BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendahuluan
Beton adalah batuan buatan yang terjadi sebagai hasil pengerasan suatu campuran tertentu dari semen, air dan agregat (batu pecah, kerikil, dan pasir). Beton adalah material utama yang digunakan dalam pembuatan bangunan. Beton terdiri dari pasta, agregat dan admixture. Dalam membuat suatu beton dengan mutu tertentu perlu ditentukan jumlah pasta dan agregat yang sesuai. Pasta adalah campuran semen dan air yang digunakan untuk merekatkan agregat-agregat dalam beton. Jumlah pasta pada pembuatan beton sekitar 30-40% dari volume dan berat total beton. Sedangkan jumlah agregat sebesar 60-70%.
Dalam suatu proses pembuatan beton, yang perlu diperhatikan ada kekuatan, keekonomisan, dan durabilitas bahan dari beton tersebut. Durabilitas adalah daya tahan suatu bahan terhadap beban yang akan diterimanya. Pembuatan beton melalui proses perhitungan kadar air,jumlah semen dan jumlah agregat yang diperlukan. Setelah proses perhitungan, akan dilakukan proses pembuatan beton dengan bahan-bahan yang telah dihitung. Setelah beton terbentuk, dilakukanlah proses perawatan selama 28 hari. Pada hari ke 28, kualitas beton hanya memenuhi 70% dari kondisi normalnya. Proses perawatan beton diusahakan agar temperatur ruang perawatan jangan terlalu dingin, juga beton diusahakan jangan terlalu kering karena akan menyebabkan getas.
Bahan Pembuat Beton Semen dan Air Semen merupakan bubuk kering yang berupa partikel-pertikel halus. Dalam pembuatan beton, semen akan dicampur air untuk membentuk pasta. Semen memiliki beberapa tipe yaitu tipe I, II, III, IV dan V. Tipe-tipe semen tersebut diurutkan berdasarkan kekuatan awalnya dalam merekatkan suatu bangunan yang dibentuk. Semen yang digunakan dalam pembutan beton adalah semen hidrolik. Semen hidrolik adalah jenis semen yang bereaksi dengan air dan membentuk suatu batuan massa. Semen hidrolik juga terdiri dari beberapa jenis, seperti semen semen portland, semen portland abu terbang, semen portland putih, dll. Semen portland terbuat dari campuran kalsium, silika, alumunium dan oksida besi. Pada penggunaannya di lapangan, bahan-bahan semen Portland dibuat atau ditambahkan dari zat kimia lain.
Semen portland abu terbang yang merupakan hasil pemanfaatan kembali dari produksi pembakaran gas. Air juga sangat dibutuhkan dalam pembuatan beton, karena air dapat mempercepat proses kimiawi pada beton.Sehingga dapat memudahkan pengerjaan. Pada reaksi kimia beton, hanya 1/3 bagian air yang diperlukan untuk reaksi. Air bermanfaat dalam mencegah penyusutan plastis, tapi dapat merendahkan permeabilitas dan kekuatan beton. Dalam pembuatan beton, semen akan dicampur air untuk membentuk pasta. Fungsi dari pasta ini adalah untuk merekatkan agregat sehingga tidak mudah goyah. Selain itu, semen juga berfungsi dalam mengeraskan dan membentuk beton agar padat. Proporsi dari kedua campuran semen dan air menentukan sifat-sifat dari beton yang dibentuk.
Agregat merupakan pengisi beton yang digunakan untuk membuat volume stabil. Selain itu, sifat mekanik dan fisik dari agregat sangat berpengaruh tehadap sifat-sifat beton yang dihasilkan, seperti kuat tekan, kekuatan, durabilitas, berat, dll. Kegunaan agregat pada beton adalah: menghasilkan beton yang murah,menimbulkan volume beton yang stabil,mencegah abrasi jika beton digunakan pada bangunan laut.
Agregat alami dapat diperoleh dari proses pelapukan dan abrasi serta pemecahan pada batuan induk yang lebih besar. Agregat yang baik untuk digunakan adalah agregat yang menyerupai bentuk kubus atau bundar, bersih, keras, kuat, bergradasi baik dan stabil secara kimiawi. Admixture dan Additif Admixture atau zat tambahan lainnya adalah bahan yang tidak harus dipakai dalam pembuatan beton karena dipakai hanya jika ingin mendapatkan suatu jenis beton yang membutuhkan bahan,selain semen dan agregat. Contoh-contoh zat admixture super-plasticizer digunakan untuk mengurangi jumlah campuran air, pembentuk gelembung udara : meninggikan sifat kedap air, retarder: memperlambat pengerasan, memperpanjang waktu pengerjaan.[15]
Sifat dan karakter mekanik beton secara umum
1 Beton sangat baik menahan gaya tekan (high compressive strength), tetapi tidak begitu pada gaya tarik (low tensile strength), bahkan kekuatan gaya tarik beton hanya sekitar 10% dari kekuatan gaya tekannya.
2 Beton tidak mampu menahan gaya tegangan (tension) yang tinggi, karena elastisitasnya yang lebih rendah dari beton.
Dalam keadaan yang mengeras, beton bagaikan batu dengan kekuatan tinggi. Dalam keadaan segar, beton dapat dibentuk sesuai kebutuhan, sehingga dapat digunakan untuk membentuk seni arsitektur atau untuk tujuan dekoratif. Beton juga akan memberikan hasil akhir yang bagus jika pengolahan akhir dilakukan dengan cara khusus umpamanya diekspose agregatnya (agregat yang mempunyai bentuk berstruktur seni tinggi diletakkan di bagian luar, sehingga nampak jelas pada permukaan betonnya).
Faktor-faktor yang membuat beton banyak digunakan karena memiliki keunggulan-keunggulannya antara lain:
1.Kemudahan pengolahannya: yaitu dalam keadaan plastis, beton dapat diendapkan dan diisi dalam cetakan.
2. Material yang mudah didapat: Sebagian besar dari material- material pembentuknya, biasanya tersedia dilokasi dengan harga murah atau padatempat yang tidak terlalu jauh dari lokasi konstruksi.
3. Kekuatan tekan tinggi: Seperti juga kekuatan tekan pada batu alam, yang membuat beton cocok untuk dipakai sebagai elemen yang terutama memikul gaya tekan, seperti kolom dan konstruksi busur.
4. Daya tahan yang tinggi terhadap api dan cuaca merupakan bukti dari kelebihan beton.
2.1.1 Beton Ringan
Beton Ringan (Lightweight Concrete) adalah beton yang memiliki berat jenis (density) lebih ringan dari pada beton pada umumnya. Beton ringan bisa disebut sebagai beton ringan aerasi (Aerated Lightweight Concrete/ALC) atau sering disebut juga (Autoclaved Aerated Concrete/ AAC) yang mempunyai bahan baku utama terdiri dari pasir silika, kapur, semen, air, ditambah dengan suatu bahan pengembang yang kemudian dirawat dengan tekanan uap air. Tidak seperti beton biasa, berat beton ringan dapat diatur sesuai kebutuhan. Pada umumnya berat beton ringan berkisar antara 600 – 1600 kg/m3, karena itu keunggulan beton ringan utamanya ada pada berat, sehingga apabila digunakan pada proyek bangunan tinggi akan dapat secara signifikan mengurangi berat sendiri bangunan, yang selanjutnya berdampak kepada perhitungan pondasi. Sejarah Beton Ringan Teknologi material bahan bangunan berkembang terus, salah satunya beton ringan aerasi (Aerated Lightweight Concrete/ALC) atau sering disebut juga (Autoclaved Aerated Concrete/ AAC). Sebutan lainnya Autoclaved Concrete, Cellular
Concrete (semen dengan cairan kimia penghasil gelembung udara ), Porous Concrete, dan di Inggris disebut Aircrete and Thermalite. Beton ringan AAC ini pertama kali dikembangkan di Swedia pada tahun 1923 sebagai alternatif material bangunan untuk mengurangi penggundulan hutan. Beton ringan AAC ini kemudian dikembangkan lagi oleh seorang ahli bangunan yang bernama Joseph Hebel di Jerman Barat pada tahun 1943. Dia memutuskan untuk mengembangkan sistem bangunan yang lebih baik dengan biaya yang lebih ekonomis. Inovasi-inovasi brilian yang dilakukannya, seperti proses pemotongan dengan menggunakan kawat, membuka kemungkinan-kemungkinan hal baru bagi perkembangan produk beton ringan.. Hasilnya, beton ringan aerasi ini dianggap sempurna, termasuk material bangunan yang ramah lingkungan, karena dibuat dari sumber daya alam yang berlimpah. Sifatnya kuat, tahan lama, mudah dibentuk, efisien, dan berdaya guna tinggi. Kesuksesan Hebel di Jerman segera dilihat negara-negara lain. Pada tahun 1967 bekerja sama dengan Asahi Chemicals dibangun pabrik Hebel pertama di Jepang. Sampai saat ini Hebel telah berada di 29 negara dan merupakan produsen beton aerasi terbesar di dunia. Di Indonesia sendiri beton ringan mulai dikenal sejak tahun 1995, saat didirikannya PT Hebel Indonesia di Karawang Timur, Jawa Barat. Kelebihan dan Kekurangan Beton Ringan, Ada beberapa Kelebihan dari Beton ringan atau Autoclaved Aerated Concrete (AAC), yaitu :
1. Balok AAC mudah dibentuk, sehingga dapat dengan cepat dan akurat
dipotong atau dibentuk untuk memenuhi tuntutan dekorasi gedung. Alat yang digunakan pun sederhana, cukup menggunakan alat pertukangan kayu. Karena ukurannya yang akurat tetapi mudah dibentuk, sehingga dapat
meminimalkan sisa-sisa bahan bangunan yang tak terpakai.
