• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SADD AL-DHARI< AH TERHADAP AKIBAT HUKUM DARI PELAKSANAAN NIKAH USIA DINI TANPA DISPENSASI NIKAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS SADD AL-DHARI< AH TERHADAP AKIBAT HUKUM DARI PELAKSANAAN NIKAH USIA DINI TANPA DISPENSASI NIKAH"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS

SADD AL-DHARI<’AH

TERHADAP

AKIBAT HUKUM DARI PELAKSANAAN

NIKAH USIA DINI TANPA DISPENSASI NIKAH

(Studi Kasus Desa Sanganom, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan)

SKRIPSI Oleh :

RIZQY TIESA YULIANA PUTRI NIM. C91215150

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah Dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Program Studi Hukum Keluarga Islam

Surabaya 2019

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Analisis Sadd Al-Dhari<’ah Terhadap Akibat Hukum Dari Pelaksanaan Nikah Usia Dini Tanpa Dispensasi Nikah (Studi Kasus di Desa Sanganom, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan)” adalah hasil penelitian lapangan untuk menjawab rumusan masalah dari (1) Bagaimana akibat hukum dari pelaksanaan nikah usia dini tanpa dispensasi nikah di wilayah Desa Sanganom Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan? (2) Bagaimana analisis sadd

al-dhari<’ah terhadap akibat hukum dari pelaksanaan nikah usia dini tanpa

dispensasi nikah di Desa Sanganom Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan? Untuk menjawab permasalahan tersebut peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, dengan analisis deskriptif yaitu penelitian ini berisi gambaran atau pengamatan yang bertujuan mengungkap data-data di lapangan yang bersifat faktual, setelah data terkumpul maka akan dianalisa sehingga mencapai sebuah kesimpulan. Sedangkan dalam mengumpulkan data peneliti menggunakan teknik wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori Sadd

Al-Dhari<’ah yang berarti mencegah sesuatu perbuatan agar tidak sampai

menimbulkan al-mafsadah (kerusakan).

Dari hasil penelitian ini penulis menemukan akibat-akibat hukum dari pelaksanaan nikah usia dini tanpa dispensasi nikah. Di antaranya adalah meningkatnya angka pernikahan siri sehingga tidak dicatat di Kantor Urusan Agama, dampaknya mereka tidak memiliki buku nikah yang dapat diakui oleh negara, serta masih banyak masyarakat yang memanipulasi data dengan mengubah data kelahiran menjadi lebih tua dari aslinya sehingga dapat melaksanakan pernikahannya secara sah di KUA kecamatan setempat.

Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa akibat hukum terhadap nikah usia dini tanpa dispensasi nikah di desa Sanganom menurut peneliti ditemukan dua akibat hukum. Yakni yang pertama pernikahan siri, jika ditinjau dengan analisis sadd al-dzari<’ah sudah sangat tepat, karena banyak mudharat yang akan ditimbulkan, hak-hak istri tidak dapat terpenuhi. Sehingga dihukumi haram. Begitu pula dengan yang kedua yaitu pemalsuan data diri, jika ditinjau dengan analisis sadd al-dzari<’ah sudah sangat tepat, karena melanggar aturan hukum sehingga hukumnya terlarang atau haram.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR TRANSLITERASI ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 13

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 14

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metode Penelitian ... 16

1. Jenis Penelitian ... 16

2. Data Yang Dikumpulkan ... 17

3. Sumber Data ... 18

4. Teknik Pengumpulan Data ... 19

5. Teknik Pengolahan Data ... 20

6. Teknik Analisis Data ... 21

(8)

BAB II TEORI SADD AL-DHARI<’AH ... 24

A. Pengertian Sadd Al-Dhari<’ah ... 24

B. Metode Penentuan Hukum Sadd Al-Dhari<’ah ... 26

C. Dasar Hukum Sadd Al-Dhari<’ah ... 29

1. Alquran ... 29

2. Sunnah ... 30

3. Kaidah Fiqh ... 31

D.Kehujjahan Sadd Al-Dhari<’ah ... 31

E. Macam-Macam Sadd Al-Dhari<’ah ... 37

F. Objek Sadd Al-Dhari<’ah ... 39

BAB III AKIBAT HUKUM DARI PELAKSANAAN NIKAH USIA DINI TANPA DISPENSASI NIKAH DI DESA SANGANOM, KECAMATAN NGULING, KABUPATEN PASURUAN ... 41

A. Profil Desa ... 41

1. Kondisi Geografis Desa Sanganom ... 41

2. Gambaran Umum Demografis Desa Sanganom ... 42

3. Kondisi Ekonomi Desa Sanganom ... 44

4. Struktur Organisasi Desa Sanganom Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan ... 45

B. Gambaran Umum Mengenai Nikah Usia Dini di Desa Sanganom Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan ... 46

1. Latar Belakang Masyarakat Desa Sanganom Kec. Nguling ... 46

2. Pelaksanaan Nikah Usia Dini di Desa Sanganom Kec. Nguling ... 47

C.Ketentuan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Kota Pasuruan ... 49

1. Pengertian Dispensasi Nikah ... 49

2. Peraturan Tentang Dispensasi Nikah ... 50

3. Prosedur Dispensasi Nikah ... 52

4. Biaya yang harus dibayar untuk Dispensasi Nikah ... 54

D. Akibat Hukum Dari Pelaksanaan Nikah Usia Dini Tanpa Dispensasi Nikah di Desa Sanganom, Kec. Nguling, Kab. Pasuruan ... 55

(9)

BAB IV ANALISIS SADD AL-DHARI<’AH TERHADAP PELAKSANAAN NIKAH USIA DINI TANPA DISPENSASI NIKAH (STUDI KASUS: DI DESA SANGANOM, KECAMATAN NGULING, KABUPATEN

PASURUAN) ... 64

A. Analisis atas Akibat Hukum dari Pelaksanaan Nikah Usia Dini Tanpa Dispensasi Nikah di Desa Sanganom, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan ... 64

B. Analisis Sadd Al-Dhari<’ah terhadap Akibat Hukum dari Pelaksanaan Nikah Usia Dini tanpa Dispensasi Nikah di Desa Sanganom, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan ... 70

BAB V PENUTUP ... 75

A.Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Luas Wilayah Desa Sanganom dan Peruntukannya ... 42 Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Desa Sanganom berdasarkan Kelompok Umur ... 43 Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Desa Sanganom berdasarkan Mata Pencaharian

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat Keterangan Lulus Seminar Proposal Lampiran 2: Kartu Program Terakhir

Lampiran 3: Surat Keterangan Lulus Mata Kuliah Lampiran 4: Kartu Bimbingan Skripsi

Lampiran 5: Pengesahan Judul Skripsi Lampiran 6: Transkip

Lampiran 7: Surat Tugas Penelitian

Lampiran 8: Surat Balasan Telah Melaksanakan Penelitian

Lampiran 9 : Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Masyarakat Desa Sanganom yang Menikah Usia Dini

Lampiran 10: Foto Dokumentasi Penelitian

(12)

BABiI PENDAHULUAN

A. LatariBelakangiMasalahi

Pernikahan adalah suatu sunna>tullah yang berlaku bagi setiap hamba-Nya. Pernikahan adalah salah satu cara yang dipilih oleh Allah Swt sebagai jalan bagi hambanya-Nya untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya1. Menurut ahli hadis dan ahli fiqh pernikahan (az-zaw<aj) adalah

perkawinan, yang berarti menjalin hubungan antara suami istri dengan ikatan hukum Islam dan memenuhi syarat-syarat serta rukun-rukun pada pernikahan2. Kata az-zaw>aji (pernikahan) atau at-tazwij (menikahkan) biasanya digunakan dalam hubungan suami istri, serta hubungan yang timbul akibat pengaruh individual dan kemasyarakatan3. Nabi Saw

bersabda:

ِج ِرَفْلِل ُنَصِح َأ َو ِرَصَبْلِل ُّضَغ َأ ُهَّن ٍاَف ِج َّو َزَتَيْلَف َة َء َابْلا نُكِنِه َع اَطَتِس ا ِنَه

Artinya: “Barangsiapa yang telah memiliki kemampuan (menikah) maka menikahlah, karena menikah lebih menjaga pandangan dan memelihara kemaluan”.(HR. Al-Bukhari dalam Kitab An-Nikah).i

1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahati: Kajian Fikih Nikah Lengkapi(Jakarta: Rajawali

Pers,i2010), 6.

2 Rukun adalah sesuatu yang harus ada, untuk menentukan sah atau tidaknya suatu ibadah dan

sesautu itu termasuk dalam rangkaian iibadah tersebut. Sedangkan syarat adalah sesuatu yang harus ada, untuk menentukan sah atau tidaknya suatu ibadah, namun sesuatu iitu tidak termasuk dalam rangkaian ibadah tersebut.

(13)

2

Dalam hadits tersebut ditunjukkan kepada umat Islam bahwa setiap orang yang mampu menikah maka dianjurkan untuk segera menikah,karena pernikahan dapat menjaga pandangan mata kepada lawan jenis dan memelihara kemaluannya. Di Indonesia pengertian perkawinan dijelaskan dalam pasal (1) Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974, yang berbunyi:

Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”4.

