• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan Organik: Perannya dalam Pengelolaan Kesehatan Tanah dan Pengendalian Patogen Tular Tanah Menuju Pertanian Tembakau Organik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bahan Organik: Perannya dalam Pengelolaan Kesehatan Tanah dan Pengendalian Patogen Tular Tanah Menuju Pertanian Tembakau Organik"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Bahan Organik: Perannya dalam Pengelolaan Kesehatan Tanah

dan Pengendalian Patogen Tular Tanah Menuju Pertanian

Tembakau Organik

Titiek Yulianti

Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat Jl. Raya Karangploso km 4, Kotak Pos 199, Malang

E-mail: balittas@litbang.deptan.go.id

Diterima: 1 Oktober 2009 Disetujui: 30 Oktober 2009

ABSTRAK

Kompleksnya masalah lingkungan pada usaha tani tembakau akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia

yang kurang bijaksana mendorong keluarnya kebijakan Good Agricultural Practices (GAP) untuk tanaman

tembakau yang disponsori oleh perusahaan-perusahaan tembakau dunia. Salah satu syarat terciptanya GAP adalah pengelolaan tanah dengan benar secara ramah lingkungan dengan menggunakan sumber daya alam

yang ada, antara lain denganpenambahan bahan organik ke dalam tanah. Cara tersebut selain

meningkat-kan kesuburan tanah dan memperbaiki struktur fisik tanah, juga berfungsi mengembalimeningkat-kan keseimbangan mikrobiologi dalam tanah. Pada kondisi tertentu cara tersebut bahkan mampu mengendalikan penyakit ta-naman, terutama jika agensia hayati ditambahkan ke dalamnya. Makalah ini membahas peran bahan organik dalam memperbaiki fungsi kimia, fisik, dan biologi tanah agar menjadi sehat dan produktif sebagai persiapan menuju usaha tani tembakau yang memenuhi standar GAP dan organik.

Kata kunci: pertanian organik, tembakau, patogen, kesehatan tanah

Organic Matter: Environmental Soil Management and Soilborne

Pathogens

Control Toward Good Agricultural Practices of Tobacco Production

ABSTRACT

Environmental problems on tobacco farm created by excessive use of pesticide and inorganic fertilizers has issued Good Agricultural Practices (GAP) sponsored by world tobacco companies. One key factor of the suc-cess of GAP is environmentally friendly soil management through the use of natural resources in the vicinity, such as organic amendment. Soil organic matter enhances soil fertility, improves soil physical properties, and restores soil microbiological equilibrium. It also provides longterm control to soilborne pathogens, especially when a biological control agent is added. This paper discusses the role of organic matter on enhancement chemical, physical, and biological soil properties. This conditions will improve soil health and fertility toward GAP tobacco production and organic tobacco.

Keywords: organic agriculture, tobacco, pathogen, soil health

PENDAHULUAN

EMBAKAUberasal dari Benua Amerika dan telah digunakan oleh bangsa Indian seba-gai tanaman obat dan dalam upacara-upacara adatmereka.Tembakaumulai dikenal dan me-nyebar ke seluruh dunia sejak Christoper

Co-lumbus menaklukkan Benua Amerika pada ta-hun 1492 (Anonymous, 2004). Sampai saat ini tembakau merupakan salah satu komoditas nonpangan penting karena memiliki nilai eko-nomi yang cukup tinggi. Seperti halnya perta-nian konvensional lainnya, usaha tani temba-kau juga menggunakan pupuk anorganik dosis

(2)

tinggi dan pestisida kimiawi secara berlebihan serta mengolah tanah secara intensif untuk meningkatkan produksinya. Kondisi tersebut mengakibatkan kualitas tanah menjadi sangat rendah, baik kesuburan fisik, kimia, maupun biologis tanah (Abbott dan Murphy, 2003). Bahkan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh patogen tular tanah menjadi berkembang akibat dominasi mikroba spesifik sehingga mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit (Gupta dan Sivasithamparam, 2003). Di nega-ra-negara maju, sterilisasi tanah dengan metil bromida untuk mengendalikan berbagai hama dan penyakit tular tanah telah menyebabkan kerusakan ekologi dan polusi lingkungan, bah-kan patogen yang terbawa oleh bibit abah-kan de-ngan mudah berkembang akibat tidak adanya saingan setelah fumigasi (Hoitink dan Ra-mosh, 2008).