2. AAC dapat mempermudah proses konstruksi. Untuk membangun sebuah gedung dapat diminimalisir produk yang akan digunakan. Misalnya tidak perlu batu atau kerikil untuk mengisi lantai beton.Bobotnya yang ringan mengurangi biaya transportasi, apalagi pabrik AAC dibangun sedekat mungkin dengan konsumennya.Karena ringan, tukang bangunan tidak cepat lelah,sehingga cepat dalam pengerjaannya.
3. Mengurangi biaya struktur besi sloff atau penguat. 4. Mengurangi biaya penguat atau pondasi
5. Waktu pembangunan lebih pendek
bisa lebih murah dan efisien.Tahan panas dan api, karena berat jenisnya rendah kedap suara tahan lama, kurang lebih sama tahan lamanya dengan beton.
7. Anti jamur 8. Tahan gempa
9. Biaya perawatan yang sedikit, bangunan tidak terlalu banyak mengalami perubahan atau renovasi hingga 20 tahun lamanya.
10. Aman, karena tidak mengalami rapuh, bengkok, berkarat, korosi.
Selain kelebihan, beton AAC juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu :
1. Karena ukurannya yang besar, untuk ukuran yang tanggung, akan memakan waste yang cukup besar. Diperlukan keahlian tambahan untuk tukang yang akan memasangnya, karena dampaknya berakibat pada waste dan mutu pemasangan.
2. Perekat yang digunakan harus disesuaikan dengan ketentuan
3. Nilai kuat tekannya (compressive strength) terbatas, sehingga sangat
4. Tidak dianjurkan penggunaan untuk perkuatan (struktural). Harganya cenderung lebih mahal dari bata konvesional. [16]
Dalam beton. ada tiga macam cara membuat Concrete Composite Foam, yaitu :
1. Paling sederhana yaitu dengan memberikan agregat/campuran isian beton ringan. Agregat itu bisa berupa batu apung, sterofoam, batu alwa, atau abu terbang yang dijadikan batu.
2. Menghilangkan agregat halus (agregat halusnya disaring, contohnya debu/abu terbangnya dibersihkan).
3. Meniupkan atau mengisi udara di dalam beton. cara ketiga ini terbagi lagi menjadi secara mekanis dan secara kimiawi.
Proses pembuatan beton ringan atau Autoclaved Aerated Concrete secara kimiawi kini lebih sering digunakan. Sebelum beton diproses secara aerasi dan dikeringkan secara autoclave, dibuat dulu adonan beton ringan ini. Adonannya terdiri dari pasir kuarsa, semen, kapur, sedikit gypsum, air, dan dicampur alumunium pasta sebagai bahan pengembang (pengisi udara secara kimiawi). Setelah adonan tercampur sempurna, nantinya akan mengembang selama 7-8 jam. Alumunium pasta yang digunakan dalam adonan tadi, selain
berfungsi sebagai pengembang ia berperan dalam mempengaruhi kekerasan beton. Volume aluminium pasta ini berkisar 5-8% dari adonan yang dibuat, tergantung kepadatan yang diinginkan. Adonan beton aerasi ini lantas dipotong sesuai ukuran.
Adonan beton aerasi yang masih mentah ini, kemudian dimasukkan ke autoclave chamber atau diberi uap panas dan diberi tekanan tinggi. Suhu di dalam autoclave chamber sekitar 183ºC. Hal ini dilakukan sebagai proses pengeringan atau pematangan. Kalau adonan ini dijemur di bawah terik matahari hasilnya kurang maksimal karena tidak bisa stabil dan merata hasil kekeringannya.
Beton tanpa butiran halus yang dibuat dengan kerikil agregat bukan langsung merupakan beton ringan, meskipun beratnya hanya dua pertiga dari berat beton padat, tetapi sebaiknya dipertimbangkan juga beton yang dibuat dengan agregat yang lebih ringan. Agregat yang dipergunakan meliputi lelehan tepung abu bakar yang mengeras, batu tulis, tanah liat yang direnggangkan, sisa bara yang berbusa, batu apung atau scoria (sejenis batu).
Tidak seperti beton biasa, berat beton ringan dapat diatur sesuai kebutuhan. Pada umumnya berat beton ringan berkisar antara 800 kg/m³ s/d 2000 kg/m³. Karena itu keunggulan beton ringan utamanya ada pada berat, sehingga apabila digunakan pada proyek bangunan tinggi high rise building akan dapat secara signifikan mengurangi berat sendiri bangunan, yang selanjutnya berdampak kepada perhitungan pondasi.
Keuntungan lain dari beton ringan antara lain : memiliki nilai tahanan panas thermal insulation yang baik, memiliki tahanan suara peredaman yang baik, tahan api fire resistant, transportasi mudah dan dapat mengurangi kebutuhan bekisting formwok dan perancah scaffolding. Sedangkan kelemahan beton ringan adalah nilai kuat tekannya compressive strength, sehingga sangat tidak dianjurkan penggunaan untuk perkuatan struktural.
Aplikasi/penggunaan beton ringan bisa berupa batu beton, panel dinding, lintel (balok beton), panel lantai, atap, serta kusen atau ambang pintu dan jendela. Beberapa produk ada yang diperkuat lagi dengan ditanamkan besi beton di dalamnya. Salah satu contoh untuk panel dinding atau panel lantai. Beton AAC tak sekuat beton konvensional. Perbandingannya hanya 1/6 dari kekuatan beton konvensional,meskipun berupa rongga udara, beton ringan aerasi dapat menahan beban hingga 1200 psi.
Berat jenis beton dengan agregat ringan yang kering udara sangat bervariasi, tergantung pada pemilihan agregatnya , apakah pasir alam atau agregat pecah yang ringan halus yang dipergunakan. Berat jenis sebesar 1850 kg/m3 dapat dianggap sebagai batasan atas dari beton ringan yang sebenarnya, meskipun nilai ini kadang – kadang melebihi.
