• Tidak ada hasil yang ditemukan

MICROWAVES (POLARISASI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MICROWAVES (POLARISASI)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MICROWAVES (POLARISASI)

I. Tujuan Percobaan

a. Mengetahui fenomena polarisasi

b. Mengetahui bagaimana sebuah polarisator dapat digunakan untuk mengubah polarisasi dari radiasi gelombang mikro (microwaves).

c. Mengukur intensitas gelombang di setiap sudut polarisator yang berbeda.

II. Landasan Teori

Polarisasi merupakan proses pembatasan getaran vektor yang membentuk suatu gelombang transversal sehingga menjadi satu arah. Polarisasi hanya terjadi pada gelombang transversal saja dan tidak dapat terjadi pada gelombang longitudinal. Suatu gelombang transversal mempunyai arah rambat yang tegak lurus dengan bidang rambatnya. Apabila suatu gelombang memiliki sifat bahwa gerak medium dalam bidang tegak lurus arah rambat pada suatu garis lurus, dikatakan bahwa gelombang ini terpolarisasi linear. Sebuah gelombang tali mengalami polarisasi setelah dilewatkan pada celah yang sempit. Arah bidang getar gelombang tali terpolarisasi adalah searah dengan celah. (Krane, 1992: 334-335)

Polarisasi cahaya yang dipantulkan oleh permukaan transparan akan maksimum bila sinar pantul tegak lurus terhadap sinar bias. Sudut datang dan sudut pantul pada saat polarisasi maksimum disebut sudut Brewster atau sudut polarisasi (iP). Berdasarkan hukum Malus, intensitas polarisasi dapat digambarkan sebagai berikut:

(2.1) Cahaya merupakan salah satu dari gelombang elektromagnetik yang berosilasi secara transversal yang merupakan salah satu sifat unik yang dimiliki oleh cahaya tersebut dan tidak dimiliki oleh gelombang pada umumnya, maka dalam cahaya akan terjadi gejala difraksi serta interferensi didalamnya. Seperti yang telah diketahui bahwa difraksi merupakan suatu gejala penyebaran arah yang dialami oleh seberkas gelombang pada saat melewati celah sempit dibandingkan dengan ukuran panjang gelombangnya. Inteferensi merupakan akibat bersama yang ditimbulkan oleh beberapa gelombang cahaya, yang diperoleh dengan cara menjumlahkan gelombang-gelombang tersebut. (Soedojo, 1992: 78)

(2)

Polarisasi cahaya dibedakan atas tiga macam diantaranya adalah, cahaya dikatakan mempunyai polarisasi linier apabila medan listriknya berosilasi (bergetar) pada suatu garis lurus. Jika ujung vektor medan listriknya bergerak pada suatu elips, maka cahayanya dikatakan terpolarisasi eliptik. Jika ujung vektor medan listriknya bergerak pada suatu lingkaran, maka cahayanya dikatakan terpolarisasi lingkaran. (Sutrisno, 1984: 114-115)

Polaroid adalah device (peralatan) yang mempunyai sifat mirip dengan kawat sejajar untuk gelombang mikro. Device ini memiliki semacam lubang garis memanjang yang memiliki kelebaran cukup kecil. Komponen medan listrik disepanjang lubang diserap, dan komponen arah tegak lurus lubang diteruskan dengan redaman sangat kecil. Jadi polaroid memiliki sumbu dalam bidangnya, jika medan listrik gelombang cahaya sejajar dengan sumbu ini, maka cahaya diteruskan dengan redaman sangat kecil. Dengan menggunakan dua buah polaroid, cahaya keluaran akan lebih smooth. Polaroid pertama berfungsi untuk menciptakan cahaya menjadi terpolarisasi linier, sehingga sering disebut dengan plarisator. Polaroid kedua digunakan untuk menganalisa arah atau macam polarisasi yang dihasilkanoleh polaroid pertama, sehingga disebut analisator. (Bahrudin, 2006: 237)

Dalam hukum Malus, suatu polarisasi yang sempurna akan menghasilkan 50% intensitas cahaya tak terpolarisasi yang datang. Dianggap bahwa tidak ada cahaya yang hilang oleh pantulan – pantulan dan rantai- rantai hidrokarbon didalamnya benar-benar sejajar. Anggaplah bahwa komponen polarisasi yang tidak diinginkan seluruhnya dapat diserap, sedangkan komponen polarisasi yang diinginkan seluruhnya diteruskan. Jika suatu cahaya terpolarisasi linier dijatuhkan tegak lurus terhadap polaroid, sedang arah polarisasi membuat sudut θ dengan sumbu mudah polaroid, maka amplitudo yang diteruskan dadalah sebesar proyaksi medan listrik pada sumbu mudah. Akibatnya intensitas cahaya yang diteruskan menjadi :

𝐼0 = 𝐼𝑚(cos 𝜃)2 (2.2)

Persamaan tersabut diatas dikenal dengan persamaan hukum Malus (Sutrisno, 1984: 119).

