva panjang gelombang maksimum kompleks DPC-Cr(VI) pada pH 6

Keterangan

: Ulangan 1

: Ulangan 2

: Ulangan 3

-1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5

0 200 400 600 800 1000

A

bs

o

rba

ns

Panjang Gelombang (nm)

-1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2

0 200 400 600 800 1000

A

bs

o

rba

ns

(27)

18

Lampiran 7

Nilai Absorbans λmaks kompleks DPC

-Cr(VI) pada pH 2

6

ulangan pH λmaks (nm) Absorbans

1

2

425 1.2040

2 425 1.4000

3 425 1.2910

Rerata 425 1.2983

1

3

543 1.5430

2 543 1.5480

3 543 1.5490

Rerata 543 1.5467

1

4

515 1.3680

2 515 1.1530

3 514 1.2700

Rerata 514.67 1.2637

1

5

506 1.0690

2 507 1.1600

3 506 1.2730

Rerata 506.33 1.1673

1

6

514.5 1.1600

2 514 1.1600

3 513 1.2980

(28)

19

Lampiran 8 Absorbans optode yang direndam dalam larutan larutan K

2

Cr

2

O

7

dengan konsentrasi 0.05

2.25 ppm

Absorbans optode (ulangan 1)

[K2Cr2O7] (ppm) CrO4

(ppm) Absorbans Faktor koreksi

Absorbans Terkoreksi

0.050 0.02 0.346 0.331 0.015

0.075 0.03 0.505 0.377 0.128

0.100 0.04 0.519 0.377 0.142

0.250 0.10 0.561 0.322 0.239

0.500 0.20 0.662 0.344 0.318

0.750 0.30 0.753 0.322 0.431

1.000 0.40 0.974 0.344 0.63

1.250 0.50 1.123 0.322 0.801

1.500 0.60 1.474 0.377 1.097

1.750 0.70 1.644 0.331 1.313

2.00 0.80 1.866 0.331 1.535

2.250 0.90 1.769 0.344 1.425

Absorbans optode (ulangan 2)

[K2Cr2O7] (ppm) CrO42- (ppm) Absorbans Faktor

koreksi

Absorbans Terkoreksi

0.050 0.02 0.335 0.331 0.004

0.075 0.03 0.509 0.377 0.132

0.100 0.04 0.526 0.377 0.149

0.250 0.10 0.548 0.322 0.226

0.500 0.20 0.669 0.344 0.325

0.750 0.30 0.758 0.322 0.436

1.000 0.40 0.888 0.344 0.544

1.250 0.50 1.144 0.322 0.822

1.500 0.60 1.573 0.377 1.196

1.750 0.70 1.637 0.331 1.306

2.00 0.80 1.883 0.331 1.552

(29)

20

Lanjutan

Absorbans optode (ulangan 3)

[K2Cr2O7] (ppm) CrO42- (ppm) Absorbans Faktor koreksi Absorbans

Terkoreksi

0.050 0.02 0.374 0.331 0.043

0.075 0.03 0.487 0.377 0.110

0.100 0.04 0.494 0.377 0.117

0.250 0.10 0.549 0.322 0.227

0.500 0.20 0.691 0.344 0.347

0.750 0.30 0.720 0.322 0.398

1.000 0.40 1.026 0.344 0.682

1.250 0.50 1.100 0.322 0.778

1.500 0.60 1.475 0.377 1.098

1.750 0.70 1.620 0.331 1.289

2.00 0.80 1.769 0.331 1.438

Gambar

Gambar 1 Struktur dasar zeolit.
Gambar 3 Struktur Aliquat 336.
Gambar 7 menunjukkan perbandingan
Gambar 7 Pengaruh jumlah zeolit terhadap
+2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menyelesaikan masalah ini, saya memiliki tiga solusi yang dapat diterapkan, yaitu melakukan observasi saat guru pengawas mengajar di kelas yang ada anak autis,

[r]

Uji coba dilakukan dengan tujuan untuk implementasi metode Self Organizing Map yang menjadi tujuan penelitian dalam mengelompokkan data dari para pemain yang telah memainkan

[r]

Metode yang dipergunakan dalam studi ini adalah analisis jalur untuk menjelaskan hubungan antara persepsi akademisi dan praktisi, serta analisis isi dipergunakan untuk

Cost Volume Profit (CVP/Biaya Volume  Laba)  dan Anggaran  secara  bersama­sama  berpengaruh  tehadap  perencanaan  usaha  Koperasi  Pasar  yaitu  sebesar  61,99% 

Langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah mahasiswa dikelompokkan ke dalam 4 anggota tim, tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui mekanisme hambatan kapang rhizosfer pada lahan pertanian organik terhadap penyakit layu fusarium pada tanaman tomat.. Hasil