Dalam penjelasan undang-undang di atas telah ditegaskan bahwa sebagai Negara yang berdasarkan asas Pancasila, dimana sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, oleh sebab itu perkawinan mempunyai hubungan yang sangat erat sekali dengan agama atau kerohanian, sehingga perkawinan tidak hanya mempunyai unsur lahir atau jasmani tetapi juga unsur batin atau rohani yang mempunyai peran penting dalam keluarga. Membentuk keluarga yang bahagia erat hubungannya dengan keturunan yang juga merupakan tujuan dari perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua5.

Pernikahan adalah tujuan syariat yang dibawa oleh Rasulullah Saw, yaitu penataan hal ihwal manusia dalam kehidupan duniawi dan ukhrowi. Dalam pernikahan terdapat tujuan yang besar,isebagaimana yang disebutkan

4 Undang-Undang Perkawinani No.1 Tahun 1974 (Bandung: Citra Umbara,i2015), 2. 5 Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional (Jakarta: Rineka Cipta,i2010), 9.

(14)

3

oleh Sulaiman Al-Mufarraj dalam bukunya yang berjudul iBekal Pernikahan bahwa tujuan pernikahan adalah:

1. Sebagai bentuk ibadah dan mendekatkan diri pada Allah Swt, nikah juga dalam rangka taat kepada Allah Swt dan Rasull-Nya.i 2. Sebagai bentuk íffah (menjauhkan diri dari hal-hal yang

dilarang), ihsaniii(membantengi diri) dan mubadhoáh (bisa melakukanhubungan intim).i

3. Menjaga masyarakat dari keburukan, runtuhnya moral, perzinaan dan lain sebagainya6.i

Maka dari itu pernikahan harus bisa dipertahankan oleh kedua belah pihak baik pihak suami maupun pihak istri, demi tercapainya tujuan pernikahan tersebut. Dengan demikian perlu adanya persiapan dari kedua calon mempelai baik secara mental maupun material.iArtinya secara fisik laki-laki dan perempuan telah mencapai batas umur yang sesuai kategori baik menurut hukum Islam.iAkan tetapi faktor lain yang sangat penting adalah kematangan dalam berfikir dan kemandirian dalam hidupi(mampu memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya).

Hal tersebut sering diabaikan oleh seseorang,ikarena seiring dengan perkembangan pergaulan kehidupan sosial masyarakat dapat menimbulkan kebebasan dalam berinteraksi antara laki-laki dan perempuan terutama di era milenial ini, sehingga berpengaruh terhadap kondisi psikologi remaja yang cenderung bertindak dewasa sebelum waktunya. Kondisi yang seperti ini mendorong masyarakat untuk melangsungkan pernikahan tanpa berpikir panjang atas resiko dari pernikahan bila tidak adanya kematangan dalam berfikir dan kemandirian dalam hidup.

6 SulaimaniAl-Mufarraj,Bekal Pernikahan, Alih Bahasa, Kuais Mandiri Cipta Persada (Jakarta:

(15)

4

Dalam pelaksanaan perkawinan terdapat syarat yang harus dipenuhi dan telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerd) atau BW, Undang-UndangiPerkawinaniTahun 1974,idan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Di dalamnya terdapat peraturan-peraturan yang membahas tentang dispensasi nikah. Dalam KUHPerdata dijelaskan dalam Bab.IV Perkawinan pasal 29, bahwa:

“Laki-laki yang belum mencapai umur delapan belas tahun penuh dan perempuan yang belum mencapai umur lima belas tahun penuh,tidak diperkenankan mengadakan perkawinan. Namun jika ada alasan-alasan penting, Presiden dapat menghapuskan larangan ini dengan memberikan dispensasi.”7

Sedangkan dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 diperjelas kembali pada Bab II Syarat-syarat Perkawinan pasal 6 yang menjelaskan bahwa untuk melaksanakan perkawinan bagi seseorang yang belum berumur 21 tahun maka harus mendapat izin kedua orang tuanya. Namun bila menikah di bawah umur 21 tahun harus mentaati aturan dalam pasal 7 yang menyatakan bahwa,iperkawinan diperbolehkan bila mempelai pria telah berumur 19 tahun dan mempelai wanita berumur 16 tahun. Akan tetapi harus meminta surat dispensasi nikah kepada Pengadilan Agama setempat.

Begitu pula dengan Kompilasi Hukum Islam peraturannya diambil dari Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974. Peraturan-peraturan mengenai batas usia nikah tersebut dibuat oleh pemerintah untuk melindungi anak bangsa Indonesia. Namun pada kenyataannya masih

(16)

5

banyak sekali dampak dari peraturan yang dibuat, banyak masyarakat yang menikah atau menikahkan anaknya di bawah usia yang telah ditetapkan (menikah usia dini).

Pernikahan usia dini tidak semudah itu, karena untuk mendapatkan buku nikah dan dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA), maka kedua belah pihak (calon suami dan istri) dan orang tua dari kedua calon mempelai harus mengajukan permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama setempat dengan alasan yang tepat dan jelas agar dapat diputuskan dan diterima permohonannya.

Namun pada praktiknya di masyarakat tidak sesuai dengan teori dan peraturan yang ada, dalam segala sesuatunya masyarakat lebih suka yang cepat dan tidak berbelit-belit. Apalagi bila terjadi di masyarakat desa dengan minimnya sumber daya manusia dan rendahnya tingkat sosial ekonomi untuk mengajukan permohonan dispensasi ke Pengadilan Agama yang nominalnya sangat memberatkan mereka.

Seperti kasus yang sering terjadi di Desa Sanganom Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan, masyarakat pedasaan yang jauh dari perkotaan dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu banyak, sumber daya manusianya lemah dan rata-rata berprofesi sebagai petani, mereka tidak ingin mengalami kesulitan dalam merencakan pernikahan karena menurut mereka menikah adalah ibadah terhadap Allah Swt. Yang menjadi acuan mereka hanya di syarat dan rukun perkawinan saja, karena menurut mereka

(17)

6

yang penting itu terpenuhi maka sah menurut agama, meskipun negara tidak mencatatnya8.

Banyak akibat hukum dari peraturan-peraturan mengenai dispensasi nikah bagi masyarakat pedesaan. Salah satunya adalah mengubah data usia agar sesusai dengan usia nikah atau yang lebih mudahnya dengan melakukan nikah siri. Berdasarkan kenyataan itulah penulis terdorong untuk meneliti akibat hukum dari peraturan dispensasi nikah di wilayah Desa Sanganom, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan dengan menggunakan teori sadd al-dhari<’ah, penulis menggunakan teori tersebut karena teori sadd

al}-dhari<’ah menjelaskan bagaimana cara mencegah adanya kerusakan.

Penulis berkeinginan dalam menyusun skripsi dengan judul “AnalisisiSadd

Al-Dhari<’ahiTerhadap Akibat Hukum Dari Pelaksanaan Nikah Usia Dini

Tanpa Dispensasi Nikah (Studi Kasus: Desa Sanganom, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan)”

B. Identifikasi dan Batasan Masalahi

Dari penjelasan latar belakang di atas, maka masalah yang dapat di identifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penjelasan tentang peraturan dispensasi nikah menurut Hukum Islam dengan KUHPerdata / BW.

2. Substansi tentang peraturan dispensasi nikah menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam.

8 Wawancara dengan mudin Desa Sanganom, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan,

(18)

7

3. Pelaksanaan pernikahan dini tanpa dispensasi nikah yang terjadi di wilayah Desa Sanganom, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan. 4. Akibat hukum dari peraturan dispensasi nikah di wilayah Desa

Sanganom Kecamatan Nguling Pasuruan.

5. Kesesuaian dari pelaksanaan tentang peraturan dispensasi nikah di wilayah Desa Sanganom Kecamatan Nguling Pasuruan dengan menggunakan teori sadd al-dhari<’ah.

Bertitik tolak dari identifikasi masalah tersebut,iagar penelitian ini terfokus maka diperlukan adanya pembatasan masalah yaitu:

1. Akibat hukum dari pelaksanaan pernikahan dini tanpa dispensasi nikah di wilayah Desa Sanganom Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan. 2. Analisis sadd al-dhari<’ah terhadap akibat hukum dari pelaksanaan

pernikahan dini tanpa dispensasi nikah di wilayah Desa Sanganom Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan.

C. RumusaniMasalahi

Berdasarkan dari latar belakang dan pembatasan masalah diatas, adapun perumusan masalah pokok yang akan diteliti dan diuraikan dalam skripsi ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana akibat hukum dari pelaksanaan nikah usia dini tanpa dispensasi nikah di wilayah Desa Sanganom Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan ?

(19)

8

2. Bagaimana analisis sadd al-dhari<’ah terhadap akibat hukum dari pelaksanaan nikah usia dini tanpa dispensasi nikah di wilayah Desa Sanganom Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan?

