• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Paparan Per Oral Fluorida Dalam Pasta Gigi Dengan Dosis Bertingkat Terhadap Gambaran Mikroskopis Ginjal Mencit Balb/c Usia 3-4 Minggu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Paparan Per Oral Fluorida Dalam Pasta Gigi Dengan Dosis Bertingkat Terhadap Gambaran Mikroskopis Ginjal Mencit Balb/c Usia 3-4 Minggu"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PAPARAN PER ORAL FLUORIDA DALAM

PASTA GIGI DENGAN DOSIS BERTINGKAT TERHADAP

GAMBARAN MIKROSKOPIS GINJAL MENCIT BALB/C

USIA 3-4 MINGGU

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 pendidikan dokter

MENTARI SATYATAMI 22010110110034

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

(2)
(3)

PENGARUH PAPARAN PER ORAL FLUORIDA DALAM PASTA GIGI

DENGAN DOSIS BERTINGKAT TERHADAP GAMBARAN

MIKROSKOPIS GINJAL MENCIT BALB/C USIA 3-4 MINGGU

Mentari Satyatami*, Desy Armalina** ABSTRAK

Latar belakang: Penyakit gigi pada anak prasekolah dapat dicegah dengan pasta gigi berfluorida, tetapi pemakaiannya harus diawasi karena pasta gigi tersebut sering tertelan. Fluorida yang masuk ke tubuh, hampir semuanya, diekskresi melalui ginjal sehingga kadar fluorida dalam ginjal meningkat dan dapat mempengaruhi gambaran histologi ginjal.

Tujuan: Mengetahui perbedaan pengaruh paparan per oral fluorida dalam pasta gigi dengan dosis bertingkat terhadap gambaran mikroskopis ginjal mencit Balb/c usia 3-4 minggu.

Metode: Penelitian ini berjenis true experimental dengan rancangan post test only controlled group design. Sampel sebanyak 20 ekor mencit Balb/c usia 3-4 minggu dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok kontrol yang hanya diberi pakan standar, kelompok P1 yang diberi 0,0073 mgF, kelompok P2 yang diberi 0,019 mgF, dan kelompok P3 yang diberi 0,054 mgF. Fluorida dalam pasta gigi diberikan per oral dua kali sehari selama 30 hari. Ginjal mencit yang sudah dibuat preparat dinilai tingkat kerusakannya yaitu degenerasi dan nekrosis pada tubulus kontortus proksimal kemudian dilakukan uji analisis menggunakan One Way ANOVA, Kruskal-Wallis, dan Post Hoc.

Hasil: Rata-rata jumlah degenerasi dan nekrosis paling kecil adalah kelompok perlakuan 1, sedangkan rata-rata jumlah degenerasi dan nekrosis paling besar adalah kelompok perlakuan 2. Pada degenerasi, uji Post Hoc menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) pada K-P1, K-P2, K-P3, P1-P2, dan P1-P3, sedangkan pada P2-P3 didapatkan perbedaan tidak bermakna (p=0,181). Pada nekrosis, uji Post Hoc menujukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) pada K-P1, K-P2, K-P3, P1-P2, dan P1-P3 sedangkan pada P2-P3 didapatkan perbedaan tidak bermakna (p=0,387).

Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna pada gambaran mikroskopis ginjal mencit Balb/c usia 3-4 minggu antara kelompok kontrol dan perlakuan yang diberi fluorida oral dosis bertingkat.

Kata kunci: flourida, pasta gigi, ginjal, nekrosis , degenerasi

*

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

**

(4)

THE EFFECT OF ORAL ADMINISTRATION IN VARIOUS DOSAGES OF FLUORIDE-IN-TOOTHPASTE ON HISTOLOGICAL STRUCTURE OF 3-4 WEEKS OLD BALB/C MICE’S KIDNEY

Mentari Satyatami*, Desy Armalina** ABSTRACT

Background: Dental disease in preschool children can be prohibited by fluoridated toothpaste, but the usage of fluoridated toothpaste must be supervised, because they often swallow it. Fluoride, almost all of them, will be excreted by kidney, thus the level of fluoride in the kidney increases and it can affect the histological features of kidney.

