• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. yakni seseorang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. yakni seseorang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kedisiplinan pada Peserta Didik a. Pengertian Kedisiplinan

Menurut Hurlock (1978) Disiplin berasal dari kata yang sama dengan “disciple” yakni seseorang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin. Menurut kamus bahasa indonesia disiplin adalah tata tertib, ketaatan dan kepatuhan pada aturan dan tata tertib.

Menurut Hani (1997) disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional. Menurut Masan dan Rachmat (2006) disiplin artinya taat dan patuh.

Menurut James & Marry (1991) disiplin adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh orangtua untuk membentuk perilaku anak-anak, semua peringatan dan aturan, pengajaran dan perencanaan.

Menurut (Malayu Hasibuan, 2008) disiplin adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan instansi dan norma-norma sosial yang berlaku

Rasyidi, Badri (1996) disiplin adalah sikap konsistensi dalam mematuhi dan menaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan secara pribadi, maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta beragama.

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan merupakan suatu sikap kesediaan, kerelaan, patuh, serta taat dalam peraturan sekolah.

b. Unsur-Unsur Disiplin 9

(2)

Menurut Hurlock (1978) jika dengan adanya disiplin diharapkan mampu mendidik siswa dapat berperilaku sesuai dengan standar kelompok sosial (sekolah) perlu empat unsur, yaitu:

a) Peraturan

Adalah pola yang ditetapkan untuk tingkah laku. Peraturan mempunyai dua fungsi yaitu:

1. Fungsi mendidik, sebab peraturan merupakan alat memperkenalkan perilaku yang disetujui anggota kelompok kepada siswa.

2. Fungsi preventif, karena peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan.

b) Hukuman

Menjatuhkan hukuman pada seseorang karena suatu kesalahan perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan. Hukuman memiliki tiga fungsi yaitu:

1. Menghalangi pengulangan tindakan.

2. Mendidik, sebelum siswa mengerti peraturan, siswa dapat belajar tindakan tersebut benar atau salah dengan mendapat hukuman.

3. Motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak diterima masyarakat. c) Penghargaan

Tiap bentuk penghargaan untuk hasil yang baik. Penghargaan mempunyai tiga peranan penting yaitu:

1. Penghargaaan mempunyai nilai mendidik

2. Penghargaan berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang di setujui secara sosial.

(3)

3. Penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial dan tiada pengahargaan akan melemahkan perilaku.

d) Konsistensi

Berarti tingkat keseragaman atau stabilitas yang mempunyai nilai mendidik, motivasi, mempertinggi penghargaan terhadap peraturan dan orang yang berkuasa. Konsistensi mempunyai tiga fungsi yaitu:

1. Mempunyai nilai mendidik yang besar.

2. Konsistensi mempunyai motivasi yang kuat untuk melakukan tindakan yang lebih baik di masyarakat dan menjauhi tindakan buruk.

3. Konsistensi membantu perkembangan siswa untuk hormat pada aturan-aturan dan masyarakat sebagai otoritas.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat empat unsur-unsur kedisiplinan, adalah peraturan yaitu pola yang ditetapkan untuk tingkah laku, hukuman yaitu menjatuhkan hukuman pada seseorang karena suatu kesalahan sebagai suatu ganjaran, penghargaan yaitu bentuk penghargaan untuk hasil yang baik, konsistensi yaitu tingkat keseragaman yang mempunyai nilai mendidik, motivasi, mempertinggi penghargaan terhadap peraturan dan orang yang berkuasa.

c. Aspek yang Berkaitan dengan Perilaku Disiplin

Menurut Unaradjan (2003) aspek yang berkaitan dengan perilaku disiplin ada empat, yaitu:

a) Dipenuhi oleh Tindakan Disiplin.