D. KajianiPustaka

Kajian pustaka pada penelitian ini untuk menarik perbedaan yang mendasar dan mendapatkan gambaran topik yang diteliti dengan penelitian sejenis yang pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya.iDengan kajian pustaka ini diharapkan dalam skripsi ini tidak terjadi pengulangan materi secara mutlak.iSetelah melakukan penelusuran,iada beberapa skripsi yang membahas tentang batas usia nikah dan dispensasi nikah,idi antaranya adalah sebagai berikut:

1. Skripsi yang disusun oleh Ansyari Iman Hadi, mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya dengan judul “Analisis Maslahah Terhadap Alasan Pertimbangan Hakim Dalam Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Tuban”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa alasan yang dipakai oleh hakim Pengadilan Agama Tuban untuk memutus permohonan dispensasi nikah ada beberapa,iyaitu faktor kesiapan jiwa dan raga,faktor belum terpenuhinya usia minimal, faktor kesehatan dan kekerasan seksual, faktor jaminan kehidupan untuk anak, faktor kebiasaan dan faktor kehamilan saat pengajuan dispensasi.iDari semua alasan-alasan yang

(20)

9

digunakan oleh Pengadilan Agama Tuban memenuhi faktor maslahah yang ingin dicapai oleh hakim9.

Jadi perbedaan dalam penelitian ini adalah pada obyek yang digunakan, skripsi ini menggunakan obyek permohonan dispensasi nikah pada Pengadilan Agama. Sedangakan penulis meneliti akibat hukum dari pelaksanaan nikah usia dini tanpa dispensasi nikah yang terjadi di masyarakat desa Sanganom Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan. Memang ada kesamaannya yaitu sama-sama membahas tentang dispensasi nikah.

2. Skripsi yang disusun oleh Ana Riana, mahasiswi Univeristas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul “Praktek Perkawinan Di Bawah Umur Di Desa Maitan Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Tinjauan Sosiologi Hukum)”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa praktek perkawinan di bawah umur yang tercatat diiDesa Maitan, dilakukan dengan dua cara, yaitu dilakukan dengan cara dispensasi dari Pengadilan Agama setempat dan dilakukan dengan cara memalsukan data. Terdapat beberapa penyebab masyarakat Desa Maitan memalsukan data perkawinan yang belum cukup umur, yaitu jauhnya kantor KUA dan Pengadilan Agama dari Desa Maitan, lemahnya administrasi di KUA,

9 Ansyari Iman Hadi, Analisis Maslahah Terhadap Alasan Pertimbangan Hakim Dalam

Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Tuban (Surabaya: Skripsi-UIN Sunan Ampel,i2016),iv.

(21)

10

adanya kewenangan desa untuk merubah data, tidak adanya pengawasan dari KUA dan Kantor Kecamatan10.

Jadi perbedaan dalam penelitian ini adalah terletak pada teorinya, penelitian ini menggunakan teori sosiologi hukum, sedangkan penulis meneliti dengan menggunakan teori sadd

al-dhari<’ah, meskipun sama-sama menjadikan praktik perkawinan di

bawah umur sebagai objek formalnya.

3. Skripsi M. Firdaus, mahasiswa Univeristas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya dengan judul “Analisis Maslahah Mursalah Terhadap Dispensasi Nikah Bagi Wanita Hamil di Luar Nikah Dalam Penetapan Pengadilan Agama Sidoarjo Nomor: 234/Pdt.P/2013/ PA.Sda”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah berpedoman pada Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan no. 1 tahun 1974, surat an-Nur ayat 32 dan 3, kaidah hukum fiqh “Menolak kemafsadahan adalah lebih utama daripada menarik kemaslahatan”. Analisis maslahah terhadap dispensasi nikah Nomor: 234/Pdt.P/2013/PA.Sda bagi wanita hamil di luar nikah memberikan kemaslahatan bagi kedua mempelai terutama bagi calon anak yang dilahirkan11.

10 Ana Riana,iPraktek Perkawinan DiiiBawah Umur DiiDesa Maitan Kecamatan Tambakromo

Kabupaten Pati-Jawa Tengahi(Tinjauan Sosiologi Hukum), (Yogyakarta:iSkripsi-UIN Sunan Kalijaga, 2017), v.

11 M. Firdaus,iAnalisis Maslahah Mursalah Terhadap Dispensasi Nikah Bagi Wanita Hamil Di

Luar NIkah Dalam Penetapan Pengadilan Agama Sidoarjo Nomor 234/Pdt.P/2013/PA.Sda

(22)

11

Jadi perbedaan dalam penelitian ini adalah terletak pada objek materilnya, pada penelitian ini meneliti tentang penetapan dispensasi nikah bagi wanita hamil di luar nikah oleh Pengadilan Agama Sidoarjo. Sedangkan penulis meneliti tentang akibat hukum terhadap pelaksanaan nikah usia dini tanpa dispensasi nikah. Persamaannya yaitu sama-sama membahas tentang dispensasi nikah.

4. Skripsi yang disusun oleh Mutsla Sofyan Tasfiq, mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dengan judul “Tinjauan Maslahah Dispensasi Kawin Yang Diajukan Oleh Anak Di bawah Umur”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa seorang yang belum cukup umur dalam melangsungkan perkawinan dapat mengajukan dispensasi kawin kepada Pengadilan Agama.iPada umumnya yang mengajukan dispensasi adalah orang tuanya namun dalam skripsi ini yang mengajukan adalah anaknya sendiri yang belum cukup umur.iHakim menetapkan untuk mengizinkan keduanya menikah, berdasarkan maslahahnya, yaitu kemaslahatan individu, yakni kemaslahatan pemohon.12

Jadi perbedaan dengan penelitian ini terletak pada objek materilnya, yaitu dispensasi nikah yang diajukan oleh anak di bawah umur. Sedangkan penulis menggunakan objek materil tentang akibat hukum dari pelaksanaan nikah usia dini tanpa dispensasi nikah.

12 Mutsla Sofyan Tasfiq, Tinjauan Maslahah Dispensasi Kawin Yang Diajukan Oleh Anak Di

(23)

12

Namun, persamaannya yaitu sama-sama membahas tentang nikah usia dini dan dispensasi nikah.

5. Skripsi yang disusun oleh Muhammad Firquatin, mahasiswa Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang dengan judul “Nikah Dini Menurut Perspektif Sadd Al-Dzari’ah (Studi Kasus di Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang)”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa di KUA kecamatan Bandungan kabupaten Semarang tercatat jumlah nikah dini dari tahun 2015-2017 sebanyak 54 orang. Yang terjadi karena berberapa faktor, yang pertama difaktori oleh lingkungan keluarga,faktor ekonomi dan juga lingkungan masyarakat. Kedua dari perspektif Sadd Al-dzari‟ah ada beberapa mafsadat yang ditimbulkan,iiyang pertama dari keberlangsungan hidup berumah tangga, rentan KDRT, resiko meninggal saat melahirkan, resiko terjadinya perceraian dan mengganggu pendidikan dan pekerjaan.13

Dari beberapa skripsi yang telah dikemukakan di atas menjelaskan bahwa karya ilmiah tersebut memiliki objek formal yang berbeda dengan rencana penelitian skripsi saya ini. Skripsi-skripsi tersebut mengambil objek formal nikah dini sedangkan yang akan saya buat memfokuskan pada akibat hukum dari pelaksanaan nikah usia dini tanpa dispensasi nikah. Adapun persamaan antara skripsi-skripsi tersebut dengan skripsi saya adalah sama-sama membahas tentang nikah usia dini dan menggunakan teori sadd al-dhari>’ah.

13 Muhammad Firquwatin,iNikah Dini Menurut Perpektif Sadd Al-Dzari’ahi(Studi Kasus di

(24)

13

Dengan demikian, secara global yang dibahas dari ke lima penelitian tersebut berbeda dengan penelitian kali ini. Hal ini berarti bahwa skripsi ini bukan pengulangan atau duplikasi dari penelitian sebelumnya. Penelitian ini meneliti tentang akibat hukum dari pernikahan usia dini tanpa dispensasi nikah di Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan yang dianalisis dengan menggunakan teori sadd al-dhari>’ah.

E. TujuaniPenelitiani

Ada beberapa tujuan yag ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini, antara lain yaitu:

1. Untukiimendapatkan pengetahuan tentang akibat hukum dari pelaksanaan nikah dini tanpa dispensasi nikah di wilayah Desa Sanganom Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan.

2. Untuk mendapatkan pengetahuan tentang analisis sadd al-dhari<’ah

terhadap akibat hukum dari pelaksanaan nikah usia dini tanpa dispensasi nikah di wilayah Desa Sanganom Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan.

(25)

14

F. KegunaaniHasiliPenelitiani

Hasil dari penelitian itu diharapkan dapat bermanfaat, sekurang-kurangnya sebagai berikut:

1. Secara teoritisi

Dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengmabangan ilmu pengetahuan,imenambah wawasan dan memperkaya khazanah keilmuan, serta memperkuat ilmu pembaca pada umumnya,idan khususnya bagi mahasiswa/i yang berkaitan dengan masalah hukum keluarga Islam.

