• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 4

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Klasifikasi

ABC

Berdasarkan data per Desember 2004, terdapat 41 barang jadi hasil produksi Janssen Cilag Indonesia yang masih beredar di pasar Indonesia. Data penjualan menunjukkan bahwa tidak semua barang jadi tersebut memiliki nilai penjualan sesuai dengan keinginan Janssen Cilag Indonesia. Agar analisis dalam tesis ini dapat dilakukan secara lebih terarah maka tim penulis memutuskan untuk membagi ke 41 produk barang jadi tersebut ke dalam 3 kategori, yaitu kategori A, kategori B, dan kategori C.

Pembagian tersebut dilakukan dengan menerapkan hukum Pareto yang intinya menyatakan bahwa sekitar 80% nilai penjualan suatu perusahaan berasal dari sekitar 20% produk yang di jual. Langkah pertama yang dilakukan oleh tim penulis adalah mengumpulkan data penjualan sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2003 untuk masing-masing produk tersebut. Lalu, nilai penjualan untuk setiap produk dibandingkan dengan total nilai penjualan pada tahun yang bersangkutan.

Hasil perbandingan tersebut di susun berdasarkan urutan persentase nilai penjualan dari yang terbesar sampai yang terkecil. Sebagai langkah terakhir dalam analisis ini, tim penulis menerapkan hukum Pareto guna mengelompokkan ke 41 barang jadi tersebut ke dalam kategori A, B, dan C.

(2)

Hasil analisis klasifikasi ABC ini secara ringkas tersaji dalam tabel di bawah ini, sedangkan informasi secara lengkap terdapat pada lampiran 1.

2001 2002 2003 Imodium Tablet 100s 16% 14% 16% Daktarin Cream 5 gr 12% 16% 15% Nizoral Tablet 150s 11% 11% 10% Eprex Pref.Syrg 4000 IU 1 Amp/A 8% 9% 8% Sibelium Tablet 5 mg 100s 4% 4% 4% Daktarin Cream 10 gr 4% 5% 4% Nizoral Tab 30 s 4% 4% 4% Motilium Tablet 50 S 4% 3% 4% Stugeron Tablet 250 s 3% 3% 3% Daktarin Powder 20 gr 3% 3% 3% Sporanox 28s 3% 3% 3%

Eprex Pref .Syrg 2000 IU 1 Amp/A 3% 3% 3%

Risperdal 2 mg 2% 3% 4%

Produk Persentase Penjualan Tabel 1. Analisis Klasifikasi ABC

B A

Pada tabel di atas, terlihat bahwa 51% sampai 54% dari total nilai penjualan Janssen Cilag Indonesia berasal dari produk-produk yang termasuk dalam kategori A sedangkan 26% sampai 28% berasal dari produk-produk yang termasuk dalam kategori B. Dengan demikian, sisa 28 produk lainnya hanya mampu menyumbangkan sekitar 19% sampai 22% dari total nilai penjualan Janssen Cilag Indonesia.

Dari analisis di atas, terbukti bahwa sekitar 80% dari total nilai penjualan Janssen Cilag Indonesia hanya berasal dari sekitar 30% produk yang dijual (13 produk dari 41 produk). Oleh karena itu, demi mencapai efektifitas dan efisiensi maka analisis-analisis selanjutnya hanya akan dilakukan terhadap ke 13 produk utama Janssen Cilag Indonesia sebagaimana tersaji pada Tabel 1.

(3)

Dalam menyusun rencana produksi, sebuah perusahaan perlu memperhatikan 2 faktor yaitu peramalan terhadap jumlah permintaan dan peramalan terhadap jumlah bahan baku yang akan dibeli. Sebagai tindak lanjut dari analisis sebelumnya, tim penulis melakukan analisis terhadap jumlah permintaan ke 13 produk utama Janssen Cilag Indonesia. Tujuan dilakukannya analisis ini adalah untuk menentukan jumlah dari masing-masing produk yang harus di produksi oleh Janssen Cilag Indonesia untuk jangka waktu satu bulan dalam rangka menjaga agar permintaan pasar dapat terpenuhi secara maksimal dan agar jumlah persediaan barang jadi tersebut tidak berlebihan.