Kompleksnya masalah lingkungan yang ditimbulkan ini memprihatinkan berbagai pi-hak, terutama yang memiliki kepentingan di dunia industri tembakau. Pada tahun 2005 CORESTA yang dimotori oleh sembilan peru-sahaan tembakau terkemuka di dunia seperti British American Tobacco Co.; Dimon Tobacco Co.; Imperial Tobacco Group; Japan Tobacco Group; Philip Morris Int.; Philip Morris USA; R.J. Reynolds Tobacco Co.; Standard Com-mercial Tobacco Co.; dan Universal Leaf To-bacco Co. menerbitkan panduan good agricul-tural practices (GAP) untuk tembakau. Buku ini merupakan pedoman bagi industri temba-kau di seluruh dunia. GAP didefinisikan seba-gai “Usaha tani untuk memproduksi tanaman berkualitas sedangkan lingkungan, termasuk tanah, air, udara, hewan, dan tumbuhan tetap terpelihara, lestari bahkan meningkat kondisi-nya.” Tujuan GAP adalah untuk memastikan bahwa dalam memproduksi tembakau harus memperhatikan keamanan lingkungan, sum-ber daya alam, dan juga melindungi makhluk hidup yang berkaitan dengan tanaman terse-but sehingga diperoleh bahan baku yang ber-kualitas dengan harga yang kompetitif. Bah-kan konsumen (terutama cerutu) yang berasal

dari negara maju saat ini lebih kritis dan mulai memikirkan kemungkinan pertanian tembakau organik.

Dalam pedoman GAP disebutkan bahwa salah satu faktor kunci keberhasilan usaha ta-ni berbagai jeta-nis tembakau, kecuali tembakau oriental, yang berkelanjutan dan ramah ling-kungan adalah pengelolaan tanah yang tepat dengan memperhatikan kesuburan dan kese-hatan tanah serta kelestarian ekosistem. Pe-ngelolaan tanah yang ramah lingkungan dapat dilakukan melalui pemberdayaan sumber-sumber alam seperti penggunaan bahan orga-nik, rotasi dengan tanaman-tanaman penyu-bur, dan sebagainya. Makalah ini merupakan review mengenai pengelolaan kesehatan ta-nah melalui penambahan bahan organik se-bagai persiapan menuju tercapainya GAP dan pertanian organik pada tembakau.

PENGELOLAAN TANAH MELALUI

PENAMBAHAN BAHAN ORGANIK

Tanah dan Permasalahannya

Tanah yang subur dan sehat merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha tani tembakau. Penggunaan lahan secara intensif selama bertahun-tahun untuk budi daya tem-bakau telah menurunkan kesuburan kimia dan biologi tanah (van Bruggen dan Termorshui-zen, 2003). Indikasinya adalah menurunkan kandungan bahan organik tanah sehingga ak-tivitas dan keanekaragaman hayati serta ke-seimbangan mikrobiologi dalam tanah rendah (Glenn, 1990). Padahal, keseimbangan antara fisik, kimia, dan biologi dalam tanah sangat penting bagi kelangsungan suatu produksi ta-naman, kesehatan tanah, maupun fungsi eko-sistem lainnya (Gupta dan Sivasithamparam, 2003). Jika tidak, ketimpangan tersebut bisa memunculkan masalah baru seperti mening-katnya atau dominannya suatu patogen pe-nyebab penyakit tanaman. Hal ini terbukti de-ngan terjadinya endemik penyakit yang dise-babkan oleh patogen tular tanah yang cukup parah di beberapa daerah penghasil tembakau