2.2 Polimer
Polimer adalah salah satu bahan rekayasa bukan logam (non-metallic material) yang penting. Saat ini bahan polimer telah banyak digunakan sebagai bahan substitusi untuk logam terutama karena sifat-sifatnya yang ringan, tahan korosi dan kimia, dan murah, khususnya untuk aplikasi-aplikasi pada temperatur rendah. Hal lain yang banyak menjadi pertimbangan adalah daya hantar listrik dan panas yang rendah, kemampuan untuk meredam kebisingan, warna dan tingkat transparansi yang bervariasi, kesesuaian desain dan manufaktur. Istilah polimer digunakan untuk menggambarkan bentuk molekul raksasa atau rantai yang sangat panjang yang terdiri atas unit-unit terkecil yang berulang ulang atau mer atau meros sebagai blok-blok penyusunnya. Molekul-molekul (tunggal) penyusun polimer dikenal dengan istilah monomer. Polimer Polyethylene, misalnya, adalah salah satu jenis bahan polimer dengan rantai linear sangat panjang yang tersusun atas unit-unit terkecil (mer) yang berulang-ulang yang berasal dari monomer molekul ethylene. Perhatikan bahwa monomer memiliki ikatan kovalen tak jenuh (ikatan ganda) sedangkan pada mer ikatan tersebut menjadi aktif atau ikatan kovalen terbuka dengan elektron tak berpasangan [17]. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 struktur polymer
Bahan organik alam mulai dikenal dan digunakan sejak tahun 1866, yaitu dengan digunakannya polimer cellulose,sedangkan bahan organik buatan mulai dikenal tahun 1906 dengan ditemukannya polimer Phenol Formaldehide atau Bakelite, mengabadikan nama penemunya L.H. Baekeland. Bakelite, hingga saat ini masih digunakan untuk berbagai keperluan. Para mahasiswa metalurgi atau metallographist profesional misalnya menggunakan bakelit untuk memegang (mounting) spesimen metalografi dari sampel logam yang akan dilihat struktur mikronya di bawah mikroskop optik reflektif. Istilah plastik, yang sering digunakan oleh masyarakat awam untuk menyebut sebagian besar bahan polimer.
Istilah tersebut berasal dari kata Plastikos yang berarti mudah dibentuk dan dicetak. Teknologi modern plastik baru dimulai tahun 1920-an, yaitu dengan mulai digunakannya polimer yang berasal dari produk derivatif minyak bumi, seperti misalnya Polyethylene. Salah satu jenis plastik yang sering kita jumpai adalah LDPE (Low Density Poly Ethylene) yang banyak digunakan sebagai plastik pembungkus yang lunak dan sangat mudah dibentuk. Di samping pembagian di atas, yaitu natural polymer yang berasal dari alam (misalnya cellulose) dan synthetic polymer yang merupakan hasil rekayasa manusia (misalnya bakelite dan plyethylene), polimer umumnya dikelompokkan berdasarkan perilaku mekanik dan struktur rantai atau molekulnya. Polimer thermoplastik, misalnya polyethylene, adalah jenis polimer yang memiliki sifat-sifat thermoplastik yang disebabkan oleh struktur rantainya yang linear,bercabang branched atau sedikit bersambung cross linked. Polimer dari jenis ini akan bersifat lunak dan viskos viscous pada saat dipanasikan dan menjadi keras dan kaku rigid pada saat didinginkan secara berulang-ulang. Sementara itu, polimer thermoset termosetting, misalnya bakelite, hanya melebur pada saat pertama kali dipanaskan dan selanjutnya mengeras secara permanen pada saat didinginkan. Polimer jenis ini bersifat lebih keras dan kaku rigid karena strukturnya molekulnya yang membentuk jejaring tiga dimensi yang saling berhubungan network. Polimer jenis elastomer, misalnya karet alam, memiliki daerah elastis non linear yang sangat besar yang disebabkan oleh adanya sambungan-sambungan antar rantai cross links yang berfungsi sebagai ’pengingat bentuk’ shape memory sehingga karet dapat kembali ke bentuknya semula, pada saat beban eksternal dihilangkan.\
2.2.1 Klasifikasi Polimer
Polimer dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Berdasarkan Sumber
Berdasarkan sumbernya polimer dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu:
A. Polimer Alam, yaitu polimer yang terjadi secara alami. Contoh: karet alam, karbohidrat, protein, selulosa dan wol.
B. Polimer Semi Sintetik, yaitu polimer yang diperoleh dari hasil modifikasi polimer alam dan bahan kimia Contoh: selulosa nitrat (yang dikenal lewat misnomer nitro selulosa) yang dipasarkan dibawah nama - nama
Celluloid dan guncotton.
C. Polimer sintesis, yakni polimer yang dibuat melalui polimerisasi dari monomer - monomer polimer. Polimer sintesis sesungguhnya yang pertama kali digunakan dalam
skala komersial adalah dammar Fenol formaldehida. Dikembangkan pada permulaan tahun 1900-an oleh kimiawan kelahiran Belgia Leo Baekeland (yang telah memperoleh banyak sukses dengan penemuanya mengenai kertas foto sensitif cahaya), dan dikenal secara komersial sebagai bakelit. Sampai dekade 1920-an bakelit merupakan salah satu jenis dari produk - produk konsumsi yang dipakai luas.
2. Berdasarkan Bentuk Susunan Rantainya Dibagi atas 2 kelompok yaitu:
1. Polimer Linier, yaitu polimer yang tersusun dengan unit ulang berikatan satu sama lainnya membentuk rantai polimer yang panjang Polimer Bercabang, yaitu polimer yang terbentuk jika beberapa unit ulang membentuk cabang pada rantai utama.
2. Polimer Berikatan Silang (cross – linking), yaitu polimer yang terbentuk karena beberapa rantai polimer saling berikatan satu sama lain pada rantai utamanya. Jika sambungan silang terjadi ke berbagai arah maka akan terbentuk sambung silang tiga dimensi yang sering disebut polimer jaringan. Ada kalanya pembentukan sambungan silang dilakukan dengan sengaja melaluli proses industri untuk mengubah sifat polimer, sebagaimana terjadi pada proses vulkanisasi karet. Banyak sistim polimer sifatnya sangat ditentukan oleh pembentukan jaringan tiga dimensi, seperti misalnya bakelit yang merupakan damar mengeras – bahang fenol – metanal. Dalam sistim polimer seperti itu pembentukan sambungan silang tiga dimensi terjadi pada tahap akhir produksi. Proses ini memberikan sifat kaku dan keras kepada polimer. Jika tahap akhir produksi melibatkan penggunaan panas, polimer tergolong mengeras – bahang dan Polimer: Ilmu Material polimer dimatangkan. Akan tetapi, beberapa sistim polimer dapat dimatangkan pada keadaan dingin dan karena itu tergolong polimer mengeras – dingin. Polimer lurus (hanya mengandung sedikit sekali sambungan silang, atau bahkan tidak ada sama sekali) dapat dilunakkan dan dibentuk melalui pemanasan. Polimer seperti itu disebut polimer lentur – bahang.
3. Berdasarkan Reaksi Polimerisasi.
Berdasarkan reaksi Polimerisasi dapat dibagi dua yaitu:
1. Poliadisi, yaitu polimer yang terjadi karena reaksi adisi. Reaksi adisi atau reaksi rantai adalah reaksi penambahan (satu sama lain) molekul-molekul monomer berikatan rangkap atau siklis biasanya dengan adanya suatu pemicu berupa radikal bebas atau ion.
2. Polikondensasi, yaitu polimer yang terjadi karena reaksi kondensasi/reaksi bertahap. Mekanisme reaksi polimer kondensasi identik dengan reaksi kondensasi senyawa bobot molekul rendah yaitu: reaksi dua gugus aktif dari 2 molekul monomer yang berbeda berinteraksi dengan melepaskan molekul kecil. Contohnya H2O. Bila hasil polimer dan pereaksi (monomer) berbeda fase, reaksi akan terus berlangsung sampai salah satu pereaksi habis. Contoh terkenal dari polimerisasi kondensasi ini adalah pembentukan protein dari asam amino.
4. Berdasarkan Jenis Monomer.
Berdasarkan jenis Monomer dapat dibagi dua kelompok yaitu:
A. Homopolimer, yakni polimer yang terbentuk dari penggabungan monomer sejenis dengan unit berulang yang sama. [18]
B. Kopolimer, yakni polimer yang terbentuk dari beberapa jenis monomer yang berbeda.
5. Berdasarkan Sifat Termal dapat dibagi 2 yaitu:
A. Termoplastik, yaitu polimer yang bisa mencair dan melunak. Hal ini disebabkan karena polimer - polimer tersebut tidak berikatan silang (linier atau
bercabang) biasanya bisa larut dalam beberapa pelarut.