Faktor penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa Janssen Cilag Indonesia menerapkan toll manufacturing yaitu ke Bristol Myers Squibb dan Glaxo Smithkline. Selain itu, dalam Good Manufacturing Process (GMP), sebuah perusahaan diharuskan untuk memberikan rencana produksi ke third party manufacturing minimal tiga bulan sebelum produksi tersebut harus dilakukan (three months horizon) guna memberikan kesempatan kepada third party manufacturing tersebut untuk mempersiapkan proses produksi.

Peramalan terhadap jumlah permintaan di Janssen Cilag Indonesia harus dilakukan dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas. Apabila ternyata nilai ramalan tersebut meleset maka rencana produksi untuk periode selanjutnya harus segera disesuaikan untuk menghindari terjadinya kelebihan maupun kekurangan persediaan barang jadi.

Tim penulis melakukan analisis peramalan terhadap jumlah permintaan ini dengan membandingkan hasil dari metode peramalan terhadap jumlah permintaan

(4)

yang saat ini digunakan oleh Janssen Cilag Indonesia dengan hasil dari metode ESTA. Hasil perbandingan tersebut terdapat pada lampiran 2a sampai dengan lampiran 2m. Inti dari tabel dalam lampiran-lampiran itu adalah angka yang terdapat pada kolom ‘Kesalahan’ dan kolom ‘Jumlah Barang Pada Distributor’.

Kolom ‘Kesalahan’ menyatakan kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan nilai peramalan tersebut. Apabila angka yang tampil negatif maka telah terjadi kelebihan persediaan dan apabila angka yang tampil positif maka telah terjadi kekurangan persediaan.

Oleh karena itu, untuk meminimalkan terjadinya kelebihan maupun kekurangan persediaan barang jadi, terdapat dua faktor yang harus diperhatikan yaitu alpha dan beta. Alpha adalah nilai yang digunakan sebagai variabel guna meramalkan jumlah permintaan untuk periode selanjutnya. Beta adalah nilai yang akan mempengaruhi besarnya koreksi trend yang seharusnya terjadi agar nilai ramalan terhadap jumlah permintaan untuk periode selanjutnya tidak meleset terlalu jauh dari kenyataannya.

Manfaat penggunaan koreksi trend ini, misalnya, pada akhir tahun, departemen pemasaran ingin membuat sebuah program bonus untuk Daktarin Cream 5 gr yang diperkirakan dapat meningkatkan jumlah penjualan secara signifikan. Dengan melakukan penyesuaian terhadap nilai beta maka hasil peramalan atas jumlah permintaan di pasar tetap akurat. Analisis ini dilakukan dengan sistem trial and error guna menentukan nilai alpha dan beta yang tepat.

Pada setiap tabel di masing-masing lampiran tersebut terlihat bahwa untuk semua produk selalu ada bulan-bulan tertentu yang mengakibatkan terjadinya

(5)

kekurangan persediaan barang jadi (angka pada kolom ‘Kesalahan’ positif). Untuk mengatasi hal ini, Janssen Cilag Indonesia dapat menggunakan persediaan barang jadi yang ada pada distributor (angka pada kolom ‘Jumlah Barang Pada Distributor’). Berdasarkan sistem trial and error yang dilakukan oleh tim penulis terlihat bahwa kekurangan barang jadi tersebut dapat diatasi oleh persediaan yang terdapat pada distributor sehingga permintaan pasar dan tingkat pelayanan tetap dapat terpenuhi dan terjaga.

Hal tersebut terjadi pada 12 produk utama Janssen Cilag Indonesia yaitu Imodium Tablet 100s, Daktarin Cream 5gr, Nizoral Tablet 150s, Eprex Pref. Syrg 4000 IU 1 Amp/A, Sibelium Tablet 5mg, Daktarin Cream 10gr, Nizoral Tablet 30s, Motilium Tablet 50s, Stugeron Tablet 250s, Sporanox 28s, Eprex Pref. Syrg 2000 IU 1 Amp/A, dan Risperdal 2mg.

