BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah laut yang lebih
luas daripada luas daratannya. Luas seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut
12 mil adalah lima juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial
0,3 juta km2, dan perairan kepulauan seluas 2,8 juta km2, artinya seluruh laut
Indonesia berjumlah 3,1 juta km2 atau sekitar 62 persen dari seluruh wilayah
Indonesia. Selain itu, Indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai
terpanjang di dunia dengan jumlah panjang garis pantainya sekitar 81.000 km.
Luas laut yang besar ini menjadikan Indonesia unggul dalam sektor perikanan dan
kelautan (Nontji, 2005).
Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang
memiliki peranan dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam
penyediaan bahan pangan protein, perolehan devisa, dan penyediaan lapangan
kerja. Pada saat krisis ekonomi, peranan sektor perikanan semakin signifikan,
terutama dalam hala mendatangkan devisa. Akan tetapi ironisnya, sektor
perikanan selama ini belum mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dan
kalangan pengusaha,padahal bila sektor perikanan dikelola secara serius akan
memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pembangunan ekonomi nasional
serta dapat mengentaskan kemiskinan masyarakat indonesia terutama masyarakat
nelayan dan petani ikan (Mulyadi,2005).
Pengembangan sektor kelautan dan perikanan berjalan lambat, karena
daratan dibandingkan di kawasan pesisir dan lautan. Sehingga eksplorasi dan
eksploitasi sumberdaya pesisir dan kelautan terabaikan, dan sebagian besar
masyarakat pesisir yang bekerja sebagai nelayan masih hidup di bawah garis
kemiskinan (Serdiati, 2002).
Sebagai sebuah sistem dari keseluruhan pengelolaan potensi laut yang ada,
bidang perikanan dapat dijadikan sebagai indikator yang baik bagi pengelolaan
laut dikarenakan di sektor tersebut terdapat sumber daya ikan yang sangat besar.
Sehingga perikanan sebagai salah satu SDA yang mempunyai peranan penting
dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional terutama dalam
meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan dan
peningkatan taraf hidup bangsa pada umumnya, nelayan kecil, pembudidaya ikan
kecil dan pihak-pihak pelaku usaha di bidang perikanan dengan tetap memelihara
lingkungan, kelestarian dan ketersediaan sumber daya (Danuri,2009).
Melimpahnya potensi hayati yang dikandung oleh laut di sekitar tempat
komunitas nelayan bermukim, seharusnya dapat menjadi suatu asset besar bagi
nelayan setempat dalam upaya memperbaiki taraf hidup mereka secara ekonomi.
Namun, kenyataannya sampai saat ini kehidupan nelayan tetap saja masih berada
dalam ketidakmampuan secara finansial dan belum sejahtera. Data Badan Pusat
Statistik mencatat jumalah nelayan miskin di Indonesia pada tahun 2011 mencapai
7,87 juta orang atau 25,14 persen dari total penduduk miskin nasional yang
mencapai 31,02 juta orang.
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
memiliki potensi alam berupa kawasan pesisir dan laut serta pulau-pulau kecil.
masih diverifikasi. Provinsi Sumatera Utara memiliki panjang pantai 545 Km di
wilayah Pantai Timur dan 375 Km di wilayah Pantai Barat serta 380 Km di
Kepulauan Nias dan sekitarnya. Sumatera utara memiliki potensi laut dan
perikanan yang cukup besar. Jumlah Daerah pesirir di Sumatera Utara adalah 375
Kabupaten Batu Bara memiliki potensi kelautan dan perikanan yang cukup
besar. Secara administratif saat ini Kabupaten Batu Bara terdiri dari 7 Kecamatan
dan 151 desa/kelurahan dengan luas wilayah 904,96 km2. Pada wilayah ini
terdapat 21 desa pantai yang terletak di 5 Kecamatan dengan panjang pantai 58
km. Berikut pada Tabel 2 disajikan jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Batu
Bara menurut Kecamatan dan lokasi desa.