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan masukan dan menambah wawasan kepada masyarakat terkait masalah akibat hukum dari nikah usia dini tanpa dispensasi nikah dan teori sadd al-dhari<’ah.

G. Definisi Operasionali

Agar terhindar dari kerancuan saat menafsirkan istilah yang akan dipakai dalam penelitian ini yang berjudul Analisis Sadd Al-Dhari<’ah

Terhadap Akibat Hukum Dari Nikah Usia Dini Tanpa Dispensasi Nikah (Studi Kasus: Desa Sanganom Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan), maka penulis akan menjelaskan beberapa konsep yang tercantum dalam judul penelitian ini untuk mempermudah pemahaman terhadap isi pembahasan yang dimaksud,iidi antaranya:

(26)

15

1. Sadd Al-dhari<’ah :iiDalam teori ushul fiqh, sadd al-dhari<’ah adalah metode hukum Islam yang merupakan upaya preventif atau pencegahan agar tidak terjadi sesuatu yang menimbulkan dampak negatif atau kerusakan atau mafsadah.

2. Akibat Hukum: Akibat yang timbul dari hubungan hukum.14

Hubungan hukum di sini terdapat pada peraturan tentang dispensasi nikah, efektifitas dari pelaksanaan peraturan tersebut pada masyarakat menimbulkan berbagai akibat hukum. Karena banyaknya masyarakat yang kurang paham tentang hukum atau peraturan tersebut.

3. Pelaksanaan Nikah Usia Dini: Pelaksanan perkawinan di bawah umur, anak-anak yang berusia di bawah umur 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan. Hal tersebut dilarang oleh Undang-Undang, karena melanggar aturan batasan usia yang telah ditetapkan. Namun dalam Islam tidak mengenal batasan usia untuk menikah. Hal tersebut dilakukan untuk menekan nafsu sahwat serendah mungkin, integritas sosial, kemajemukan sosial dalam masyarakat muslim serta meninggalkan nilai keperawanan dan kemurnian seksual.15 Terpenting

dalam Islam adalah sudah baligh dan niat untuk menikah secara lahir dan batin. Dengan demikian muncullah akibat hukum dari aturan batas usia nikah, yaitu banyaknya pernikahan dini, hingga melakukan nikah siri yang terpenting sah menurut agama.

14 Sudarsono,iKamus Hukumi(Jakarta: PT. Rineka Cipta,i1992),i24.

(27)

16

4. Dispensasi Nikah : Yang dimaksud dengan dispensasi nikah adalah peraturan yang ditetapkan di PeraturaniMenteriiAgama No.11 tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah pada Bab III tentang Pemberitahuan Kehendak Nikah pada ayat (2) huruf g, menyatakan bahwa dispensasi dari pengadilan bagi calon suami yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi calon istri yang belum mencapai umur 16 tahun.16 Peraturan ini dibuat negara agar melindungi anak nusa bangsa yang belum cukup umur, agar tidak mudah untuk melakukan pernikahan di usia dini.

H. MetodeiPenelitian

Metodeiipenelitian adalah suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu, penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis,imetodologis,idaniikonsisten.17

Metode penelitian menggambarkan sebuah rancangan penelitian yang meliputi prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh,Iwaktu penelitian,Isumber data, serta dengan cara apa data tersebut diperoleh dan diolah atau dianalisis. Metode penelitian yang dimaksud memuat:

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian hukum sosiologis. Maksud dari penelitian hukum sosiologis yaitu penelitian yang menggunakan sistem law in

16 Peraturan MenteriiAgama,iNomor 11 Tahun 2007 tentangiPencatatan Nikah, 4. 17 Zainudin Ali,iMetodeiPenelitian Hukumi(Jakarta:iSinar Grafika,i2013), 17.

(28)

17

action yakni mempelajari dan meneliti hubungan timbal balik antara hukum dengan lembaga-lembaga sosial yang lain18. Sesuai dengan

penelitian yang penulis buat, menggunakan penelitian hukum sosiologis karena adanya timbal balik antara akibat hukum dengan peraturan hukum yang ada, yaitu peraturan tentang dispensasi nikah.

Adapun metode penelitiannya adalah metode kualitatif deskriptif,iyaitu penelitian ini berisi gambaran tentang latar,ipengamatan,iorang,itindakan dan pembicaraan19. Tujuan dari

metode deskriptif yaitu untuk mengungkap data-data dilapangan yang bersifat faktual mengenai kondisi objek. Setelah data mengenai akibat hukum dari pelaksanaan peraturan tentang dispensasi nikah terkumpul, maka akan di analisa sehingga mencapai sebuah kesimpulan.

2. DataiyangiDikumpulkan

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang diangkat penulis, maka data yang diperlukan untuk menjawab rumusan masalah tersebut meliputi data primer dan data sekunder. a. Data Primer

1.) Data tentang akibat hukum dari pelaksanaan pernikahan dini tanpa dispensasi nikah di wilayah Desa Sanganom, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan.

18 Masruhan,iMetodologi Penelitian Hukumi(Surabaya:iUINSA Press,i2014), 99.

19 LexcyiJiMoleong,iMetodologi Penelitian Kualitatif, edisi revisi (Bandung: PT. Remaja

(29)

18

2.) Data tentang kesesuaian yang terjadi antara akibat hukum dari pelaksanaan nikah usia dini tanpa dispensasi nikah di wilayah Desa Sanganom, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan dengan teori Sadd Al-Dhari<’ah.

b. Data Sekunder

Data tentang teori Sadd Al-Dhari<’ah, mengenai buku-buku tentang Sadd Al-Dhari<’ah.

3. Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian, dalam penelitian ini data yang diperoleh yaitu dari:

a. Sumber Primer: Yaitu data yang bersifat utama dan penting,iyang memungkinkan untuk mendapatkan sejumlah informasi yang diperlukan dan berkaitan dengan penelitian.20 Penelitian ini

menggunakan sumber data primer berupa:

1) Data wawancara dari Kepala Desa, mudin dan masyarakat setempat yang melakukan pernikahan dini di Desa Sanganom Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan.

2) Pasal 6 dan 7 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974.

3) Pasal 15 Kompilasi Hukum Islam.

(30)

19

b. Sumber Sekunder: Yaitu sumber yang bersifat membantu dalam melengkapi dan memperkuat serta memberikan penjelasan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sumber sekunder dari buku-buku, serta segala bentuk referensi baik jurnal, maupun artikel yang berhubungan dengan penelitian ini dan dokumen-dokumen resmi dari Kantor Balai Desa Sanganom Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan untuk menunjang kelengkapan data pada penelitian ini.

4. TeknikiPengumpulaniData

Skripsi ini menggunakan beberapa teknik dalam pengumpulan data, yaitu sebagai berikut:

a. Interview/Wawancarai

Interview atau wawancara adalah sebuah percakapan yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari narasumber dalam sistem tanya jawab.21 Dalam hal ini penulis

mengadakan wawancara dan tanya jawab dengan Kepala Desa dan Mudin Desa Sanganom,iKecamatan Nguling,iKabupaten Pasuruan. Agar peneliti mendapatkan informasi mengenai data tentang pernikahan dini tanpa dispensasi nikah yang banyak terjadi di wilayah tersebut.

(31)

20

b. Obsevation/Pengamatan Langsungi

Observation atau pengamatan langsung yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengamati gejala-gejala yang terjadi baik pada fenomena natural maupun sosial, yang terjadi dalam tingkatan waktu tertentu.22 Dalam penelitian ini penulis mengobservasi

masyarakat Desa Sanganom,iKecamatan Nguling,iKabupaten Pasuruan. Agar peneliti mendapatkan data mengenai akibat hukum dari pelaksanaan pernikahan dibawah umur tanpa dispensasi nikah yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Sanganom Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan.

5. Teknis Pengolahan Datai

Untuk mengolah data-data yang berhasil di kumpulkan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik-teknik sebagai berikut: a. Editingi

Editing yaitu pemeriksaan kembali dari data yang diperoleh terutama dari segi kelengkapannya,ikejelasan makna,ikeselarasan antara data yang ada dan relevensi dengan penelitian.23 Peneliti melakukan pemeriksaan ulang terhadap sumber-sumber data yang terkumpul seperti rekaman hasil wawancara,ifoto saat wawancara maupun dokumen mengenai judul dalam penelitian ini.

22 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum .... 11.

23 AbdulkadiriiMuhammad,iHukumidaniPenelitianiHukum (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

(32)

21

b. Tabulasii

Tabulasi yaitu peneliti menyajikan tabel yang berisikan data yang telah diberi kode sesuai dengan analisa yang dibutuhkan.24 Peneliti

membuat tabelidari jawaban responden yang telah didapatkan dengan mengurutkan sesuai banyaknya kode yang dipilih oleh responden.

6. TeknisiAnalisisiDatai

Dari seluruh data yang telah terkumpul,ikemudian tahap selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti yaitu melakukan analisis data. Teknik yang digunakan oleh peneliti dalam menganalisis data, yaitu menggunakan teknik Kualitatif Analitis, yaitu langkah pertama yang dilakukan adalah menggambarkan data hasil penelitian yang diperoleh peneliti dari lapangan dengan membandingkan data atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian skripsi ini.

