• Tidak ada hasil yang ditemukan

IRGSC Policy Brief No 009, December 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IRGSC Policy Brief No 009, December 2013"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 | P a g e IRGSC Policy Brief No 009, December 2013

IRGSC Policy Brief

No 009, December 2013

Research and analysis from the Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) www.irgsc.org

Stagnasi dan Perkembagan Industri Pengolahan di NTT

Sebuah Assessment Awal Perkembangan Industri Pengolahan di NTT

Jonatan A. Lassa, Randy Banunaek and Maklon Killa

Pendahuluan

Perkembangan industri menengah dan besar di NTT mengalami stagansi bahkan menurun secara jangka panjang. Yang bertambah adalah industri-industri kecil dengan sektor yang tidak imbang. Sayangnya dalam kaca mata yang lain, dapat dikatakan bahwa industri-industri skala kecil tidak naik kelas ke level menengah-atas. Ibarat murid yang tahan kelas selama 30 tahun tertinggal di SD. Sedngkan kelas menengah-atas sebagian besar mengalami drop-out.

Tanpa membaca data dengan analisis trend jangka panjang, kita tidak bisa tahu persis apakah kita maju atau mundur. Sebagai misal, bila anda membaca draft RPJMD NTT 2013-2018, bisa dilihat bahwa target penguatan industri kecil untuk naik kelas ke industri menengah/besar adalah 1 pertahun. Baselinenya adalah angka 25 perusahaan menengah dan besar di tahun 2012. Jadi bila di akhir masa jabatan Frenly, terdapat 30-32 unit industri kelas menegah-besar, maka Frenly dinyatakan berprestasi. Itu lumrah. Masalahnya adalah persoalan industri di NTT tidak seperti yang ada bayangkan.

Berikut adalah hasil analsisi awal sebagai proses yang 'kebetulan' terutama ketika kami melihat data-set hasil digitasi data-data pembangunan NTT selama 30 tahun terakhir sejak Juni 2013.

Industri pengolahan skala menengah-besar di NTT

 Di tahun 1985, terdapat 24 perusahaan menengah dan besar (dengan indikasi 20-100 atau

(2)

1995-2 | P a g e IRGSC Policy Brief No 009, December 2013

1999 di mana lebih dari 40an industri menengah-besar sempat bertahan di NTT. Imbas krisis ekonomi di tahun 1998, banyak industri menengah dan besar yang gulung tikar. Butuh waktu 10 tahun untuk bangkit di tahun 2009 di mana terdapat 43 perusahaan menengah-besar atau mencapai level tahun 1995. Namun di tahun 2010, industri-industri skala menengah dan besar jatuh bebas ke angka 28 [Figure 1]

 Secara umum, ukuran industri pengolahan menengah-atas NTT di tahun 1985 adalah 57

karyawan/unit industri pengolahan. Sedangkan di tahun 2011, ukurannya turn menjadi 55. Terlihat sedikit kenaikan di tahun 1990an namun secara umum ada kecenderungan

menurun dari sisi ukuran. Trend serupa terjadi di Kabupaten Sikka di mana tahun 1985, industri serupa memiliki rata-rata 67 pekerja per unit perusahaan, sedangkan di tahun 2011, turun menjadi 60 [Figure 2].

 Industri kelas menengah-atas antara mengalami kemunduran atau stagnasi yang ditunjukan

oleh pertumbuhan negatif dan fluktuatif selama hampir 30 tahun. Menarik dicermati bahwa NTT mungkin tidak terlalu kondusif bagi industri menengah-besar karena berbagai faktor (infrastruktur, energi, ekonomi biaya tinggi dsb.).

Industri pengolahan skala kecil di NTT

 Untuk industri skala kecil (ukuran 4 tenaga kerja per unit industri pengolahan/

perusahaan) ditingkat propinsi belum tersedia data yang memadai. Sedangkan di tingkat Kabupaten, dapat kita pelajari dari Kabupaten Sikka, di mana data 30-40 tahun menunjukan masa-masa suram di tahun 2000-2007. Momentum 'bersejarah' terjadi ketika industri skala kecil di Sikka yang biasanya hanya berjumlah 1100an di tahun 2005-2007 meningkat 10 kalilipat di tahun 2008 (atau meroket dari total 1132 unit di tahun 2006/2007 menjadi 6255 di tahun 2008. Tahun 2011/2012, total industri skala kecil di Sikka mencapai 7285 unit usaha. (Jumlah kombinasi formal and informal) [Figure 3]

 Entah baik atau buruk, perkembangan industri kecil di Sikka mengalami ketidakseimbangan

yang extrim. Di tahun 2008, 89% industri kecil di Sikka datang dari kelompok Sandang terutama tenun ikat dan benang celup [Figure 4]. Jadi di tahun tersebut, 5563 dari total 6255 industri kecil yang terdata di Sikka adalah kelompok Sandang (tenun ikat dan benang celup). Di tahun 2011/2012, dari total 7285 industri kecil di Sikka, 5929 adalah industri Sandang yang sama. (Figure 5) Angka ini termasuk industri penjual pakaian jadi yang jumlahnya dapat diabaikan dalam kasus ini.