(3)

seperti di Deli, Jember, dan Temanggung. Di Deli penyakit layu bakteri oleh Ralstonia sola-nacearum dan nematoda Pratylenchus telah mengakibatkan turunnya produksi tembakau cerutu deli dan kerugian. Demikian juga de-ngan tembakau cerutu besuki di Jember. Se-rangan Erwinia carotovora penyebab busuk batang berlubang, lanas oleh Phytophthora ni-cotianae var nicotianae, layu bakteri R. sola-nacearum telah menyebar ke hampir seluruh areal tembakau cerutu di Jember dan menga-kibatkankerugian 3,6–7,8 juta rupiah/ha (Soe-ripno, 1999). Kondisi paling parah terjadi di Temanggung. Luas areal pertanaman temba-kau yang semula 20.284 ha pada tahun 1996 menyusut menjadi 9.326 ha pada tahun 2006 akibat adanya lahan lincat. Lahan lincat ada-lah ada-lahan yang mengalami degradasi kesubur-an tkesubur-anah dkesubur-an akumulasi bakteri R. solanace-arum dan nematoda Meloidogyne spp.

Dari faktor-faktor di atas dapat disimpul-kan bahwa pengelolaan lahan yang tepat sa-ngat penting dalam budi daya tembakau. De-ngan demikian, usaha tani tembakau harus memperhatikankelestarianekosistemdan ling-kungan namun masih tetap menguntungkan secara ekonomi. Faktor pertama yang harus dilakukan adalah mengembalikan dan mem-perbaiki kesuburan tanah melalui cara-cara yang ramah lingkungan seperti penambahan bahan organik.

Peran Bahan Organik dalam

Kesu-buran Tanah

Secara umum orang mengenal bahan organik sebagai residu/sisa tanaman, pupuk hijau atau pupuk kandang. Menurut May (2000)bahanorganikdidalamtanahterdiri da-ri 3 kelompok, yaitu: (1) Bahan organik de-ngan komposisi karbohidrat dan nitrogen se-imbang; (2) Bahan organik yang mengandung nitrogen tinggi, melebihi yang dibutuhkan da-lam mendekomposisi karbohidrat; (3) Bahan organikyangmengandungkarbohidrat dan lig-nin melebihi nitrogen.

Sekitar tahun 1950-an pertanian kon-vensional dicirikan dengan penggunaan pupuk anorganik untuk meningkatkan kesuburan ta-nahdanpengolahantanahintensifuntuk mem-perbaiki struktur tanah (Hoitink dan Ramosh, 2008). Pada saat itu bahan organik seperti sisa tanaman atau pupuk kandang kurang di-manfaatkan. Namun pada tahun 1970-an be-berapa negara maju mulai menyadari peran bahan organik dalam memperbaiki struktur fisik, kimia, dan biologi tanah meskipun sam-pah organik termasuk pupuk kandang masih sering diabaikan (Stone et al., 2004).

Millner dan Kaufman (2005) menyatakan bahwa bahan organik dalam tanah merupakan faktor kunci dalam menentukan kualitas dan produktivitas tanah karena fungsinya dalam mendaur nutrisi dan dalam memperbaiki fisik, kimia, dan biologi tanah. Hal ini dikarenakan keberadaan bahan organik dalam tanah ber-fungsi meningkatkan agregat dan aerasi ta-nah, serta memperbaiki drainase (Magdoff, 1992), menyediakan hara, meningkatkan ka-pasitas tukar kation, dan daya pegang air (Re-ganold, 1988).