Menurut Hurlock (1981) pada saat diakui bahwa anak-anak perlu menampilkan perilaku disiplin bila ingin bahagia dan diterima di masyarakat. Melalui tindakan disiplin, belajar berperilaku menurut aturan-aturan yang ada dan diterima di

(4)

masyarakat. Bertindak disiplin akan membantuu seseorang dalam penyesuaian diri dan penyesuaian sosial.

b) Beberapa Kondisi yang Berhubungan dengan Kebutuhan Akan Perilaku Disiplin pada Individu.

1. Proses penanaman perilaku disiplin pada satu anak dapat berbeda dengan anak yang lain.

2. Kebutuhan akan disiplin bervariasi sesuai dengan saat dalam suatu hari, di samping adanya faktor usia yang berpengaruh.

3. Aktivitas-aktivitas yang mempengaruhi kebutuhan mereka akan disiplin. 4. Kebutuhan akan disiplin bervariasi sesuai dengan hari-hari dalam satu minggu. 5. Disiplin lebih sering dibutuhkan dalam keluarga besar dibandingkan keluarga

kecil.

6. Kebutuhan akan disiplin bervariasi sesuai dengan usia. c) Hal-hal Pokok dalam Menanamkan Perilaku Disiplin pada Anak.

1. Aturan-aturan (Rules) 2. Hukuman (Punishment) 3. Imbalan (Reward) 4. Konsistensi

Berdasarkan aspek yang berkaitan dengan perilaku disiplin dapat disimpulkan yaitu dipenuhi oleh tindakan disiplin, beberapa kondisi yang berhubunggan dengan kebutuhan akan perilaku disiplin pada individu, hal-hal pokok dalam menanamkan perilaku disiplin pada anak.

(5)

Menurut Hurlock (1978) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kedisiplinan antara lain:

a) Kesamaan dengan disiplin yang digunakan orangtua.

Bila orangtua dan guru merasa bahwa orangtua mereka berhasil mendidik mereka dengan baik, mereka menggunakan teknik yang serupa dalam mendidik anak asuhan mereka, bila mereka merasa teknik yang digunakan orangtua mereka salah biasanya mereka beralih ke teknik yang berlawanan.

b) Penyesuaian dengan cara yang disetujui kelompok

Semua orangtua dan guru, tetapi terutama mereka yang muda dan tidak pengalaman, lebih dipengaruhi oleh apa yang oleh anggota kelompok mereka dianggap cara terbaik dari pada oleh pendirian mereka sendiri mengenai apa yang terbaik.

c) Usia Orangtua atau Guru

Orangtua dan guru yang muda cenderung lebih demokratis dan permisif dibandingkan dengan yang lebih tua. Mereka cenderung mengurangi kendali tatkala angka menjelang masa remaja.

d) Pendidikan untuk menjadi Orangtua atau guru

Orangtua yang telah mendapat kursus dalam mengasuh anak dan lebih mengerti anak dan kebutuhannya lebih menggunakan teknik demokratis dibandingkan anak yang tidak mendapat pelatihan demikian.

e) Jenis Kelamin

Wanita pada umumnya lebih mengerti anak dan kebutuhannya dibandingkan pria, dan cenderung kurang otoriter. Hal ini berlaku untuk orangtua dan guru maupun untuk para pengasuh lainnya.

(6)

f) Status Sosio Ekonomi

Orangtua dan guru kelas menengah dan rendah cenderung lebih keras dibandingkan mereka yang dari kelas atas, tetapi yang lebih konsisten. Semakin berpendidikan, semakin menyukai disiplin demokratis.

g) Konsep Mengenai Peran Orang Dewasa

Orangtua yang memepertahankan konsep tradisional mengenai peran orangtua, cenderung lebih otoriter dibandingkan orangtua yang telah menganut konsep yang modern. Guru yang yakin bahwa harus ada tata-cara yang kaku dalam kelas lebih banyak menggunakan disiplin otoriter dibandingkan guru yang mempunyai konsep mengajar yang demokratis.

h) Jenis Kelamin Anak

Orangtua pada umumnya lebih keras terhadap anak perempuan dari pada terhadap anak laki-lakinya. Begitu pula para guru cenderung lebih keras terhadap anak perempuan.