B Termoset, yaitu polimer yang tidak mau mencair atau meleleh jika dipanaskan. Polimer - polimer termoset tidak bisa dibentuk dan tidak dapat larut karena pengikatan silang, menyebabkan kenaikan berat molekul yang besar. Contohnya dapat dilihat pada Melamin-formaldehida MF Sama seperti polimer UF, bingkai dekoratif, tutup meja, perkakas makan. Berdasarakan Sumber, Stevens, 2001. Diantara plastik - plastik ini, hanya beberapa jenis epoksi yang dikualifikasi sebagai plastik - plastik teknik. Polimer - polimer fenol – formaldehida dan urea – formaldehida dan poliester – poliester tak jenuh menduduki sekitar 90% dari seluruh produksi. Perbandingan produksi antar termoplastik dan plastik termoset kira - kira 6 : 1.
6. Berdasarkan Aplikasinya Dibagi 2 kelompok yaitu:
1 Polimer komersial, yaitu polimer yang disintesis dengan biaya murah dan diproduksi secara besar - besaran.
2. Polimer komersial pada prinsipnya terdiri dari 4 jenis polimer utama yaitu: Polietilena, Polipropilena, Poli(vinil klorida), dan Polisterena.
Polietilena dibagi menjadi produk massa jenis rendah (< 0,94 g/cm ), dan produk massa jenis tinggi (> 0,94 g/cm3).
Perbedaan dalam massa jenis ini timbul dari strukturnya yakni:
Polietilena massa jenis tinggi secara esensial merupakan polimer linier dan polietilena massa jenis rendah bercabang. Plastik - plastik komoditi mewakili sekitar 90% dari seluruh produksi termoplastik dan sisanya terbagi diantara kopolimer stirena – butadiena, kopolimer akrilonitril – butadiena – stirena (ABS), poliamida dan poliester.
Tipe Singkatan Kegunaan Utama Polietilena massa jenis rendah LDPE Lapisan pengemas, isolasi kawat dan kabel, barang mainan, botol fleksibel, perabotan, bahan pelapis. Polietilena massa jenis tinggi HDPE Botol, drum, pipa, saluran, lembaran, film, isolasi, kawat dan kabel. Polipropilena PP Bagian-bagian mobil dan perkakas, tali, anyaman, karpet, film. Poli (vinil klorida) PVC Bahan bangunan, pipa, tegar, bahan untuk lantai, isolasi kawat dan kabel, film dan lembaran. Polistirena PS Bahan pengemas (busa dan film), isolasi busa, perkakas, perabotan rumah, barang mainan.
2. Polimer teknik, yaitu polimer yang memiliki sifat unggul tetapi harganya
mahal. Konsumsi plastik teknik kimia hingga akhir tahun 1980-an mencapai kira – kira 1,5 x 109 kg/tahun diantaranya poliamida,polikarbonat, asetal, poli(fenilena o ksida) dan poliester mewakili sekitar 99% dari pemasaran. Yang tidak diperhatikan adalah bahan – bahan berkualitas teknik dari kopolimer akrilonitril – butadiena – stirena,berbagai polimer terfluorinasi dan sejumlah kopolimer serta bahan paduanpolimer yang meningkat jumlahnya. Ada banyak kesamaan dalamPolimer: Ilmu Material 13 pasaran plastik - plastik teknik tetapi plastik plastik ini dipakai terutama dalam bidang transportasi seperti (mobil, truk,pesawat udara), konstruksi (perumahan, instalasi pipa ledeng, perangkatkeras), barang - barang listrik dan elektronik (mesin bisnis, komputer),mesin - mesin industri dan barang - barang konsumsi. Selain polimer –polimer yang telah diperlihatkan, kopolimer dan paduan polimer teristimewa yang disesuaikan untuk memperbaiki sifat (mutu) semakinbertambah jumlahnya. Pemasaran plastik - plastik teknik tumbuh dengan cepat dengan proyeksi pemakaian yang meningkat hingga 10% per tahun.
2.3 Polyurethane
Polyurethane adalah campuran dua jenis bahan kimia (ISOCYNATE dan POLYOL)yang diaduk secara bersama-sama, sehingga terjadi reaksi dan membentuk FOAM.Polyurethane juga terdapat dalam berbagai bentuk, seperti busa lentur, busa keras, pelapis anti bahan kimia, bahan perekat, dan penyekat, serta elastomers.Busa keras polyurethane digunakan sebagai bahan penyekat pada gedung, pemanas air, alat transport berpendingin, serta pendingin untuk
industri maupun rumah tangga. Busa ini juga digunakan untuk flotation dan pengaturan energi. [19].
Polyurethane merupakan polimer dengan berbagai kegunaan dan aplikasi yang sangat luas. Polyurethane dihasilkan dari reaksi kimia antara isocyanate dengan polyol. Isocyanate adalah molekul yang mengandung gugus isocyanate (NCO), sedangkan Polyol merupakan sebutan dari alkohol derajat tinggi. Reaksi kimia ini pertama kali ditemukan oleh Wurtz dan Hofinan pada ta hun 1849, kemudian pada tahun 1937 Bayer menemukan dan mengembangkan produk secara komersial dengan cara mereaksikan heksametilena diisocyanate dengan 1,4 butanediol.
Polyurethane foam ditemukan oleh Bayer pada tahun 1947 kemudian mulai diperkenalkan dipasaran pada tahun 1955 (Priester dan Turner, 1994). Setelah mengalami berbagai pengembangan, terjadi kemajuan yang sangat pesat pada industri kimia polyurethane untuk menghasilkan foam, elastomer, perekat, serat dan pelapis permukaan. Pada saat ini 85% produk polyurethane berupa foam.
Material ini merniliki sifat yang unik sehingga banyak diaplikasikan dalam industri furniture, matras, isolasi panas pada pipa, peredam suara dan komponen otomotif (Toshima, 1994). Berdasarkan sifatnya foam polyurethane diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu flexible foam, semi-rigid foam dan rigid foam. Sedangkan berdasarkan struktur selnya dibedakan menjadi open cell (sel terbuka), closed cell (sel tertutup) dan mixed cell (sel campuran) (Toshima, 1994). Metode yang paling umum digunakan dalam pembuatan foam fleksibel polyurethane adalah mencampur polyol, surfaktan, katalis, air dan kemudian diikuti dengan pencampuran diisocyanate.
Agar terbentuk sel atau rongga (void) pada foam polyurethane, maka diperlukan blowing agent (bahan peniup), sedangkan untuk memperoleh properti spesiflk digunakan aditif. Pada umumnya blowing agent yang banyak digunakan adalah hydro chloro jluoro carbon (HCFC), cloro fluoro carbon (CFC) dan senyawa organik yang mudah menguap seperti methylene chloride. Namun blowing agent tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, mulai dikembangkan penggunaan blowing agent alternatif yang ramah lingkungan salah satunya adalah gas karbondioksida (C02).
Berbagai penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas foam polyurethane telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Macosko melakukan penelitian tentang bentuk morfologi urea hard segment dalarnfoam fleksibel polyurethane. Hasil yang didapatkan adalah dengan bertambahnya jumlah air dalam formulasinya, maka konsentrasi urea aggregat akan semakin meningkat, namun pada jurnlah air kurang dari 3 pphp keberadaan urea
aggregat tak terdeteksi. Penelitian yang dilakukan Zhang, tentang peranan dari silikon surfaktan dalamfoam fleksibel polyurethane. Berdasarkan penelitian tersebut disimpulkan bahwa surfaktan yang berbasis pada silikon dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga dapat menstimulasikan bahan-bahan yang kurang incompatible, membantu pembentukan bubble selama pencampuran serta menstabilkan sel windows.
