• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS POTENSI PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU TANAMAN PANGAN PADA HUTAN RAKYAT DI KELURAHAN LANNA KECAMATAN PARANGLOE KABUPATEN GOWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS POTENSI PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU TANAMAN PANGAN PADA HUTAN RAKYAT DI KELURAHAN LANNA KECAMATAN PARANGLOE KABUPATEN GOWA"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS POTENSI PEMANFAATAN HASIL HUTAN

BUKAN KAYU TANAMAN PANGAN PADA HUTAN RAKYAT

DI KELURAHAN LANNA KECAMATAN PARANGLOE

KABUPATEN GOWA

HARDILAH KADIR

105950057315

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2019

(2)

ANALISIS POTENSI PEMANFAATAN HASIL HUTAN

BUKAN KAYU TANAMAN PANGAN PADA HUTAN RAKYAT

DI KELURAHAN LANNA KECAMATAN PARANGLOE

KABUPATEN GOWA

HARDILAH KADIR

105950057315

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Kehutanan Strata Satu ( S-1 )

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Analisis Potensi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu

Tanaman Pangan Pada Hutan Rakyat di Kelurahan Lanna Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa

Nama : Hardilah Kadir

Stambuk : 105950057315

Program Studi : Kehutanan

Fakultas : Pertanian

Makassar, 05 November 2019

Disetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Husnah Latifah,S.hut.,M.Si.,IPM Ir. M. Daud,S.Hut.,M.Si.,IPM NIDN. 0909067302 NIDN. 0929118502

Diketahui,

Dekan Fakultas Pertanian Ketua Program Studi

Dr.H. Burhanuddin,S.Pi.,M.P Dr. Ir. Hikmah,S.Hut.,M.Si., IPM NIDN. 853 947 NIDN. 1063 488

(4)

PENGESAHAN KOMISI PENGUJI

Judul : Analisis Potensi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Tanaman Pangan Pada Hutan Rakyat di Kelurahan Lanna Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa

Nama : Hardilah Kadir

Stambuk : 105950057315

Program Studi : Kehutanan

Fakultas : Pertanian

SUSUNAN TIM PENGUJI

Nama Tanda Tangan

Dr. Ir. Husnah Latifah,S.hut.,M.Si.,IPM ( ... ) Pembimbing I

Ir. M. Daud,S.Hut.,M.Si.,IPM ( ... ) Pembimbing II

Dr. Ir. Hajawa,MP (... ) Penguji I

Mutmainnah, S.Hut., M.Hut ( ... ) Penguji II

(5)

@ Hak Cipta Milik Unismuh Makassar, Tahun 2019 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar unismuh makassar

2. Dilarang mengumumkan dan memprbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

(6)

ABSTRAK

HARDILAH KADIR (105950057315). Analisis Potensi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Tanaman Pangan Pada Hutan Rakyat Di Kelurahan Lanna Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa. Dibawah bimbingan Husnah Latifah dan M. Daud.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis, bagian yang dimanfaatkan serta potensi pemanfaatan tanaman pangan pada hutan rakyat di Kelurahan Lanna Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa.. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Pengambilan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara, quisioner, survey dan studi pustaka kemudian dianalisis dengan metode deskriptif statistik. Hasil penelitian menunjukkan Hutan Rakyat di Kelurahan Lanna, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa yang terdiri atas dua pola agroforestry meliputi pola agroforestry campuran dan pola agroforestry kopi. Pada pola agroforestry campuran terdapat 34 spesies tanaman, dimana yang termasuk tanaman pangan sebesar 94% (32 jenis) dan yang bukan Pangan sebesar 6 % (2 jenis). Sedangkan pada pola agroforestry kopi teradapat 4 spesies, dimana yang termasuk tanaman pangan sebesar 67% dan yang bukan Pangan sebesar 33%. Bagian tanaman yang di manfaatkan sebagai bahan pangan meliputi batang, daun, bunga, jantung (pisang), buah, rimpang, tunas dan biji. Cara pemanfaatan atau pengolahan bagian tanaman tersebut diolah dengan cara dimasak, dihaluskan dan tanpa pengolahan (langsung dikonsumsi). Potensi tanaman pangan pada pola agroforestry campuran adalah 32 jenis (94%) tanaman pangan dengan kerapatan 338 individu per ha sedangkan pada pola agroforestry kopi terdapat 4 jenis tanaman pangan (67%) dengan kerapatan 518 individu per ha. Semua bahan pangan tersebut di gunakan atau di manfaatkan masyarakat untuk keperluan sehari-hari ataupun untuk dijual

(7)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat

dan Karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat

beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad

SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada umatnya akhir zaman,

aamiin.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Makassar. Judul yang diajukan adalah “Analisis

Potensi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Tanaman Pangan Pada Hutan Rakyat di Kelurahan Lanna Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa”.

Penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Ayahanda

tercinta Kadir, SP Dg. Sutte (Alm.) dan Ibunda yang kusayangi Mariama Dg.

Ranne Semoga Allah SWT selalu melimpahkan Rahmat, Kesehatan, Karunia dan

keberkahan di dunia dan di akhirat atas budi baik yang telah diberikan kepada

Penulis. Penghargaan dan terima kasih Penulis berikan kepada Ibunda Ir. Dr.

Husnah latifah, S.Hut., M.Hut., IPM selaku pembimbing I dan Ayahanda Ir. Muh.

Daud, S.Hut., M.Si., IPM selaku pembimbing II yang selalu memberikan

bimbingan dan semangat selama penulisan skripsi sehingga penulisan skripsi ini

berjalan lancar. Serta ucapan terima kasih kepada:

1. Ayahanda H. Burhanuddin,S.P.,M.P selaku Dekan Fakultas Pertanian

(8)

judul penelitian sebagai bahan penulisan skripsi sehingga penulisan skripsi

berjalan dengan lancar.

2. Ibunda Dr. Ir. Hikmah,S.Hut.,M.Si selaku Ketua Progam Studi Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar yang selalu

memberikan arahan selama mengikuti perkuliahan sampai akhir penulisan

skripsi.

3. Ibunda Dr. Ir. Hajawa, MP selaku penguji I dan ibunda Mutmainnah, S.Hut.,

M.Hut selaku penguji II yang selalu memberikan masukan dan saran selama

penulisan skripsi ini sehingga berjalan lancar.

4. Staff dan Dosen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar

yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu selama mengikuti

perkuliahan sampai akhir penulisan skripsi .

5. Buat seluruh teman-teman angkatan 2015 selalu memberi support dan

dorongan kepada Penulis selama penyelesaian skripsi ini.

Penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak dan apabila

ada yang tidak tersebutkan mohon maaf, dengan besar harapan semoga skripsi

yang ditulis oleh Penulis ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan

umumnya bagi pembaca.