Aim: To know the difference effects of fluoride-in-toothpaste oral exposure in various doses to the histological features of 3-4 weeks Balb/c mice's kidney. Methods: This was an experimental research study using of post-test-only-controlled group design. The samples were 20 3-4 weeks Balb/c mice, divided into 4 groups, namely; (1) standard-diet-fed controlled group; (2) P1 group, was fed 0,0073 mgF; (3) P2 group, was fed 0,019 mgF; and (4) P3 group, was fed 0,054 mgF. Those groups were fed orally twice a day in 30 days. The damage level of mice's kidney was scored by degeneration and necrosis of proximal convoluted tubules and analysed by One Way ANOVA, Kruskal-Wallis test, and

Post Hoc test.

Result: The least degeneration and necrosis average score was observed in the P1 group whereas the highest average score was observed in the P3 group. Post Hoc test for degeneration showed the significant differences (p<0,05) for K-P1, K-P2, K-P3, P1-P2, and P1-P3, except P2-P3 (p=0,181). Post Hoc test for necrosis showed the significant differences (p<0,05) for K-P1, K-P2, K-P3, P2, and P1-P3, except P2-P3 (p=0,181).

Conclusion: There were significant difference between increasing doses of oral fluoride exposure in toothpaste with graded dosages to the microscopic images of 3-4 weeks old balb/c mice’s kidney.

Keywords: flouride, toothpaste, kidney, necrosis , degeneration

*Undergraduate student of Faculty of Medicine Diponegoro University **Department of Histology Faculty of Medicine Diponegoro University

(5)

PENDAHULUAN

Penyakit gigi yang sering muncul pada anak prasekolah dapat dicegah dengan menyikat gigi secara rutin, dengan waktu dan cara yang tepat.1,2,3 Sejak anak mulai tumbuh gigi dan memakan berbagai macam makanan, para orang tua mengajarkan anak mereka menyikat gigi menggunakan pasta gigi. Pasta gigi yang diberikan berbeda, ada yang mengandung fluorida dan ada yang tidak. Penelitian di Trinidad pada tahun 2012 menemukan bahwa lebih dari 50% orang tua tidak memberikan pasta gigi yang mengandung fluorida karena adanya isu tentang efek samping penggunaan fluorida pada anak.3

Fluorida merupakan elemen kimia yang bersifat sangat elektronegatif di antara semua elemen-elemen kimia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluorida dapat mencegah karies dengan efektif dan pemberiannya dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya adalah pasta gigi.4

Menyikat gigi dua kali sehari menggunakan pasta gigi yang mengandung fluorida terbukti dapat menurunkan karies, tetapi pemakaiannya pada anak prasekolah harus diawasi karena mereka belum mampu berkumur dengan baik sehingga pasta gigi tersebut bisa tertelan.5 Jumlah pasta gigi yang tertelan bervariasi, semakin muda anak tersebut, semakin banyak jumlah pasta gigi yang bisa tertelan.6 Anak berusia di bawah 7 tahun rata-rata menelan 25-38% dari pasta gigi yang digunakan.7

Penggunaan fluorida berlebih dapat menimbulkan berbagai macam efek, seperti diare, sakit di daerah dada, gatal, muntah, fluorosis tulang dan gigi, perubahan endokrin, efek neurologikal, dan juga kematian akibat keracunan akut atau paparan berlebih dalam jangka lama.4,8 Fluorida yang tertelan bersama pasta gigi akan menembus membran sel dengan cara difusi sederhana, masuk ke jaringan, dan mengganggu jaringan tersebut, diantaranya adalah otot, hati, ginjal, traktus gastrointestinal, beberapa organ endokrin, dan reproduksi.9