Peran Bahan Organik dalam

Mening-katkan Kesehatan Tanah

Tanah yang sehat diindikasikan dengan adanya beragam mikroorganisme di dalam ta-nah, baik sebagai dekomposer atau trans-former senyawa organik menjadi anorganik, antagonis patogen, maupun sebagai simbion bagitanaman,sepertimycorrhiza. Semakin ba-nyak jumlah dan jenisnya, semakin sehat kon-disi tanah tersebut. Penambahan bahan orga-nik secara teratur akan menjaga keseimbang-an ekosistem di dalam tkeseimbang-anah karena mening-katkan populasi dan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah (Lumsden et al., 1983). Ke-terkaitan hubungan antarmikroba tersebut membuat sistem biologi di dalam tanah tetap seimbang. Suatukelompok mikroorganisme bi-sa menjadi antagonis atau predator bagi yang lainnya. Brundrett et al. (1996) menambahkan bahwa mycorrhiza sangat besar perannya

(4)

pa-da tanah-tanah reklamasi yang kurang subur, salin, dan pH ekstrem karena mampu ber-peran sebagai: pendaur nutrien dan konserva-si tanah; transporter karbon dari tanaman ke organisme lain; antagonis berbagai patogen; suplai nutrien bagi tanaman, terutama senya-wa yang sulit tersedia seperti P dan N; serta penetral ion logam beracun.

Peran Bahan Organik dalam

Mengen-dalikan Patogen Tular Tanah

Sebagaimana disebutkan di atas, terjadi-nya ledakan suatu peterjadi-nyakit yang disebabkan oleh patogen tular tanah adalah akibat menu-runnya keanekaragaman hayati dalam tanah. Penambahan kompos atau bahan organik da-pat mengembalikan populasi mikroorganisme yang berguna.

Namun kualitas dan tingkat dekomposisi bahan organik yang ditambahkan menentukan keberhasilan pengendalian penyakit tular ta-nah (Sullivan, 2004). Kualitas bahan organik meliputi bahan mentah kompos, misalnya asal bahan yang digunakan untuk memberi makan ternak, ukuran partikel, dan komposisi biologi, kimia, dan fisik kompos. Hoitink dan Ramosh (2008) menyatakan bahwa kompos yang tidak mudah terdekomposisi seperti (kulit kayu, ka-yu) dapat digunakan untuk mengendalikan patogen tular tanah dalam jangka panjang. Sementara kompos yang berasal dari sisa-sisa tanaman atau pupuk kandang yang mudah terdekomposisi, terutama yang tanpa diproses lebih dahulu, biasanya kurang memberikan manfaat jangka panjang.

Penambahan bahan organik yang masih segar ke dalam tanah seringkali malah me-ningkatkan keparahan penyakit karena meru-pakan sumber makanan baik bagi mikrobiota tanah maupun patogen tular tanah (Franz et al., 2008). Keberadaan mikroba antagonis pa-da kondisi tersebut tipa-dak mampu menekan la-ju perkembangan patogen. Tingginya nutrisi yang tersedia cenderung menghambat pro-duksi antibiotik ataupun enzim-enzim yang di-perlukan oleh mikroba antagonis selama

pro-ses parasitasi (Hoitink dan Boehm, 1999). Un-tuk menghindari masalah ini, Hoitink dan Ra-mosh (2008) menyarankan agar bahan orga-nik yang ditambahkan mampu terdekomposisi dengan laju 1,0 mg CO2 per 1 g berat kering C

setiap harinya selama proses pengomposan. Untuk mudahnya, bahan organik diaplikasikan pada saat bera untuk memberi kesempatan bahan organik terdekomposisi sebelum tanam di musim berikutnya. Pemberian pupuk kan-dang ataupun sisa-sisa tanaman ke lapang ju-ga harus terdekomposisi baik melalui sistem minimum tillage ataudibenamkankedalam ta-nah. Selain itu sumber bahan organik yang di-berikan juga akan memdi-berikan respon yang berbeda pula. Hasil penelitian Yulianti dan Hi-dayah (2009) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam 1 ton per hektar sebu-lansebelumtanammeningkatkanproduksi dan mutu tembakau sekaligus menekan penyakit akibat serangan E. carotovora 19,28% diban-dingkan sumber bahan organik lain yang dico-ba.Selamaprosesdekomposisipopulasi mikro-ba meningkat dan beberapa isolat antagonis berhasil diisolasi.