Makassar, September 2019

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN KOMISI PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv

HAK CIPTA ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Kegunaan Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu ... 6

2.2. Hutan Sebagai Sumber Pangan ... 8

2.3. Hutan Rakyat ... 10

2.4. Kerangka Pikir ... 11

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat penelitian ... 14

(10)

3.3. Jenis Data ... 14

3.4. Cara Pengumpulan Data ... 15

3.5. Penentuan Responden ... 15

3.6. Analisis dan Penyajian Data ... 16

3.7. Definisi Operasional ... 17

IV. KEADAAN UMUM LOKASI 4.1. Kondisi Geografis ... 18

4.2. Perekonomian Kelurahan ... 19

4.3. Keadaan Sosial Buadaya ... 19

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pola Agroforestry Campuran ... 21

5.1.1. Potensi dan Pemanfaatan Tanaman Pangan ... 22

5.1.2. Kelompok Habitus ... 24

5.1.3. Kelompok Hasil Hutan Bukan Kayu ... 25

5.1.4. Bagian yang Dimanfaatkan Sebagai Bahan Pangan ... 26

5.1.5. Cara Pengolahan Bagian Tanaman Pangan yang di Gunakan. 27 5.2. Pola Agroforestry Kopi ... 29

5.2.1. Potensi dan Pemanfaatan Tanaman Pangan... 30

5.2.2. Kelompok Habitus ... 31

5.2.3. Kelompok Hasil Hutan Bukan kayu ... 31

5.2.4. Bagian yang Dimanfaatkan Sebagai Bahan Pangan... 32

5.2.5. Cara Pengolahan Bagian Tanaman Pangan yang di Gunakan. 32 VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan ... 34

6.2. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Mata Pencaharian ... 19

2. Lembaga Keuangan ... 19

3. Keadaan dan Jumlah Penduduk ... 29

4. Keadaan Jumlah Penduduk kelurahan Lanna Menurut Golongan Umur 20

5. Jenis Spesies, Habitus dan Kelompok Tanaman Pangan Pola

Agroforestry Campuran ... 21

6. Kerapatan Tanaman Pangan Pola Agroforestry Campuran ... 23

7. Jenis Speies, Habitus Dan Kelompok Tanaman Pangan Pola

Agroforestry Kopi... 28

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Kerangka Pikir ... 13

2. Petak persegi yang dibuat pada lahan hutan rakyat di Kelurahan Lanna untuk menghimpun data vegetasi hutan rakyat ... 16

3. Keterangan Pangan Pola Agroforestry Campuran ... 22

4. Presentase Habitus Pola Agroforestry Campuran ... 24

5. Kelompok HHBK ... 25

6. Bagian yang Digunakan Sebagai Bahan Pangan ... 26

7. Cara pengolahan bagian tanaman pangan yang di gunakan... 27

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1 Daftar Pertanyaannya ... 37

2 Data Mentah Penelitian ... 40

3 Data Responden ... 54

4 Dokumentasi Penelitian ... 60

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan adalah sumberdaya serbaguna yang menghasilkan beragam jenis

barang dan jasa, termasuk pangan. Secara alami, hutan alam menghasilkan

buah-buahan, biji-bijian, pati-patian dan sayur-sayuran sebagai sumber pangan nabati

dan satwa liar sebagai sumber pangan hewani. Hutan sebagai sistem sumberdaya

alam memiliki potensi untuk memberi manfaat multiguna, di samping hasil hutan

kayu, hutan dapat memberi manfaat berupa hasil hutan bukan kayu dan

lingkungan. Hutan secara kepemilikan dibagi menjadi dua yaitu hutan negara dan

hutan hak, dimana hutan rakyat masuk ke dalam hutan hak (UU No. 41 Tahun

1999).

Departemen Kehutanan dan Kantor Menteri Urusan Pangan 1996 dalam

Apriyanto et al. Hutan memiliki potensi untuk mendukung ketahanan pangan dan

penanggulangan kemiskinan. Pada tahun 1995 pemerintah mengeluarkan surat

keputusan bersama antara Menteri Negara Urusan Pangan, Menteri Kehutanan

dan Panglima ABRI No.KEP-10/M.09/1995, No.509/Kpts-II/1995 dan

No.NKB/5/IX/1995 tanggal 25 September 1995 tentang pengembangan Hutan

Cadangan Pangan (HCP) diantaranya melalui Bhakti ABRI Manunggal Hutan

Cadangan Pangan (AMHCP). Melalui HCP diharapkan menjadi lini terakhir

untuk mengatasi kekurangan pangan terutama di desa-desa miskin. Berdasarkan

Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan,

(15)

Tahun 2011 Kementerian Kehutanan mendapat tugas menyediakan lahan hutan

untuk pengembangan pangan, baik dalam bentuk agroforestri maupun bentuk

kebijakan konversi lahan hutan. Dalam peraturan Menteri Kehutanan No.

P8/Menhut-II/2010 tanggal 27 Januari 2010 tentang Rencana Strategis (Renstra)

Kementerian Kehutanan Tahun 2010-2014 disebutkan bahwa dalam rangka

pemanfaatan sumberdaya alam untuk pembanguana ekonomi, sektor kehutanan

termasuk dalam prioritas bidang pembangunan Ketahanan Pangan dan

Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Sesuai prioritas bidang tersebut,

pembangunan kehutanan diarahkan pada dua fokus prioritas yaitu: 1) peningkatan

produksi dan produktifitas untuk memenuhi ketersediaan pangan dan bahan baku

industri dari dalam negeri; dan 2) peningkatan nilai tambah, daya saing dan

pemasaran produk pertanian, perikanan dan kehutanan.

Seiring dengan kebijakan pemerintah tersebut, sudah sejak lama secara

turun menurun petani secara mandiri mengembangkan hutan rakyat sebagai salah

satu sumber pangan dan sumber pendapatan. Hutan rakyat ini merupakan hutan

yang mereka bangun pada lahan milik (Hardjanto 2000). Pola tanam hutan rakyat

yang dikembangkan beragam di setiap daerah, baik pemilihan jenis maupun cara

penataannya di lapangan.

Ketahanan pangan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7

Tahun 1996 adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang

tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,

aman, merata, dan terjangkau. World Health Organization (2013) menyebutkan

(16)

pangan dan pemanfaatan pangan. Apriyanto (2016) Food and Agricultural

Organization, menambahkan komponen keempat, yaitu kestabilan dari ketiga

komponen tersebut dalam kurun waktu yang panjang. Dalam mendukung

ketahanan pangan ini, hutan rakyat dapat berkontribusi pada ketersediaan pangan

dan peningkatan akses pangan melalui pendapatan yang diperoleh dari

pengusahaan hutan rakyat. Pengelolaan hutan rakyat dengan sistem agroforestri

atau tumpangsari dapat berkontribusi pada ketersediaan pangan.