Ginjal merupakan organ utama untuk ekskresi produk sisa metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh.10 Ekskresi fluorida yang diabsorbsi hampir semuanya melalui ginjal. Akibatnya, kadar fluorida dalam ginjal dapat meningkat dan mempengaruhi fungsi serta gambaran histologi ginjal.4,11 Penelitian pada

(6)

tikus di tahun 2013 menemukan adanya pemipihan tubulus, hilangnya brush border pada tubulus proksimal dan kontinuitas dari epitel tubulus saat diberi paparan fluorida secara sub kronis.12

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh paparan per oral fluorida dalam pasta gigi dengan dosis bertingkat terhadap gambaran mikroskopis ginjal mencit Balb/c usia 3-4 minggu.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini berjenis true experimental dengan rancangan post test only controlled group design dan dilakukan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang, Bagian Histologi, dan Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Penelitian ini menggunakan sampel 20 ekor mencit Balb/c usia 3-4 minggu dengan berat 12-16 gram dan sehat yang dibagi menjadi 4 kelompok, dimana setiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit. Sebelum diberi perlakuan, mencit terlebih dahulu diadaptasi serta diberi makanan dan minuman standar secara ad libitum selama 7 hari.

Penelitian ini memiliki 4 kelompok, yaitu 1 kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan. Kelompok I adalah kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan apa-apa, hanya diberi makanan dan minuman standar. Kelompok II, III, dan IV adalah kelompok perlakuan yang diberi pasta gigi dengan dosis bertingkat. Kelompok II diberi 0,0073 mgF dalam 0,7 mg pasta gigi dewasa, kelompok III diberi 0,019 mgF dalam 4,8 mg pasta gigi anak, dan kelompok III diberi 0,054 mgF dalam 4,8 mg pasta gigi dewasa. Pemberian pasta gigi dilakukan per oral dua kali sehari selama 30 hari.

Mencit diterminasi pada hari ke 31 dan dilakukan bedah minor untuk mengambil organ ginjal mencit. Kemudian dilakukan pembuatan dan pembacaan preparat dari organ tersebut. Masing-masing preparat dibaca pada 5 lapangan pandang, yaitu keempat sudut dan bagian tengah preparat dengan perbesaran 400x, dan dinilai derajat histopatologinya berupa degenerasi dan nekrosis yang terjadi di tubulus kontortus proksimal berdasarkan tabel berikut:

(7)

Tabel 1. Derajat histopatologi ginjal

Degenerasi Skor Nekrosis Skor 0 < 25% 25-<50% 50-<75% 75-100% 0 1 2 3 4 0 < 25% 25-<50% 50-<75% 75-100% 0 1 2 3 4

Data yang diperoleh kemudian dilihat distribusi datanya, normal atau tidak, dengan uji Shapiro-Wilk. Jika didapatkan distribusi data normal dan varians data sama, maka dilanjutkan dengan uji One Way ANOVA. Jika distribusi data yang didapat tidak normal atau varians data tidak sama, maka ditansformasi terlebih dahulu. Jika setelah ditransformasi tetap didapatkan distribusi data yang tidak normal atau varians data tidak sama, maka dilakukan uji Kruskal-Wallis. Setelah dilakukan uji One Way ANOVA dan Kruskal-Wallis, apabila didapatkan p≤0,05 maka dilanjutkan uji Post Hoc dengan ketentuan :

1. p≤0,05 maka ada perbedaan yang bermakna

2. p≥0,05 maka tidak ada perbedaan yang bermakna.13

(8)

Hasil pada kelompok kontrol menunjukkan gambaran mikroskopis ginjal normal, tidak terdapat degenerasi dan nekrosis. Pada kelompok perlakuan ditemukan jumlah degenerasi dan nekrosis yang sesuai dengan dosis fluorida dalam pasta gigi, yaitu 0,0073 mgF, 0,019 mgF, dan 0,054 mgF. Data hasil penelitian berupa degenerasi dan nekrosis yang terjadi di tubulus kontortus proksimal ditampilkan dalam tabel berikut:

Tabel 1. Hasil analisis deskriptif indeks degenerasi dan nekrosis ginjal Data degenerasi dan nekrosis diuji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk. Pada data degenerasi, data kelompok kontrol tidak dapat diuji normalitasnya karena data bersifat konstan. Pada kelompok perlakuan 1, perlakuan 2, dan perlakuan 3 didapatkan nilai p≥0,05 (p=0,537 pada kelompok perlakuan 1, p=0,858 pada kelompok perlakuan 2, dan p=0,334 pada kelompok perlakuan 3) sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi data normal. Selanjutnya dilakukan uji varians dan didapatkan hasil p=0,050 (p≥0,05) sehingga dapat disimpulkan varians data sama.

Karena syarat uji parametrik terpenuhi, kemudian dilakukan uji One way ANOVA dengan hasil p=0,000 (p<0,05) dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc.

N Median Rata - rata ± s.b. (minimun-maksimum) Degenerasi Kontrol 5 0,0 (0,0-0,0) 0,00 ± 0,000 Perlakuan 1 5 1,4 (0,8-2,2) 1,40 ± 0,510 Perlakuan 2 5 2,0 (1,4-3,0) 2,16 ± 0,639 Perlakuan 3 5 2,4 (2,0-3,8) 2,64 ± 0,713 Nekrosis Kontrol 5 0,0 (0,0-0,0) 0,00 ± 0,000 Perlakuan 1 5 1,2 (0,3-1,6) 1,20 ± 0,316 Perlakuan 2 5 1,6 (1,4-2,8) 1,96 ± 0,607 Perlakuan 3 5 2,4 (1,6-3,2) 2,28 ± 0,687

(9)

Kontrol Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Kontrol - 0,001* 0,000* 0,000* Perlakuan 1 0,001* - 0,042* 0,002* Perlakuan 2 0,000* 0,042* - 0,181 Perlakuan 3 0,000* 0,002* 0,181 - * : terdapat perbedaan bermakna p<0,05

Tabel 2. Nilai p pada uji Post Hoc data degenerasi

Tabel 2 menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan 1, perlakuan 2, dan perlakuan 3. Selain itu ditemukan pula perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan 1 dengan kelompok perlakuan 2 dan perlakuan 3. Akan tetapi, antara kelompok perlakuan 2 dan perlakuan 3 didapatkan perbedaan tidak bermakna yaitu p=0,181 (p≥0,05).

Data kelompok kontrol pada nekrosis tidak dapat diuji normalitasnya karena data bersifat konstan. Pada kelompok perlakuan 1, perlakuan 2, dan perlakuan 3 didapatkan nilai p≥0,05 (p=0,967 pada kelompok perlakuan 1, p=0,220 pada kelompok perlakuan 2, dan p=0,419 pada kelompok perlakuan 3) sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi data normal. Selanjutnya dilakukan uji varians dan didapatkan hasil p=0,002 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan varians data tidak sama. Selanjutnya dilakukan uji Kruskal-Wallis karena syarat uji parametrik tidak terpenuhi. Hasil uji Kruskal-Wallis didapatkan p<0,05 (p=0,001) maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Untuk uji Kruskal-Wallis, uji

Post Hoc yang digunakan adalah uji Mann-Whitney.