Bias ganda merupakan sifat yang dimiliki beberapa Kristal tertentu (terutama kalsit) untuk membentuk dua sinar bias dari suatu sinar datang tunggal. Sinar bias (ordinary ray) mengikuti hukum-hukum pembiasan normal. Sinar bias lain, yang dinamakan sinar luar biasa (extraordinary ray), mengikuti hukum yang berbeda. Kedua sinar tersebut bergerak dengan kelajuan yang sama, di mana cahaya sinar biasa terpolarisasi tegak lurus terhadap cahaya sinar luar biasa.

(3)

Cahaya yang terpolarisasi bidang bisa diperoleh dari cahaya yang tidak terpolarisasi dengan menggunakan bahan bias ganda yang disebut polaroid. Polaroid terdiri atas molekul panjang yang rumit yang tersusun paralel satu sama lain. Jika satu berkas cahaya terpolarisasi bidang jatuh pada polaroid yang sumbunya membentuk sudut θ terhadap arah polarisasi datang, amplitudonya akan diperkecil sebesar cos θ . Karena intensitas berkas cahaya sebanding dengan kuadrat amplitudo, maka intensitas terpolarisasi bidang yang ditransmisikan oleh alat polarisasi adalah:

𝐼 = 𝐼0 𝑐𝑜𝑠2𝜃 (2.3)

dengan Io adalah intensitas datang.

Alat polarisasi menganalisis untuk menentukan apakah cahaya terpolarisasi dan untuk menentukan bidang polarisasi adalah polaroid. Cahaya yang tidak terpolarisasi terdiri atas cahaya dengan arah polarisasi (vektor medan listrik) yang acak, yang masing-masing arah polarisasinya diuraikan menjadi komponen yang saling tegak lurus. Ketika cahaya yang tidak terpolarisasi melewati alat polarisasi, satu dari komponen-komponennya dihilangkan. Jadi, intensitas cahaya yang lewat akan diperkecil setengahnya karena setengah dari cahaya tersebut dihilangkan.

𝐼 = 1

2 𝐼0 (2.4)

Gambar 1. Polarisasi vertikal

Radiasi gelombang mikro dari transmiter (pemancar) terpolarisasi langsung sepanjang sumbu dioda transmiter (i.e., sebagai radiasi menyebarkan sepanjang ruang, bekas medan listriknya sejajar dengan sumbu dari dioda). Jika dioda transmiter diluruskan polarisasi vertikal, seperti ditampilkan di gambar 1. Jika dioda detektor terletak pada sudut θ ke dioda transmiter, seperti ditampilkan pada gambar 2, hal ini hanya dapat mendeteksi komponen dari peristiwa medan listrik yang sejajar dengan sumbunya. Di percobaan ini, kita akan meneliti fenomena polarisasi dan mengetahui bagaimana sebuah polarisator dapat digunakan untuk mengubah polarisasi dari radiasi gelombang mikro (microwaves).

Transmiter dioda

Microwaves dipolarisasi vertikal (E medan)

(4)

Gambar 2. Detecting Polarized Radiation

III. Alat dan Bahan a. Transmitter

b. Goniometer

c. Polarizer : yang terbuat dari triplek dan aluminium

d. Receiver e. Component Holder Component detected Detector diode Vertically polarized microwaves 𝜃

(5)

IV.

A. Rangkaian Eksperimen

Gambar 3. Skema rancangan eksperimen polarisasi 1

Gambar 4. Skema rancangan eksperimen polarisasi 2

B. Langkah Kerja

1. Menyusun alat-alat seperti pada Gambar.3 dan posisikan pengontrol reciever untuk deflaksi skala meter maksimum

2. Mengendurkan skrup di belakang receiver dan putar receiver menjadi 10° . Mencatat data yang ditunjukkan oleh receiver yang terbaca disetiap derajad pemutaran receiver.