Secara umum jenis tanaman pangan yang dapat dikembangkan di hutan

rakyat dapat dikelompokan dalam beberapa jenis komoditas seperti biji-bijian

(jagung, kacang, kedelai, kacang tanah dll.), buah (nanas, jeruk, papaya,

rambutan, dll.), umbi-umbian (ketela pohon, ubi, garut, gayong, dll.), dan tanaman

obat (jahe, kunyit, kapulaga, dll.) (de Foresta et al. 2000). Melalui praktek

pengelolaan hutan dengan sistem tumpangsari, Perhutani sejak tahun 2001 hingga

2009 dapat menghasilkan produk pangan mencapai 13.5 juta ton yang setara

dengan Rp 9.1 triliun yang meliputi berbagai jenis hasil tanaman pangan berupa

biji-bijian, umbi-umbian, buah dan jenis pangan lainnya (Kemenhut 2010).

Suharjito (2000) mengemukakan bahwa keberagaman pola tanam hutan

rakyat merupakan hasil kreasi budaya masyarakat. Pola tanam yang

dikembangkan pada umumnya pola tanam murni (monokultur) dan campuran

(polyculture/agroforestri). Menurut Hardjanto (2003) pola tanam campuran

terutama agroforestri merupakan sistem yang cukup baik dikembangkan untuk

(17)

berorientasi pada optimalisasi pemanfaatan lahan secara rasional baik dari aspek

ekologi, ekonomi, maupun aspek sosial budaya. Hutan rakyat dapat dikelola

untuk mendukung ketahanan pangan rumah tangga petani.

Sumber pangan berasal dari kawasan hutan dan salah satu potensi terbesar

yaitu berasal dari hutan rakyat. Pengembangan tanaman pangan pada hutan rakyat

yang di lakukan secara serius maka akan memperkuat ketahanan pangan sehingga

dapat seimbang dengan pertambahan penduduk yang semakin besar dan dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan hutan rakyat.

Beberapa penelitian yang mengkaji tanaman pangan diantaranya yang telah

dilakukan oleh Salsabila (2014) yang meneliti tentang Tumbuhan Pangan dan Obat mengemukakan bahwah pemanfaatan tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan obat merupakan penyembuhan yang tertua di dunia dan Pengetahuan Lokal Tanaman Pangan dan penelitan lain, oleh Nurchayati (2019) meneliti tentang pengetahuan lokal tanaman pangan yang menyimpulkan bahwah hasil penelitian diperoleh 40 spesies tanaman yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan peneletian mengenai analisis potensi pemanfaatan tanaman pangan pada hutan rakyat di Kelurahan Lanna

(18)

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Jenis tanaman apa dan bagian tanaman mana yang dimanfaatkan sebagai

sumber pangan pada hutan rakyat di Kelurahan Lanna Kecamatan Parangloe

Kabupaten Gowa?.

2. Bagaimana potensi pemanfaatan tanaman pangan pada hutan rakyat di

Kelurahan Lanna Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa?.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui jenis dan bagian tanaman yang dimanfaatkan sebagai sumber

pangan pada hutan rakyat di Kelurahan Lanna Kecamatan Parangloe

Kabupaten Gowa.

2. Mengetahui potensi pemanfaatan tanaman pangan pada hutan rakyat di

Kelurahan Lanna Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan referensi bagi berbagai pihak.

Bagi para akademisi hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan tanaman

pangan dan acuan penelitian selanjutnya dan pemerintah diharapkan dapat

mendukung pengembangan jenis-jenis tanaman komersial yang disukai dan

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu

Hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati

maupun hewani beserta produk turunannya dan budidaya kecuali kayu yang

berasal dari hutan (Permenhut No. 35 tahun 2007). Masyarakat hutan

memanfaatkan HHBK baik secara konsumtif (dikonsumsi langsung) seperti

binatang buruan, sagu, umbi-umbian, buah-buahan, sayuran, obat-obatan, kayu

bakar dan lainnya, maupun secara produktif (dipasarkan untuk memperoleh uang)

seperti rotan, damar, gaharu, madu, minyak astiri, dan lainnya (Primack 1993). Di

banyak tempat, seperti juga di Dusun Pampli (Ngakan et al. 2005), masyarakat

hutan menggantungkan sebagian besar hidupnya dari memungut HHBK. Namun

demikian, sampai saat ini belum banyak dipelajari sejauh mana HHBK

memberikan kontribusi terhadap penghidupan masyarakat hutan.

Beranekaragamnya jenis HHBK yang dimanfaatkan oleh masyarakat

hutan, yang mana sebagian diantaranya ada yang dimanfaatkan secara konsumtif,

membuat para peneliti sering kesulitan untuk menilai secara tepat sejauh mana

sebenarnya kontribusi HHBK bagi penghidupan masyarakat (Ehrenfeld 1988).

Beberapa peneliti mencoba menyetarakan nilai HHBK yang dimanfaatkan secara

konsumtif oleh masyarakat hutan dengan nilai uang (Bishop 1987), namun hal ini

tentunya sangat relatif. Nilai barang biasanya sangat bervariasi menurut tempat

dan waktu. Selain itu, HHBK sering kali dinilai menurut harganya yang

ditetapkan secara sepihak oleh tengkulak yang membelinya di pinggir hutan

(20)

barang setengah jadi, harga HHBK tersebut dapat meningkat beberapa (bahkan

mungkin puluhan kali) lipat dibandingkan dengan harga yang ditetapkan oleh para

tengkulak di pinggir hutan.

2.1.1. Klasifikasi Dan Jenis HHBK

Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut/2007 tentang

Hasil Hutan Bukan Kayu, maka dalam rangka pengembangan budidaya

maupun pemanfaatannya HHBK dibedakan dalam HHBK nabati dan HHBK

hewani.

2.1.2. HHBK Nabati

HHBK nabati meliputi semua hasil non kayu dan turunannya yang

berasal dari tumbuhan dan tanaman, dikelompokkan dalam:

1. Kelompok resin, antara lain damar, gaharu, kemenyan;.

2. Kelompok minyak atsiri, antara lain cendana, kayu putih, kenanga;

3. Kelompok minyak lemak, pati dan buah-buahan, antara lain buah

merah, rebung bambu, durian;

4. Kelompok tannin, bahan pewarna dan getah, antara lain kayu

kuning,jelutung, perca;

5. Kelompok tumbuhan obat-obatan dan tanaman hias, antara lain akar

wangi, brotowali, anggrek hutan;

6. Kelompok palma dan bambu, antara lain rotan manau, rotan tohiti;

7. Kelompok alkaloid antara lain kina.

(21)

2.1.3. HHBK Hewani

Kelompok hasil hewan meliputi :

1. Kelompok hewan buru (babi hutan, kelinci, kancil, rusa, buaya).

2. Kelompok hewan hasil penangkaran (arwana, kupu-kupu, rusa, buaya).

3. Kelompok hasil hewan (sarang burung walet, kutu lak, lilin lebah, ulat

sutera, lebah madu).