Dalam penelitian ini penulis mendeskripsikan tentang akibat hukum dari pelaksanaan nikah usia dini tanpa dispensasi nikah yang sering terjadi di Desa Sanganom Kecamatan Nguling Pasuruan, kemudian dianalisis menggunakan teori Sadd Al-Dhari<’ah.

(33)

22

I. SistematikaiPembahasani

Agar dapat memahami dengan mudah terhadap gambaran secara keseluruhan tentang penelitian ini, oleh karena itu peneliti akan mencantumkan sistematika penulisan. Secara keseluruhan penelitian ini dikelompokkan menjadi lima bab,iyang terdiri dari sub bab-sub bab,imasing-masing mempunyai hubungan dengan yang lain dan merupakan rangkaian yang berkaitan.iAdapun sistematikanya yaitu sebagai berikut:

Bab pertama,adalah pendahuluan yang memuat tentang latar belakang masalah,identifikasi dan batasan masalah,rumusan masalah,kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, berisi landasan teori mengenai teori Sadd Al-Dhari<’ah. Yang terdiri dari sub bab-sub bab yaitu, Pengertian Sadd Al-Dhari<’ah, Metode Penentuan Hukum Sadd Al-Dhari>’ah, Dasar Hukum Sadd

Al-Dhari<’ah, Kedudukan Sadd Al-Dhari<’ah,Macam-macam Sadd Al-Dhari<’ah,

dan Objek SaddAl-Dhari<’ah.

Bab ketiga, berisi hasil penelitian tentang akibat hukum dari pelaksanaan nikah usia dini tanpa dispensasi nikah di wilayah Desa Sanganom Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan. Bab ini meliputi batasan tentang gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dari pelaksaan nikah usia dini tanpa dispensasi nikah di wilayah Desa Sanganom, Kecamatan Nguling,Kabupaten Pasuruan.

(34)

23

Bab keempat, berisi Analisis Sadd Al-Dhari’ah terhadap akibat hukum dari pelaksanaan nikah usia dini tanpa dipensasi nikah di wilayah Desa Sanganom, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan. Bab ini meliputi batasan tentang kesesuaian yang terjadi antara pelaksanaan nikah usia dini tanpa dipensasi nikah di wilayah Desa Sanganom, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan dengan teori Sadd Al-Dhari<’ah.

Bab kelima, adalah penutup dari keseluruhan isi pembahasan yang berisi kesimpulan dari uraian-uraian yang telah dibahas dalam keseluruhan penelitian dan saran.

(35)

BABiII

TEORI SADD AL-DHARI’AH

A. PengertianISadd Al-Dhari<’ahi

Dalam perjalanan sejarah Islam, para ulama‟ mengembangkan berbagai teori,iimetode dan prinsip hukum sebelumnya tidak dirumuskan secara sistematis, baik dalam Alquran maupun Hadits. Upaya para ulama‟ tersebut berkaitan dengan tuntutan realita sosial yang semakin hari semakin kompleks. Beberapa persoalan baru mulai bermunculan yang sebelumnya tidak dibahas secara spesifik di dalam Alquran dan Hadits Nabi saw. Di antara metode hukum yang dikembangkan para ulama‟ adalah Sadd Al-Dhari<’ah.

Secara bahasa Sadd Al-Dhari<’ah (ةعي رذلا ّدس) merupakan gabungan dua kata dalam bentuk mudhaf-mudhaf Ilaih yang terdiri dari kata sadd ( دَس) dan

al-dhari<’ah (ة َعْي ِرَّذلا). Kata yang pertama berasal dari kata kerja

sadda-yasuddu, yang berarti menutup, maksudnya menutup jalan terjadinya

kerusakan. Sedangkan kata al-dhari<’ah bermakna sarana, wasilah dan jalan yang berarti media yang menyampaikan kepada sesuatu tujuan.1

Maksud dari kata dhari<’ah adalah jalan untuk sampai kepada yang haram atau kepada yang halal.iiMaka jalan atau cara menyampaikan kepada yang haram hukumnya pun haram,isedangkan cara menyampaikan kepada yang halal hukumnya pun halal pula,idan apa yang menyampaikan kepada

1 Nurdin Barooh,i“Metamorfosis Illat Hukum Dalam Sadd Adz{-Dzari>’ah dan Fath Adz{-Dzari>’ah

(36)

25

yang wajib hukumnya adalah wajib sebagai mana suatu akidah yang berbunyi.

َقَلما ُىْكُح ِمًى اَس َىهِن

ِدِص ا

“Hukumnya washilah (jalan/cara yang menuju kepada tujuan) sama dengan hukumnya tujuan”.2

Secara lughowi (bahasa) sadd al-dhari>’ah adalah menutup jalan atau menghambat jalan,imaksudnya menghambat semua jalan yang menuju pada kerusakan. Hal seperti ini dimaksudkan untuk memudahkan mencapai kemaslahatan dan menjauhkan kemungkinan untuk terjadinya kemaksiatan atau kerusakan.3iYang dimaksud dengan sadd al-dhari<’ah di sini adalah

mencegah sesuatu perbuatan agar tidak menimbulkan al-mafsadah

(kerusakan),ijika ia akan menimbulkan al-mafsadah.iPencegahan terhadap

mafsadah dilakukan karena ia bersifat terlarang.

Dalam istilah ushul fiqh,iyang dimaksud dengan al-dhari<’ah adalah sesuatu yang merupakan media dan jalan sampai kepada sesuatu yang berkaitan dengan hukum syara‟,ibaik yang haram ataupun yang halal,idan yang menuju ketaatan atau kemaksiatan.iOleh sebab itu dalam kajian ushul fiqh, al-dhari<’ah dibagi menjadi dua yaitu yang dilarang disebut dengan

sadd al-dhari<’ah dan yang dituntut untuk dilaksanakan disebut dengan fath

al-dhari<’ah. Akan tetapi di kalangan ulama‟ ushul fiqh, bila kata al-dhari’ah

disebut secara sendiri tidak dalam bentuk kalimat majemuk,imaka kata itu selalu digunakan untuk menunjuk pengertian sadd al-dhari<’ah.4

2 Djazuli,iIlmuiFiqh (Jakarta: Kencana, 2005), 98.

3iMasykur Anhari,iUshuliFiqh, cet-1 (Surabaya: Diantama, 2008), 116. 4Abd.iRahmaniDahlan,iUshul Fiqh,icet-2i(Jakarta:iAmzah,i2011), 236.

(37)

26

Sebagai contoh, pada dasarnya buah anggur adalah mubah

(boleh),ikarena anggur adalah buah-buahan yang halal untuk dimakan. Namun bila menjual anggur kepada orang yang akan mengolahnya menjadi minuman keras. Maka anggur tersebut menjadi terlarang, karena akan menimbulkan mafsadah. Larangan itu untuk mencegah agar setiap orang jangan membuat minuman keras dan terhindar dari meminum minuman yang memabukkan, di mana keduanya merupakan mafsadah (kerusakan)5,

oleh karena itu perlu adanya sadd al-dhari<’ah atau pencegahan dari penjualan anggur yang akan diolah menjadi minuman keras.

B. Metode Penentuan Hukum Sadd Al-Dhari<’ah.

Predikat-perdikat hukum syara‟ yang dilekatan pada perbuatan yang bersifat al-dhari‟ah dapat ditinjau dari dua segi, yaitu:

1. Dari segi al-baíts (motif pelaku), dan

2. Dari segi dampak yang akan ditimbulkannya semata-mata, tanpa meninjaunya dari segi motif dan niat pelaku.

Al-Ba’its adalah motif yang mendorong pelaku untuk melakukan suatu perbuatan,ibaik motifnya untuk menimbulkan seseuatu yang dibenarkan (halal) maupun motif untuk menghasilkan sesuatu yang terlarang (haram). Misalnya, seseorang melakukan akad nikah dengan seorang laki-laki,idengan niat bukan untuk mencapai tujuan nikah yang disyariatkan Islam,iyaitu membangun rumah tangga yang abadi. Namun hanya untuk

(38)

27

menceraikan suaminya tersebut agar dapat menikah lagi dengan mantan suaminya yang telah menalaknya dengan tiga talak.6

Tinjauan yang kedua, yaitu fokus pada segi mashlahah dan mafsadah

yang timbul dari suatu perbuatan.iJika dampak yang ditimbulkan oleh suatu perbuatan berupa kemaslahatan,imaka perbuatan tersebut diperintahkan sesuai dengan kadar kemaslahatannya (wajibiatauisunnah). Begitu pula sebaliknya, jika rentetan perbuatan tersebut membawa kepada kerusakan, maka perbuatan tersebut dilarang,isesuai dengan kadarnya pula(haram atau makruh).

