• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WERDA NOTARIS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN AKTA YANG DIBUATNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WERDA NOTARIS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN AKTA YANG DIBUATNYA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WERDA NOTARIS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN AKTA YANG DIBUATNYA

A. Hakikat Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum dapat diartikan sebagai pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang menjadi hak dan kewajibannya atau perlindungan terhadap kepentingannya sehingga yang bersangkutan aman 69 Perlindungan hukum didefinisikan sebagai jaminan perlindungan hak yang diberikan oleh hukum kepada mereka yang berhak secara normatif menurut ketentuan-ketentuan suatu peraturan hukum. Pembatasan pemihakan hukum terhadap hak-hak subyek hukum hanya sepanjang hal itu memang diatur, jika tidak demikian maka konteks perilndungan yang dimaksud berada di luar hukum.

Substansi perlindungan hukum pada hakekatnya sama yakni memberikan jaminan perlindungan kepada mereka yang berhak secara normative. Namun ketika wilayah pembicaraan menginjak persoalan aspektual dan lebih teknis, tentulah akan tampak terlihat perbedaan.

69Ratih Tri Jayanati, Perlindungan Hukum Notaris DAlam Kaitannya dengan Akta yang Dibuatnya Manakala Ada Sengketa di Pengadilan Negeri (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Pontianak No. 72/pdt/pn.Pontianak), Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang, 2010, hlm. 74.

(2)

Perlindungan hukum bagi notaris ditinjau dari aspek kepidanaan akan sangat berbeda dengan perilndungan hukum apabila ditinjau dari aspek UUJN. Aspek perilndungan hukum bagi notaris yang bersinggungan dengan pranata hukum pidana lebih bersifat ekstern, dalam pengertian bahwa notaris selaku pejabat umum kepadanya melekat hak-hak istimewa sebagai konsekuensi predikat kepejabatan yang dimilikinya. Hak-hak istimewa yang dimiliki notaris, menjadi pembeda perlakuan

(treatment) terhadap masyarakat biasa. Bentuk-bentuk perlakuan itu diantaranya:

berkait dengan hak ingkar notaris yang harus diindahkan, perlakuan dalam hal pemanggilan, pemeriksaan, proses penyelidikan dan penyidikan.

Berdasarkan ketentuan di dalam UUJN perlindungan hukum lebih bersifatintern/administrative. Pranata UUJN yang dilanggar oleh seorang notaris adalah ukuran standar profesioanlisme yang seharusnya wajib ditaati oleh semua notaris sebagai pengemban kewenangan negara dalam pembuatan akta otentik. Di ranah ini perilndungan terhadap notaris dari putusan-putusan administrative, bertujuan untuk memberikan jaminan bagi seorang notaris untuk dapat membela diri dan mempertahankan haknya atas pekerjaan sebagai notaris.

Di dalam UUJN tidak ada satu pasal yang khusus mengatur tentang perlindungan hukum terhadap Notaris. Pada dasarnya perlindungan hukum tersebut hanya tersirat pada dalam Pasal 66 tentang pengawasan terhadap Notaris yang bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi Notaris didalam menjalankan tugas dan jabatannya selaku Pejabat Umum, pengawasan tersebut sangat diperlukan,

(3)

agar dalam melaksanakan tugas dan jabatannya Notaris wajib menjunjung tinggi martabat jabatannya.

Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan jabatannya perlu diberikan perlindungan hukum, antara lain pertama untuk tetap menjaga keluhuran harkat dan martabat jabatannya termasuk ketika memberikan kesaksian dan berproses dalam pemeriksaan dan persidangan. Kedua, merahasiakan akta keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta dan ketiga, menjaga minuta atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris.70

Ketiga hal inilah yang menjadi dasar dalam Pasal 66 UUJN dalam hal pemanggilan Notaris untuk proses peradilan, penyidikan, penuntut umum atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas. Dengan persetujuan tersebut mempunyai arti bahwa dengan tidak adanya persetujuan maka hal tersebut tidak dapat dilakukan.71

Pasal 20 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris menyatakan bahwa : dalam melakukan pemeriksaan terhadap Notaris, Ketua Majelis Pengawas Notaris membentuk Majelis Pemeriksa Daerah, Majelis Pemeriksa Wilayah dan Majelis Pemeriksa Pusat dari masing-masing

70Majalah Renvoi Edisi Nomor 11 Tahun Ketiga, tanggal 11 Januari 2006, hlm. 611. 71Loc.Cit.

(4)

unsur yang terdiri atas 1 (satu) orang Ketua dan 2 (dua)orang anggota Majelis Pemeriksa.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 73 ayat (1) UUJN, Majelis Pemeriksa berwenang memeriksa dan memutus laporan yang diterima yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan dengan menyampaikan secara tertulis disertai bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan laporan tersebut Majelis Pengawas melakukan pemeriksaan terhadap Notaris yang bersangkutan untuk menentukan adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris.