2.2. Hutan Sebagai Sumber Pangan

Hutan mempunyai peran penting dalam menunjang kehidupan dan

perkembangan peradaban manusia. Peran penting tersebut tercermin dalam

bentuk interaksi manusia dan hutan yang berlangsung sejak awal peradaban

hingga saat ini dan diperkirakan terus berlangsung di masa mendatang. Secara

fungsional, interaksi manusia dan hutan dapat dikelompokkan dalam lima periode:

(1) periode kehidupan manusia sepenuhnya bergantung pada hutan, (2) periode

kehidupan manusia memungut hasil hutan secara terkendali, (3) periode

kehidupan manusia merusak hutan, (4) periode kehidupan manusia memerlukan

hutan dan (5) periode kehidupan manusia mendambakan hutan (Suhendang,

2002).

Dalam perkembangan peradapan manusia, hutan senantiasa mampu

memberikan perannya, dalam bentuk yang berbeda untuk setiap periode

kehidupan. Hutan seakan menjadi media yang mengantarkan kehidupan manusia

pada tingkat peradaban yang lebih maju. Di masa mendatang, peran hutan dalam

menunjang kehidupan dan perkembangan peradaban manusia diperkirakan akan

(22)

alam, termasuk hutan, dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia (Suhendang,

2002).

Hutan alam menyediakan aneka jenis pangan nabati, yang berupa

buah-buahan, biji-bijian, umbiumbian, pati-patian dan sayuran sebagai sumber

karbohidrat, protein dan vitamin nabati, serta menyediakan beragam jenis pangan

hewani yang berupa satwa liar, seperti: rusa, banteng, landak, tikus tanah,

trenggiling, kasuari dan aneka jenis burung sebagai sumber protein hewani. Saat

ini, sebagian masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan, masih

menggantungkan sebagian kebutuhan pangannya dari hutan (Suhendang, 2002).

Hutan tanaman juga telah dirancang-bangun agar memiliki potensi dalam

menyediakan pangan, baik secara periodis maupun secara berkelanjutan. Pada

awal pembangunan hutan tanaman jati di Jawa tahun 1850 sampai awal tahun

1990-an, tanaman pangan hanya dibudidayakan pada saat permudaan hutan, yang

dilaksanakan dengan sistem tumpangsari. Jenis tanaman yang dibudidayakan

terbatas pada tanaman pangan semusim (Simon, 2006 dalam Puspitojati et al. 2014). Sejak pertengahan tahun 1990an, semakin banyak jenis tanaman pangan dibudidayakan di hutan. Tanaman pangan semusim dibudidayakan pada saat

permudaan hutan, sedangkan tanaman pangan yang berupa pohon, perdu dan

palem diusahakan sepanjang daur hutan tanaman. Hal ini tidak terlepas dari

tersedianya kebijakan yang mendorong budidaya tanaman pangan di hutan

(Pemerintah RI, 1999; 2007; Kementrian Kehutanan, 2007; 2008 dalam

(23)

2.3. Hutan Rakyat

Menurut Reksohadiprojo (1994) dalam amini (2019), pentingnya hutan

bagi kehidupan sosial ekonomi suatu masyarakat kini dirasakan semakin

meningkat, hal ini menuntut kesadaran untuk mengelola sumber daya hutan tidak

hanya dari segi finansial saja namun diperluas menjadi pengelolaan sumber daya

hutan secara utuh.

Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem

yang didominasi oleh pohon. Menurut Helms (1998) hutan adalah suatu ekosistem

yang dicirikan oleh penutupan pohon yang kurang lebih padat dan tersebar,

Universitas Sumatera Utara seringkali terdiri dari tegakan-tegakan yang beragam

ciri-cirinya seperti komposisi jenis, struktur, klas umur, dan proses-proses yang

terkait, dan umumnya mencakup padang rumput, sungai-sungai kecil, dan satwa

liar.

Pengertian Hutan Rakyat menurut UU No. 41/1999 tentang kehutanan,

hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik.

Definisi diberikan untuk membedakannya dari hutan negara, yaitu hutan yang

tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Dalam

pengertian ini, tanah negara mencakup tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat

berdasarkan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan adat atau aturan-aturan

masyarakat lokal (biasa disebut masyarakat hukum adat).

Keberadaan hutan rakyat memberi manfaat baik secara ekologis maupun

ekonomis bagi masyarakat. Manfaat secara ekologis antara lain perbaikan tata air

(24)

Sedangkan manfaat ekonomis dari keberadaan hutan rakyat dapat dilihat dari

peningkatan pendapatan petani dari hutan rakyat dan penyediaan kayu rakyat.

Hutan rakyat merupakan sumber bahan baku bagi industri pengolahan kayu di

wilayah tersebut (Indrawati, 2009).

2.4. Kerangka Pikir

Hutan rakyat diartikan sebagai tanaman kayu yang ditanam pada

lahan-lahan milik masyarakat dan merupakan salah satu sarana dalam upaya

peningkatan ke- sejahteraan masyarakat khususnya yang dipedesaan (Pramono et

al. 2010).

Awang (2001) mengemukakan terdapat dua model pengelolaan hutan

rakyat yaitu sebagai berikut.

1. Hutan rakyat monokultur

Hutan rakyat monokultur atau sebagian besar didominasi satu jenis

tanaman berkayu saja. Pada hutan ini cenderung tidak ada tanaman pangan di

dalam hutan rakyat.

2. Hutan rakyat campuran

Hutan rakyat ini ditumbuhi lebih dari satu jenis tanaman. Pada hutan ini

mungkin ditanami tanaman pangan, buah-buahan dan sayur-sayuran

(agroforestri).

Observasi lapang dilakukan dengan membuat plot persegi 20m x 50m

yang kemudian akan diperoleh kerapatan (K), sedangkan untuk pemanfaatannya

(25)

Kelurahan Lanna, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa. Kerangka pikir

penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:

Hutan Lindung

Hasil Hutan

Tanaman Pangan

Jenis

Potensi Tanaman Pangan pada Hutan Rakyat

Hasil Hutan Bukan Kayu

Bagian Tanaman

Kerapatan Jenis Tanaman Pangan

Gambar 1. Kerangka Pikir Hutan Rakyat

(26)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama bulan Juli sampai dengan September 2019

bertempat pada lahan hutan rakyat di Kelurahan Lanna Kecamatan Parangloe

Kabupaten Gowa.

3.2. Alat dan Objek Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kuesioner, tali rafia,

tally sheet, kamera dan alat tulis. Objek dalam penelitian ini adalah petani hutan

rakyat dan lahan petani hutan rakyat di Kelurahan Lanna Kecamatan Parangloe

Kabupaten Gowa.