Contohnya, jika ada seorang mencaci maki berhala-berhala orang musyrik sebagai bukti keimanannya kepada Allah dan dengan niat ibadah. Namun perbutan tersebut mengakibatkan tindakan balasan dalam bentuk caci maki pula dari orang musyrik terhadap Allah Swt, maka perbuatan seperti itu menjadi terlarang. Dalam hal ini Allah Swt berfirman pada QS. Al-Anám (6: 108):

ٍىْهِع ِسَُِغِت اّوِدَع ََّّهنا اىُّثُسََُف َِّّهنا ٌِوُد ٍِِي ٌَىُعِدََ ٍََِرَّنا اىُّثُسَت اَنَو

“Dan janganlah kamu memaki isembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah,karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan”7

Jika dengan tinjauan dhari<’ah yang pertama di atas, yaitu segi motif perbuatanihanya mengakibatkan dosa atau pahala bagi pelakunya.iiMaka sebaliknya,idengan tinjauan yang kedua ini, perbuatan dhari<’ah melahirkan ketentuan hukum yang bersifat qadhai,iidi mana hakim pengadilan dapat

6iIbid,i237.

7 KementerianiAgamaiRI,iAl-Qur’an Transliterasi dan Terjemahannya (Bekasi: Cipta Bagus

(39)

28

menjatuhkan hukum sah atau batalnya perbuatan tersebut.iMenimbulkan hukum boleh atau terlarangnya perbuatan tersebut, tergantung pada: apakah perbuatan dhari<áh tersebut menimbulkan dampak mashlahah atau mafsadah, tanpa mempertimbangkan apakah motif pelaku yaitu untuk melakukan kebaikan atau kerusakan.8

Metode hukum sadd al-dhari<’ah merupakan sebuah metode yang bersifat pencegahan dalam rangka menjaga kemungkinan-kemungkinan buruk serta agar tidak terjadi hal-hal yang berdampak negatif.Posisi metode ini dalam hukum Islam adalah sebagai pengatur tentang perilaku, perbuatan yang mengandung aspek hukum yang belum dilakukan manusia sebagai

mukallaf dalam rangka menjaganya agar tidak terjatuh ke dalam dampak

negatif ketika melakukannya.9

Hal seperti ini bukan berarti sebuah upaya dari pengekangan,iakan tetapi karena salah satu tujuan hukum Islam yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan dan menghindari kerusakan.iJika suatu perbuatan yang belum dilakukan diduga keras akan menimbulkan kerusakan, maka dilarang hal-hal yang mengarahkan kepada perbuatan tersebut. Sebagai metode preventif, maka hal pertama dalam metode ini adalah menjaga atas berbagai kemungkinan buruk. Kerusakan yang ditimbulkan ketika satu perbuatan itu dilakukan.

8iIbid, 238-239.

9 Nurdin Barooh,i“MetamorfosisiIllatiHukumiDalamiSadd Adz-Dzari>’ah dan Fath Adz-Dzari>’ah

(40)

29

C. DasariHukum Sadd Al-Dhari<’ahi

Dalam ruang lingkup sadd al-dhari<’ah tidak jelaskan dalil yang pasti,ibaik menurut nash maupun ijma ulama‟ tentang boleh atau tidak dalam menggunakannya. Akan tetapi terdapat beberapa nash yang mengarah pada sadd al-dhari<’ah, baik Alquran maupun Sunnah dan juga kaidah fiqh, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Alquran

Telah di jelaskan pada Alquran Surah Al-An‟am ayat 108, yang berbunyi:

ٍىْهِع ِسَُِغِت اّوِدَع ََّّهنا اىُّثُسََُف َِّّهنا ٌِوُد ٍِِي ٌَىُعِدََ ٍََِرَّنا اىُّثُسَت اَنَو

“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan”10

Ayat di atas menjelaskan tentang mencaci maki Tuhan atau sembahan lain merupakan sadd al-dhari<’ah yang akan menimbulkan adanya suatuimafsadah yang dilarang, yaitu mencaci maki Tuhan. Sesuai dengan teori psikologi mechanism defense, orang yang Tuhannya dicaci maki kemungkingkinan besar, dia akan membalas untuk mencaci maki Allah Swt. Oleh karena itu, sebelum adanya balasan dari caci maki tersebut, maka larangan mencaci maki Tuhan agama lain merupakan tindakan preventif (sadd al-dhari<’ah).

10 KementerianiAgamaiRI, Al-Qur’an Transliterasi dan Terjemahannya (Bekasi: Cipta Bagus

(41)

30

ْباَرَع ٍََِسِفاَكْهِنَو

ۗ

اىُعًَِساَو اََِسُظَِا اىُنىُقَو اَُِعاَز اىُنىُقَت اَن اىَُُيآ ٍََِرَّنا اَهََُّأ اََ

ْىُِنَأ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlahiikamu katakan (kepada Muhammad): “Ra‟ina”.iiTetapi katakanlah: “Unzurna”, dan “Dengarlah”. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih” (QS. Al-Baqarah: 104)11

Surah Al-Baqarah ayat 104 di atas, bisa dipahami adanya suatu bentuk pelanggaran terhadap sesuatu perbuatan karena adanya kekhawatiran terhadap dampak negatif yang akan terjadi. Kata ra’inan

sebagai bentuk isim fail dari masdar kata ru’unah yang berarti bodoh atau tolol. Karena itulah, Tuhan menyuruh para sahabat Nabi saw mengganti kata ra’ina. Dari latar belakang dan pemahaman demikian, ayat ini menurut al-Qurthubi dijadikan dasar dari sadd al-dhari<’ah. 2. Sunnahii

Hadits dari Abdullah bin Amr RA berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Termasuk diiantara dosaibesar seorang lelakiimelaknat kedua orang tuanya”.iiBeliau kemudian ditanya,i“Bagaimana caranya seorang lelaki melaknat kedua orang tuanya?” Beliau menjawab, “Seorang lelaki mencaci maki ayah orang lain, kemudian orang yang dicaci maki itu pun membalas mencaci maki ayah dan ibu orang tua laki-laki tersebut”.

(42)

31

Hadits ini dijadikan oleh Imam Syathibi sebagai salah satu dasar hukum bagi konsep sadd al-dhari<’ah. Menunjukkan bahwa sadd

al-dhari<’ah termasuk salah satu alasan untuk menetapkan hukum syara‟

karena sabda Rasulullah Saw masih bersifat dugaan, namun dugaan ini Rasulullah Saw melarangnya.12

3. Kaidah Fiqh

َد َأ اَي

ي

ْو اَسَح َىُهَف ِو ا َسَحْنا ًَن ٍا

“Apa yang membawa kepada yang haram maka hal tersebut juga haram hukumnya”13

ًَهَع ُوَّدَقُي ِدِس اَفًَْنا ُأ ِزَد

ِحِن اَصَلما ِةْهَج

“Menolak keburukan (Mafsadah) lebih diutamakan dari pada meraih kebaikan (Maslhahah)”

Kaidah ini merupakan kaidah asasi yang biasa mencakup masalah-masalah turunan dibawahnya. Berbagai kaidah lain juga bersandar pada kaidah ini. Karena itulah, sadd al-dhari<’ah pun bisa disandarkan kepadanya. Hal ini juga bisa dipahami, karena dalam sadd al-dhari<’ah

terdapat unsur mafsadah mafsadah yang harus dihindari.

D. Kehujjahan Sadd Al-Dhari<’ah.

Ada beberapa perbedaan pendapat ulama‟ terhadap keberadaan sadd

al-dhari<’ah sebagai hujjah atau dalil dalam menetapkan hukum syara‟.

Ulama‟ Malikiyyah dan ulama‟ Hanabillah menyatakan bahwa sadd

12 NasruniiHaroen,iUshul Fiqh 1i(Jakarta: Logos,i1996), 168. 13 A. Djazuli,iKaidah-Kaidah Fikih (Jakarta: Kencana, 2011), 32.

(43)

32

dhari<’ah dapat diterima sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum

syara‟.

Alasan yang mereka kemukakan adalah firman Allah dalam QS. Al-An‟am: ayat 108. Dalam ayat tersebut Allah Swt melarang memaki sesembahan kaum musyrik, karena kaum musyrik itu akan memaki Allah dengan makian yang sama, bahkan lebih.14 Dari ayat tersebut terdapat

larangan bagi perbuatan yang dapat menyebabkan sesuatu yang terlarang,omeskipun semula pada dasarnya perbuatan itu boleh hukumnya.

Dalam hal ini dasar pemikiran hukumnya bagi ulama‟ adalah bahwa setiap perbuatan mengandung dua sisi, yaitu sisi yang mendorong untuk berbuat dan tujuan yang menjadi natijah (kesimpulan/akibat) dari perbuatan itu. Dengan memandang pada natijah-nya, perbuatan itu ada dua bentuk: 1. Natijah-nya baik. Segala sesuatu yang mengarah kepada kebaikan

adalah baik dan oleh karenanya dituntut untuk mengerjakannya.