Penelitian yang dilakukan Bross, tentang tes ketahanan foam polyurethane untuk bantalan otomotif pada berbagai temperatur dan kelembaban. Foam polyurethane dibuat dengan 4 tipe, yaitu Hot Cure, Toluene Diisocyanate (TDI) High Recylience (HR) foam, Diphenyl methane diisocyanate (MDI) HR foam dan tetramethyl (TM)-20 High Recyc/ience. Karakteristik morfologi pada Hot Cure pada kondisi tersebut menunjukkan adanya jaringan urea dengan ikatan hidrogen sehingga sifat mekaniknya lebih baik. Penelitian yang dilakukan Hyung tentang properti dari rigid foam polyurethane dengan aquadest sebagai satu-satunya blowing agent. Hasil yang didapatkan adalah pada jumlah air yang semakin besar maka densitas foam dan daya tekannya akan berkurang sedangkan dengan peningkatan butane diol maka terjadi kenaikan densitas dan daya tekan. melakukan penelitian tentang pembuatan foam fleksibel polyurethane dengan penambahan physical blowing agent karbon dioksida (C02). Dari hasil penelitian disimpulkan, diameter rata-rata sel semakin mengecil dan bulk density foam semakin meningkat dengan semakin besarnya tekanan gas C02 dan indeks isocyanate, sedangkan distribusi sel dalam foam dengan menggunakan blowing agent methylene chloride lebih merata dibandingkan foam yang menggunakan blowing agent C02 melakukan penelitian tentang pengaruh konsentrasi surfaktan terhadap pembentukan foam fleksibel polyurethane. Hasil dari penelitian ini diperoleh dengan semakin besarnya konsentrasi surfaktan maka bulk density dan densitas sel akan meningkat. Namun rasio ekspansi volume mengalarni penurunan dengan bertambahnya konsentrasi surfaktan.
Melakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan partikel CaC03 terhadap properti dan struk:tur foam fleksibel polyurethane. Kesimpulannya adalah semakin besar konsentrasi dan ukuran partikel CaC03 (mesh), maka bulk density dan densitas sel semakin meningkat dan rasio ekspansi volume pada sistem yang menggunakan filler lebih besar daripada sistem yang tentang pengaruh komposisi polyol terhadap sifat-sifat material foam fleksibel polyurethane. Hasil yang didapat adalah pada foam dengan blowing agent gas C02 dan methylene chloride, semakin besar perbandingan konsentrasi PEG terhadap PPG maka bulk density sel dan diameter cenderung meningkat sedangkan densitas sel akan cenderung menurun.
Polyurethan dalam percobaan in yang di pakai adalah campuran antara polyol dan isocianate dengan penyusun, Reaksi pembentukan polyurethane :
R–NCO + HO–R1 R–NHCOO–R1 + 24 kcal/mol (1) Isocyanate alkohol Urethane
Reaksi pembentukan gas dan urea :
A. Tahap I:R-NCO + H2O R–NH2 + CO2_ + 22 kcal/mol (2) Isocyanate Air Amine Karbondioksida
B. Tahap II :R-NH2 + R-NCO R-NH-CO-NH-R’ + 22 kcal/mol (3)
Amine Isocyanate Ure Melakukan penelitian tentang pengaruh Chain Extenter terhadap properti dan struktur foam fleksibel polyurethane. Didapatkan pada penggunaan blowing agent gas C02 dan methylene chloride, semakin besar rasio berat Chain Extender/polyol, maka bulk density sel dan diameter cenderung meningkat sedangkan densitas sel akan cenderung menurun. Properti mekanis foam fleksible polyurethane. Dari penelitian tersebut disimpulkan penggunaan blowing agent C02 dan methylene chloride, semakin besar komposisi katalis jumlah SnOct/ TEDA), maka diameter sel cenderung meningkat, densitas sel cenderung menurun, dan bulk density cenderung menurun. Penelitian tentang pengaruh cross linker terhadap struktur dan properti mekanis foam fleksibel polyurethane. Didapatkan pada penggunaan blowing agent gas C02 dan methylene chloride, semakin besar rasio berat crosslinkerl polyol, maka bulk density dan densitas sel cenderung meningkat sedangkan diameter sel akan cenderung menurun. Dari beberapa additive yang pemah digunakan, menunjukkan bahwa additive sangat berpengaruh terhadap struktur dan properti foam. Salah satunya adalah filler, dimana penggunaan filler berfungsi untuk memperbaiki performance foam fleksibel polyurethane.
Berdasarkan penelitian dihasilkan bahwa semakin besar konsentrasi dan ukuran partikel CaC03, maka bulk density dan densitas sel semakin meningkat. Untuk itu, dalam penelitian ini digunakan CaC03 untuk memperoleh densitas foam yang lebih besar. Namun beberapa peristiwa telah terjadi, seperti collapse dan shrinking. Collapse ditandai dengan runtuhnya foam, sedangkan shrinking ditandai dengan berkerutnya foam. Dari peristiwa ini, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengatasi hal tersebut. Untuk foam yang mengalarni collapse dapat ditambahkan aditif lain berupa chain extender yang berfungsi untuk memperpanjang rantai linier, sehingga akan didapatkan konfigurasi hard-soft-hard yang lebih teratur. Akibatnya foam yang dihasilkan akan mempunyai struktur sel yang lebih kuat. Selain itu didapatkan pula permasalahan mengenai distribusi dan ukuran sel yang tidak merata pada penggunaan blowing agent C02 bila dibandingkan dengan menggunakan methylene chloride.
Oleh karena itu, diperlukan suatu metode pencampuran C02 yang lebih baik agar didapatkan distribusi dan ukuran sel yang lebih merata.
Polyurethane banyak diaplikasikan dalam bidang termasuk serat (elastis), bahan perekat, pelapis, elastomer, dan busa-busa yang fleksibel dan kuat. Polyurethane memiliki banyak kegunaan, diantaranya sekitar 70% digunakan sebagai busa (foam) selebihnya sebagai bahan elastomer, lem dan pelapis. Polyurethane foam yang elastis digunakan sebagai isolator, termasuk laminat-laminat tekstil untuk pakaian musim dingin, panel pelindung pada mobil, kain pelapis, tempat tidur, dan karpet dasar spon sintetis, sedangkan busa yang keras digunakan dalam panel-panel konstruksi terisolasi, pengemasan barang-barang lunak dan untuk furnitur ringan. Berbagai penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas polyurethane foam telah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti :
1. Ogunniyi, melakukan penelitian tentang Preparation and Properties of Polyurethane Foams from Tolune Diisocyanate and Mixture of Castor oil and Polyol. Hasil yang didapat adalah kompoosisi Polyurethane Foam yang mengandung 100% polyol (tidak mengandung castor oil) memiliki tekstur yang bagus. Flexible foam didapat dari komposisi yang mengandung tidak kebih dari 20% castor oil. Sedangkan kompoosisi Polyurethane Foam yang mengandung 100% castor oil cocok untuk membentuk semi rigid foam.
2. Penelitian yang dilakukan Lederer tentang pengaruh dari molar ratio chain extender / polyol terhadap properti dari foam polyurethane. Hasil yang didapatkan adalah dengan bertambahnya molar ratio chain extender / polyol dari 0 – 2 maka daya tekannya berkurang dan pada molar ratio lebih dari 2 terjadi 3 kenaikan daya tekan yang tergantung juga pada tipe chain extender.
3. Muhibuddin & Sony melakukan penelitian selanjutnya tentang pengaruh konsentrasi surfaktan terhadap struktur dan properti flexible foam polyurethane. Hasil dari penelitian ini diperoleh dengan semakin besarnya konsentrasi surfaktan maka bulk density dan densitas sel akan meningkat, namun rasio ekspansi volume mengalami penurunan dengan bertambahnya konsentrasi surfaktan.
4. Ilhamsyah & Sidu melakukan penelitian selanjutnya tentang pengaruh chain extender terhadap struktur dan properti mekanis flexible foam polyurethane dengan blowing agent methylene chloride dan CO2. Hasil yang didapat adalah pada foam dengan blowing agent methylene chloride 10 pphp, semakin besar rasio berat ethylen glycol / polyol, maka diameter sel cenderung meningkat, densitas sel cenderung menurun dan bulk density cenderung meningkat. Pada foam dengan blowing agent gas CO2 pada tekanan
10 psig, semakin besar rasio berat ethylen glycol / polyol, maka diameter sel dan densitas sel mengalami fluktuasi sedangkan bulk density cenderung menurun.
5. Rahman & Sinatra melakukan penelitian tentang pengaruh crosslinker terhadap struktur dan properti mekanis foam fleksibel polyurethane. Didapatkan pada penggunaan blowing agent gas CO2 dan methylene chloride, semakin besar rasio berat crosslinker/polyol, maka bulk density dan densitas sel cenderung meningkat sedangkan diameter sel akan cenderung menurun.
Ogunleye, melakukan penelitian tentang Effect of Castor oil on the Physical Properties of Polyether Based Flexible4 Polyurethane Foam.