Dalam melakukan pemeriksaaan Majelis Pengawas tidak hanya memeriksa terhadap Notaris yang bersangkutan tetapi juga pihak ketiga selaku pelapor, sehingga hasil yang pemeriksaan yang diperoleh secara seimbang.72 Hal ini sesuai dengan Pasal 22 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.

Menurut Pasal I butir 5 Peraturan Menteri tersebut di atas, pengertian pengawasan adalah kegiatan yang bersifat preventif dan kuratif termasuk kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas terhadap Notaris. Dari rumusan 72 Riefika Adian, Upaya dan Perlindungan Hukum Bagi Notaris terhadap Sanksi-sanksi Jabatan di Kota Semarang, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, Semarang, 2008, hlm. 31.

(5)

tersebut yang menjadi tujuan pokok pengawasan adalah agar segala hak dan kewenangan maupun kewajiban yang diberikan kepada Notaris dalam menjalankan tugasnya sebagaimana yang digariskan dalam peraturan dasar yang bersangkutan, senantiasa dilakukan di atas jalur yang telah ditentukan, bukan saja jalur hukum tetapi juga atas dasar moral dan etika profesi demi terjaminnya perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Selanjutnya berdasarkan Pasal 23 ayat (4) menyatakan, bahwa hasil pemeriksaan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan. Selanjutnya ayat (5) menyatakan bahwa hasil pemeriksaan dikirim kepada Notaris yang bersangkutan selaku terlapor dan pihak ketiga selakupelapor, dengan tembusan Majelis Pengawas Wilayah, Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia dan Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia setempat. Dengan demikian, pembentukan Majelis Pengawas untuk menyelamatkan kepentingan masyarakat dari kerugian yang diakibatkan oleh Notaris yang tidak bertanggung jawab dan menjaga citra dan kewibawaan lembaga Notariat serta melindungi nama baik kelompok profesi Notaris serta merupakan wujud perlindungan hukum terhadap Notaris yang diberikan oleh negara.

Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan profesinyadi bidang pelayanan jasa hukum kepada masyarakat dipayungi oleh undang-undang, dalam undang-undang jabatan Notaris tersebut, Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan, demi tercapainya kepastian hukum. Undang-undang

(6)

jabatan Notaris telah memberikan suatu prosedur khusus dalam penegakan hukum terhadap Notaris perlindungan hukum terhadap Notaris dituangkan dalam Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris yang menetapkan, bahwa untuk proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang untuk mengambil fotokopi minuta akta dan atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan dengan Persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD). Kemudian MPD melaksanakan rapat pleno dan hasil rapat tersebut dapat dijadikan penyidik sebagai dasar melakukan pemanggilan.

Untuk menindak Notaris nakal seharusnya UU Jabatan Notaris memuat ketentuan pidana khusus bagi Notaris jika melanggar jabatan. Baik itu pidananya berupa denda, kurungan atau penjara sebab Notaris bertugas membuat akta. Dengan akta itu, Notaris bias menyebabkan seseorang hilang hak. Kalau hak orang hilang, otomatis masyarakat akan dirugikan karena itu perilaku Notaris perlu diawasi.

Sesuai dengan Pasal 70 ayat 1 UUJN majelis pengawas berwenang menyelenggarakan sidang untuk memeriksa danmengambil keputusan atas dugaan pelanggaran kode etik. Berdasarkan ketentuan tersebut harus diartikan bahwa sebagaimana Majelis Pengawas Notaris merupakan organ penegak hukum yang satu-satunya berwenang menentukan ada atau tidaknya kesalahan dalam pelanggaran profesi jabatan Notaris. Peranan Majelis Pengawas Notaris untuk memberikan jaminan kepastian hukum bagi Notaris sebagai suatu profesi dari campur tangan

(7)

pihak manapun termasuk pengadilan dalam menentukan kesalahan Notaris dalammenjalankan jabatannya

Dalam memberikan perlindungan hukum kepada notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan profesinya di bidang pelayanan jasa hukum kepada masyarakat, sebagaimana disebutkan dalam butir konsideran menimbang huruf c, notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan, demi tercapainya kepastian hukum.

Perlindungan hukum terhadap Notaris dituangkan dalam Pasal 66 UUJN yang menetapkan, bahwa untuk proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang mengambil fotokopi minuta akta dan atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris dan memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanannya. Perlindungan hukum kepada notaris ini, tentunya dapat segera dipikirkan dengan membentuk peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan perlindungan dan jaminan hukum kepada Notaris

B. Perlindungan Hukum Terhadap Werda Notaris

Jabatan notaris dibatasi oleh waktu, sebagaimana ketentuan Pasal UUJN yang berbunyi:

(8)

a. meninggal dunia; b. telah berumur 65 tahun; c. permintaan sendiri;

d. tidak mampu secara rohani dan/ atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan Notaris secara terus-menerus lebih dari 3 tahun;

e. merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.

(2) Ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diperpanjang sampai berumur 67 tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan.