Kontrol Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Kontrol - 0,005* 0,005* 0,005* Perlakuan 1 0,005* - 0,034* 0,015* Perlakuan 2 0,005* 0,034* - 0,387 Perlakuan 3 0,005* 0,015* 0,387 - * : terdapat perbedaan bermakna p<0,05

Tabel 3. Nilai p pada uji Post Hoc data degenerasi

Tabel 3 menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan 1, perlakuan 2, dan perlakuan 3. Selain itu

(10)

ditemukan pula perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan 1 dengan kelompok perlakuan 2 dan perlakuan 3. Akan tetapi, antara kelompok perlakuan 2 dan perlakuan 3 didapatkan perbedaan tidak bermakna yaitu p=0,387 (p≥0,05). PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian ini, paparan per oral fluorida dalam pasta gigi dengan dosis bertingkat dapat mempengaruhi gambaran mikroskopis ginjal mencit Balb/c usia 3-4 minggu, berupa degenerasi dan nekrosis pada tubulus kontortus proksimal. Perubahan gambaran mikroskopis ginjal mencit terjadi sesuai dengan dosis fluorida dalam pasta gigi yang diberikan, semakin tinggi fluorida dalam pasta gigi, semakin tinggi jumlah perubahannya. Terjadinya perubahan gambaran mikrokopis ginjal setelah diberi paparan fluorida, sesuai dengan teori bahwa fluorida yang diekskresi melalui ginjal akan menyebabkan peningkatan kadar fluorida dalam ginjal dan mempengaruhi gambaran histologinya.4,11,14

Degenerasi adalah perubahan dari bentuk yang tinggi ke bentuk yang lebih rendah, terutama perubahan jaringan menjadi bentuk yang berfungsi kurang aktif.15 Degenerasi yang terjadi pada sel akan menyebabkan tertimbunnya berbagai macam bahan di dalam maupun di luar sel. Terdapat berbagai macam degenerasi, tetapi yang sering terjadi pada ginjal adalah degenerasi lemak, degenerasi hialin, dan degenerasi albumin. Degenerasi lemak ditandai dengan penimbunan trigliserid di dalam parenkim intraseluler, sementara degenerasi hialin ditandai dengan adanya masa homogen, jernih, dan eosinofilik akibat akumulasi protein yang sering terjadi pada glomerulus ginjal. Degenerasi albuminosa terjadi akibat terkumpulnya butir-butir protein di dalam sitoplasma sel, sehingga sel mengalami pembengkakan dan sitoplasmanya menjadi keruh (bengkak keruh = cloudy swelling). Degenerasi ini mudah ditemukan pad sel-sel tubulus ginjal.16,17

Degenerasi ditandai dengan pembengkakan mitokondria, pembesaran sel akibat akumulasi cairan, dan bertambahnya vakuol.17 Pada penelitian ini, nilai degenerasi ditentukan dengan adanya vakuol pada tubulus kontortus proksimal. Jumlah degenerasi ditemukan paling banyak pada kelompok perlakuan 3 yang

(11)

diberi 0,054 mgF dalam 4,8 mg pasta gigi dewasa. Degenerasi pada tubulus kontortus proksimal juga ditemukan oleh Chattopadyay A. et. al. dengan paparan 15mg NaF/L dalam air minum selama 30 hari.9

Nekrosis adalah kematian sel/sekelompok sel di dalam organisme hidup akibat rangsang dari luar (racun, trauma, dan lain-lain). Nekrosis merupakan proses radang yang disebabkan karena kandungan enzim dalam sitoplasma tidak aktif.17 Secara mikroskopik, jaringan nekrotik seluruhnya berwarna kemerahan dan tidak mengambil zat warna hematoksilin.18 Sel yang mengalami kematian mempunyai perubahan inti yang khas, yaitu piknosis.17,18 Penelitian ini menemukan nekrosis pada kelompok perlakuan 1, perlakuan 2, dan perlakuan 3. Nekrosis yang terjadi pada tubulus kontortus proksimal ini sesuai dengan pernyataan U. S. Department of Health and Human Service, yaitu fluorida yang masuk ke hewan dapat menyebabkan nekrosis pada ginjal.19