Hasil yang didapat adalah densitas foam meningkat saat Castor oil meningkat dan Silicone oil menurun. Beberapa fenomena yang terjadi dalam pembentukan polyurethane adalah shrinking dan collapse. Shrinking dapat disebabkan karena terjadinya crosslink yang terlalu kuat pada rantai polimer. Akibatnya gas-gas yang berdifusi masuk ke dalam sehingga ukuran sel tidak dapat berkembang. Sedangkan collapse atau runtuhnya foam disebabkan karena dinding sel terlalu rapuh sehingga nuclei tidak sempat berkembang. Untuk mengatasi hal tersebut digunakan chain extender yang dapat memperpanjang susunan rantai linier sehingga memberikan jarak yang lebih besar antar hard segment, dengan demikian dapat mengurangi gaya tarik menarik antar hard segment.
Dalam penelitian ini kami menggunakan polyol polypropylene glycol dan castor oil karena castor oil dapat mempengaruhi pertumbuhan sel dan menghasilkan polyurethane foam. Akan tetapi foam yang dihasilkan bersifat rigid, oleh karena itu dalam penelitian ini kami menambahkan chain extender ethylene glycol dengan tujuan untuk memperpanjang rantai linier sehingga diharapkan dapat mengurangi gaya tarik menarik antar hard segment. Kombinasi polyol ini akan direaksikan dengan toluene diisocyanate (TDI) sebagai rektan polyisocyanate-nya untuk menghasilkan urethane polimer. Sejumlah chain extender ditambahkan ke dalam proses sintesis secara bervariasi dengan range yang ditentukan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode one shoot. Bahan additive yang ditambahkan untuk memperbaiki sifat-sifat polyurethane foam, antara lain stannous octoate sebagai katalis logam, triethylene diamine sebagai katalis basa, silicone oil sebagai surfaktan, dan methylene chloride sebagai blowing agent.
Salah satu komponen penting dalam pembuatan polyurethane adalah polyol. Polyol dapat bereaksi dengan polyisocyanate untuk membuat polyurethane. Polyol yang mengandung dua gugus hidroksil disebut diol dan yang mengandung tiga gugus hidroksil disebut triol, dll. Secara umum, jenis polyol yang digunakan dalam pembuatan polyurethane terbagi menjadi dua yaitu polyol yang terbuat dari produk alami dan polyol yang dibuat secara sintetis. [20]
Sebagai polyol alami, castor oil banyak digunakan karena mengandung tiga grup hidroksil yang akan menghasilkan cross-linked polymers. Sedangkan polyol yang dibuat secara sintetis terbagi menjadi dua yaitu polyester polyol dan polyether polyol. Sekitar 90% polyol yang digunakan untuk membuat polyurethane adalah berjenis polyether yang diapit gugus-gugus hidroksil. Polyester polyol biasanya lebih mahal dari pada jenis polyether polyol. Polyether polyol dan polyester polyol hanya terlarut sebagian (partially miscible)satu dan lainnya. Secara thermal, polyether polyol lebih tidak stabil dan lebih mudah teroksidasi daripada polyester polyol, namun polyether polyol lebih stabil untuk reaksi saponifikasi. Saat ini pembuatan polyol yang digunakan untuk membuat polyurethane telah dikembangkan agar mempunyai tingkat reaktifitas yang tinggi saat bereaksi dengan isocyanate untuk memproduksi polyurethane dengan sifat khusus. Saat ini juga ditemukan
penggunaan polyoltriol dalam pembuatan polyurethane yaitu polypropylen glycol (PPG) three function, glycerol, dll.
Penggunaan polyol triol ini mulai dikembangkan karena apabila monomer yang digunakan untuk polimerisasi mempunyai lebih dari dua gugus fungsi, akan menciptakan crosslinking dalam jaringan polimernya sehingga akan dihasilkan polyurethane dengan sifat khusus. Pemilihan polyol terutama dilihat dari ukuran dan fleksibilitas dari struktur molekularnya, serta kontrol fungsionalitasnya untuk perluasan, derajat cross-linking dicapai dalam polimer yang terbentuk dari reaksi dengan polyisocyanate. Derajat cross-linking cukup dominan dalam mempengaruhi kekakuan polyurethane foam yang dihasilkan. Untuk memperoleh foam yang rigid, jaringan polimer haruslah tegas atau kaku. Oleh karena itu, dalam hal ini derajat crosslink tinggi yang dibutuhkan.
2.4 Komposit
Komposit adalah suatu jenis bahan baru hasil dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu sama lainnya baik itu
sif komposit), artinya penggabungan sifat-sifat unggul dari pembentuk masih terlihat nyata. Material komposit terdiri dari dua bagian utama yaitu: (1). Matriks, dan (2) penguat (reinforcement). Hal ini dapat diilustrasikan pada Gambar 2.1.
Pada desain struktur dilakukan pemilihan matriks dan penguat, hal ini dilakukan untuk memastikan kemampuan material sesuai dengan produk yang akan dihasilkan bisa di lihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Gabungan makroskopis fasa-fasa pembentuk komposi Keterangan gambar:
1. Matriks berfungsi sebagai penyokong, pengikat fasa, penguat.
2. Penguat/serat merupakan unsur penguat kepada matriks. 3 Komposit merupakan gabungan, campuran dua atau lebih bahan bahan yang terpisah.
Komposit dikenal sebagai bahan teknologi karena diperoleh dari hasil teknologi pemrosesan bahan. Kemajuan teknologi pemrosesan bahan dewasa ini telah menghasilkan bahan teknik yang dikenal sebagai bahan komposit, pada penelitian ini komposit yang di pakai adalah serat TKKS [21].
2.4.1 Tandan kosong kelapa sawit ( TKKS )
Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah utama pabrik kelapa sawit yang belum termanfaatkan secara optimal dari industri pengolahan kelapa sawit. Basis satu ton tandan buah segar akan dihasilkan minyak sawit kasar sebanyak 0,21 ton (21%) , minyak inti sawit sebanyak 0,05 ton (0,5%) dan sisanya merupakan limbah dalam bentuk tandan kosong, serat dan cangkang biji yang masing – masing sebanyak 0,23 ton (23%), 0,135 ton (13,5%) dan 0,055 ton (5,5%).Padahal tandan kosong kelapa sawit berpotensi untuk dikembangkan menjadi barang yang lebih berguna, salah satunya menjadi bahan baku bioetanol.
Hal ini karena tandan kosong kelapa sawit banyak mengandung selulosa yang dapat dihirolisis menjadi glukosa kemudian difermentasi menjadi bioetanol. Kandungan selulosa yang cukup tinggi yaitu sebesar 45% menjadikan kelapa sawit sebagai prioritas untuk
Matriks Penguat/serat Komposit
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol .Selama ini pengolahan /pemanfaatan TKS oleh PKS masih sangat terbatas yaitu dibakar dalam incinerator, ditimbun (open dumping), dijadikan mulsa di perkebunan kelapa sawit, atau diolah menjadi kompos. Namun karena adanya beberapa kendala seperti waktu pengomposan yang cukup lama 6 – 12 bulan, fasilitas yang harus disediakan, dan biaya pengolahan TKS,maka cara – cara tersebut kurang diminati oleh PKS.
Jumlah yang melimpah juga karena kandungan selulosa tandan kelapa sawit yang cukup tinggi yaitu sebesar 45 %. TKS cocok dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol,sehingga ketika diolah menjadi bioetanol dapat menghasilkan rendemen yang cukup besar menyebabkan harga jual bioetanol yang dihasilkan dapat lebih murah. Permasalahan yang dihadapi pada penggunaan limbah dari tandan kosong kelapa sawit adalah terdapat kandungan zat ekstraktif dan asam lemak yang sangat tinggi, hal tersebut dapat menurunkan sifat mekanik material yang dibentuk. Tandan kosong kelapa sawit segar dari hasil pabrik kelapa sawit umumnya memiliki komposisi lignoselulose 30,5%, minyak 2,5% dan air 67%, sedangkan bagian lignoselulose sendiri terdiri dari lignin 16,19%, selulose 44,14% dan hemiselulose 19,28%. Sehingga pada pembuatan material ini tandan kosong kelapa sawit terlebih dahulu direndam kedalam larutan NaOH 1% selama sehari, kemudian dicuci dengan air bersih dan dikeringkan pada suhu kamar selama kurang lebih 3 hari.Adapun komposisi TKS dapat di lihat pada tabel 2.1 sebagai berikut[22].