3. Melakukan langkah no 2, untuk skala derajad yang berbeda pada pemutaran receiver (20° ℎ𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎 180°)

4. Menyusun alat seperti gambar 4, Atur ulang derajad receiver menjadi

5. Mencatat data yang ditunjukkan oleh receiver saat polarizer diarahkan pada (0°; 22,5°; 45°; 67,5°; 𝑑𝑎𝑛 90°) terhadap garis horisontal.

Transmiter Receiver Transmiter Receiver Penopang Polarizer

(6)

6. Memindahkan polarizer slits. Putar receiver searah sumbu x, sehingga corong receiver berada di sebelah kanan Transmiter. Mencatat data yang ditunjukkan receiver.

7. Mengganti polarizer slits dan mencatat data yang ditunjukkan saat polarizer slits di posisi horisontal, vertikal dan 45°.

V. Data Percobaan

1. Variasi sudut rotasi reciever

𝜃° 𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑟 Meter reading (mA) 𝜃° 𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑟 Meter reading (mA) 𝜃° 𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑟 Meter reading (mA) 0 1 70 0,1 140 0,72 10 0,98 80 0,02 150 0,70 20 0,89 90 0 160 0,87 30 0,76 100 0,02 170 0,96 40 0,77 110 0,06 180 1 50 0,62 120 0,38 60 0,40 130 0,55

2. Variasi sudut rotasi polarizer

𝜃° 𝑝𝑜𝑙𝑎𝑟𝑖𝑧𝑒𝑟 Meter reading (mA) 0° 0,48 20° 0,41 30° 0,35 45° 0,19 60° 0,12 70° 0,049 90° 0,15

3. Variasi sudut Slits

𝜃° 𝑠𝑙𝑖𝑡𝑠 Meter reading (mA)

Horizontal 1

(7)

45 0,5

VI. Analisis Data

a. Variasi sudut rotasi receiver Ralat Pengamatan θ° receiver I (mA) I − I (I − I )2 0 1 0,43 0,19 10 0,98 0,41 0,17 20 0,89 0,32 0,10 30 0,76 0,19 0,04 40 0,77 0,20 0,04 50 0,62 0,05 0,00 60 0,4 -0,17 0,03 70 0,1 -0,47 0,22 80 0,02 -0,55 0,30 90 0 -0,57 0,32 100 0,02 -0,55 0,30 110 0,06 -0,51 0,26 120 0,38 -0,19 0,04 130 0,55 -0,02 0,00 140 0,72 0,15 0,02 150 0,7 0,13 0,02 160 0,87 0,30 0,09 170 0,96 0,39 0,15 180 1 0,43 0,19 Rata-rata I 0,57 (𝐼 − 𝐼 )2 2,48 Δ𝐼 = Σ 𝐼 − 𝐼 2 𝑛 𝑛 − 1 Δ𝐼 = 0,0072 Δ𝐼 = 0,085 𝐼 = 0,57 ± 0,085

(8)

𝐾𝑅 =0,085 0,57

𝑥100% = 14,97%

𝑘𝑒𝑡𝑒𝑙𝑖𝑡𝑖𝑎𝑛 = 100% − 14,97% = 85,03%

Grafik 1. Grafik Hubungan variasi rotasi receiver terhadap transmitter

b. Variasi sudut polarisasi

No Data Praktikum 1 2I0cos 2θ Ketepatan* 𝜃° 𝑝𝑜𝑙𝑎𝑟𝑖𝑧𝑒𝑟 Ip (mA) 𝜃° 𝑝𝑜𝑙𝑎𝑟𝑖𝑧𝑒𝑟 Is (mA) 1 0° 0,48 0° 0,5 96 % 2 20° 0,41 20° 0,44 93,1 % 3 30° 0,35 30° 0,37 92,1 % 4 45° 0,19 45° 0,24 79,1 % 5 60° 0,12 60° 0,20 96 % 6 70° 0,049 70° 0,057 85,96 % 7 90° 0,15 90° 0 100 % Dimana: ∗ 𝐾𝑒𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 = 100% − 𝐼2𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑡 − 𝐼2 𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑘𝑢𝑚 𝐼2𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑡 𝑥100% 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 0 50 100 150 200 n ila i I (m A ) Sudut receiver

Grafik Hubungan variasi rotasi

receiver terhadap transmitter

Series1 Poly. (Series1)

(9)

Grafik 2. Grafik hubungan variasi sudut polarizer terhadap receiver

VII. Pembahasan

Dalam eksperimen ini, dilakukan pengamatan dan analisa terhadap sifat-sifat polarisasi.