Memperhatikan ketentuan perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam UUJN tersebut di atas berlaku ketika notaris masih menduduki jabatan sebagai pejabat umum.Setelah berakhir masa jabatannya, tidak ada ketentuan di dalam UUJN yang menjelaskan tentang perlindungan hukum terhadap notaris yang telah berakhir masa jabatannya. Sedangkan dari segi petanggungjawaban, secara jelas dinyatakan dalam Pasal 65 UUJN, bahwa: Notaris, Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun protokol Notaris diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan protokol.

Hal ini menunjukkan bahwa ketentuan undang-undang menentukan tanggungjawab notaris tidak berakhir dengan berakhirnya masa jabatannya, tetapi dalam hal perlindungan sehubungan dengan pertanggungjawaban yang tidak berakhir tersebut tidak ada dijelaskan dalam peraturan perundang-undangan. Sesuai dengan

(9)

ketentuan Pasal 65 UUJN tersebut, walaupun Notaris tersebut telah berhenti dari jabatannya, Notaris tetap bertanggung jawab seumur hidup terhadap akta yang pernah dibuatnya. Hal ini didasarkan bahwa kehadiran Notaris untuk membuat akta otentik sebagai alat bukti sempurna bagi para pihak. Oleh karenanya Notaris dalam membuat akta harus memenuhi standar prosedur, sehingga pertanggungjawaban Notaris terhadap akta yang dibuatnya harus melekat seumur hidup pada diri Notaris.Oleh karena itu perlu juga diatur tentang perlindungan hukum bagi notaris dalam menjalankan tanggungjawabnya seumur hidup tersebut.

Sehubungan dengan berakhirnya masa jabatan notaris, maka dalam hal pertanggungjawab terhadap akta yang dibuatnya, dapat mengacu kepada masa daluarsa suatu dokumen sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1967 KUHPerdata. Hal ini akan memberikan kepastian hukum bagi notaris tentang masa pertanggungjawabannya terhadap akta notaris yang dibuatnya. Artinya setelah lewat daluarsa tersebut, walaupun notaris masih hidup, maka segala akibat hukum yang terjadi dari akta yang dibuatnya tersebut tidak dapat lagi dimintai pertanggungjawabannya.

Memperhatikan ketentuan UUJN, bahwa pertanggungjawaban notaris bukanlah terhadap isi akta yang dibuatnya, tetapi hanya terhadap prosedur dan tatacara pembuatan akte tersebut. Oleh karena itu sehubungan dengan ketentuan Pasal 63 ayat (5) UUJN bahwa protokol notaris yang telah berusia 25 tahun atau lebih diserahkan kepada Majelis Pengawas Daerah (MPD), maka tanggungjawab notaris

(10)

terhadap akte yang telah diserahkan kepada MPD seharusnya dibawah perlindungan MPD. Dalam hal ini MDP memberikan perlindungan terhadap notaris, terutama setelah berakhir masa jabatannya, karena akta yang telah dibuatnya sudah diserahkan kepada MPD.Hal ini memang masih perlu dikaji secara mendalam, karena menyangkut berbagai ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan.

Akta yang dibuat dihadapan Notaris digolongkan dalam dua macam akta yaitu akta partai dan akta pejabat. Dalam akta partai, Notaris dibebaskan dari tanggungjawab jika ternyata dikemudian hari apa yang diterangkan para penghadap tersebut tidak benar. Notaris menjamin bahwa penghadap benar menyatakan sebagaimana yang tertulis dalam akta namun Notaris tidak menjamin apa yang dinyatakan oleh penghadap tersebut adalah benar atau suatu kebenaran.73Dalam hal ini Notaris hanya menuliskan apa yang diterangkan oleh para penghadap dan pada saat menuliskan tersebut telah ditanyakan kepada para penghadap tentang kebenaran keterangan masing-masing. Artinya jika di kemudian hari para pihak merasa dirugikan dengan isi akta tersebut, para penghadap tidak dapat menuntut pertanggungjawaban notaris, karena pada saat pembuatan akta tersebut, hal yang tertuang dalam akta tersebut sudah disetujui dan diakui para pihak sebagai suatu kebenaran. Sedangkan akta pejabat yang berisi tentang Berita Acara mengenai suatu kejadian yang dilihat dan didengar oleh Notaris itu sendiri. Dalam hal ini Notaris

(11)

bertanggungjawab penuh atas kebenaran dari isi akta yang dibuatnya tersebut. Misalnya Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham suatu Perseroan.

Dengan demikian Notaris tidak dapat diminta pertanggungjawaban terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat dari pembuatan akta maupun persiapan dan pelaksanaannya sepanjang bantuan yang diberikan Notaris telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan UUJN, peraturan Perundang-undangan lainnya dalam batas kecermatan yang wajar.