Tabel 2.1. Bahan penyusun tandan kosong kelapa sawit No Bahan-Bahan Kandungan Komposisi (%)
1. Uap air 5.40
2. Protein 3.00
3 Serat 35.00
4. Minyak 3.00
5. Kelarutan air 16.20
6. Kelarutan unsur alkali 1 % 29.30
7. Debu 5.00
8. K 1.71
9. Ca 0.14
10. Mg 0.12
12. Mn, Zn, Cu, Fe 1.07
TOTAL 100,00
2.5 Densitas
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefenisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v). Untuk pengukuran densitas dan penyerapan air beton digunakan metode Archhimedeas. Untuk pengukuran densitas beton di pake metode Archimedes. Rumus untuk menghitung besarnya densitas adalah sebagai berikut Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.
ρ = m/V atau m = ρ x V atau V = m/ρ...(2.1) Dimana :
ρ = Massa jenis zat (kg/m3 atau g/cm3 ) m = Massa benda (kg atau g)
V = Volume benda (m3 atau cm3 ) 2.6 Kuat Tekan
Nilai kekuatan beton diketahui dengan melakukan pengujian kuat tekan terhadap benda uji silinder (diameter 100 mm, tinggi 200 mm) pada umur 28 hari yang dibebani dengan gaya tekan sampai mencapai beban maksimum. Beban maksimum didapat dari pengujian dengan menggunakan alat compression testing machine. Standar yang digunakan ialah ASTM C-39 untuk benda uji silinder dan persamaan umum yang dipakai untuk menghitung kuat tekan beton .
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi mutu dari kekuatan beton, yaitu : 1. Faktor air semen (FAS) .
Faktor air semen (FAS) merupakan perbandingan antara jumlah air terhadap jumlah semen dalam suatu campuran beton. Fungsi FAS yaitu :
untuk memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan.
Perbandingan air terhadap semen merupakan faktor utama di dalam
penentuan kekuatan beton (Wang, 1986). Hampir untuk semua tujuan, beton yang mempunyai FAS minimal dan cukup untuk memberikan workabilitas tertentu yang dibutuhkan untuk pemadatan merupakan beton yang terbaik.
Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton adalah kekasaran permukaan dan gradasi butiran agregat, (agregat halus maupun agregat kasar). Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga kekuatan suatu material didefinisikan sebagai kemampuan meterial dalam menahan pembebanan atau gaya-gaya mekanis sampai terjadi kegagalan. Nilai kuat tekan mortar didapatkan melalui tata cara pengujian standart, mengunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan bertingkat dengan kecepatan peningkatan beban tertentu atas benda uji sampai hancur. Kekuatan tekan merupakan salah satu kinerja utama beton atau mortar. Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas.
Kuat tekan mortar atau beton diwakili oleh kuat tekan maksimum fc dengan satuan N/m2 atau MPa (Mega Pascal). Kekuatan tekan mortar ditentukan oleh pengaturan dari perbandingan semen, agregat halus, air dan berbagai jenis campuran. Perbandingan dari air terhadap semen merupakan faktor utama didalam penentuan kekuatan mortar. Semakin rendah perbandingan air-semen, semakin tinggi kekuatan tekan. Suatu jumlah tertentu air diperlukan untuk memberikan aksi kimia di dalam pengerasan mortar, kelebihan air meningkatkan kemampuan pengerjaan akan tetapi menurunkan kekuatan kuat tekan mortar dapat ditentukan dengan rumus, sebagai berikut dan Hubungan umur dan kuat tekan pada unsur-unsur semen dapat dilihat pada gambar 2.3
fc = ...(2.2) Dimana :
fc = Kuat tekan (MPa)
F = Gaya beban maksimum (N) A = Luas bidang permukaan (m2)
Gambar 2.3 Hubungan umur dan kuat tekan pada unsur-unsur semen
Kekuatan tekan material adalah nilai tegangan tekan uniaksial yang mempunyai modus kegagalan ketika saat pengujian.Kekuatan tekan biasanya diperoleh dari percobaan dengan alat pengujian tekan. Alat yang digunakan dalam pengujian ini sama dengan yang digunakan dengan pengujian tarik. Ketika dalam pengujian nantinya, spesimen (biasanya silinder) akan menjadi lebih mengecil seperti menyebar lateral. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar2.4 Uji tekan material
Dalam perancangan teknik yang sebenarnya sebagian besar kita bertumpu pada tegangan teknik.Pada kenyataannya, tegangan sebenarnya berbeda dengan tegangan teknik. Oleh sebab itu, material akibat beban tekan dapat dihitung dari penjelasan persamaan yang diberikan. Hal
ini tentu saja karena perubahan luas penampang (A0) dan fungsi dari luas penampang A = φ
(F).
1. Perbedaan nilai deviasi tegangan dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pada kompresi spesimen akan mengecil atau memendek. Material akan cenderung menyebar kearah lateral dan meningkatnya luas penampang
2. Pada uji tekan, spesimen dijepit pada ujung – ujungnya. Untuk alasan ini, timbul gaya gesekan yang akan menentang penyebaran lateral ini,berarti yang harus dilakukan untuk menghindari gaya gesekan ini harus dengan meningkatnya energi selama proses penekanan.
2.6.1 Uji Tekan Statik Brazilian.
Prinsip specimen test sama dengan uji tekan pada umumnya,yang membedakan adalah posisi specimen diletakkan horizontal. Umumnya specimen test ini digunakan untuk pengujian beton, namun dalam penelitian ini digunakan untuk menguji specimen bentuk silinder dari komposit polymeric foam serat TKKS. Prinsip kerja specimen test diperlihatkan pada Gambar 2.5
Gambar2.5 Uji tekan statik brazilian
Dalam pengujian ini tegangan (σ) pada saat gagal atau patah diberikan persamaan (2.3). σ = ...(2.3)
A adalah luas penampang besarnya πDL , sehingga dengan mensubstitusikan A ke persamaan
(2.4) didapat : σ = ... ...(2.4) Dimana: σ = Tegangan (N/mm2) F = Gaya maksimum (N) L = Panjang spesimen (mm) D = Diameter (mm)
2.6.2 Respon material akibat beban statik
Mekanisme deformasi polymeric foam akibat beban statik ditunjukkan oleh kurva tegangan-regangan. Pada uji tekan statik diperoleh tiga tingkatan respon yaitu: elastisitas linier (bending), plateau (buckling elastis), dan densification. Elastisitas linier ditandai oleh bending terhadap dinding rongga dan kemiringan (tegangan-regangan) awal atau modulus elastisitas diperoleh dari tingkatan ini. Plateau merupakan karakteristik respon yangterjadi setelah polymeric foam mengalami elastisitas linier ditandai dengan berlipatnya rongga-rongga polymeric foam. Pada saat rongga-rongga-rongga-rongga hampir terlipat seluruhnya dan dinding-dinding rongga menyatu mengakibatkan rongga-rongga menjadi lebih padat, tegangan
normal tekan statikakan meningkat.Untuk mengoptimalkan produk tersebut perlu diketahui karakteristik material penyusunnya akibat beban tekan statik.
Karakteristik suatu spesimen harus terukur, untuk itu perlu suatu pengujian tekan statik terhadap material tertentu agar karakteristik dapat diketahui. Karakteristik dapat diketahui dari respon yang dialami oleh material. Respon diakibatkan oleh adanya gangguan (disturbance) yang diberikan terhadap sebuah sistem, seperti: F (gaya), T (temperatur), dan lain-lain.Didalam uji tekan statik, gaya yang diberikan ditunjukkan pada Gambar. 2.6
(a).Sebelum Uji Tekan, (b).Setelah Uji Tekan Gambar. 2.6.Pengujian beban tekan pada batang spesimen
Berdasarkan respon yang ditunjukkan pada Gambar.2.6 dapat ditentukan respon mekanik berupa tegangan normal dan regangan akibat beban tekan statik. Polymeric foam dengan massa jenis yang rendah merupakan jenis material baru yang banyak diaplikasikan untuk keperluan keteknikan. Polymeric foam digunakan sebagai peredam energi impak, seperti: pelindung pada sebuah kemasan, struktur ringan pada panel berlapis, dan lain-lain. Polymeric foam dapat dimanfaatkan secara efisien jikasifat-sifat polymeric foam telah diketahui sesuai dengan aplikasinya. Walaupun pemanfaatan polymeric foam masih dimanfaatkan sebagai bahan sampingan tetapi respon polymeric foam yang menunjukkan kegagalan dan kekuatannya mutlak diperlukan.