1. Variasi sudut rotasi Receiver

Pertama-tama kami mengubah-ubah sudut receiver dari 0° sampai 90 ° dengan posisi transmitter dan receiver sejajar (membentuk sudut 0°) . Terlihat pada nilai receiver bahwa saat 0° menunjukkan nilai maksimum yaitu 1 mA dan semakin diputar menuju 90° nilai receiver menunjukkan angka 0 mA. Kemudian kami melanjutkan perputaran hingga 180° , dan terlihat hasil bahwa nilai yang ditunjukkan pada receiver kembali pada 1 mA. Perubahan nilai ini dapat dilihat pada grafik 1. Secara matematis dapat dikatakan bahwa perubahan nilai pada receiver seperti halnya pergerakan nilai cosinus. Hal ini membuktikan bahwa gelombang yang keluar dari transmitter adalah gelombang Transversal, yaitu gelombang yang merambat tegak lurus bidang rambatnya. Dari data pengamatan variasi terhadap sudut rotasi receiver diperoleh ketelitian sebesar 85,03%.

2. Variasi sudut rotasi Polarizer

Untuk mencari intensitas gelombang setelah melewati bidang batas atau polarisator maka pada praktikum digunakan variasi sudut (0°, 20° ,30° ,45° , 60° ,70° ,90°). Dari hasil data praktikum yang diperoleh, keduanya menunjukan intensitas gelombang oleh system Polaroid akan mencapai nilai maksimum jika kedua sumbu polarisasi sejajar atau θ= 0° dan mencapai minimum jika kedua sumbu polarisasi saling tegak lurus yaitu pada θ = 90° atau pada percobaan polarisasi gelombang mikro, ketika

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0 20 40 60 80 100 N ila i rec ei ve r Sudut polarizer

Grafik hubungan variasi sudut polarizer

terhadap receiver

Praktek Teori

(10)

polarisator diputar ke sudut 90° intensitas gelombang semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa gelombang yang dipancarkan dari pemancar terpolarisasi horisontal sehingga gelombang tersebut tidak dapat melewati polarisator yang arahnya 90°.

Nilai intensitas cahaya terpolarisasi pada cahaya laser tanpa bidang pembatas dengan cahaya laser dengan bidang pembatas menunjukkan bahwa adanya bidang pembatas mengurangi intensitas cahaya laser terpolarisasi. Ini misalnya dapat terlihat misalnya ketika sudut 60° menghasilkan intensitas 0,4 mA pada cahya laser tanpa bidang pembatas (grafik 2), akan tetapi hanya menghasilkan 0,12 mA pada cahaya laser dengan bidang pembatas, yaitu berkurang hampir setengahnya. Sehingga terbukti apabila

I = 1 2I0cos

2θ

Dari data hasil percobaan diperoleh nilai untuk sudut bidang pembatas 0°, 20° ,30° ,45° , 60° ,70° ,90° secara berturut-turut 0,48 mA; 0,41 mA; 0,35mA; 0,19 mA; 0,12 mA; 0,049mA; 0,15 mA dengan ketelitian secara berturut-turut 96 %, 93,1 %, 92,1 %, 79,1 %, 96 %, 85,96 %, 100 %. Bila dilihat dari hasil ini terdapat sedikit perbedaan dengan data dari hasil perhitungan (teori), hal ini dapat diakibatkan karena jarum penunjuk nilai intensitas pada receiver yang sulit untuk konstan (diam), dan pengaruh aktifitas di sekitar alat percobaan karena nilai Intensitas ternyata berubah-ubah saat ada praktikan yang berbicara terlalu keras.

3. Variasi sudut rotasi slit Polarizer

Untuk menghasilkan data pengamatan yang baik, dibutuhkan nilai intensitas yang maksimal yaitu 1 mA, untuk itu dibutuhkan sudut polarizer yang benar. Variasi yang diberlakukan adalah bidang batas atau polarisator saat posisi horizontal, vertikal dan posisi 45°. Dari data ini, posisi bidang batas yang menghasilkan nilai 1 mA adalah saat posisi horizontal. Oleh karena itu saat praktikum polarisasi microwave digunakan bidang batas dengan posisi horizontal.