C. Akibat Hukum Bagi Para Pihak Atas Akta Setelah Notaris Berakhir Masa Jabatannya

Akta yang dibuat oleh Notaris memiliki sifatnya sebagai akta hukum yang diakui dan memiliki kekuatan pembuktian. Hal ini diutarakan oleh R. Soegondo Notodisoerjo74, bahwa:“Akta notaris dapat diterima dalam sidang dipengadilan sebagai alat bukti yang mutlak mengenai isinya, walaupun terhadap akta itumasih dapat diadakan penyangkalan dengan bukti sebaliknya oleh para saksi, apabila mereka yang membuktikan tersebut dapat membuktikan bahwa apa yang diterangkan dalam akta itu adalah tidak benar.

Akta otentik mempunyai arti yang lebih penting daripada sebagai alat bukti, bila terjadi sengketa maka akta otentik dapat digunakan sebagai pedoman bagi para pihak yang bersengketa. Menurut Pasal 1870 KUH Perdata, suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli warisnya atau orang-orang yang

74 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), PTRaja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, hlm.19.

(12)

mendapat hak dari mereka suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya. Akta otentik merupakan suatu bukti yang sempurna, dalam arti bahwa ia sudah tidak memerlukan suatu penambahan pembuktian. Ia merupakan suatu alat bukti yang mengikat dan sempurna.75

Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa kata otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hakdan kewajiban, menjamin kepastian hukum dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa.

Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada notaris. Namun, notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam akta notaris benar-benar telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak yaitu dengan cara membacakan sehingga menjadi jelas isi akta notaris. Dengan demikian para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi akta notaris yang akan ditandatangani.

75Setiawan., Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Alumni, Bandung, 1992, hlm. 405.

(13)

Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan nilai pembuktian sebagai berikut :76

1. Lahiriah (Uitwendige Bewijskracht)

Kekuatan lahiriah akta notaris merupakan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik. Jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah. Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkal keontetikan akta notaris yang bersangkutan, baik yang ada pada minuta dan salinan serta adanya awal akta (mulai dari judul) sampai dengan akhir akta.

2. Formal (Formale Bewisjskracht)

Akta notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta benar dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dankepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak yang menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak/penghadap, saksi dan Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris (pada akta pejabat/berita acara), dan

(14)

mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap (pada akta pihak).

Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan, dan didengar oleh Notaris. Selain itu juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan dihadapan Notaris, dan ketidakbenaran tanda tangan para pihak saksi, dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan. Dengan demikian, pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari AktaNotaris. Jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus diterima oleh siapapun.

3. Materiil (Materiele Bewijskracht)

Kepastian tentang materi suatu akta sangat penting, bahwa apa yang disebutdalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya. Keterangan atau pernyataan yang dituangkan/dimuat dalam akta pejabat (atau berita acara), atau keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan Notaris dan para pihak harus dinilai benar. Perkataan yang kemudian dituangkan/dimuat dalam akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang mengadap Notaris yang

(15)

kemudian/keterangannyadituangkan/dimuat dalam akta harus dinilai telah benar berkata demikian.

Jika ternyata pernyataan/keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar, maka hal tersebut tanggungjawab para pihak sendiri. Dengan demikian Isi akta Notaris mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi bukti yang sah di antara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka.

Akta Notaris yang dibuat sesuai kehendak para pihak yang berkepentingan guna memastikan atau menjamin hak dan kewajiban para pihak, kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum para pihak. Akta notaris pada hakekatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Pejabat umum (Notaris). Notaris berkewajiban untuk memasukkan dalam akta tentang apa yang sungguh-sungguh telah dimengerti sesuai dengan kehendak para pihak dan membacakan kepada para pihak tentang isi dari akta tersebut pernyataan atau keterangan para pihak tersebut oleh Notaris dituangkan dalam akta Notaris.77

Akta notaris pada umumnya merupakan perjanjian para pihak untuk melakukan sesuatu sebagaimana disepakati oleh para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Hukum Perjanjian bersifat terbuka dan dapat dikatakan mempunyai suatu asas kebebasan berkontrak, artinya kebebasan yang diberikan seluas-luasnya kepada siapapun juga untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum,dan kesusilaan. Mereka boleh membuat

77Habib Adjie, Hukum Notariat di Indonesia-Tafsiran Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 24.

(16)

ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal dalam hukum perjanjian, sedangkan pasal-pasal dari hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap, yang berarti pasal-pasal tersebut dapat dikesampingkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian.

Dalam hal memuat suatu perjanjian, tegasnya dapat dilihat dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang menyatakan : “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Pasal ini mengisyaratkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.

Berpedoman pada ketentuan pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata tersebut, maka perjanjian apa saja yang dibuat menurut persyaratan yang telah ditentukan oleh undang-undang adalah sah dan mempunyai kekuatan hukum untuk mengikat para pihak yang telah mengadakannya. Sebenarnya yang dimaksud dengan pasal tersebut tidak lain adalah menyatakan bahwa orang bebas membuat segala bentuk perjanjian yang disukainya, asal tidak melanggar ketentuan dari pasal 1320 KUHPedata.