Fluorida yang masuk ke dalam tubuh, hampir semuanya, diekskresi melalui ginjal.4 Kerusakan ginjal akibat fluorida dapat diidentifikasi berdasarkan perubahan gambaran histologiknya.20 Tubulus kontortus proksimal merupakan bagian yang paling mudah mengalami perlukaan akibat zat toksin dan iskemik. Hal ini disebabkan karena pada tubulus kontortus proksimal terjadi proses reabsorbsi dan sekresi zat, sehingga kadar zat toksik lebih tinggi.21 Ion fluorida yang masuk ke ginjal direabsorbsi dalam tubulus sebanyak 10-70%.19

Secara umum, fluorida mempunyai efek terhadap berbagai proses seluler, yaitu menghambat aktivitas enzim, menghambat sintesis dan sekresi protein, dan mengganggu ekspresi gen. Penghambatan sintesis dan sekresi protein oleh fluorida akan menyebabkan gangguan pada jalur proliferasi sel dan apoptosis. Fluorida juga mempunyai efek stres oksidatif yang menimbulkan degradasi pada membran seluler dan mengurangi kesejahteraan mitokondria.22 Proses seluler inilah yang akan menyebabkan degenerasi dan nekrosis pada tubulus kontortus proksimal.

Penelitian ini menggunakan pasta gigi anak dan dewasa yang mengandung fluorida dengan kadar tertinggi di masyarakat, yaitu 0,4% pada pasta gigi anak dan 1,12% pada pasta gigi dewasa. Konsentrasi fluorida yang beredar ini lebih

(12)

tinggi dari konsentrasi fluorida yang dianjurkan pada anak. Untuk anak prasekolah, pasta gigi yang ideal adalah yang mengandung fluorida sebanyak 0,025% F - 0,05% F.23 Pada pasta gigi anak, selain fluorida, terdapat bahan aktif lain yaitu kalsium gliserofosfat yang berfungsi untuk mencegah karies melalui aktivitas enzim pemacu remineralisasi.24 Kalsium gliserofosfat yang terkandung dalam pasta gigi juga dapat menyebabkan gangguan pada ginjal, seperti batu ginjal, tetapi hal ini sangat jarang terjadi.

Perbandingan degenerasi dan nekrosis antar kelompok yang ada pada penelitian ini menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan 1, perlakuan 2, dan perlakuan 3 dan antara kelompok perlakuan 1 dengan kelompok perlakuan 2 dan perlakuan 3. Hal ini menujukkan bahwa:

a. Pada kelompok perlakuan, fluorida yang masuk ke ginjal dapat mengurangi kesejahteraan mitokondria dalam sel tubulus kontortus proksimal sehingga menyebabkan degenerasi dan dapat menghambat aktivitas enzim di sitoplasma sehingga menyebabkan nekrosis,

b. Pasta gigi anak apabila diberikan sepanjang sikat gigi anak (kelompok perlakuan 2) tidak cukup aman bagi ginjal karena menyebabkan perubahan gambaran mikroskopis ginjal yang lebih tinggi dari pada dosis yang dianjurkan, yaitu sebesar biji jagung (kelompok perlakuan 1),

c. Walaupun konsentrasi fluorida pada kelompok perlakuan 1 dan 3 sama, apabila pasta gigi dewasa diberikan sepanjang sikat gigi anak (kelompok perlakuan 3), hasilnya tidak cukup aman karena menyebabkan perubahan gambaran mikroskopis ginjal yang lebih tinggi dari pada dosis yang dianjurkan, yaitu sebesar bij jagung (kelompok perlakuan 1).

Hasil statistik antara kelompok perlakuan 2 dengan kelompok perlakuan 3 menunjukkan adanya perbedaan yang tidak bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa pasta gigi anak dan dewasa, apabila diberikan sepanjang sikat gigi anak, akan memberikan efek yang sama terhadap ginjal, walaupun konsentrasi fluorida yang ada berbeda.