VIII. Kesimpulan

1. Berikut adalah fenomena yang tampak berdasarkan hasil pengamatan dari praktikum Polarisasi:

a. Hubungan antara sudut analizer θ dengan intensitas cahaya terpolarisasi untuk laser He-Ne dan cahaya biasa menunjukkan pola yang berbanding terbalik, yaitu

(11)

semakin besar sudut analizer θ maka nilai intensitas cencedurng semakin mengecil.

b. Adanya bidang pembatas pada susunan praktikum memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai intensitas cahaya, dimana nilai maksimum intensitas cahaya maupun nilai intensitas untuk masing-masing sudut perlakuan pada eksperimen dengan bidang penunda bernilai lebih kecil dibandingkan dengan eksperimen tanpa bidang penunda I =1

2I0cos 2θ

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat dan pola Polarisasi pada cahaya meliputi intensitas cahaya awal, sudut analizer yang dibentuk, dan ada tidak-nya bidang batas.

2. Polarisasi merupakan proses pembatasan getaran vektor yang membentuk suatu gelombang transversal sehingga menjadi satu arah. Suatu gelombang transversal mempunyai arah rambat yang tegak lurus dengan bidang rambatnya. Apabila suatu gelombang memiliki sifat bahwa gerak medium dalam bidang tegak lurus arah rambat pada suatu garis lurus, dikatakan bahwa gelombang ini terpolarisasi linear. Sebuah gelombang tali mengalami polarisasi setelah dilewatkan pada celah yang sempit. Arah bidang getar gelombang tali terpolarisasi adalah searah dengan celah 3. Dari data hasil percobaan diperoleh nilai untuk sudut bidang pembatas 0°,

20° ,30° ,45° , 60° ,70° ,90° secara berturut-turut 0,48 mA; 0,41 mA; 0,35mA; 0,19 mA; 0,12 mA; 0,049mA; 0,15 mA dengan ketelitian secara berturut-turut 96 %, 93,1 %, 92,1 %, 79,1 %, 96 %, 85,96 %, 100 %.

IX. Daftar Pustaka

Ayars, Eric. 1991. Instruction Manual and Experiment Guide for the PASCO Scientific

Model WA-9314B Microwave Optics. Roseville: PASCO Scientific.

Boas, Marry L. 2006. Mathematical Methods in The Physical Sciences (Third Edition). India: Nutech Photolithographers.

Giancolli, 2001. Fisika Dasar 2 Edisi Kelima. Jakarta Erlangga.

http://www.scribd.com/doc/31756705/STUDI-EKSPERIMENTAL-DALAM- PENENTUAN-SIFAT-POLARISASI-CAHAYA-DENGAN-KONSEP-HUKUM-MALUS

(12)

LAMPIRAN 1. Transmitter

2. Goniometer

3. Polarizer : yang terbuat dari triplek dan aluminium

Gambar

Gambar 2. Detecting Polarized Radiation
Gambar 3. Skema rancangan eksperimen polarisasi 1
Grafik 1. Grafik Hubungan variasi rotasi receiver terhadap transmitter
Grafik 2. Grafik hubungan variasi sudut polarizer terhadap receiver

Referensi

Dokumen terkait

Suatu berkas cahaya tak terpolarisasi merambat pada arah sumbu x menuju ke sebuah polarisator yang. mampu memisahkan berkas datang menjadi dua berkas yaitu berkas A terpolarisasi

Oleh karena itu, proses instalasi dilakukan dengan meletakkan sumber cahaya pada posisi yang berlawanan dengan kamera yang diberi polarizer linier di depan lensanya, Sudut cahaya

Penelitian ini menitikberatkan pada perubahan sudut polarisasi cahaya pada minyak goreng dengan memvariasikan jumlah pemanasan yang diberikan dengan menggunakan 2

Apabila suatu berkas cahaya yang terpolarisasi linier (bidang) melalui suatu larutan gula atau larutan lain yang mempunyai sifat optis aktif, maka bidang polarisasi

Jika vektor arus listrik ( i ) tegak lurus dengan arah kerapatan fluks magnet (B), yang membentuk sudut 90 °, sehingga Sin θ = 0, maka besar gaya yang dihasilkan oleh arus yang

 Gelombang transversal adalah gelombang dengan gangguan yang tegak lurus arah penjalaran.  Contoh: gelombang cahaya dimana gelombang listrik dan gelombang medan magnetnya

Perubahan sudut polarisasi linier terhadap konsentrasi eugenol masih bersesuaian dari ketiga reaktan bila digunakan tanpa filter.Namun, bila digunakan filter merah,

Apabila suatu berkas cahaya yang terpolarisasi linier (bidang) melalui suatu larutan gula atau larutan lain yang mempunyai sifat optis aktif, maka bidang polarisasi