i) Usia Anak

Disiplin otoriter jauh lebih umum digunakan untuk anak kecil dari pada untuk yang lebih besar. Adapun teknik yang disukai, kebanyakan orangtua dan guru merasa bahwa anak kecil tidak dapat mengerti penjelasan, sehingga memusatkan perhatian mereka pada pengendalian otoriter.

j) Situasi

Ketakutan dan kecemasan biasanya tidak diganjar hukuman, sedangkan sikap menentang, negativisme, dan agresi kemungkinan lebih mendorong pengendalian diri.

(7)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan yaitu kesamaan dengan disiplin yang digunakan orangtua, penyesuaian dengan cara yang disetujui kelompok, usia orang tua atau guru, pendidikan untuk menjadi orangtua atau guru, jenis kelamin, status sosial ekonomi, konsep mengenai peran orang dewasa, jenis kelamin anak, usia anak, situasi.

Menurut Unaradjan (2003) faktor yang mempengaruhi pembinaan disiplin diri ada dua faktor yaitu :

a) Faktor-faktor Ekstern 1. Keadaaan Keluarga

Keluarga sebagai tempat pertama dan utama pembinaan pribadi merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Ia mempengaruhi atau menentukan perkembangan pribadi tersebut di kemudian hari.

2. Keadaan Sekolah

Pembinaan dan pendidikan disiplin di sekoah ditentukan oleh keadaan sekolah tersebut. Keadaan sekolah yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah ada tidaknya sarana-sarana yang diperlukan bagi kelancaran proses belajar mengajar di tempat tersebut.

3. Kedaaan Masyarakat

Masyarakat sebagai suatu lingkuungan yang lebih luas dari pada keluarga dan sekolah turut menentukan berhasil tidaknya pembinaan dan pendidikan disiplinn diri.

(8)

1. Keadaaan Fisik

Individu yang sehat secara fisik atau biologis akan dapat menunaikan tugas-tugas yan ada dengan baik.dengn penuh vitalitas dan tenang, ia mengatur waktu ntuk mengikuti berbagai acara atau aktivitas secara seimbang dan lancar.

2. Keadaaan Psikis

Keadaan fisik seperti yang dipaparkan tadi mempunyai kaitan erat dengan keadaan batin atau psikis seseorang.

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi pembinaan disiplin diri dapat disimpulkan menjadi dua yaitu faktor ekstern: keadaaan keluarga, keadaan sekolah, keadaan masyarakat. Serta faktor intern: keadaan fisik dan keadaan psikis.

d. Fungsi Disiplin yang Bermanfaat dan yang tidak Bermanfaat

Menurut Hurlock (1978) ada beberapa fungsi disiplin yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat antara lain:

a) Fungsi yang bermanfaat

1. Untuk mengajar anak bahwa perilaku tertentu selalu akan diikuti hukuman, namun yang lain akan diikuti pujian.

2. Untuk mengajar anak suatu tingkatan penyesuaian yang wajar, tanpa menuntut konformitas yang berlebihan.

3. Untuk membantu anak mengembangkan diri dan pengarahan diri sehingga mereka dapat menggembangkan hati nurani untuk membimbing tindakan mereka.

b) Fungsi yang tidak bermanfaat 1. Untuk menakut-nakuti anak.

(9)

Berdasarkan fungsi disiplin yang bermanfaat dan tidak bermanfaat dapat disimpulkan bahwa disiplin yang bermanfaat mengajarkan anak selalu diikuti hukuman, pujian, tingkatan penyesuaian yang wajar, serta mengembangkan pengendalian diri dan pengarahan diri. Serta disiplin yang tidak bermanfaaat adalah untuk menakut-nakuti anak serta sebagai pelampiasan agresi yang mendisiplin.