Pada setiap nilai alpha dan beta yang digunakan, terlihat bahwa nilai total kesalahan yang terjadi mengalami perbaikan yaitu sekitar 80% dibandingkan nilai total kesalahan yang terjadi dengan penggunaan metode peramalan terhadap jumlah permintaan yang saat ini diterapkan oleh Janssen Cilag Indonesia. Bahkan untuk Daktarin Cream 10gr mengalami perbaikan sebesar 234% dan Eprex Pref.Syrg 2000 IU 1 Amp/A mengalami perbaikan sebesar 127%.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode peramalan terhadap jumlah permintaan yang digunakan oleh tim penulis, yaitu metode ESTA, memberikan perbaikan bagi Janssen Cilag Indonesia. Penerapan metode ESTA ini dapat membuat nilai peramalan terhadap jumlah permintaan mendekati kenyataan.

(6)

4.3 Perencanaan Kebutuhan Material (Material Requirement

Planning/MRP)

Tiga hal yang umumnya mempengaruhi penyusunan MRP di kebanyakan perusahaan adalah jumlah pemesanan ekonomis, titik pemesanan kembali, dan tingkat pelayanan. Selain itu, untuk mengetahui bahan-bahan yang akan digunakan dalam suatu proses produksi maka diperlukan BoM. Dalam analisis MRP ini, tim penulis hanya akan fokus pada bahan aktif dari masing-masing produk utama Janssen Cilag Indonesia karena jumlah bahan aktif yang terkandung dalam satu jenis obat tersebut sudah mencapai sekitar 80% dari total kandungan bahan-bahan lainnya secara keseluruhan.

1. Jumlah pemesanan ekonomis

Langkah pertama yang dilakukan oleh tim penulis dalam melakukan analisis MRP ini adalah menentukan nilai EOQ dari masing-masing bahan aktif yang dibutuhkan oleh setiap produk untuk satu kali produksi. Hasil kalkulasi EOQ ini secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 3 sedangkan tabel di bawah ini adalah hasil secara ringkas:

Tabel 2. Hasil Kalkulasi EOQ

No. Produk EOQ

1 Imodium Tablet 100s 0,93 2 Daktarin Cream 5 gr 20,32 3 Nizoral Tablet 150s 24,54 4 Eprex Pref.Syrg 4000 IU 1 Amp/A 2.369,13 5 Sibelium Tablet 5 mg 100s 1,20 6 Daktarin Cream 10 gr 20,32 7 Nizoral Tab 30 s 21,56 8 Motilium Tablet 50 S 3,17 9 Stugeron Tablet 250 s 20,12

(7)

10 Daktarin Powder 20 gr 20,32

11 Sporanox 28s 12,39

12 Eprex Pref .Syrg 2000 IU 1 Amp/A 2.621,91 13 Risperdal 2 mg 0,08

Nilai EOQ tersebut dihitung berdasarkan rumus yang telah dijelaskan sebelumnya pada Bab 3 tesis ini. Akan tetapi, dalam melakukan produksi suatu obat tertentu, Janssen Cilag Indonesia memiliki jumlah minimum batch untuk masing-masing bahan baku sehingga apabila nilai EOQ ternyata di bawah nilai batch minimum maka Janssen Cilag Indonesia harus melakukan pemesanan bahan baku dengan menggunakan nilai batch minimum tersebut.

Selain itu, afiliasi Janssen Cilag Indonesia juga menerapkan jumlah Minimum Order Quantity (MOQ) yang sering kali membuat Janssen Cilag Indonesia dan Janssen Cilag di negara-negara lain, seperti Pakistan, Inggris, dan Amerika, harus memesan suatu bahan aktif tertentu dengan jumlah yang berlebihan. Untuk mengatasi hal ini, tim penulis membuat beberapa simulasi guna mengetahui apa yang akan terjadi jika produksi dilaksanakan dengan menggunakan nilai EOQ, nilai batch minimum, atau nilai MOQ tersebut.