3.3. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan

data sekunder. Data primer yang dimaksud adalah data yang diperoleh langsung di

lapangan, data primer yang dihimpun adalah sebagai berikut.

1. Data umum rumah tangga, mencakup nama, umur, pekerjaan, pendidikan dan

jumlah anggota keluarga.

2. Data vegetasi, meliputi jenis tanaman dan jumlah individu tiap jenis yang

ada dilahan pemilik hutan rakyat.

3. Data tentang jenis tanaman agroforestri pada lahan petani di Kelurahan Lanna

Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa.

4. Data tentang kegiatan pemeliharaan tanaman yang ada dilahan pemilik hutan

(27)

Data sekunder yang dimaksud berupa data monografi desa, berupa letak

dan luas, jenis tanah dan kondisi iklim serta data yang mendukung penelitian.

3.4. Cara Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode observasi dan

wawancara. Observasi dilakukan untuk mengambil data vegetasi yang meliputi

jenis tanaman dan jumlah individu tiap jenis yang ada dilahan pemilik hutan

rakyat. Sedangkan wawancara dilakukan langsung dengan responden melalui

tanya jawab menggunakan daftar pertanyaan atau kuisioner untuk memperoleh

informasi berupa data umum rumah tangga, serta data tentang kegiatan

pemanfaatan tanaman yang ada dilahan pemilik hutan rakyat.

3.4.2. Data sekunder

Pengumpulan data dilakukan dengan mengutip data hasil publikasi

yang diperlukan dan sesuai dengan penelitian. Selain itu data juga diambil dari

instansi terkait seperti kantor kelurahan setempat dan data lain yang relevan

dengan penelitian.

3.5. Penentuan Responden

Penentuan responden petani hutan rakyat Kelurahan Lanna Kecamatan

Parangloe Kabupaten Gowa yang dilakukan dalam penelitian ini metode yang

digunakan adalah menggunakan teknik purposive sampling yang berdasarkan

pertimbangan. Pengumpulan data pemanfaatan tanaman dilakukan dengan

(28)

dalam penelitian ini adalah 30 orang. Responden meliputi ibu rumah tangga,

pedagang, Petani dan pegawai pemerintah.

Analisis potensi dilakukan dengan membuat 25 plot persegi berdasarkan

pola tanamnya di Kelurahan Lanna, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa.

Adapun cara pembuatan plot persegi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Petak persegi yang dibuat pada lahan hutan rakyat di Kelurahan Lanna untuk menghimpun data vegetasi hutan rakyat.

3.6. Analisis dan Penyajian Data 3.6.1. Analisis Data

Data kerapatan pohon mengenai jumlah dan jenis tanaman yang

diperoleh Dianalisis secara kuantitatif menggunakan rumus kerapatan pohon

yang didasarkan pada perhitungan nilai kerapatan serta dideskripsikan.

Menurut Indriyanto (2008) kerapatan dirumuskan dengan rumus sebagai

berikut.

50 m

20 m

(29)

3.6.2. Penyajian Data

Data jenis tanaman, kerapatan (K), dan data tentang pemanfaatan

disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan gambar

3.7. Definisi Operasional

Batasan-batasan operasional yang digunakan dalam penelitian ini

mencakup beberapa istilah :

1. Responden adalah orang yang memberikan tanggapan dan informasi terkait

data yang dibutuhkan oleh peneliti.

2. Masyarakat adalah sekumpulan orang-orang yang terlibat langsung pada

pemanfaatan tumbuhan di Kelurahan Lanna, Kecamatan Parangloe, kabupaten

Gowa.

3. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik

maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha, penutupan

tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50%.

4. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati

maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang

berasal dari hutan.

5. Analisis adalah membedakan, memecahkan atau menguraikan informasi

mengenai pemanfaatan tanaman pangan sehingga lebih mudah dipahami.

6. Potensi adalah kemampuan untuk mengembangkan tanaman pangan dan obat

(30)

7. Tanaman Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan

air, baik diolah maupun tidak diolah yang di peruntukkan sebagai makanan

(31)

IV. KEADAAN UMUM LOKASI

Kelurahan Lanna merupakan ibu kota Kecamatan Parangloe dan salah satu

kelurahan dari 2 kelurahan dan 5 desa dalam wilayah Kecamatan Parangloe,

dibentuk pada tahun 1980 berdasarkan Peraturan Mentri dalam Negeri No.

140-502, tgl 22 September 1980, Tentang penetapan Desa menjadi Kelurahan.

Penamaan Kelurahan Lanna adalah berasal dari nama Karaeng Lanna yang

menurut legenda salah satu toko masyarakat.

4.1. Kondisi Geografis

Kelurahan Lanna adalah salah satu Kelurahan dalam wilayah Kecamatan

Parangloe Kabupaten gowa, memiliki karakteristik Topografi sebagai Daerah

Dataran Tinggi yang dikelilingi oleh perbukitan yang terdiri dari tanah landai,

bergelombang dan berbukit dengan ketinggian sekitar ± 300-400 M diatas

permukaan laut, dengan suhu udara pada siang hari rata-rata antara 30º-35º C dan

pada malam hari antara 20º-25º C, sedangkan curah hujan 2,562 mm/Tahun.

Kelurahan Lanna berada 43-44 Km dari Makassar, kelurahan Lanna

dengan Luas Wilayah 8,75 Km² dangan luas Hutan Rakyat sebesar 319 ha.

Batas-batas wilayah Kelurahan Lanna:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Belapunranga

b. Sebelah Timuh bebatasan dengan Desa Borisallo

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bilalang Kec. Manuju

(32)

4.2. Perekonomian Kelurahan 4.2.1. Mata pencaharian penduduk

Mata pencaharian merupakan pekerjaan yang menjadi pokok

penghidupan. Mata pencaharian penduduk Kelurahan Lanna Kecamatan

Parangloe Kabupaten Gowa disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Mata Pencaharian Penduduk

No Uraian Jumlah

1 Angkatan kerja

-2 Petani 375

3 Pekerja Sektor jasa 45

4 Pekerja Sektor Industri 78

Berdasarkan Tabel 1 mata pencaharian penduduk Kelurahan Lanna

Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa merupakan Petani berjumlah 375 orang,

Pekerja Sektor Jasa berjumlah 45 orang dan Pekerja Sektor Industri berjumlah

78 orang.

4.2.2. Lembaga Keuangan

Lembaga keuangan adalah lembaga yang memberikan fasilitas dan Produk

di bidang keuangan serta memutar arus uang dalam perekonomian. Lembaga

keuangan di Kelurahan Lanna Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa disajikan

pada Tabel 2.