2.6.3. Respon material akibat beban tekan statik brazilian.
Pada uji tekan statik brazilian diperoleh respon yaitu terjadinya deformasi atau penjalaran yang cepat terjadi pada bagian atas dan bawah spesimen hingga spesimen mengalami keretakan dengan retak rapuh. Untuk mengoptimalkan produk tersebut perlu diketahui karakteristik material penyusunnya akibat beban tekan static brazilian. Karakteristik suatu spesimen harus terukur, untuk itu perlu suatu pengujian tekan statik terhadap material tertentu agar karakteristik dapat diketahui. Karakteristik dapat diketahui dari respon yang dialami oleh material. Respon diakibatkan oleh adanya gangguan (disturbance) yang
diberikan terhadap sebuah sistem, sepertigaya, temperatur, dan lain-lain.Didalam uji tekan statik, gaya yang diberikan ditunjukkan pada Gambar. 2.7
(a) Sebelum pengujian (b).Setelah pengujian Gambar 2.7.Pengujian brazilian pada specimen
Berdasarkan respon yang ditunjukkan pada Gambar.2.7 dapat ditentukan respon mekanik berupa tegangan normal dan regangan akibat beban tekan statik brazilian.
2.6.4. Persamaan tegangan-regangan
Sebuah batang komposit atau selinder yang dikenai beban tekan akan mengalami perubahan panjang yang disertai pengurangan luas penampang pada daerah elastis material. Adapun kurva tegangan – regangan akibat beban tekan dapat ditunjukkan pada Gambar 2.8
Gambar 2.8 . Kurva tegangan – regangan
Pembebanan yang terjadi (F) pada suatu luas penampang awal (A0). Tegangan normal tesebut akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan persamaan(2.5)
Regangan akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan :
ɛ= ...( 2.5 ) Dimana :
L-L0 = ΔL
L = Perubahan panjang spesimen akibat beban tekan (mm) Lo = Panjang spesimen mula-mula (mm)
Pada prakteknya nilai hasil pengukuran tegangan pada suatu pengujian tarik dan tekan pada umumnya merupakan nilai teknik. Regangan akibat beban tekan yang terjadi, panjang akan menjadi berkurang dan diameter pada spesimen akan menjadi besar, maka ini akan terjadi deformasi plastis.
2.6.5. Hubungan Tegangan – Regangan
Robert Hooke (1689), telah mengamati sebuah fenomena hubungan antara tegangan dan regangan pada daerah elastis suatu bahan tertentu dan menyimpulkan bahwa dalam batas-batas tertentu tegangan pada suatu material ialah proporsional terhadap regangan yang dihasilkan. Teori ini kemudian lebih dikenal dengan istilah hukum Hooke.
Namun teori ini hanya berlaku pada batas elastis material, dimana besarnya tegangan akan berbanding lurus terhadap pertambahan regangan yang terjadi. Dan bila beban dihilangkan, maka sifat ini akan menyebabkan material kembali kedalam bentuk dan dimensi semula.Berdasarkan respon yang dialami oleh material maka karakteristik material tersebut dapat diketahui, seperti modulus elastisitas. Modulus elastisitas secara matematis (hukum Hooke) dapat ditentukan berdasarkan Persamaan (2.6).
E= ...(2.6) Hubungan linear antara tegangan dan regangan adalah salah satu sangat berguna dalam perhitungan terhadap respon solid elastic linear pada tegangan, tetapi tegangan mesti digunakan apabila solid yang terjadi adalah elastis terhadap regangan yang terjadi yaitu ± 0,001 ,,dan ini terjadi pada deformasi plastis.
2.7 Modulus elastisitas
Modulus elastisitas adalah kekuatan untuk menahan gaya-gaya lentur yang terjadi. Modulus elastisitas ini berhubungan dengan sifat kekuatan bahan yang dinyatakan sebagai ukuran kemampuan beton tempurung kelapa untuk menahan beban yang bekerja tegak lurus dengan sumbu memanjang serat di tengah-tengah balok yang disangga kedua ujungnya. Beton yang sedang menahan beban akan terbentuk suatu hubungan renggangan dan tegangan yang merupakan fungsi dari waktu pembebanan. Beton menunjukan sifat elastis murni pada waktu menahan beban singkat.
Elastisitas adalah pokok bahasan yang sangat menarik dan bagus yang berhubungan dengan stress, strain dan distribusi perpindahan pada sebuah benda padat yang elastis yang disebabkan oleh gaya luar. Dalam bahasa yang lebih sederhana lagi elastisitas adalah kemampuan suatu benda untuk kembali ke bentuk awalnya segera setelah gaya luar yang diberikan kepada benda tersebut dihilangkan. Teori elastisitas dapat digunakan pada banyak bidang keteknikan dan bidang ilmiah lainnya. Terkhusus pada teknik mesin teori elastisitas banyak sekali digunakan di dalam desain dan analisa elemen mesin, seperti analisa tegangan, tegangan kontak, analisa thermal stress, fracture mechanics, dan kelelahan.
1. Tegangan adalah besarnya gaya-gaya yang diterima per satuan luas permukaan dari suatu benda. Tegangan normal rata-rata adalah
intensitas dari gaya atau gaya persatuan luas dengan perlakuan normal terhadap luas permukaan. Tegangan normal dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.1).
...(2.7) Dimana :
σ = tegangan normal rata-rata pada sembarang titik di luas permukaan F = resultan gaya normal
A = Luas Permukaan
Gaya internal F yang melalui garis sumbu mengakibatkan distribusi tegangan merata akan tidak menghasilkan momen atau dalam kalimat matematika seperti pada persamaan (2.8) dan (2.9).
...(2.8)
...(2.9) Pada penelitian ini pengujian yang dilakukan adalah pengujian tarik tidak langsung atau Brazillian test. Pengujian tarik yang dilakukan adalah dengan memberikan tegangan tarik pada beton secara tidak langsung. Benda uji silinder direbahkan dan ditekan sehingga terjadi tegangan tarik pada beton. Tegangan tarik tidak langsung dihitung dengan persamaan (2.4) sebagai berikut :
...(2.10) Dimana :
σ = Kuat tarik beton (MPa)
F= Gaya (N)= Panjang benda uji (m) D= Diameter benda uji (m)
1. Regangan.
Regangan normal adalah pemanjangan atau penyusutan dari sebuah bagian garis per satuan panjang. Regangan normal dapat dihitung dengan
menggunakanpersamaan (2.4).
...(2.11) Dimana :
ε = Regangan Normal
Δs’-Δs = Perubahan panjang (m)
Δs = Panjang mula-mula (m) 1. Hukum Hooke
Hubungan linear antara tegangan dan regangan umumnya disebut juga sebagai hukum Hooke. Besarnya regangan yang terdapat pada suatu bidang segiempat yang mendapatkan tegangan normal yang terdistribusikan secara merata pada kedua ujungnya seperti pada pengujian tarik dapat dihitung dengan menggunakanpersamaan2.5.
...(2.12) Dimana :
E = Modulus Elastisitas (Pa) Tegangan normal (Pa) Regangan
Penjabaran lebih lanjut dari persamaan (2.5) pada sumbu x dengan regangan lateral dapat dilihat pada persamaan (2.6).
...(2.13)
Dimana v adalah sebuah konstanta yang disebut juga sebagai poison rasio. Poison rasio untuk material pada umumnya sama dengan 0,25 dan untuk baja struktur biasanya digunakan 0,3. Untuk kasus lain dimana regangan mengalami superposisi pada tiga dimensi maka akan dihasilkan persamaan (2.7), (2.8) dan (2.9).
...(2.14)
...(2.15)
...(2.16) Hubungan linear antara tegangan dan regangan dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini.
Gambar 2.9 Grafik tegangan terhadap regangan beton
BAB 3
METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu
3.1.1 Tempat Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan , yaitu seperti diuraikan pada TPabel 3.1.