B. Pola Asuh Orangtua

a. Pengertian Pola Asuh Orangtua

Menurut Dariyo (2007) memilih dan menerapkan pola pengasuhan (parenting style) adalah penting dilakukan oleh orangtua untuk pengembangan kepribadian diri pada anak dalam keluarga. Tiap keluarga memiliki hak untuk memilih dan menggunakan pola pengasuhan yang berbeda dengan keluarga yang lain.

Menurut Hersey & Blanchard (1979) menyatakan bahwa pola asuh sebagai suatu bentuk dari kepemimpinan. Menurut Baumbrind (dalam Santrock, 2002) orangtua tidak boleh menghukum atau mengucilkan, tetapi sebagai gantinya orangtua harus mengembangkan aturan-aturan bagi anak-anak dan mencurahkan kasih sayang kepada mereka.

Menurut Khon (dalam Henslin, 2007) mengemukakan bahwa orangtua kelas pekerja terutama memperhatikan konformitas luar anak, mengijinkan agar anak-anak taat, rapi, dan bersih, menaati peraturan dan menghindari masalah, untuk membuat anaknya taat mereka menggunakan hukuman fisik. Sedangkan orangtua kelas menengah lebih fokus pada pengembangan rasa ingin tahu, eskspresi diri, dan pengendalian diri anak-anak mereka.

(10)

Jadi pola asuh merupakan perilaku fisik maupun psikologis yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya untuk membentuk kepribadian anak dalam menuju kedewasaan.

b. Macam-Macam Pola Asuh Orangtua

Macam-macam pola asuh orangtua menurut Santrock (2002), yaitu: a) Pola asuh authoritative atau otoritatif atau demokratis

1. Kontrol terhadap anak relatif longgar.

2. Terjadi komunikasi dua arah antara anak dan orangtua. 3. Hukuman diberikan sesuai dengan tingkat kesalahan anak .

4. Pembentukan disiplin atas dasar komitmen bersama antara anak dengan orangtua.

b) Pola asuh authoritarian atau otoriter 1. Kontrol terhadap anak ketat.

2. Komunikasi lebih didominasi oleh orangtua, tapi masih ada penghargaan kepada anak.

3. Hukuman diberikan atas dasar kesalahan yang dilakukan oleh anak. 4. Pembentukan disiplin diarahkan oleh orangtua.

c) Pola asuh permissive

1. Tidak ada kontrol terhadap anak. 2. Komunikasi sangat rendah

(11)

4. Pembentukan disiplin diserahkan kepada anak.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan yaitu ada tiga macam pola asuh menurut Santrock (2002) yaitu pola asuh authoritative, pola asuh authoritarian, dan pola asuh permissive.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Orangtua dalam Mengasuh dan Mendidik Anak

Menurut Gunarsa (1983) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Orangtua dalam Mengasuh dan Mendidik Anak adalah:

a) Pengalaman masa lalu yang berhubungan erat dengan pola asuh ataupun sikap orangtua mereka.

Biasanya dalam mendidik anaknya, orangtua cenderung untuk mengulangi sikap atau pola asuh orangtua mereka dahulu apabila hal tersebut dirasakan manfaatnya. Sebaliknya mereka cenderung pula untuk tidak mengulangi sikap atau pola asuh orangtua mereka bila tidak diraskan manfaatnya.

b) Nilai-nilai yang dianut oleh orangtua

Contoh: orangtua yang mengutamakan segi intelektual dalam kehidupan mereka, atau segi rohani dan lain-lain. Hal ini tentunya akan berpengaruh pula dalam usaha mendidik anak-anaknya.

c) Tipe kepribadian dari orangtua

Misalnya orangtua yang selalu cemas dapat mengakibatkan sikap yang terlalu melindungi terhadap anak.

d) Kehidupan perkawinan orangtua e) Alasan orangtua mempunyai anak

(12)

Dapat disimpulkan faktor yang mempengaruhi sikap orangtua dalam mengasuh dan mendidik anak diatas dapat disimpulkan bahwa pengalaman masa lalu yang berhubungan erat dengan pola asuh ataupun sikap orangtua mereka, nilai-nilai yang dianut oleh orangtua, tipe kepribadian dari oragtua, kehidupan perkawinan orangtua, dan alasan orangtua mempunyai anak.