Tabel 2. Lembaga Keuangan

No Jenis Lembaga keuangan Ada/Tidak Jumlah

1 Bank Tidak

-2 Usaha Bersama Tidak

-3 Kelompok Simpan Pinjam Ada 19

Tabel 2 menunjukkan bahwah lembaga keuangan yang dimiliki di

(33)

4.3. Keadaan Sosial Budaya

Keadaan sosisal budaya kelurahan lanna dengan jumlah 3.199 jiwa yang

terdiri dari laki-laki 1.599 jiwa, perempuan 1.600 jiwa dengan jumlah Kepala

Keluarga (KK) 625 KK dengan Penganut Agama Islam 99%.

Tabel 3. Keadaan dan Jumlah Penduduk

No Wilayah (Dusun/Lingkungan) Laki-laki Perempuan

1 Parang 1.226 1.185

2 Bontosunggu 373 415

Jumlah 1.599 1.600

Usia merupakan informasi tentang tanggal, bulan dan tahun dari waktu

kelahiran menurut sistem kelender masehi. Keadaan jumlah penduduk kelurahan

lanna menurut golongan umur disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Keadaan Jumlah Penduduk Kelurahan Lanna menurut Golongan Umur No Golongan Umur (Tahun) Laki-laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa) Jumlah 1 0 - 4 175 160 335 2 5 – 12 178 171 349 3 13 – 15 143 129 272 4 16 – 18 104 133 237 5 19 – 25 186 205 391 6 26 – 35 295 391 686 7 36 – 45 233 244 477 8 46 – 50 59 51 110 9 51 – 60 59 64 123 10 61 – 75 96 116 212 11 Lebih dari 75 3 4 7 Total 1.531 1.668 3.199

Keadaan Jumlah Penduduk Kelurahan Lanna menurut Golongan

Umur, memiliki total laki-laki 0 – lebih dari 75 tahun sebanyak 1.531 jiwa

dan perempuan memiliki total laki-laki 0 – lebih dari 75 tahun sebanyak

(34)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelurahan Lanna memiliki luas wilayah 8,75 Km² dengan luas Hutan

Rakyat sebesar 319 Ha. Hasil penelitian di lapangan, Analisis Potensi

Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Tanaman Pangan pada Hutan Rakyat

terdiri dari dua pola agroforestri meliputi pola agroforestri campuran dan pola

agroforestri kopi.

5.1. Pola Agroforestri Campuran

Pada pola agroforestri campuran, ditemukan 34 jenis spesies yang terdiri

dari kelompok habitus pohon, perdu, terna dan semak. Adapun jenis-jenis spesies

tersebut disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis Spesies, Habitus dan Kelompok Tanaman Pangan Pola Agroforestri Campuran

NO Jenis Spesies Nama Latin Jumlah Habitus

Ket Pangan Kelompok Tanaman Pangan Iya Tidak

1 Alpukat Persea americana 1 Pohon  - Buah-buahan 2 Aren Arenga pinnata 30 Terna  - Pati 3 Asam Tamarindus indica L. 2 Pohon  - Buah-buahan

4 Bambu Bambusa sp. 26 Terna  - Pati

5 Belimbing Averrhoa carambola 2 Pohon  - Buah-buahan

6 Bintaro Cerbera manghas 10 Pohon - 

Tumbuhan Obat 7 Jahe Merah

Zingiber officinale var rubrum

rhizoma 40 Terna  -

Tumbuhan Obat 8 Jamblang Syzygium cumini 11 Pohon  - Buah-buahan 9 Jambu Air Syzygium aqueum Burm F. 12 Pohon  - Buah-buahan 10 Jambu Biji Syzygium malaccense 2 Pohon  - Buah-buahan 11 Jambu mente Belluucia pentamera 47 Pohon  - Buah-buahan 12 Jeruk Citrus aurantiifolia 7 Pohon  - Buah-buahan 13 Kapulaga Amomum compactum 20 Semak  -

Tumbuhan Obat 14 Kecapi Sandoricum koetjape 2 Pohon  - Buah-buahan 15 Kemiri Alerites moluccanus 32 Pohon  - Minyak Lemak 16 Lengkeng Dimocarpus longan 1 Pohon  - Buah-buahan 17 Lobe-lobe Flacourtia inermis 1 Pohon  - Buah-buahan

18 Lombok Capsium sp. 13 Perdu  -

Tumbuhan Obat

19 Mahoni Switenia mahagoni 4 Pohon - 

Tumbuhan Obat 20 Mangga Garcinia mangostana L. 68 Pohon  - Buah-buahan

21 Matoa Pometia pinnata 5 Pohon  - Buah-buahan

(35)

NO Jenis Spesies Nama Latin Jumlah Habitus

Ket Pangan Kelompok Tanaman Pangan Iya Tidak

25 Petai Parkia speciosa 16 Pohon  - Buah-buahan

26 Pisang Musa spp 100 Terna  - Buah-buahan

27 Rambutan Nephelium lappaceum 43 Pohon  - Buah-buahan 28 Rao Dracontomelon dao 2 Pohon  - Buah-buahan

29 Salak Salacca zalacca 7 Semak  - Buah-buahan

30 Serai Cymbopogon ciratus 20 Semak  -

Tumbuhan Obat

31 Sirih Piper betle L. 5 Terna 

-Tumbuhan Obat 32 Sirsak Annona muricata L. 2 Pohon  - Buah-buahan 33 Sukun Artovcarpus altilis 1 Pohon  - Buah-buahan 34 Terong Pipit Solanum torvum Sw 101 Perdu  -

Tumbuhan Obat

Total 690

Pengelolaaan hutan rakyat dengan sistem agroforestri atau tumpangsari

dapat berkontribusi pada ketersediaan pangan. World Health Organisation (2006)

menyebutkan terdapat tiga komponen utama ketahanan pangan yaitu ketersediaan

pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan.

Gambar 3. Persentase Keterangan Pangan Pola Agroforestri Campuran

Keterangan Pangan Pola Agroforestri Campuran, berdasarkan data-data

yang diperoleh dari Tabel 5 Jumlah spesies terbanyak berjumlah 32 Spesies (94%)

terdapat pada tumbuhan pangan dan jumlah spesies terendah berjumlah 2 spesies

Pangan 94% Bukan

Pangan 6%

(36)

(6%) yang terdapat pada tumbuhan bukan pangan. Persentase keterangan pangan

pola agroforestri campuran disajikan pada Gambar 3.

5.1.1. Potensi dan Pemanfaatan Tanaman Pangan

Kerapatan berguna untuk menggambarkan potensi suatu tanaman.

Tingkat kerapatan tanaman berhubungan dengan populasi tanaman dan sangat

menentukan hasil tanaman. Kerapatan tanaman akan meyebabkan terjadinya

kompetisi diantara tanaman. Masing-masing tanaman akan saling

memperebutkan bahan-bahan yang dibutuhkan seperti cahaya, air, udara dan

hara tanah. Moenandir (1988) menjelaskan bahwa kompetisi akan terjadi bila

timbul interaksi antar tanaman lebih dari satu tanaman. Terjadinya kompetisi

tergantung dari sifat komunitas tanaman dan ketersedian faktor pertumbuhan.