Tim penulis juga melakukan simulasi dengan mempergunakan aggregate demand planning yaitu penggunaan satu pusat distribusi (one distribution center) yang akan mengumpulkan semua pembelian bahan baku untuk negara-negara di Asia yang kemudian akan didistribusikan ke masing-masing negara-negara yang memerlukan sehingga tidak akan terjadi pemesanan bahan baku yang berlebihan.

Nilai EOQ berdasarkan kalkulasi yang telah dilakukan oleh tim penulis terhadap produk utama Janssen Cilag Indonesia sebagaimana tersaji dalam

(8)

Tabel 2. di atas tidak dapat digunakan sebagai patokan karena nilai tersebut berada di bawah nilai batch minimum di Janssen Cilag Indonesia. Pemesanan bahan aktif juga tidak dapat dilakukan dengan menggunakan nilai batch minimum tersebut karena adanya MOQ yang diterapkan oleh afiliasi Janssen Cilag Indonesia. Oleh karena itu, maka tim penulis mengkombinasikan nilai MOQ dengan sistem pengantaran JIT. Analisis mengenai hal ini terdapat pada lampiran 4.

Dengan menggunakan kombinasi antara MOQ dan sistem pengantaran JIT, Janssen Cilag Indonesia dapat mengurangi tingkat persediaan sampai dengan 30% dan tingkat perputaran persediaan meningkat sampai dengan 48%. Keadaan ini dapat memberikan penghematan dana sampai dengan sebesar Rp 4.452.894.893,- bagi Janssen Cilag Indonesia. Apabila dana tersebut direlokasi, dengan asumsi bunga di pasar sebesar 6%, maka Janssen Cilag Indonesia dapat memperoleh dana segar sebesar Rp 267.173.693,- per tahun.

Tabel berikut ini adalah ringkasannya:

Tabel 3. Hasil Kalkulasi Penerapan Sistem JIT Persentase Perbaikan

Bulan

Tingkat Persediaan Perputaran Persediaan

Januari 30% 48% Pebruari 25% 37% Maret 19% 20% April 29% 45% Mei 18% 18% Juni 6% 5% Juli 17% 25% Agustus 21% 34% September 16% 13% Oktober 25% 41% Nopember 11% 21%

(9)

Desember 6% 5% 2. Titik pemesanan kembali

Di samping itu, tim penulis akan menetapkan nilai titik pemesanan kembali yang paling akurat guna mencapai tingkat pelayanan 100%. Data pada MRP 2005 menunjukkan jumlah bahan aktif yang dibutuhkan untuk jangka waktu satu tahun. Apabila jumlah tersebut dibagi enam maka akan didapatkan jumlah bahan aktif yang dibutuhkan untuk jangka waktu dua bulan (waktu tunggu di Janssen Cilag Indonesia).

Berdasarkan analisis terhadap trend produksi Janssen Cilag Indonesia, jumlah bahan aktif yang dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kekosongan barang adalah sama dengan jumlah bahan aktif yang dibutuhkan untuk 1 bulan. Jumlah dari barang yang dibutuhkan selama waktu tunggu dan barang yang dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kekosongan barang akan menghasilkan nilai titik pemesanan kembali. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Hasil Kalkulasi Titik Pemesanan Kembali Bahan Aktif LTQ SSQ LTQ + SSQ (Titik Pemesanan Kembali) Loperamide 1,60 0,80 2,40 Miconazole 64,69 32,34 97,03 Ketoconazole mf 83,83 41,92 125,75 Flunarizine 1,48 0,74 2,22 Domperidone 4,18 2,09 6,27 Cinarizine base 13,33 6,67 20 Itraconazole 25,00 12,50 37,5 Risperidone 0,15 0,07 0,22

Titik pemesanan kembali tersebut dihitung berdasarkan general basis, sedangkan angka yang sebenarnya hanya dapat diketahui apabila kalkulasinya

(10)

dilakukan berdasarkan permintaan yang sebenarnya. Dengan demikian, Janssen Cilag Indonesia dapat menetapkan saat yang tepat untuk melakukan pemesanan bahan aktif yaitu pada saat jumlah bahan aktif yang tersimpan mencapai titik pemesanan kembali.