2. Natijah-nya buruk. Segala sesuatu yang mendorong kepada keburukan adalah juga buruk dan karenanya dilarang.15

Banyak nash lain yang sesuai dengan maksud yang dikandung dalam ayat tersebut, di antaranya hadits Nabi Saw yang melarang kepada orang yang mempiutangkan hartanya dan menerima hadiah dari orang yang berhutang, untuk menghindarkan terjerumus dalam praktek riba.iMengambil hadiah tersebut sebagai ganti atas kelebihan.iiDalam kasus lain,iNabi saw

14 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1 …., 167.

(44)

33

melarang memberi pembagian harta warisan kepada anak yang membunuh bapaknya (HR. Bukhari dan Muslim).

Larangan seperti ini penting,iuntuk mencegah terjadinya pembunuhan orang tua oleh anak-anak dengan alasan agar segera memperoleh harta warisan. Dari beberapa nash yang dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa Islam melarang suatu perbuatan yang dapat menyebabkan sesuatu yang terlarang, meskipun perbuatan tersebut semulanya dibolehkan.16

Sementara pada golongan Hanafiyyah, Syafi‟iyyah dan Syiah hanya menerima sadd al-dhari<’ah dalam masalah tertentu dan mereka tidak menjadikannya sebagai dalil dalam masalah-masalah lain.iiMisalnya, Imam Syafi‟i membolehkan seseorang yang kena uzur, seperti sakit dan musafir meninggalkan sholat jum‟at dan menggantikannya dengan sholat dhuhur.

Akan tetapi orang tersebut harus melaksanakan sholat dhuhur secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi, agar tidak dituduh sengaja meninggalkan sholat jum‟at. Begitu pula dengan orang yang tidak puasa Ramadhan karena uzur agar tidak makan dan minum ditempat umum untuk menghindarkan fitnah terhadap orang tersebut pendapat-pendapat Imam Syafi‟i ini dirumuskan atas dasar prinsip sadd al-dhari<’ah.17

Ulama‟ Hanafiyyah juga menggunakan kaidah sadd al-dhari<’ah

dalam berbagai kasus hukum.iMisalnya, mereka mengatakan bahwa orang yang melaksanakan puasa yaum al-syakko(akhir bulan sya‟ban yang diragukan apakah telah masuk bulan Ramadhan apa belum), sebaiknya

16 Firdaus,iUshuliFiqh (Jakarta: RajaiGrafindoiPersada,i2017), 120. 17 Ibid, 120.

(45)

34

dilakukan cara diam-diam,iapalagi kalau dia adalah seorang mufti,isehingga ia tidak dituduh melakukan yaum al-syakk tersebut,isedangkan Rasulullah saw mengatakan: “Siapa yang puasa pada yaum al-syakk, maka ia telah ingkar kepada Aba al-Qasim (Rasulullah saw)”. (HR. Al-Bukhari).18

Ulama Hanafiyyah juga tidak menerima pengakuani(iqrar)iorang yang dalam keadaan mardh al-mauti(sakit atau keadaan yang membawa seseorang kepada kematian),ikarena diduga bahwa pengakuannya ini akan berakibat pembatalan terhadap hak orang lain dalam menerima warisan. Misalnya, orang yangimardh al-maut itu mengaku beruntung kepada orang lain yang meliputi seluruh atau sebagian hartanya.iiDalam kasus ini,iulama‟ Hanafiyyah menduga bahwa pengakuan ini hanya akan membatalkanihak ahli waris terhadap harta tersebut. Oleh sebab itu pengakuan ini menurut mereka tidak sah.

Hukum-hukum yang ditetapkan ulama‟ Hanfiyyah diatas,iimenurut Muhammad Baltaji, di dasarkan atas prinsip-prinsip sadd

al-dhari<’ah.iHusain Hamid Hasani(guru besar UshuliFiqh di Fakultas Hukum

UniversitasiCairo, Mesir),imengatakan bahwa ulama‟ Hanafiyyah dan ulama‟ Syafi‟iyyah dapat menerima kaidah sadd al-dhari<’ah apabila kemafsadatan yang akan muncul itu dapat dipastikan akan terjadi, atau sekurang-kurangnya diduga keras (ghilbah al-zhann) akan terjadi. 19

18 NasruniHaroen, UshuliFiqh 1 ...., 168. 19iIbid, 169.

(46)

35

Dalam memandang Dzari<’ah ada dua sisi yang dikemukakan oleh para ulama‟ ushul fiqh yaitu:

1. Motivasiiiseseorang dalamiimelakukan sesautu.iSebagai contoh, seorang laki-laki menikahi seorang perempuan yang telah ditalak tiga oleh mantan suaminya,idengan tujuan agar perempuan tersebut bisa kembali lagi dengan suami pertama. Perbuatan seperti ini dilarang,iikarena motivasinya tidak dibenarkan oleh syara‟.

2. Dari segi dampaknyai(akibat), contohnya seorang muslim mencaci maki sesembahan orang non muslim, sehingga orang musyrik tersebut akan mencaci maki Allah Swt. Maka perbuatan semacam itu dilarang,ikarena menimbulkan mafsadah.20

Perbedaan pendapat antara Syafiiyahiidan Hanafiyyahiidi satu pihak dengan Malikiyyahidan Hanabillahidipihak lain dalam berhujjah dengan

sadd al-dhari<’ah yaitu dalam masalah niat dan akad. Menurut ulama‟

Syafiiyahidan Hanafiyyah, dalam suatu transaksiiyang dilihat adalah akad yangidisepakati oleh orang yang bertransaksi. Jika telah memenuhi syarat dan rukun maka akad transaksi tersebut dianggap sah. Adapun masalah niat diserahkan kepada Allah Swt. Menurut mereka,iselama tidak ada indikasi-indikasiiyang menunjuk niat dari perilaku maka berlaku kaidah,iyang artinya: “Patokan dasar dalam hal-hal yangiberkaitan dengan hakiAllah adalah niat,isedangkan yang berkaitan dengan hak-hakihambanya adalah lafalnya.”

(47)

36

Sedangkan menurut ulama‟ MalikiyahiidaniiHanabillah, yang menjadi ukuran adalah niat dan tujuan. Apabila suatu perbuatan sesuai dengan niatnya, maka perbuatan tersebut dianggap sah. Akan tetapi bila tidak sesuai dengan tujuan semestinya, tapi bila tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa niatnya sesuai dengan tujuan tersebut, maka akadnya tetap dianggap sah. Namun ada perhitungan antara Allah dan pelaku,ikarena yang paling mengetahui niat seseorang hanyalah Allah Swt saja.

Jika terdapat indikator yang menunjukkan niatnya,idan niat itu tidak bertentangan dengan tujuan syara‟ maka akadnya sah.iNamun jika niatnya bertentangan dengan syara‟ maka perbuatannya dianggap fasidi(rusak), tapi tidak ada efek hukumnya. Berbeda dengan golongan Zahiriyyah yang tidak mengakui kehujjahan sadd al-dhari<’ah sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara‟. Hal tersebut sesuai dengan prinsip mereka yang hanya menggunakan nash secara harfiyah saja dan tidak menerima campur tanganilogikaidalamimasalahihukum.21

E. Macam-macam Sadd Al-Dhari<’ah.

Dzari<’ah dapat dikelompokkan dengan melihat dari beberapa segi:

1. Dilihat dari akibat (dampak) yang ditimbulkan,iIbn Qayyim membagi

dzari’ah menjadiiempat,iyaitu:

a. Dzari’ah yang pada dasarnya membawa kepada kerusakan,imisalnya

meminum minuman yang memabukkan yang membawa kepada

(48)

37

kerusakan akal atau mabuk, perbuatan zina yang membawa pada kerusakanitataiketurunan.

b. Dzari’ah yang ditentukan untuk sesuatu yang mubah,inamun

ditunjukkan untuk perbuatan yang buruk dan merusak, baik dengan sengaja seperti nikah muhalil maupun yang tidak sengaja seperti mencaci sembahan agama lain. Nikah pada dasarnya hukumnya boleh, namun karena dilakukan dengan niat menghalalkan yang haram menjadi tidak boleh hukumnya. Begitu pula dengan mencaci maki sembahan agama lain itu sebenarnya hukumnya mubah, namun karena cara tersebut bisa dijadikan perantara bagi agama lain untuk mencaci Allah menjadi terlarang melakukannya.

c. Dzari’ah yang semula ditentukan untuk mubah,itidak ditunjukkan

untuk kerusakan,inamun biasanya sampai juga kepada kerusakan yang mana kerusakan itu lebih besar daripada kebaikan. Seperti berhiasnya seorang perempuan yang baru ditinggal suaminya meninggal dunia dan dalam masa iddah. Berhiasnya perempuan boleh hukumnya, tetapi dilakukannya berhias pada saat itu keadaannya menjadi lain.

d. Dzari’ah yang semula ditentukan untuk mubah, namun terkadang

membawa kepada kerusakan,iisedangkan kerusakannya lebih kecil dibanding kebaikannya. Contoh dalam hal ini, melihat wajah perempuan saat dipinang.22

(49)