(17)

Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya, artinya adalah bahwa setiap orang bebas untuk membuat suatu perjanjian, dan kebebasan ini mengenai isi maupun bentuk-bentuk perjanjian dan apa yang mereka perjanjikan atau sepakati bersama merupakan Undang-undang bagi mereka yang membuat dan karenanya harus dipatuhi dan ditaatinya. Apabila ada yang melanggar perjanjian yang mereka buat, maka dianggap sama dengan melanggar Undang-undang yang mempunyai akibat hukum tertentu yaitu sanksi hukum. Perjanjian ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus mentaati hukum yang sifatnya memaksa tersebut.

Dengan demikian bahwa akta notaris mengikat para pihak yang tertuang dalam akta tersebut untuk melaksanakan hal-hal yang telah disepakati. Jika terjadi salah satu pihak tidak melaksanakan hak dan kewajiban sebagaimana disepakati, maka pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut prestasi. Dalam hal ini akta notaris dapat dijadikan sebagai pembuktian terhadap tidak terlaksananya prestasi tersebut. Akta otentik merupakan bukti yang mengikat yang berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui hakim, yaitu akta tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya.

Seseorang yang tidak melaksanakan perjanjian baik karena kesengajaan atau karena kelalaian tidak dengan sendirinya dikatakan telah melakukan wanprestasi atau cidera janji, sehingga terhadapnya dapat dimintakan gantirugi. Berdasarkan sistem

(18)

hukum di Indonesia dan umumnya di negara-negara Civil Law, bila salah satu tidak memenuhi prestasi, maka haruslah pihak lain dalam kontrak tersebut terlebih dahulu mengajukan peringatan yang dikenal dengan istilah “somasi” (Pasal 1238 KUH Perdata). Dalam somasi ini ditentukan jangka waktu pemenuhan prestasi. Jika waktu ini terlewati dan ternyata prestasi tidak juga dipenuhi atau tidak sempurna dipenuhi maka barulah dapat dikatakan pihak tersebut telah melakukan wanprestasi dan karenanya dapat dituntut ke pengadilan. Jika somasi ini tidak diberikan terlebih dahulu, dan langsung saja diajukan gugatan ke pengadilan, maka gugatan seperti ini disebut dengan gugatan premature (belum waktunya untuk diajukan). Keharusan adanya somasi ini tidak dikenal dalam negara-negara yang menganut sistem hukum anglosaxon. Bila terjadi wanprestasi, maka lainnya dapat menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada pihak yang melakukan wanprestasi.

Pasal 1868 KUHPerdata menyebutkan bahwa suatuakta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang. Dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Oleh karena itu dalam perkara perdata, akta otentik merupakan alat bukti yang bersifat mengikat dan memaksa, artinya hakim harus menganggap segala peristiwa hukum yang dinyatakan dalam akta otentik adalah benar, kecuali ada alat bukti lain yang dapat menghilangkan kekuatan pembuktian akta tersebut. Akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sehingga jika ada orang atau pihak yang menilai atau menyatakan akta tersebut tidak benar, maka orang atau

(19)

pihak yang menilai atau menyatakan tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai dengan aturan hukum.78

Akibat hukum dari akta notaris tersebut tetap melekat sepanjang akta notaris tersebut tidak diubah atau dibatalkan oleh para pihak yang mengikatkan diri didalam akta notaris tersebut. Artinya, walaupun notaris yang membuat akta tersebut telah berakhir masa jabatannya, akta notaris yang dibuat tetap berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Sedangkan bagi notaris, hanya bertanggungjawab terhadap formil akta yang dibuatnya, bukan terhadap isi dari akta tersebut. Oleh karenanya Notaris dalam membuat akta harus memenuhi standar prosedur, sehingga pertanggungjawaban Notaris terhadap akta yang dibuatnya harus melekat seumur hidup pada diri Notaris. Sedangkan sebagai pejabat akibat hukum terhadap notaris yang telah berakhir masa jabatannya didasarkan pada teori tanggung jawab jabatan, bahwa seseorang harus bertanggung jawab terhadap kesalahannya yang dilakukan terkait kewenangannya. Sehingga seseorang harus bertanggung jawab atas kesalahannya ketika orang tersebut masih menjabat. Namun ketika orang tersebut sudah tidak menjabat lagi, maka orang tersebut tidak harus bertanggung jawab terkait jabatannya yang pernah dipangkunya.

78 Khoirun Nisa, Tanggungjawab Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam Perkara Pidana Mengenai Akta yang Diterbitkan. Naskah Publikasi Jurnal, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang, 2013, hlm. 5-6.