d. Perlakuan Orangtua yang Efektif

Perlakuan orang tua yang efektif menurut Yusuf (2011) adalah :

a) Menyusun atau membuat standar (aturan perilaku) yang tinggi, namun dapat dipahami.

b) Menaruh perhatian terhadap perilaku anak yang baik dan memberikan reaward atau ganjaran.

c) Menjelaskan alasannya atau tujuannya, ketika meminta anak untuk melakukan sesuatu.

d) Mendorong anak untuk menelaah dampak perilakunya terhadap orang lain. e) Menegakkan aturan secara konsisten.

Berdasarkan perlakuan yang efektif di atas disimpulkan bahwa orangtua menyusun atau membuat standar yang mudah dipahami, menaruh perhatian terhdap anak yang baik serta memberikan reward, menjelaskan anak ketika meminta anak untuk melakukan sesuatu, mendorong anak untuk menelaah dampak perilakunya terhadap orang lain serta menegakkan aturan secara konsisten.

C. Pengaruh Pola Asuh Orangtua terhadap Kedisiplinan Peserta Didik

Peserta didik merupakan komponen manusiawi yang terpenting dalam proses pendidikan, maka seorang guru dituntut memiliki pemahaman yang mendalam tentang

(13)

hakikat peserta didik tersebut. Sebagai komponen manusiawi, berarti pemahaman tentang hakikat peserta didik tidak lepas dari pemahaman tentang hakikat manusia secara umum. Dalam kajian psikologi terdapat sejumlah teori yang berupaya untuk menjelaskan tentang hakikat manusia, terutama tentang bagaimana manusia berkembang dan bertingkah laku, faktor-faktor apa yang mempengaruhi manusia sehingga mampu mendinamisasikan dirinya dalam berbagai perilaku kehidupan. (Desmita, 2009).

Peserta didik di SMK Kesatrian Purwokerto memiliki permasalahan terbanyak pada kedisiplinan karena peserta didik kelas XI yang membolos tanpa izin lebih dari 3 peserta didik setiap harinya di setiap kelas. Peserta didik kebanyakan dari rumah berangkat ke sekolah, namun pada kenyataannya peserta didik tidak sampai di sekolah karena mampir ke warnet maupun ke tempat game online dan nongkrong dengan teman-teman.

Peserta didik kelas XI yang memiliki peringkat terbanyak dan masalah kedisiplinan yaitu hampir 10% masalah kedisiplinan, karena setiap harinya ada 3 peserta didik lebih di masing-masing kelas XI yang membolos. Kelas X yang membolos 1 peserta didik setiap kelasnya karena peserta didik masih memiliki motivasi belajar yang tinggi sehingga masih rajin berangkat ke sekolah. Kelas XII mau menghadapi ujian prosentase untuk membolos sedikit, sekitar 2 peserta didik karena memiliki kesadaran akan mengahadapi ujian.

Menurut Masan dan Rachmat (2006) “disiplin artinya taat dan patuh”, di SMK Kesatrian peserta didik kurang taat dengan peraturan yang ada di sekolah, peserta didik juga tidak sepenuhnya patuh terhadap peraturan yang tertulis maupun yang tidak tertulis sehingga peserta didik banyak yang membolos saat jam sekolah. Permasalahan tersebut muncul karena salah satunya berasalah dari pola asuh orangtua.