38

2. Dari segi tingkat kerusakan yang ditimbulkan, AbuuIshakaal-Syatibi membagi dzari’ah kepada empat jenis, yaitu:

a. Dzari’ah yang membawa kepada kerusakan secara pasti. Artinya jika

perbuatan dzari’ah tidak dihindarkan pasti akan terjadi kerusakan. Misalnya menggali lubang di tanah sendiri dekat pintu rumah seseorang di waktu gelap,idan setiap orang yang keluar dariirumah itu pastiiiakan terjatuh ke dalam lubang tersebut. Sebenarnya menggali lubang itu boleh-boleh saja. Namun penggalian yangidilakukan dalam kondisi yang seperti itu akan mendatangkan kerusakan.

b. Dzari’ah yang membawa kepada kerusakan menurut kebiasaan,

dengan arti kalau dzari’ah itu dilakukan maka kemungkinan besar akan timbul kerusakan atau akanidilakukannyaiperbuatan yang dilarang. Sebagai contoh menjual buah anggur kepada pabrik pengolah minuman keras atau menjual pisau kepada penjahat yang sedang mencari musuhnya. Menjual buah anggur hukumnya boleh-boleh saja dan tidak selalu anggur yang dijual itu dijadikan minuman keras, namun bila dilihat dari kebiasaan, pabrik minuman keras membeli anggur pasti untuk diolah menjadi minuman keras. Demikian pula dengan menjual pisau kepada penjahat, kemungkinan besar akan digunakan untuk membunuh atau menyakiti orang lain.

c. Dzari’ah yang membawa kepada perbuatan terlarang menurut

kebanyakan. Hal ini berarti bila dzari’ah itu tidak dihindarkan sering kali setelah itu akan berakibat dengan perbuatan yang terlarang.

(50)

39

Misalnya jual beli kredit, memang tidak selalu jual beli kredit membawa kepada riba‟, namun dalam praktiknya sering dijadikan sarana untuk riba‟.

d. Dzari’ah yang belum tentu membawa kepada kerusakan atau

perbuatan terlarang. Dalam hal ini seandainya perbuatan itu dilakukan, belum tentu akan menimbulkan kerusakan. Misalnya menggali lubang di kebun sendiri yang jarang dilalui orang, menurut kebiasaan tidak ada orang yang lewat di tempat itu dan akan terjatuh ke dalam lubang. Namun tidak tertutup kemungkinan ada yang nyasar hingga akhirnya terjatuh ke dalam lubang tersebut.23

F. Objek Sadd Al-Dhari<’ah.

Perbuatan yang mengarah kepada perbuatan yang terlarang ada dua macam:

1. Perbuatan itu pasti berakibat pada perbuatan yang terlarang. 2. Perbuatan itu mungkin mengakibatkan perbuatan yang terlarang.

Perbuatan yang pertama jelas dilarang untuk mengerjakannya sebagaimana perbuatan itu dilarang. Sedangkan yang kedua tersebut lebih kepada perbuatan dosa. Dalam hal ini terdapat tiga kemungkinan sebagai berikut:

1. Kemungkinan besar perbuatan itu menyebabkan dikerjakannya perbuatan yangiterlarang.

(51)

40

2. Kemungkinan kecil perbuatan itu menyebabkan dikerjakannya perbuatan yangiterlarang.

3. Sama kemungkinan atau tidak dikerjakannya perbuatan yang terlarang.24

Dari kemungkinan ketiga tersebut, nomor satu disebutadzaribut

qowiyah atau jalan yang kuat. Sedangkan nomoradua dan tiga disebut

dzaributidzari’ah dho’ifah atau jalaniyangilemah.

(52)

BAB III

AKIBAT HUKUM DARI PELAKSANAAN NIKAH USIA DINI TANPA DISPENSASI NIKAH

DI DESA SANGANOM, KEC. NGULING, KAB. PASURUAN

A. ProfiliDesa

1. KondisiiGeografisiDesa Sanganom

Desa Sanganom merupakanisalah satu desa di wilayahiiKecamatan Nguling KabupateniiPasuruan,idenganiijarak 35 kilometer dariiipusat kota Pasuruan, berada pada ketinggian 5 kilometer diatas permukaan laut. Sanganom adalah desa paling ujung selatan di Kecamatan Nguling perbatasan dengan Kabupaten Probolinggo, membuat Sanganom menjadi desa terpencil yang dikelilingi oleh persawahan, perkebunan dan hutan.

Sehingga jalan yang harus dilewati untuk menuju ke desa Sanganom adalah jalan yang berkelak-kelok dan kurang lebar, namun jalan untuk menuju akses ke desa Sanganom sangatlah mudah karena jalannya sudah di fasilitasi oleh pemerintah Kabupaten Pasuruan denganibaik,iakanitetapi sebagian jalan masih berlubang, pada saat malam hari minim penerangan di desa sanganom ini. Luas wilayah desa Sanganom 646.500 Hektar1, dengan

peruntukan sebagai berikut:

(53)

43

Tabel 3.1

Luas Wilayah Desa Sanganom dan Peruntukannya2

NO URAIAN LUAS

1 Pemukiman 273 Ha

2 Persawahan 168 Ha

3 Perkebunan / Tegalan 91 Ha

4 Tempat Pendidikan / Sekolah 6 Ha

5 Pemakaman Umum 3 Ha

6 Lainnya 112, 5 Ha

Sanganom memiliki batas-batas wilayah administrasi pemerintahan Desa Sanganom, yaitu sebagaiiberikut:

- SebelahaUtara, berbatasanidengan Desa Sebalong, Kec. Nguling. - SebelahaTimur, berbatasanidengan Desa Pematan, Kab. Probolinggo. - SebelahaSelatan, berbatasanidengan Desa Welulang, Kec. Lumbang. - SebelahaBarat, berbatasanidengan Desa Plososari, Kec. Grati.3

2 Ibid 3 Ibid

(54)

44

2. Gambaran Umum Demografis Desa Sanganom

a. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk desa Sanganom sebanyak 2.938 jiwa, yangiterdiriiatas perempuan dengan jumlah 1.581 dan laki-lakiidenganijumlah 1.357 jiwa.4 Dari data tersebut dapat dibedakan jumlah penduduk berdasarkan

kriteria umur, yaitu:

Tabelii3.2 JumlahiPendudukiDesaiSanganom BerdasarkaniKelompokiUmur5 NO URAIAN JUMLAH 1 Muda ( 0-15 tahun ) - Laki – laki 287 - Perempuan 355 2 Produktif ( 16-60 tahun ) - Laki – laki 1.032 - Perempuan 1.153

3 Tua / Lansia ( 60 tahun + )

- Laki – laki 38

- Perempuan 73

4 Ibid 5 Ibid

(55)

45

4 Jumlah

- Laki – laki 1.357

- Perempuan 1.581

5 Total Jumlah Penduduk 2.938

b. Segi Administrasi Desa Sanganom

Dari segi administrasi desa Sanganom terdiri dari 6 dusun, 15 RT dan 6 RW.6 Dari 6 dusun tersebut diantara adalah sebagai berikut:

- Dusun Tanjunganom - Dusun Babatan - Dusun Sangsang I - Dusun Sangsang II - Dusun Angsanah, dan - Dusun Parasan

3. Kondisi Ekonomi Desa Sanganom

Perekonomian di Desa Sanganom sangat dipengaruhi oleh produksi bidang pertanian, ini dikarenakan sebagian besar luas wilayah Desa Sanganom adalah sawah dan tegal. Sebagian penduduknya merupakan petani yang didukung dengan keberadaan areal persawahan dan pertenakan. Setiap masyarakat desa Sanganom rata-rata mempunyai hewan ternak,

Gambar

Tabel 3.1 Luas Wilayah Desa Sanganom dan Peruntukannya  .............................
Tabel ii 3.2

Referensi

Dokumen terkait

286 Oikeuskirjallisuudessa on katsottu, että tapauksen perustelut on kirjoitettu täysin siitä lähtien, että samastettava yhtiö olisi ollut suomalainen osakeyhtiö,

Pelaksanan pembelajaran PAI bagi anak berkebutuhan khusus di SDLB Kota Samarinda,dilakukan oleh guru kelas, belum ada guru khusus bidang studi pendidikan

Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Alma bahwa satu dari bagian unsur strategi pemasaran yaitu people, adalah berhubungan dengan tingkah laku komponen lembaga

Bila rata-rata persen di atas dikonversikan dengan skala PAP yang digunakan dalam penelitian ini, maka dapat diketahui bahwa tingkat hasil belajar Matematika siswa

Seluruh bahan baku yang dibeli oleh pemasok berasal dari kayu budidaya yang berasal dari hutan hak sehingga untuk angkutannya menggunakan Nota Angkutan (berdasarkan

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru kelas V dalam pembelajaran bahasa Indonesia Sekolah Dasar Negeri 11 Pontianak Kota (lampiran 10), maka

Hormon IAA merupakan hormon yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga sintesis oleh bakteri tertentu merupakan alasan yang menyebabkan peningkatan

Yang kedua adanya penggunaan IBL dengan anak-anak muda (Bacon dan Matthews). Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran inkuiri dapat membuat