Penambahan bahan organik yang sudah terdekomposisi sempurna dan stabil (suhu te-lah turun di bawah 40oC) juga kurang mampu

menekan penyakit tanaman (Hoitink dan Ra-mosh, 2008). Karena bahan organik yang stabil atau humus yang berlebihan, pada akhir proses dekomposisi sudah tidak bisa berfungsi sebagai sumber makanan bagi agensia hayati. Namun, keberadaan agensia hayati dalam kompos, merupakan faktor penting dalam pe-ngendalian penyakit dalam jangka panjang (Stone et al., 2004).

Jadi,fungsi penekanan penyakit tidak bi-saberlangsungselamanya,kecualibahan orga-nik baru ditambahkan atau jika kompos me-ngandung senyawa lignoselulosa yang stabil. Kompos yang kering atau dibakar juga tidak mampu mengendalikan patogen tular tanah karena biomassa mikroba tidak berkembang pada kondisi tersebut (Hoitink dan Boehm, 1999) terutama untuk patogen-patogen yang

(5)

memiliki kemampuan saprofitik tinggi seperti R. solani (Yulianti et al., 2008). Kompos yang baik mempunyai tingkat kelembapan >45%.

Jenis patogen yang berbeda akan mem-berikan respon yang berbeda terhadap pe-nambahan kompos. Misalnya, Phytophthora dan Pythium atau propagul patogen yang kecil (diameter <200 µm) bisa ditekan hanya da-lam beberapa hari setelah bahan organik ditambahkan melalui proses mikrobiostasis (kompetisi dan antibiosis) oleh mikroba kom-petitor (Baker dan Paulitz, 1996). Namun un-tuk Rhizoctonia dan Sclerotium yang bertahan dalam bentuk sklerosia butuh waktu beberapa minggu atau bulan untuk mengendalikan ka-rena selain adanya kompetisi dan antibiosis juga melibatkan proses parasitasi (Yulianti, 1996; Baker dan Paulitz, 1996; Yulianti et al., 2007) dan terkadang butuh inokulasi agensia hayati. Hoitink et al. (2006) melaporkan bah-wa Fusarium akan berkembang bila tanah di-beri kompos dengan C/N rendah. Penekanan Fusarium berlangsung efektif jika diberi kom-pos yang mengandung C/N tinggi dan telah diinokulasi dengan strain Trichoderma yang bersifat antagonis bagi patogen dan juga mempunyai kemampuan menginduksi sistem ketahanan tanaman (IRS).

Terkadang, penambahan bahan organik saja ke dalam tanah pada daerah-daerah yang endemik kurang efektif mengendalikan penya-kit tanaman. Pertanaman tembakau di Te-manggung, khususnya di lahan lincat setiap tahun ditambahkan pupuk kandang untuk memperbaiki kesuburan tanah. Namun, kepa-rahan penyakit tidak berkurang. Hal ini bisa disebabkan keanekaragaman mikroba yang rendah sehingga kemungkinan adanya mikro-ba yang bersifat antagonis kecil. Untuk me-ningkatkan efektivitas bahan organik, sebaik-nya penambahan bahan organik ditambah de-ngan agensia hayati terutama yang memiliki spektrum luas atau memiliki kemampuan menginduksisistemketahanan tanaman (IRS). Pada tahun 2006 melalui Program Peningkat-an PendapatPeningkat-an PetPeningkat-ani Melalui Inovasi (P4MI),

Balittas memproduksi agensia hayati untuk R. solanacearum dan P. nicotianae dan telah di-aplikasikan ke lahan yang dikategorikan lincat. Menurut pengamatan petani setempat kema-tianpenyakitdapatditekan(10–20%) dan pro-duksi meningkat (komunikasi pribadi).