Tanaman yang mempunyai sifat agresivitas dan habitus yang tinggi akan

mempunyai daya saing yang kuat. Kerapatan tanaman pangan pola agroforestri

campuran disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kerapatan Tanaman Pangan Pola Agroforestri Campuran

NO Jenis Vegetasi Latin Luas keseluruhan Plot (ha) Jumlah (individu) Kerapatan Pangan (Individu/ha) Bagian yang di manfaatkan Cara pengolahan 1 Alpukat Persea americana 2 1 1 Buah Tanpa Pengolahan 2 Aren Arenga pinnata 2 30 15

Bunga dan

Buah Dimasak 3 Asam

Tamarindus

indica L. 2 2 1 Buah Dihaluskan

4 Bambu Bambusa sp. 2 26 13 Tunas Dimasak

5 Belimbing

Averrhoa

carambola 2 2 1 Buah Dihaluskan 6 Jahe Merah Zingiber officinale var rubrum rhizoma 2 40 20 Rimpang Dihaluskan 7 Jamblang Syzygium cumini 2 11 6 Buah Tanpa Pengolahan 8 Jambu Air Syzygium aqueum Burm F. 2 12 6 Buah Tanpa Pengolahan Syzygium Tanpa

(37)

NO Jenis Vegetasi Latin Luas keseluruhan Plot (ha) Jumlah (individu) Kerapatan Pangan (Individu/ha) Bagian yang di manfaatkan Cara pengolahan 11 Jeruk Citrus aurantiifolia 2 7 4 Buah Tanpa Pengolahan 12 Kapulaga Amomum

compactum 2 20 10 Rimpang Dihaluskan 13 Kecapi Sandoricum koetjape 2 2 1 Buah Tanpa Pengolahan 14 Kemiri Alerites

moluccanus 2 32 16 Biji Dihaluskan 15 Lengkeng

Dimocarpus

longan 2 1 1 Buah Buah 16 Lobe-lobe

Flacourtia

inermis 2 1 1 Buah Buah

17 Lombok Capsium sp. 2 13 7 Buah Buah

18 Mangga

Garcinia

mangostana L. 2 68 34 Buah

Tanpa Pengolahan

19 Matoa Pometia pinnata 2 5 3 Buah

Tanpa Pengolahan 20 Nangka Arthocarpus heterophyllus 2 10 5 Buah Tanpa Pengolahan

21 Nenas Annas comusus 2 14 7 Buah

Tanpa Pengolahan 22 Pandan

Pandanus

amaryllifolius 2 33 17 Daun Dihaluskan

23 Petai Parkia speciosa 2 16 8 Biji

Tanpa Pengolahan 24 Pisang Musa spp 2 100 50 Buah dan jantung pisang Dimasak 25 Rambutan Nephelium lappaceum 2 43 22 Buah Tanpa Pengolahan 26 Rao Dracontomelon dao 2 2 1 Buah Tanpa Pengolahan

27 Salak Salacca zalacca 2 7 4 Buah

Tanpa Pengolahan 28 Serai Cymbopogon ciratus 2 20 10 Batang dan Daun Dihaluskan

29 Sirih Piper betle L. 2 5 3 Daun Dimasak

30 Sirsak Annona muricata L. 2 2 1 Buah Tanpa Pengolahan 31 Sukun Artovcarpus

altilis 2 1 1 Buah Dimasak 32 Terong Pipit Solanum torvum Sw 2 101 51 Buah Dimasak Total 676 338

Tabel 6 terlihat ada 32 jenis tanaman yang berpotensi sebagai tanaman

pangan. Potensi tanaman pangan pada pola agroforestri campuran adalah 32

jenis (94%) tanaman pangan dengan kerapatan 338 individu per ha. Hasil

wawancara dengan masyarakat dipaparkan bahwa tanaman pangan yang paling

(38)

5.1.2. Kelompok Habitus

Tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat jika di tinjau dari habitusnya

sangat beragam. Habitus tumbuhan di kelompokkan kedalam enam yaitu

pohon, perdu, terna, liana, epifit, dan tumbuhan air. Hasil penelitian kelompok

habitus di sajikan pada gambar 4.

Gambar 4. Persentase Habitus Pola Agroforestri Campuran

Persentase habitus pola agroforestri campuran, berdasarkan data-data

yang diperoleh dari Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat habitus tumbuhan,

yang banyak di gunakan berasal dari tingkat pohon 20 spesies (63%), Terna 6

spesies (19%), serta perdu dan Semak masing-masing 3 spesies (9%) yang

disajikan pada gambar 4. Salsabila et al. (2014), menyatakan bahwa data

habitus terbanyak yaitu pohon maka dapat dibuat suatu korelasi antara pohon

tersebut menghasilkan buah yang dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai

bahan pangan.

5.1.3. Kelompok Hasil Hutan Bukan Kayu

Permenhut (2007), Hasil hutan bukan kayu adalah hasil hutan hayati

Pohon 63% Terna 19% Semak 9% Perdu 9%

(39)

yang berasal dari hutan. HHBK nabati meliputi semua hasil non kayu dan

turunannya yang berasal dari tumbuhan dan tanaman, dikelompokkan dalam

Kelompok resin, Kelompok minyak atsiri, Kelompok minyak lemak,

Kelompok tannin, Kelompok tumbuhan obat-obatan dan tanaman hias,

Kelompok palma dan bambu, Kelompok alkaloid Kelompok lainnya, antara

lain nipah, pandan, purun. Kelompok hasil hewan meliputi Kelompok hewan

buru, Kelompok hewan hasil penangkaran, Kelompok hasil hewan. Persentase

kelompok HHBK disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Persentase Kelompok HHBK

Hasil penelitian yang telah dilakukan, berdasarkan data-data yang

diperoleh dari Tabel 5 menunjukkan bahwa pengelompokkan HHBK

menunjukkan presentase tertinggi yaitu Buah-buahan 22 spesies (69%),

tumbuhan obat 6 spesies (19%), Pati 2 Spesies (6%), kelompok HHBK yang

terendah yaitu Minyak Lemak 1 spesies (3%), dan Lainnya (Pewarna makanan)

1 spesies (3%). Buah-buahan 69% Pati 6% Tumbuhan Obat 19% Minyak Lemak 3% Lainnya3%

(40)