Tabel 1.2. Jumlah dan Jenis Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan dan Lokasi Desa di Kabupaten Batu Bara
Produksi ikan Kabupaten Batu Bara pada Tahun 2012 adalah sebesar
29,44 ribu ton yang terdiri dari 28,66 ribu ton (97,34 persen) berasal dari laut dan
sisanya sebesar 781,86 ton (2,66 persen) merupakan hasil budi daya perikanan
darat. Jumlah produksi ikan ini diyakini masih jauh dari potensi yang dimiliki
Tabel 1.3. Jumlah Produksi Ikan Menurut Kecamatan dan Lokasi Tangkapan Tahun 2012 di Kabupaten Batu Bara
Kecamatan Perikanan laut Perikanan darat Jumlah
[1] [2] [3] [4]
1. Sei Balai - 99,92 99,92
2. Tanjung Tiram 14.960,00 75,80 15.035,80
3. Talawi 2.997,00 32,10 3.029,10
4. Limapuluh 1.805,00 29,10 1.834,10
5. Air Putih - 81,82 81,82
6. Sei Suka 1.878,00 33,27 1.911,27
7. Medang Deras 7.020,00 429,85 7.449,85
Jumlah 28.660,00 781,86 29.441,86 Sumber: BPS Kabupaten Batu Bara, 2014
Sub sektor perikanan pada Tahun 2009 menyumbang 3,96 persen terhadap
PDRB total Kabupaten Batu Bara dengan nilai PDRB sebesar Rp 574,33 milliar,
angka ini relatif tidak berubah sampai dengan Tahun 2012. Pada Tahun 2012, sub
sektor perikanan menyumbang 3,75 persen terhadap total PDRB (Rp 788,30
milliar) (BPS Sumatera Utara 2014).
Jumlah penduduk yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan di
Kabupaten Batu Bara yaitu 20.463 orang, 13.572 orang nelayan penuh, 4711
orang nelayan sambilan dan 2180 orang nelayan sambilan tambahan. Pada tabel 4
dapat dilihat bahwa Kecamatan yang paling banyak penduduknya berada di
Tabel 1.4. Jumlah Nelayan Menurut Kategori Pekerjaan tiap Kecamatan di
Para nelayan melakukan pekerjaannya dengan tujuan untuk memperoleh
pendapatan demi kebutuhan hidup. Untuk pelaksanaannya diperlukan beberapa
perlengkapan dan dipengaruhi pula oleh banyak faktor guna mendukung
keberhasilan kegiatan. Menurut salim (1999) faktor yang mempengaruhi
pendapatan nelayan meliputi faktor sosial dan ekonomi yang terdiri dari besarnya
modal, jumlah perahu, jumlah tenaga kerja, jarak tempuh melaut dan pengalaman.
Dengan demikian pendapatan nelayan berdasarkan besar kecilnya volume
tangkapan,masih terdapat beberapa fakor-faktor yang lain yang ikut
menentukannya yaitu faktor sosial dan faktor ekonomi selain diatas.
Pada umumnya para nelayan masih mengalami keterbatasan teknologi
penangkapan. Dengan alat tangkap sederhana wilayah operasi pun menjadi
musim sangat tinggi, sehingga tidak setiap saat nelayan bisa turun melaut,
terutama pada musim ombak yang bisa berlangsung lebih dari satu bulan.
Akibatnya, hasil tangkapan menadi terbatas, dengan kesederhanaan alat tangkap
yang dimiliki, pada musim tertentu tidak ada tangkapan yang bisa diperoleh.
Kondisi ini merugikan nelayan karena secara rill rata rata pendapatan perbulan
menjadi kecil, dan pendapatan yang diperoleh pada saat musim ikan akan habis
dikonsumsi pada saat paceklik (Mulyadi,2005).