Sementara itu, penyakit-penyakit daun atau virus hanya bisa dikendalikan jika kom-pos yang diaplikasikan mengandung zat IRS secara alami. Pada tahun 1991 ditemukan pe-ngendalian hayati penyakit akar dan daun yang disebabkan oleh bakteri, jamur, nemato-da, bahkan virus melalui induksi ketahanan sistemik tanaman oleh agensia hayati pengko-loni akar seperti Pseudomonas, Bacillus, dan Trichoderma spp. (Pieterse et al., 2003; So-resh et al., 2005). Efek sistemik tersebut bisa diinduksi melalui penambahan kompos secara alam (Stone et al., 2003; 2004).

Bahan Organik pada Tanaman

Tem-bakau

Meskipun berbagai manfaat bahan orga-nik terhadap kesehatan tanah maupun terha-dap penekanan patogen telah diuraikan seper-ti di atas, namun pemanfaatannya pada ta-naman tembakau perlu waktu dan dosis apli-kasi yang tepat. Beberapa petani tembakau mengeluhkan kualitas daun menjadi lebih ra-puh jika ditambah pupuk kandang sebagai sumber bahan organik. Hal ini terjadi karena mereka tidak mengurangi dosis pupuk anorga-niknya. Sebelum aplikasi, sebaiknya kandung-an bahkandung-an orgkandung-anik dalam tkandung-anah diketahui lebih dahulu. Kandungan hara (N, P, dan K) pupuk kandang juga perlu dipertimbangkan ketika menambahkan pupuk anorganik. Kuepper dan Thomas (2001) menyatakan bahwa petani di USA biasa menambahkan pupuk kandang pa-da pertanaman tembakaunya dengan mengu-rangi dosis pupuk anorganik. Pupuk kandang diberikan pada tanaman sebelum tembakau untuk menghindari efek negatifnya.

Selain waktu dan dosis aplikasi, jenis ta-nah juga perlu dipertimbangkan dalam aplika-si bahan organik. Tekstur tanah ringan yang

(6)

banyak mengandung pasir namun rendah ba-han organik biasanya rentan serangan nema-toda.Penambahanbahanorganik,selain mem-perbaiki tekstur tanah, juga akan meningkat-kan aktivitas dan populasi mikroba tanah yang bisa bersifat sebagai antagonis nematoda pa-togen.

KESIMPULAN

Untuk menuju produksi tembakau yang memenuhi standar GAP, hal penting yang per-lu diperhatikan adalah pengelolaan tanah se-hat melalui pendekatan ekologi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan serta mengu-rangi atau menghindari penggunaan pestisida kimiawi dan pupuk anorganik. Penambahan bahan organik selain berfungsi sebagai pe-ngembali kesuburan tanah, juga mepe-ngembali- mengembali-kan keseimbangan mikrobiologi sekaligus ngendalikan penyakit tular tanah. Untuk me-ningkatkan efektivitas pengendalian bahan or-ganik, perlu ditambahkan agensia hayati baik yang spesifik ataupun berspektrum luas.

DAFTAR PUSTAKA

Abbott, L.K. and D.V. Murphy. 2003. What is soil biology fertility? p. 1–15. In Abbott, L.K. and Murphy, D.V. (eds.) Soil Biological Fertility A Key to Sustainable Land Use in Agriculture. Kluwer Academic Publisher, The Netherland. Anonymous. 2004. Tobacco. Department of

Bota-ny Natural History Museum London. Microsoft Encarta Encyclopedia Standard Edition. Baker, R. and T.C. Paulitz. 1996. Theoretical basis

for microbial interactions leading to biological control of soilborne plant pathogens. p. 50–

79. In Principles and Practice of Managing

Soilborne Plant Pathogens. Robert Hall (ed.). APS Press, St. Paul, Minnesota, USA.