(13)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan pengaruh paparan per oral fluorida dalam pasta gigi dengan dosis bertingkat terhadap gambaran mikroskopis ginjal mencit Balb/c usia 3-4 minggu antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Selain itu, juga didapatkan perbedaan gambaran mikroskopis ginjal mencit Balb/c usia 3-4 minggu antar kelompok perlakuan, yaitu:

- Paparan per oral fluorida dalam pasta gigi dengan dosis 0,0073 mgF dan 0,019 mgF,

- Paparan per oral fluorida dalam pasta gigi dengan dosis 0,0073 mgF dan 0,054 mgF.

Akan tetapi, tidak didapatkan perbedaan gambaran mikroskopis ginjal mencit Balb/c usia 3-4 minggu antara paparan per oral fluorida dalam pasta gigi dengan dosis 0,019 mgF dan 0,054 mgF.

Pemberian pasta gigi, baik pasta gigi anak dan dewasa, untuk anak prasekolah harus diperhatikan jumlahnya dan diawasi penggunaannya agar penelanan pasta gigi dan efek fluorida terhadap ginjal dapat diminimalkan. Sebaiknya, pasta gigi yang diberikan kepada anak prasekolah hanya sebesar biji jagung, sesuai anjuran World Dental Federation dan aturan penggunaan pada kemasan pasta gigi.

Dilakukan penelitian sejenis dengan lama penelitian yang lebih lama, dosis yang perbedaannya lebih bertingkat, jumlah hewan coba yang lebih banyak atau menggunakan hewan coba lain, serta teknik pengambilan dan pengolahan jaringan yang lebih baik agar terjadi perbedaan gambaran mikroskopis ginjal yang lebih signifikan dan meminimalkan kesalahan dalam interpretasi data.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Desy Armalina, Msi. Med, dr. Ika Prawira M, Sp. PA, dr. Akhmad Ismail, M.Si.Med, dan dr.Gana Adyaksa, Msi. Med, Laboratorium Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang, Bagian Histologi dan Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

(14)

Diponegoro yang telah membantu terselenggaranya penelitian ini dan memberi masukan dalam penulisan artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Perkins PL, Pitts SM. Public health reports. Toothbrusing Program for Preschool Children in A Child Care Center; 1987 Jan-Mar;102 (1):99-100. 2. Kesel RG, Sreebny LM. Toothbrushing. In: The american journal of nursing;

1957 Feb;57 (2):186-8.

3. Naidu R, Nunn J, Forde M. Oral Healthcare of Preschool Children in Trinidad: A Qualitative Study of Parents and Caregivers. In: BMC oral health; 2012 Dec 27.

4. Agtini MD, Sintawati, Tjahja I. Fluor dan Kesehatan Gigi. In: Media litbang kesehatan; 2005;15(2):25-31.

5. Herdiyanti Y, Sasmita IS. Penggunaan Fluor dalam Kedokteran Gigi; 2010. 6. MarinhoVCC, Higgins JPT, Logan S, Sheiham A. Fluoride Toothpaste for

Preventing Dental Caries in Children and Adolescent. In: The cochrane collaboration. Wiley; 2009.

7. Tressaud A, Haufe G. Fluorine and Health: Molecular Imaging, Biomedical Materials, and Pharmaceuticals. UK: Elsavier; 2008. p. 521.

8. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2001. p. 276-7.

9. Chattopadhyay A, Podder S, Agarwal S, Bhattacharya S. Fluoride-induced Histopathology and Synthesis of Stress Protein in Liver and Kidney of Mice. In: Archives of toxicology. Springer; 2011;85(4):327-335.

10.Guyton AC, Hall JE. Ginjal dan cairan tubuh. In: Setiawan I, editor. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed. 11. Jakarta: EGC; 2007. p. 324-5.

11.Zan X, Wang M, Xu Z, Li J. Toxic Effects of Fluoride on Kidney Function and Histological Structure in Young Pigs. Hangzhou (China); 2006 Jan-Feb;39(1):22-26.