4.4 Rasio Kualitas Persediaan (Inventory Quality Ratio/IQR)

Hasil analisis IQR ini terdapat pada lampiran 5a dan lampiran 5b yang menyajikan seluruh data mengenai persediaan di Janssen Cilag Indonesia. Jumlah persediaan tersebut adalah 372 jenis atau sama dengan Rp 10.661.876.669,- sedangkan persediaan yang aktif hanya 315 jenis atau sama dengan Rp 10.350.034.131,-. Dengan demikian maka nilai IQR Janssen Cilag Indonesia adalah 97,08%. Artinya, jumlah persediaan Janssen Cilag Indonesia yang termasuk dalam kategori barang tidak bergerak adalah sebesar 2,92%.

Semua perhitungan di atas dilakukan dengan mengikuti prosedur yang sudah mendunia (world wide procedure) yang diterapkan oleh Johnson & Johnson yaitu dengan menggunakan jangka waktu satu tahun. Dengan menerapkan IQR, jumlah persediaan yang excess maupun tidak bergerak dapat dimonitor lebih ketat, misalnya dengan memperpendek jangka waktunya menjadi enam bulan atau tiga bulan.

Pada kolom 'nilai' bagian Produk yang Excess dan kolom 'nilai' bagian Produk yang Tidak Bergerak lampiran 5a, terlihat bahwa nilai dari persediaan Janssen Cilag Indonesia yang termasuk dalam kategori excess adalah Rp 293.436.518,- dan persediaan yang termasuk dalam kategori tidak bergerak adalah

(11)

Rp 18.406.020,-. Artinya, Janssen Cilag Indonesia kehilangan Rp 311.842.538,- dan dengan asumsi bunga di pasar sebesar 6%, maka Janssen Cilag Indonesia telah kehilangan biaya kesempatan sebesar Rp 18.710.552,-.

Gambar

Tabel 2. Hasil Kalkulasi EOQ
Tabel 2. di atas tidak dapat digunakan sebagai patokan karena nilai tersebut  berada di bawah nilai batch minimum di Janssen Cilag Indonesia
Tabel 4. Hasil Kalkulasi Titik Pemesanan Kembali  Bahan Aktif  LTQ  SSQ  LTQ + SSQ  (Titik Pemesanan  Kembali)   Loperamide      1,60             0,80             2,40   Miconazole    64,69          32,34           97,03   Ketoconazole mf    83,83

Referensi

Dokumen terkait

Keberhasilan kegiatan belajar mengajar dikelas, tidak hanya tergantung dalam penguasaan bahan ajar atau penggunaan metode pembelajaran, tetapi proses pembelajaran yang baik

Sumber itu asli atau salinan dan sudah dirubah (Ismaun, 2005, hlm. Kritik internal atau kritik dalam, yakni untuk menilai kredibilitas sumber terhadap aspek dari dalam

Ukuran yang telah ditetapkan untuk purse seine bertali kerut dengan alat bantu penangkapan ikan (rumpon atau cahaya) dan ikan target tongkol atau cakalang memiliki panjang

Diana  Karitas  dan  Fransiska,  2017.  Panas  dan  Perpindahannya  Jakarta:  Penerbit  Pusat  Perbukuan  Balitbang  Kementerian  Pendidikan  dan  Kebudayaan 

Perseroan mengajukan usul kepada RUPST untuk menyetujui Laporan Tahunan Perseroan Tahun 2020 termasuk didalamnya Laporan Pengawasan Dewan Komisaris, Laporan Direksi mengenai

Dalam beberapa kasus, menjadi social entrepreneur dalam konteks ini mengabdi sebagai volunteer atau amil lembaga zakat belumlah menjadi pilihan utama sebagian

mengumpulkan, mengolah data dan informasi, menginventarisasi permasalahan serta melaksanakan pemecahan permasalah yang berhubungan dengan tugas keprotokolan, pelayanan

Dua buah sensor yang menghitung pengunjung yang masuk ke dalam area kebun binatang adalah photodioda 1 yang bekerja berdasarkan intensitas cahaya, jika cahaya