Brundrett, M., N. Bougher, B. Dell, T Grove, and N. Malajczuk. 1996. Working with mycorrhizas in forestry and agriculture. ACIAR Monograph 32. 374p.

Franz, E., A.V. Semenov, A.J. Termorshuizen, O.J. de Vos, J.G. Bokhorst, and A.H.C van Brug-gen. 2008. Manure-amended soil characteris-tics affecting the survival of E. coli O157:H7 in 36 Dutch Soils. Env. Microbiol. 10:313–327. Glenn, O. 1990. The influence of some

compo-nents of the soil environment on the

sapro-phytic growth of the take-all fungus,

Gaeu-mannomycesgraminis var.tritici, in soil. Ph.D.

Thesis, Dept. of Soil Science and Plant Nutri-tion, School of Agriculture, University of Western Australia, Perth.

Gupta, V.V.S.R. and K. Sivasithamparam. 2003. Relevance of plant root pathogens to soil bio-logical fertility. p. 163–186. In Abbott, L.K. and Murphy, D.V. (eds.). Soil Biological Fertili-ty A Key to Sustainable Land Use in Agricul-ture. Kluwer Academic Publishers, The Ne-therland.

Hoitink, H.A.J. and M.J. Boehm. 1999. Biocontrol within the context of soil microbial commu-nities: a substrate-dependent phenomenon. Annu. Rev. Phytopathol. 37:427–446.

Hoitink, H.A.J., L.V. Madden, and A.E. Dorrance. 2006. Systemic resistance induced by Tricho-derma spp.: Interactions between the host, the pathogen, the biocontrol agent, and soil

organic matter quality. Phytopathology 96:

186–189.

Hoitink, H.A.J. and L. Ramosh. 2008. Impacts of composts on soil and plant health. Talk given at the ACORBAT 2008 International Banana Congress, November 10–14, 2008, Guyacull Simon Bolivar Covention Center, Guyacull,

Equador.

htpp://plantpath.osu.edu/people- and-programs/faculty-directory/emeritus/hoi-tink-harry-a-j/index html.

Kuepper, G. and R. Thomas. 2001. Organic tobac-co production. National Sustainable Agricul-ture Information Service. ATTRA. http://attra. ncat.org/attra-pub/PDF/tobacco.pdf.

Lumsden, R.D., J.A. Lewis, and G.C. Papavizas. 1983. Effect of organic amendments on soil-borne plant diseases and pathogen

antago-nists. In Environmentally Sound Agriculture,

edited by Lockeretz. W.E. Praeger Publisher, New York, USA.

Magdoff, F. 1992. Building soils for better crops.

Organicmatter management.Univ. of

(7)

May, J.T. 2000. Basic concept of soil management.

p. 1–25 In Soil management. htpp://fp.

auburn.edu/sfws/sfnmc/class/handbook/chap ter1.pdf.

Millner, P.D. and D.D. Kaufman. 2005. Soil organic matter dynamic and microbial interactions. Agricultural Research Service US. Department of Agriculture, Beltsville, Maryland, USA. 8pp. Pieterse, C.M.J., J.A. van Pelt, B.W.M Verhagen, J.

Ton, S.C.M. van Wees, K.M. Leon-Klooster-ziel, and L.C. van Loon. 2003. Induced syste-mic resistance by plant growth-promoting rhi-zobacteria. Symbiosis 35:39–54.

Reganold, J.P. 1988. Comparison of soil properties as influenced by organic and conventional farming systems. American Journal of Alter-native Agriculture 3:144–155.

Soeripno. 1999. Laporan pengamatan hama dan penyakit tanaman TBN. Kopa Tarutama Nusantara, Jember. 60 hal.