Masalah kemiskinan nelayan merupakan masalah yang bersifat
multidimensi sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan solusi yang
menyeluruh, dan bukan solusi secara parsial (Suharto, 2005). Oleh karena itu,
harus diketahui akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan pada
nelayan. Terdapat beberapa aspek yang menyebabkan terpeliharanya kemiskinan
nelayan atau masyarakat pinggiran pantai, diantaranya; Kebijakan pemerintah
yang tidak memihak masyarakat miskin, banyak kebijakan terkait
penanggulangan kemiskinan bersifat top down dan selalu menjadikan masyarakat
sebagai objek, bukan subjek. Kondisi bergantung pada musim sangat berpengaruh
pada tingkat kesejahteraan nelayan, menyebabkan beberapa pekan nelayan tidak
melaut dikarenakan musim yang tidak menentu. Rendahnya Sumber Daya
Manusia (SDM) dan peralatan yang digunakan nelayan berpengaruh pada cara
dalam menangkap ikan, keterbatasan dalam pemahaman akan teknologi,
menjadikan kualitas dan kuantitas tangkapan tidak mengalami perbaikan.
Kurangnya modal usaha juga merupakan hal yang mempengaruhi
rendahnya pendapatan nelayan. Dengan tidak tersedianya modal yang memadai
bisa membeli perahu, alat tangkap dan peralatan lainnya, serta biaya operasional
juga tidak akan terpenuhi dan akan menjadikan produktivitas nelayan menurun,
sehingga pendapatan akan mengalami stagnasi bahkan akan mengalami
penurunan secara ril jika terjadi inflasi, sehingga daya beli masyarakat nelayan
menjadi rendah yang akan mengakibatkan tingkat kesejahteraan yang semakin
rendah (Jhingan, 1983).
Pengetahuan tentang teknik penangkapan hasil laut umumnya diperoleh
secara turun temurun dari orang tua atau pendahulu mereka berdasarkan
pengalaman. Dengan pertambahan usia, selalu akan diikuti oleh meningkatnya
pengalaman kerja yang ditekuni. Menurut Gitosudarmo (1999), akibat
bertambahnya pengalaman di dalam mengerjakan suatu pekerjaan atau
memproduksikan suatu barang, dapat menurunkan rata-rata ongkos per satuan
barang. Sehingga semakin tinggi pengalaman seorang nelayan diasumsikan bahwa
semakin efisien dan efektif dalam proses penangkapan hasil laut sehingga dapat
meningkatkan pendapatan nelayan.
Program pemberdayaan nelayan dengan cara memperkuat kelembagaan
sosial ekonomi masyarakat memiliki peluang yang besar untuk memberikan
kontribusi yang efektif dan efisien terhadap perubahan sosial, ekonomi, dan
politik, serta dinamika pembangunan kawasan. Keberhasilan pencapaian ini akan
menjadi landasan membangun mayarakat madani dan tata pemerintahan lokal
yang semakin baik di kawasan pesisir pada masa- masa mendatang
(Tim Pemberdayaan Masyarakat Pesisir PSKP Jember, 2007)
Untuk merumuskan dan menentukan jenis program pembangunan yang
cara mendasarkan pada prioritas peringkat yang pertama atau yang
tertinggi.Penentuan program yang dusulkan (dpilih) telah dilakukan melalui
sosialisasi, wawancara, dan diskusi (pembahasan) di tingkat desa-desa
(Kecamatan), setelah membendingkan dengan program lain dengan menggunakan
kriteria yang terukur (Adisasmita,2006)
Kementerian Kelautan dan Perikanan
2013 memberi bantuan kebutuhan nelayan Kabupaten Batu Bara senilai Rp 7,85
miliar. Bantuan dimaksud terdiri dari bantuan Pengembangan Mina Usaha
Pedesaan (PUMP) Perikanan Tangkap sebanyak 20 paket senilai Rp 2 miliar,
PUMP Perikanan Budidaya 32 paket senilai Rp 2,8 miliar. Kemudian pengadaan
sarana prasarana 1 paket Rp 50 juta, pengadaan mesin pembuat batu es sebanyak
satu paket Rp 1,269 miliar, pembuatan bangsal pengelolaan satu paket Rp 450
juta, satu unit speed boat pengawasan Rp 1,65 miliar, dana penyelenggaraan
pengembangan sumber daya manusia Rp 359,4 juta ( Medan bisnis, 26 Februari
2013)
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membantu program
Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN) berbasis industrialisasi perikanan terpadu
di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara. Terdapat delapan kegiatan utama di
dalam Program PKN, antara lain pembangunan rumah sangat murah bagi nelayan,
tersedianya pekerjaan alternatif dan tambahan bagi keluarga nelayan, serta
bantuan langsung masyarakat berupa skema KUR (kredit usaha rakyat).