 Jadi tingkat pertumbuhan industri di Sikka disebabkan oleh meningkatnya industri Sandang

di Sikka dalam 5 tahun terakhir. Kita tahu bahwa pasar tenun ikatlah yang mendorong bisnis benang celup. Karena itu, bila data industri sandang di keluarkan, maka yang terjadi di Sikka

(3)

3 | P a g e IRGSC Policy Brief No 009, December 2013

selama kurun waktu 2008-2011 adalah rata-rata 889 industri atau jauh berada dari rata-rata periode 1994-1996 yakni 1195 unit industri kecil/menengah. Sedangkan dalam 25 tahun terakhir, puncak kenaikan industri kecil non-Sandang justru terjadi di tahun 1996/1996 dan bukan saat ini. Kecuali industri makanan dan sandang (Figure 5), jenis industri lainnya seperti industri keatif (kerajinan) skala kecil semakin merosot dalam 15 tahun terakhir dengan sedikit perbaikan di tahun 2011/2012. Walau dalam skala 20 tahun, rata-rata industri kreatif (kerajinan) di lima tahun terakhir hanya 89 unit atau kalah dibanding tahun 1994-1996 yakni 124 unit.

 Sayangnya, kinerja ini mungkin bersifat jangka pendek dan bertahan selama insentif

dipertahankan. Bila terjadi kejutan negatif pada permintaan (demand), maka secara otomatis permintaan tenun ikat menurun dan dengan sendirinya industri benang celup menghilang

 Sedikitnya dua teori bisa digunakan untuk menjelaskan fenomena ini. Teori pertama adalah

bahwa meningkatnya industri kecil yang hanya bertumpu pada insentif-insentif jangka pendek yang bersifat sementara. Meningkatnya alokasi dan transfer finansial ke desa-desa dan munculnya intervensi serempak di desa-desa termasuk Anggur Merah dan program-program pemberdayaan yang menargetkan kelompok perempuan, cenderung untuk mendorong industri tenun ikat. Terkadang, proyek-proyek pemberdayaan perempuan dan pembangunan pedesaan direduksi menjadi pembuatan tenun ikat semata.

 Kedua, Mungkin saja karena Dinas Perindustrian lebih sensistif dalam pendataan pada

kelompok-kelompok Sandang sehingga data yang diperoleh BPS merupakan data yang 'bias' terhadap kelompok Sandang?

 Sedikit ganjil bila pemberdayaan ekonomi desa maupun ide tentang penanggulangan

bencana serta pemberdayaan masyarakat (perempuan) di berbagai tempat di NTT, baik lewat proses top down ataupun bottom up, berakhir pada ide tenun ikat. Mengapa tidak? Benar. Tetapi juga mungkin saja ini indikasi stagnasi ide dan ketiadaan invasi.

 Melihat semakin bangkitnya sektor pariwisata di Flores terutama setelah tertatih lebih dari

20 tahun akibat tsunami dan gempa Flores, seharusnya di jadikan momentum yang

diarahkan untuk mempertahankan tren industri tenun ikat karena ancaman pada industri ini semakin terliht terutama ketika produk garmet dengan sistim teknologi printing motif-motif daerah juga telah membanjiri kota-kota di NTT [Lihat data yang lebih detail di

(4)

4 | P a g e IRGSC Policy Brief No 009, December 2013

Penutup

Sulit memprediksikan keberlanjutan model pengembangan industri kecil yang berat sebelah dan tidak seimbang seperti ini. Yang pasti, pembangunan pedesaan lewat sektor industri kecil maupun pemberdayaan perempuan, tidak harus direduksikan dengan pengembangan industri tenun ikat semata. Karena itu, studi lanjutan terkait konteks makro dan mikro terkait industri pengolahan di NTT diperlukan.

Ditambahkan bahwa studi tentang pentingnya struktur insentif dan dimensi kelembagaan terkait industri pengolahan di NTT perlu dikembangkan. Kita juga belum memahami secara memadai tentang bagaimana industri-industri kelas menengah atas bertahan terhadap tantangan dan risiko-risiko external.