(20)

BAB IV

KEDUDUKAN HUKUM PROTOKOL NOTARIS SETELAH BERAKHIRNYA JABATAN NOTARIS

A. Protokol Notaris

Protokol notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara Notaris (Pasal 1 angka 13 UUJN). Sebagai arsip negara, dokumen itu harus selalu disimpan dan dipelihara dalam keadaan apapun meskipun notaris si pemilik protokol tengah cuti maupun meninggal dunia. Sesuai dengan penjelasan Pasal 62 UUJN, Protokol Notaris mencakup :

1. Minuta Akta (Bundel Minuta akta)

Minuta akta adalah asli akta Notaris, dimana di dalam minuta akta ini terdiri dari (dilekatkan) data-data diri para penghadap dan dokumen lain yang diperlukan untuk pembuatan akta tersebut. Setiap bulannya minuta akta harus selalu dijilid menjadi satu buku yang memuat tidak lebih dari 50 akta. Pada sampul setiap buku tersebut dicatat jumlah minuta akta, bulan dan tahun pembuatannya.

2. Buku Daftar Akta / Repertorium

Dalam Repertorium ini, setiap hari Notaris mencatat semua akta yang dibuat oleh atau dihadapannya baik dalam bentuk minuta akta maupun Originali dengan mencantumkan nomor urut, nomor bulanan, tanggal, sifat akta dan nama para penghadap

(21)

3. Buku Daftar Surat dibawah tangan yang di Sahkan

Notaris wajib mencatat surat-surat di bawah tangan, baik yang disahkan maupun yang dibukukan dengan mencantumkan nomor urut, tanggal, sifat surat dan nama semua pihak

4. Buku Daftar Surat dibawah tangan yang di Bukukan 5. Klaper Daftar Akta

Notaris wajib membuat daftar Klapper yang disusun menurut abjad dan dikerjakan setiap bulan, dimana dicantumkan nama semua orang/pihak yang menghadap, sifat dan nomor akta

6. Klaper daftar surat dibawah akta yang di sahkan 7. Buku daftar Protes

Setiap bulan Notaris menyampaikan Daftar Akta Protes dan apabila tidak ada, maka tetap wajib dibuat dengan tulisan “NIHIL”

8. Buku daftar Wasiat

Notaris wajib mencatat akta-akta wasiat yang dibuatnya dalam Buku Daftar Wasiat. Selain itu, paling lambat pada tanggal 5 setiap bulannya, Notaris wajib membuat dan melaporkan daftar wasiat atas wasiat-wasiat yang dibuat pada bulan sebelumnya. Apabila tidak ada wasiat yang dibuat, maka Buku Daftar Wasiat tetap harus dibuat dan dilaporkan dengan tulisan “NIHIL”. 9. Buku daftar koperasi

(22)

Buku daftar koperasi, yang mencatat kapan Pendiriannya dan dengan akta nomor dan tanggal berapa, Perubahan Anggaran Dasar atau Perubahan susunan pengurus.

Di samping Buku Daftar yang termasuk dalam Protokol Notaris yang telah disebutkan di atas, seorang Notaris yang baik seyogyanya mengadministrasikan dan membuat tata kearsipan terhadap hal-hal sebagai berikut:79

1. Buku Daftar Akta Harian ;

2. Map khusus yang berisikan minuta-minuta akta sebelum dijilid menjadi Buku setiap bulannya

3. File Arsip Warkah Akta ;

4. File Arsip yang berisikan copy Surat Di Bawah Tangan Yang Disahkan ; 5. File Arsip yang berisikan copy Surat Di Bawah Tangan Yang Dibukukan ; 6. File Arsip yang berisikan copy Daftar Protes ;

7. File Arsip Copy Collatione (yaitu copy dari surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan) ;

8. File Arsip Laporan Bulanan Notaris kepada Majelis Pengawas Daerah (MPD) yang dilampiri dengan tanda terima dari MPD ;

9. File Arsip yang berisikan Laporan Wasiat kepada Direktur Perdata cq Balai Harta Peninggalan Sub Direktorat Wasiat;

79http://hasyimsoska.blogspot.com/2011/11/protokol-notaris-dan-ppat.html, diakses tanggal 2 Juni 2014.

(23)

10. File Arsip yang berisikan tanda terima salinan Akta; 11. Buku Surat Masuk dan Surat Keluar Notaris ; 12. File Arsip Surat Masuk Notaris ;

13. File Arsip copy Surat Keluar Notaris ;

14. Buku Daftar tentang Badan Hukum Sosial dan Badan Usaha yang bukan badan hukum yang dibuat di kantornya.

B. Kedudukan Protokol Notaris Setelah Berakhirnya Jabatan Notaris

Ketentuan berakhirnya jabatan notaris adalah berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UUJN bahwa Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena:

a. meninggal dunia; b. telah berumur 65 tahun; c. permintaan sendiri;

d. tidak mampu secara rohani dan/ atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan Notaris secara terus-menerus lebih dari 3 tahun;

e. merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.