(14)

Sa’adati (2007)”Pola asuh orangtua menjadi salah satu faktor yang memberikan sumbangan dari beberapa faktor lain yang terkait. Jenis pola asuh orangtua seperti authoritative, permissive, dan authoritarian memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perilaku remaja”. Seperti yang di ungkapkan Robinson (dalam Indrawati, 2002) menyatakan bahwa “Dalam kenyataannya akan jarang dijumpai orangtua yang menerapkan satu bentuk pola asuh secara mutlak, sehingga informasi mengenai bentuk pola asuh orang tua hanya dapat diketahui melalui kecenderungannya saja”.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2006) bahwa berkaitan dengan komunikasi antara ustadzah atau ustadzah dengan santri, persepsi santri terhadap hukuman dan adanya interaksi antara santriawan dengan santriawati. Sehingga perlu dilakukan beberapa intervensi diantaranya pengawasan yang ketat dalam menerapkan peraturan, menjalin komunikasi antara pengasuh dengan penghuni pondok dan membimbing interaksi antara santri putri dan santri putra. Intervensi yang dilakukan berpengaruh dari pola asuh orang tua santri putri dan santri putra saat dirumah.

Menurut Baumbrind (dalam Papalia and Olds, 2008) Pola asuh otoriter cenderung orangtua tidak memperhatikan pendapat anak sedang pola asuh otoritarian orangtua tampak adanya rasa saling menghargai antara anak dan orangtua. Pola asuh permisif cenderung tidak memperhatikan tentang perkembangan anak. Kedisiplinan itu berawal dari keluarga dalam keluarga tersebut bagaimana anak menerima masing-masing dari tiga macam pola asuh di dalam keluarganya sehingga berpengaruh terhadap kedisiplinan.

Menurut Baumbrind (dalam Yusuf, 2011) dampak pola asuh terhadap perilaku remaja yaitu pola asuh authoritative cenderung terhindar dari kegelisahan, kekacauan, atau perilaku nakal. Pola asuh authoritarian cenderung bersikap bermusuhan dan memberontak

(15)

dan pola asuh permissive cenderung berperilaku bebas (tidak terkontrol). Dampak dari ketiga pola asuh tersebut berpengaruh terhadap sikap anak terutama dalam kedisiplinan, sehingga kedisiplinan di pengaruhi oleh pola asuh authoritative, authoritarian dan permissive. Menurut Shochib (2010) keterkaitan pola asuh orang tua dengan anak berdisiplin diri dimaksudkan sebagai upaya orang tua dalam “meletakkan” dasar –dasar disiplin diri kepada anak dan membantu mengembangkannya sehingga anak memiliki disiplin diri. Sehingga kedisiplinan dipengaruhi oleh pola asuh orang tua.

Gambar. 1 Kerangka Berfikir

Kedisiplinan

Pola asuh orangtua

Authoritative Authoritarian Permissive

(16)

Berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan penelitian serta landasan teori yang ada, di buat hipotesis: “Ada Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Kedisiplinan Peserta Didik Kelas XI di SMK Kesatrian Purwokerto Tahun 2011/2012”.

Referensi

Dokumen terkait

Yang akan bahas di dalam jurnal ini adalah memberikan informasi kepada mahasiswa dan pelajar menggunakan cara baru dalam penulisan kutipan dengan cepat, efektif, dan efisien,

September 2009 dan 2008 yang telah diselesaikan tanggal 23 Oktober 2009, dan laporan keuangan tersebut telah disusun dan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum

Serbuk kayu adalah sisa-sisa dari pengolahan kayu yang dapat digunakan sebagai bahan tambah untuk kuat tekan beton.. Menurut Arif (2006), penambahan serat berupa serabut kelapa

KESIMPULAN Berdasarkan Pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kegiatan permainan ular naga dapat meningkatkan kemampuan sosial anak yang meliputi: Komunikasi,

Manfaat yang dapat diambil dari kegiatan penerapan Iptek ini adalah: (1) Masyarakat sebagai sasaran mitra memperoleh transfer teknologi dan pengetahuan khususnya

Setiap orang yang menerobos lampu merah akan mendapatkan tilang Dila tidak mendapatkan tilang ∴ Dila tidak menerobos lampu merah Tetapi tidak berlaku sebaliknya, jika A adalah

Bapak dan Ibu Dosen, serta para staff STIESIA yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjalankan studi sehingga dapat dipergunakan sebagai