Yang pasti, industri-industri skala kecil perlu naik kelas ke level menengah-atas, jangan lagi tahan kelas di SD selama 30 tahun. Sedangkan industri kelas menengah-atas, juga perlu lebih berdaya lenting terhadap berbagai kejutan dan risiko.

24 24 26 26 33 43 41 41 30 28 28 31 31 43 28 25 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0 500 1000 1500 2000 2500 1985 1986 1987 1988 1989 1991 1992 1994 1995 1996 1997 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Figure 1. Trend in big and medium industries in NTT 1985-2011

[www.irgsc.org]

NTT: # Labor in big-medium industry sector NTT: # Unit of big and medium industries Trend Serapan Tenaga Kerja Sektor Industri NTT

(5)

5 | P a g e IRGSC Policy Brief No 009, December 2013 1.0 2.6 2.6 2.2 2.2 1.0 3.8 3.8 3.8 3.4 3.4 2.6 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 - 10 20 30 40 50 60 70 80 1985 1986 1987 1988 1989 1991 1992 1994 1995 1996 1997 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Labor size of NTT medium-big industry [average] Labor size of SIKKA medium-big industry [average] Labor size of SIKKA Small industry [average] Trend in labor size of NTT M-B industries

Avg siz e o f M -B in d u stry in NTT [# L ab o r] Av g size o f sm al l in du st ry in S IKK A [ # Lab o r]

Figure 2. Labor size of small and medium-big industries in NTT [www.irgsc.org] 281 320 341 254 357 347 354 331 347 353 286 286 276 298 339 0 50 100 150 200 250 300 350 400 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009 2011

# industry (informal) # industry (formal) Trend # inudstry (informal) Trend # industry (formal)

Figure 3 Trend of Small Industries in Sikka district [Formal and Informal] [www.irgsc.org]

(6)

6 | P a g e IRGSC Policy Brief No 009, December 2013

Remarks. This is a working in progress. Comments are welcome. Please send your comments to

jonatan.lassa@irgsc.org 681 633 622 624 628 481 179 179 179 129 495 501 844 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 0 500 1000 1500 2000 2500 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 # of Labor in Food Industry Sector in SIKKA # Unit of Food Industry in SIKKA

# Lab o r in fo o d in d u stry sec to r Un it o f fo o d in d u stry in SIKKA

Figure 4 Trend in small industry in SIKKA - food industry 1996-2011 [www.irgsc.org] 42% 61% 37% 43% 42% 51% 50% 45% 45% 57% 59% 60% 20% 89% 88% 88% 81% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

1985 Pengelolaan makanan 1987 1989 1991 1993 1995 1997 Pengelolahan Klpk. Sandang dan kulit 1999 2001 2003 2005 2007 2009 2011 Percetakan, Kimia dan Bahan Bangunan Kerajinan dan Umum

barang-barang dari logam Other

Gambar

Figure 1. Trend in big and medium industries in NTT 1985-2011  [www.irgsc.org]
Figure 2. Labor size of small and medium-big industries in NTT  [www.irgsc.org]  281  320  341  254  357  347  354  331  347  353  286  286 276  298  339  0  50  100 150 200 250 300 350 400 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000  1993 1995 1997 1999 200
Figure 4 Trend in small industry in SIKKA - food industry 1996-2011  [www.irgsc.org]  42%  61%  37%  43% 42%  51% 50%  45% 45%  57% 59%  60%  20%  89%  88%  88%  81%  0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Referensi

Dokumen terkait

Struktur perekonomian Jawa Timur tahun 2013 didominasi oleh tiga sektor utama, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor industri pengolahan dan sektor

Akan tetapi, HAS memiliki sensitivitas yang lebih dibandingan Human Visual System (HVS). Hal ini disebabkan karena HAS bekerja pada jarak yang cukup luas, sehingga

Kandungan air harus diturunkan sampai sekitar 85% setelah dilakukan pencucian. Penghilangan air dapat dilakukan dengan kain saring dan alat pengepres untuk menghasilkan

Masuknya air laut kedalam estuari sangat mempengaruhi keadaan komponen bathimetri, arus, temperatur, salinitas, dan kadar sedimen melayang estuari Sungai Belawan sejauh 18 km

Tapi hal itu tidak berlaku bagi Jingga, dia mati-matian membenci Janus, sejak hari pertama mereka bertemu setahun lalu.. Tepatnya ketika Jingga mengikuti seleksi masuk tim

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tradisi ritual dalam pertunjukan Incling Krumpyung di Desa Hargorejo Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa

Kebudayaan fisik itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang semakin menjauhkan manusia dari lingkungan aslinya sehingga mempengaruhi pula pola-pola

bahasa pengantar yang menyertai bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran; (c) keterlibatan orang tua dalam membantu belajar anak di rumah berarti