Sehubungan dengan masa jabatan yang berakhir tersebut, maka juga diatur tentang pelaksanaan protokol notaris. Pasal 62 UUJN menentukan bahwa: Penyerahan Protokol Notaris dilakukan dalam hal Notaris:

a. meninggal dunia;

(24)

c. minta sendiri;

d. tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan sebagai Notaris secara terusmenerus lebih dari 3 (tiga) tahun;

e. diangkat menjadi pejabat negara; f. pindah wilayah jabatan;

g. diberhentikan sementara; atau h. diberhentikan dengan tidak hormat.

Dengan demikian setelah berakhir masa jabatannya, maka akan dilakukan penyerahan protokol notaris sebagaimana ditentukan dalam Pasal 63 UUJN, sebagai berikut:

(1) Penyerahan Protokol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari dengan pembuatan berita acara penyerahan Protokol Notaris yang ditandatangani oleh yang menyerahkan dan yang menerima Protokol Notaris.

(2) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62huruf a, penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh ahliwaris Notaris kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh MajelisPengawas Daerah.

(3) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf g, penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh Notariskepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah jika pemberhentian sementara lebih dari 3 (tiga)bulan.

(25)

(4) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, atau huruf h, penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh Notaris kepada Notaris lainyang ditunjuk oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Daerah.

(5) Protokol Notaris dari Notaris lain yang pada waktu penyerahannya berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih diserahkan oleh Notaris penerima Protokol Notaris kepada Majelis Pengawas Daerah.

Berdasarkan ketentuan Pasal 63 ayat (4) UUJN tersebut, maka setelah masa jabatan notaris berakhir, protokol notaris diserahkan kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Daerah. Dengan demikian kedudukan hukum protokol notaris beralih ke notaris yang menggantikan notaris yang telah berakhir masa jabatannya, atau kepada Majelis Pengawas Daerah, sebagaimana ketentuan Pasal 63 ayat (5) UUJN.

Berdasarkan ketentuan Pasal 63 ayat (5) UUJN tersebut dapat dilihat bahwa Notaris lain yang akan menerima protokol Notaris yang telah berakhir masa jabatannya adalah Notaris yang ditunjuk oleh MPD. Penyerahan protokol tersebut dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari dengan pembuatan berita acara penyerahan protokol Notaris yang ditandatangani oleh yang menyerahkan dan yang menerima protokol Notaris .

C. Kewenangan Penyimpanan Protokol Notaris Setelah Berakhirnya Jabatan Notaris

Notaris Penyimpan Protokol adalah Notaris yang diberi kewenangan yang sah oleh Majelis Pengawas Daerah atau Menteri untuk menyimpan protokol dari Notaris

(26)

yang dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 12UUJN. Oleh Karena itu, Notaris Penyimpan Protokol memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) huruf b dan e UUJN yang mewajibkan setiap Notaris untuk menyimpan minuta akta sebagai bagian dari protokol Notaris dan mewajibkan setiap Notaris untuk mengeluarkan Grosse akta, salinan akta atau kutipan akta berdasarkan minuta akta atas permintaan para pihak atau para ahli waris dari para pihak. Berdasarkan ketentuan UUJN tersebut dapat dilihat bahwa Notaris Penyimpan Protokol perlu bertindak hati-hati dalam menyimpan setiap protokol yang diserahkan kepadanya misalnya dengan menyimpan di tempat yang aman dan bebas dari bahaya pencurian, bahaya kebakaran, suhu yang lembab,dan bahaya binatang-binatang yang dapat merusak akta, agar dokumen tersebut tidak hilang, rusak dan musnah.

Protokol Notaris sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 1 angka 13 UUJN adalah arsip negara. Pentingnya Akta Notaris sebagai Akta Otentik dan Protokol Notaris digambarkan dalam bagian Penjelasan Umum UUJN,sebagai berikut: Notaris adalah pejabat umum yang berwenang antuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan

(27)

perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus, bagi masyarakat secara keseluruhan.

Sebagaimana tercantum dalam kalimat terakhir kutipan di atas, Akta Notaris dan Protokol Notaris bukan hanya menjaga kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berpentingan semata-mata, melainkan sekaligus juga bagi “masyarakat secara keseluruhan”. Pentingnya kedudukan

Protokol Notaris sebagai arsip negara dapat juga dilihat dari salah satu kewajiban Notaris, yaitu kewajiban untuk “mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan (Pasal 16 ayat (1) huruf k UUJN). Mengenai pemakaian lambang negara pada cap/stempel Notaris oleh Tan Thong Kie dikatakan bahwa: … para notaris … diperkenankan memakainya, namun hanya dalam cap (alat untuk membuat tanda) notaris. Dengan kata lain, lambang itu tidak melekat pada nama seorang notaris, tetapi hanya pada cap dan capnya harus diterakan pada pekerjaannya sebagai notaris, yaitu di sebelah tandatangan notaris, di bawah suatu salinan akta autentik atau grosse yang dikeluarkannya.80

Sesuai dengan ketentuan bahwa Notaris adalah penyimpan dan pemelihara Protokol Notaris sebagai arsip negara, maka diadakan ketentuan khusus dalam pemanggilan Notaris berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau ProtokolNotaris

80Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris.Buku I. PT Ichtiar Baru Van Hoeve, cetakan ke-2, Jakarta, 2000, hlm. 179.