12.Cardenas-Gonzales MC, Razo LMD, Barrera-Chimal J, Jacobo-Estrada T, Lopez-Bayghen E, Bobadilla NA, et al. Proximal Renal Tubular Injury in Rats

(15)

Sub-chronically Exposed to Low Fluoride Concentrations. In: Toxicology and applied pharmacology 272; 2013. p. 888-894.

13.Sudigdo S, Sofyan I. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinik. Ed. 2. Jakarta: Sagung Seto; 2002.

14.Inkielewicz-Stepniak I, Knap N. Effect of Exposure to Fluoride and Acetaminophen on Oxidative/Nitrosative Status of Liver and Kidney in Male and Female Rats. In: Pharmacological reports; 2012;64;902-911.

15.Dorland, Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Ed. 31. Jakarta: EGC; 2007. p. 563.

16.Sarjadi, Wijaya I, Putranto BE, Sadhana U. Panduan Praktikum Patologi Anatomi 1. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang; 2012. p. 1-5.

17.Soebowo, Sarjadi, Wijaya I, Amarwati I, Miranti IP, Prasetyo A. Pedoman Kuliah Mahasiswa Patologi Anatomi 1. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang; 2011. p. 5-10.

18.Khrisanti, Prarinda. Perbedaan Kecepatan Lisis Sel Ginjal Tikus Wistar pada Media Tanah dan Air Tawar: Berdasarkan Gambaran Histopatologi; 2010. 19.Toxicological Profile for Fluorides, Hydrogen Fluoride, and Fluorine. Atlanta:

U. S. Department of Health and Human Services; 2003 Sep.

20.Wulandari, Brilianti Dwi. Pengaruh Pemberian Seduhan Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa) Dosis Bertingkat Selama 30 Hari terhadap Gambaran Histologik Ginjal Tikus Wistar; 2010.

21. Mu’nisa A, Muflihunna A’ Arshal AF. Gambaran Histologi Ginjal pada Mencit Diabetes yang Diberi Ekstrak Daun Sukun. Available from: http://digilib.unm.ac.id/files/disk1/8/unm-digilib-unm-amunisaamu-380-1-artikel-3.pdf

22.Fleiss, Steven. Review of Fluoride Toxicity to Aquatic Organisms and Its Toxicity Contribution in Volvo Wastewater; 2011 Jun.

23.Houwink B, Dirks OB, Cramwinckel AB, Crielaers PJA, Dermaut LR, Eijkman MAJ, et al. In: Stafleu, editor. Ilmu Kedokteran Gigi dan Pencegahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 1993.

(16)

24.Pratiwi, Rini. Perbedaan Daya Hambat terhadap Streptococcus mutans dari Beberapa Pasta Gigi yang Mengandung Herbal. Available from: http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38-2-05.pdf

Gambar

Tabel 1. Derajat histopatologi ginjal
Tabel 2. Nilai p pada uji Post Hoc data degenerasi

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tentang tingkat pengetahuan dan keterampilan petani terhadap pengolahan pasca panen lada putih, maka dapat disimpulkan bahwa Tingkat

Berdasarkan hasil pemeriksaan spirometer yang dilakukan oleh Balai Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Paru (BP4) Semarang pada bulan Juli 2006 terhadap 10 (sepuluh)

Pelaksanaan siklus II dilaksanakan dengan penyempurnaan proses pembelajaran sesuai dengan hasil refleksi siklus I. Subjek penelitian ini adalah para guru mata

Makna high significant menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan dan komitmen organisasional menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap kinerja pegawai pada Dinas Pertanian

★ Titik Interkoneksi antara Jaringan Tetap Pencari Akses dengan Indosat dan Titik Interkoneksi antara Indosat dengan Penyelenggara Jaringan Bergerak Seluler yang dipanggil berada

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD ( dengue haemorrhagic fever /DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan

Karakteristik responden terdiri dari tingkat pendidikan dan pekerjaan, sedangkan karakteristik bayi terdiri dari jenis kelamin, umur, dan berat badan; (ii)