Sedangkan program lainnya yakni pembangunan SPBU solar, pembangunan "cold
storage" serta angkutan umum murah, termasuk pembangunan fasilitas sekolah
bertahap hingga tahun 2014 dengan menyasar rumah tangga miskin nelayan yang
tersebar di 816 pelabuhan perikanan di berbagai daerah. Untuk Kabupaten
Batubara Provinsi Sumatera Utara, program tersebut dilaksanakan di PPI (Pusat
Pendaratan Ikan) Desa Lalang, PPI Tanjung Tiram, PPI Perupuk dan PPI
Pangkalan Dodek.Guna mendukung program PKN di Batubara, KKP sendiri telah
mengalokasikan anggaran untuk kegiatan pembangunan kelautan dan perikanan.
Khususnya yang sudah terealisasi antara lain, penyaluran BLM PUMP (Bantuan
Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Mina Pedesaan) Perikanan Tangkap
sebanyak 26 KUB (Kelompok Usaha Bersama) dengan nilai Rp2,6 miliar.
Selain itu, terdapat pula pembangunankKapal >30 GT sebanyak satu unit dengan
nilai Rp1,5 miliar serta sarana pemasaran sebanyak satu paket dengan nilai Rp50
juta, serta sarana sistem rantai dingin sebanyak satu paket dengan nilai Rp50 juta.
Bantuan juga berasal dari dana alokasi khusus (DAK) Kabupaten Batubara,
berupa pengadaan Kapal Motor 5 GT, pengadaan alat penangkapan ikan,
pengadaan peralatan pengolahan sederhana, pembangunan pondok jaga,
pembangunan tempat tambat labuh serta mesin kapal pengawas (KKP)
Optimasi keberhasilan suatu kegiatan sangat dipengaruhi oleh ketepatan
pengorganisasian, sistem kerja yang djalankan dan unsur-unsur pendukungnya
yaitu, mutu orang-orangnya serta sarana yang diperlukan. Dalam keadaan
demkian maka akan dapat dicapai suatu penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan yang berdaya guna dan berhasil meskipun sumber sumber sangat
terbatas. Sejalan dengan itu, maka dalam penyelenggaraan pembangunan
diperlukan pengorganisasian yang mampu menggerakkan masyarakat untuk
yang semakin rasional, tidak didasarkan pada tuntutan emosional yang sukar
dipertanggungjawabkan pelaksanaannya (Suwignjo. 1986)
1.2Identifikasi masalah
Berdasakan uraian dari latar belakang diatas,maka dapat dirumuskan beberapa
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh modal, tenaga kerja, pengalaman, teknologi dan harga
jual terhadap pendapatan nelayan di daerah penelitian?
2. Program peningkatan pendapatan apa saja yang pernah dalaksanakan di
daerah penelitian?
3. Bagaimana persepsi nelayan terhadap program peningkatan pendapatan
yang dilaksanakan pemerintah?
1.3Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah:
1. Menganalisis pengaruh modal kerja,tenaga kerja, pengalaman, teknologi,
dan harga jual terhadap pendapatan nelayan di daerah penelitian
2. Mengetahui program peningkatan pendapatan nelayan yang pernah
dilaksanakan di daerah penelitian.
3. Menganalisis persepsi nelayan terhadap program penigkatan pendapatan
1.4Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ni adalah:
1. Sebagai sumber informasi bagi nelayan di desa Bogak, Kecamatan Tanjung
Tiram, Kabupaten Batu Bara.
2. Sebagai bahan atau masukan bagi pemerintah dan lembaga lembaga terkait
dalam pengadaan kebijakan.
3. Sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya yang berhubungun