(28)

yang disimpannya.81Perlakuan khusus dalam pemanggilan Notaris pada hakikatnya tidaklah bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, sebab Notaris tetap mempunyai kedudukan dalam hukum yang sama dengan setiap warga negara lainnya, perlakuan khusus dalam pemanggilan Notaris hanyalah soal prosedur pemanggilan semata-mata. MPD sebagai pengawas Notaris akan menilai terlebih dahulu sebab pemanggilan tersebut berkaitan dengan Akta Notaris dan Protokol Notaris yang merupakan arsip negara.

Sesuai dengan penjelasan tersebut di atas, maka setelah berakhirnya jabatan notaris, kewenangan penyimpanan protokol notaris selanjutnya adalah pada Notaris lain yang ditunjuk oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Daerah (MPD).

81 Muriel Cattleya Maramis, Tata Cara Pemanggilan Notaris untuk Kepentingan Proses Peradilan Pidana Berkaitan dengan Akta yang Dibuatnya. Lex Crimen Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2012, hlm.13.

(29)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya tentang tanggungjawab notaris setelah berakhir masa jabatannya terhadap akta yang dibuatnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang dibuatnya setelah berakhir masa jabatannya masih tetap dipikul sesuai dengan ketentuan Pasal 65 UUJN, bahwa Notaris bertanggungjawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun Protokol Notaris telah diserahkan dan dipindahkan kepada pihak penyimpan Protokol Notaris. Sehingga yang sesuai dengan batasan waktu pertanggungjawaban, jika Notaris sudah tidak menjabat lagi meskipun yang Notaris tersebut masih hidup tidak dapat dimintai lagi pertanggungjawaban dalam bentuk apapun.

2. Setelah berakhir masa jabatannya, tidak ada ketentuan di dalam UUJN yang menjelaskan tentang perlindungan hokum terhadap notaris yang telah berakhir masa jabatannya.

3. Sesuai dengan ketentuan UUJN, maka setelah masa jabatan notaris berakhir, protocol notaris diserahkan kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Daerah.

(30)

Dengan demikian kedudukan hokum protocol notaris beralih kenotaris yang menggantikan notaris yang telah berakhir masa jabatannya, atau kepada Majelis Pengawas Daerah, sebagaimana ketentuan Pasal 63 ayat (5) UUJN.

B. Saran

Sesuai dengan kesimpulan tersebut, maka diberikan beberapa saran, sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan pengaturan tentang pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang dibuatnya setelah berakhir masa jabatannya dengan mempertimbangkan ketentuan peraturan dan perundang-undangan lainnya, sehingga memberikan kepastian hokum bagi notaris yang sudah berakhir masa jabatannya.

2. Dalam hal masih berlaku ketentuan tanggungjawab notaris terhadap akta yang dibuatnya, maka perlu dibuat ketentuan khusus tentang perlindungan hokum kepada notaris yang telah berakhir masa jabatannya dalam hal pertanggungjawab akta yang dibuatnya sewaktu masih memegang jabatan notaris.

3. Sehubungan dengan ketentuan Pasal 63 ayat (5) UUJN bahwa protocol notaris yang telah berusia 25 tahun atau lebih diserahkan kepada Majelis Pengawas Daerah (MPD), maka tanggungjawab notaris terhadap akte yang telah diserahkan kepada MPD seharusnya dibawah perlindungan MPD. Dalam hal ini MDP memberikan perlindungan terhadap notaris, terutama setelah berakhir masa jabatannya, karena akta yang telah dibuatnya sudah diserahkan kepada MPD. Oleh karena itu masih perlu dikaji secara mendalam, karena menyangkut berbagai ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan.

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Pada halaman menu siswa jurusan IPA, terdiri dari beberapa sub menu, yaitu Bio data siswa untuk melakukan update data seperti alamat siswa, dan sebagainya, sub

Meskipun beberapa kajian memberikan bukti bahwasanya variabel kerja seperti kepuasan kerja, komitmen, stres kerja dan persepsi politik

Hasil analisa menyatakan bahwa komunikasi yang dilakukan telah mampu menyampaikan pesan dan tujuan dari program CSR Global Change Award, namun tetap memilki

Bapak Damhir Anugrah, S.T,, M.T, selaku dosen pembimbing pendamping Tugas Akhir, yang dengan sabar juga telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan

Ajaran kejawen di dalam Persaudaraan Setia Hati Terate yang diperoleh.. oleh peneliti terkait dengan hasil wawancara baik dari para

Dengan demikian konsentrasi merupakan kemampuan seseorang untuk memusatkan perhatian terahadap sesuatu objek ( yang.. dipilih ) dan mempertahankan perhatian dalam

2.4 HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control) Menurut (Ramli, 2010) HIRARC ( Hazard Identification, Risk Assessment dan Risk Control ) adalah