Soresh, M., I. Yedidia, and I. Chet. 2005.

Involve-mentofjasmonicacid/ethylenesignaling

path-way in the systemic resistance induced by the

biocontrol agent Trichoderma asperellum

T203. Phytopathology 95:76–84.

Stone, A.G., G.E. Vallad, L.R Cooperband, D. Ro-tenberg, H.M. Darby, R.V. James, W.R. Ste-venson, and R.M. Goodman. 2003. The effect of organic amendments on soilborne and fo-liar diseases in field grown snap bean and cucumber. Plant Disease 87:1037–1042. Stone, A.G., S.J. Scheurell, and H.M. Darby. 2004.

Suppressionof soilborne diseases in field

agri-cultural systems: Organic matter manage-ment, cover cropping, and other cultural practices. p. 131–177. In: Soil Organic Matter

in Sustainable Agriculture. Magdoff, F. and Weil, R.R. (eds). CRC Press LLC, Boca Raton, Florida.

Sullivan, P. 2004. Sustainable management of soil-borne plant diseases. National Center for Ap-propriate Technology. IP173. Slot 131 Version 071604.

van Bruggen, A.H.C. and A.J. Termorshuizen. 2003. Integrated aproaches to root disease management in organic farming systems. Australasian Plant Pathology 32:141–156. Yulianti, T. 1996. The impact of animal manures

on the behavior of sclerotia producing fungi infecting cotton. M.Agr.Sc. Thesis. The Uni-versity of Melbourne.

Yulianti, T., K. Sivasithamparam, and D. Turner. 2007. Saprophytic and pathogenic behaviour of R. solani AG2-1 (ZG-5) in a soil amended

with Diplotaxis tenuifolia or Brassica nigra

manures and incubated at different tempera-tures and soil water content. Plant and Soil 294:277–289.

Yulianti, T., K. Sivasithamparam, and D. Turner.

2008. Incorporation of Brassica nigra and

Diplotaxis tenuifolia residues and incubation under different soil conditions affects the sur-vival of Rhizoctonia solani AG2-1 (ZG5), the causal agent of damping off of canola

differently. 3rd International Biofumigation

Symposium, CSIRO. Canberra, Australia, 20– 25 July 2008.

Yulianti, T. and N. Hidayah. 2009. Organic matter

amendment for control hollow stalk (Erwinia carotovora) of besuki cigar tobacco. Interna-tional Seminar on Sustainable Agricultural Engineer toward Sustainable Agriculture in Asia. Bogor, 17–19 November 2009.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hal tersebut dapat pula dikatakan bahwa variabel kemampuan kader mempunyai hubungan langsung dengan variabel efektivitas Program Posyandu setelah dikontrol

Hasil analisis data menunjukkan bahwa Pengaruh Skenario terhadap Rasa Nasionalisme, berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan terhadap responden pada Mahasiswa Bina

Di dalam buku ini membahas sejarah perjuangan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia yang tidak terlepas dari peran para ulama dan santri secara spesifik, juga di dalamnya

Penelitian ini di tujukan untuk menilai pengaruh kinerja manajemen mutu, manajemen pemasaran dan audit internal terhadap akreditasi pelayanan rumah sakit swasta,

Pengajaran mikro dilaksanakan mulai Februari sampai Juni 2013. Dalam Pengajaran mikro mahasiswa melakukan praktek mengajar pada kelas kecil. Adapun yang berperan

This study discusses the Temperature and Humidity Monitoring System Chili Plant Greenhouse Based on LabVIEW. Each plant requires a climate in order to grow optimally and results in

Sejalan dengan itu, ada tiga pokok yang dibahas dalam penelitian ini yaitu (1) mengetahui citra diri tokoh utama perempuan; (2) mengetahui peran sosial tokoh

Senada dengan penelitian Fajriati (2011), hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan motivasi kerja karyawan pria dan wanita dan terdapat