5.1.4. Bagian yang Dimanfaatkan Sebagai Bahan Pangan

Bagian yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan, berdasarkan

data-data yang diperoleh dari Tabel 6 menunjukkan bahwa bagian tanaman yang

paling banyak dikonsumsi yaitu buah 66% sebanyak 23 spesies, Biji dan Daun

8% sebanyak 3 spesies, rimpang 6% sebanyak 2 spesies serta yang terendah

yaitu Batang, Bunga, Jantung (pisang) dan Tunas 3% masing-masing sebanyak

1 spesies. Berdasarkan diagram pada gambar 6 terlihat bahwa bagian yang

lebih banyak dimanfaatkan adalah buah (60%). Hal ini sejalan dengan

pernyataan Nurchayati et al(2019) bahwa berdasarkan hasil penelitian, bagian tanaman yang palingbanyak dimanfaatkan oleh masyarakat suku Using Banyuwangi adalah buah. Persentase bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pangan disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Persentase Bagian yang Digunakan Sebagai Bahan Pangan

Nurchyati et al. (2019), menyatakan bahwa setiap tanaman pangan

Batang 3% Daun 8% Bunga 3% Jantung (Pisang) 3% Buah 66% Rimpang 6% Tunas 3% Biji 8%

(41)

tanaman yang biasa dimanfaatkan sebagai bahan pangan meliputi batang, daun,

bunga, jantung (pisang), buah, rimpang, tunas dan biji. Spesies tertentu ada

yang lebih dari satu bagian tanaman yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan.

5.1.5. Cara Pengolahan Bagian Tanaman Pangan yang di Gunakan

Cara pengolahan tanaman pangan yang paling banyak digunakan

masyarakat Kelurahan Lanna Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa,

berdasarkan data-data yang diperoleh dari Tabel 6 yaitu Tanpa Pengolahan

(dimakan langsung) (52%) sebanyak 15 spesies, Dihaluskan (24%) sebanyak 7

spesies, Dimasak (21%) sebanyak 6 spesies dan paling rendah yaitu Dibakar

(3%) sebanyak 1 sepesies. Nurchayati et al. (2019), menyatakan bahwah

tanaman yang cara pemakaiannya dengan cara dimakan adalah dari golongan

makanan pokok, sayur-mayur dan buah-buahan. Tanaman tersebut memang

mengandung zat yang paling dibutuhkan oleh tubuh, yaitu karbohidrat,mineral

dan vitamin. Presentase cara pengolahan bagian tanaman pangan yang di

gunakan disajikan pada gambar 7.

Gambar 7. Persentase Cara Pengolahan Bagian Tanaman Pangan yang digunakan Dibakar 3% Dimasak 21% Tanpa Pengolahan 52% Dihaluskan 24%

(42)

Proses terpenting agar bahan pangan dapat dimanfaatkan adalah cara

pengolahan dan pemakaian bagian tanaman. Cara Pengolahan tanaman sebagai

bahan pangan oleh masyarakat Kelurahan Lanna, Kecamatan Parangloe,

Kabupaten Gowa diolah dengan cara dimasak, dihaluskan dan tanpa

pengolahan (langsung dikonsumsi). Cara pengolahan tanaman sebagai bahan

pangan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat ialah tanpa pengolahan

(langsung dikonsumsi) dianggap lebih gampang dan efisien.

Hasil wawancara yang dilakukan mengenai cara pengolahan tanaman pangan yang diolah oleh Rahmatiah Dg.Ngugi (43 tahun) mengatakan bahwa:

Punna rappo-rappo langsung ji rikanre, mingka punna paccampuru’ kanre-kanreang biasayya allei rong ri dengka iareka ritunu.

Menurut Rahmatiah Dg.Ngugi, kalau buah-buahan langsung saja dimakan, tapi kalau campuran makanan biasanya ditumbuk atau dibakar.

5.2. Pola Agroforestri Kopi

Kerapatan berguna untuk menggambarkan potensi suatu tanaman.

Kerapatan tanaman pangan pola agroforestri kopi disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Jenis Speies, Habitus Dan Kelompok Tanaman Pangan Pola Agroforestri Kopi

NO Jenis Spesies Latin Jumlah Habitus ket

Pangan

kelompok tanaman pangan

1 Akasia Accacia mangium 16 Pohon  Tanin

2 Eucalyptus deglupta Eucalyptus spp 13 Pohon  Minyak Atsiri 3 Jambu biji Syzygium malaccense 10 Pohon  Buah-buahan 4 Kopi Coffea robusta 232 Pohon  Tumbuhan Obat 5 Langsat lansium domesticum 4 Pohon  Buah-buahan 6

Terong pipit lansium domesticum 13 Perdu 

Tumbuhan Obat

Total 288

(43)

Nomor 7 tahun 1996 adalah kondisi terpenuhinyan pangan bagi rumah tangga

yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun

mutunya, aman merata dan terjangkau.

Gambar 8. Persentase Tanaman Pangan Pola Agroforestri Kopi

Persentase tanaman pangan pola agroforestri kopi pada Kelurahan Lanna

Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa, berdasarkan data-data yang diperoleh

dari Tabel 7 terdapat 6 spesies tanaman dengan tanaman pangan 4 Spesies (67%)

dan bukan tanaman pangan 2 spesies (33%). Tumbuhan pangan yang berjumlah 4

spesies tersebut salah satu diantaranya (kopi) bukan termasuk kelompok HHBK

melainkan termasuk tumbuhan pertanian. Persentase tanaman pangan pola

agroforestri kopi disajikan pada Gambar 8.

5.2.1. Potensi dan Pemanfaatan Tanaman Pangan Pola Agroforestri Kopi Kerapatan berguna untuk menggambarkan potensi suatu tanaman,

berdasarkan pola agroforestri kopi terdiri dari tumbuhan pangan kehutanan dan

tumbuhan pangan non kehutanan disajikan pada Tabel 8.

Pangan 67% Bukan pangan

(44)

Tabel 8. Kerapatan Tanaman Pangan Pola Agroforestri Kopi NO Jenis Vegetasi Latin Luas keseluruhan Plot (ha) Jumlah Kerapatan Pangan (Individu/ha) Bagian yang di manfaatkan Cara pengolahan A. Tumbuhan Pangan Kehutanan

1 Jambu biji Syzygium

malaccense 0,5 10 20 buah Tanpa pengolahan

2 Langsat Lansium

domesticum 0,5 4 8 buah Tanpa pengolahan

3 Terong pipit Lansium

domesticum 0,5 13 26 buah dimasak

B. Tumbuhan Pangan Non Kehutanan 4 Kopi Coffea

robusta 0,5 232 646 biji dihaluskan

Total 259 518

Tabel 8, terlihat ada 4 jenis tanaman yang berpotensi sebagai tanaman

pangan. Potensi tanaman pangan pada pola agroforestri kopi terdapat 4 jenis

tanaman pangan (67%) dengan kerapatan 518 individu per ha. Semua bahan

pangan tersebut digunakan atau dimanfaatkan masyarakat untuk keperluan

sehari-hari ataupun untuk dijual.

5.2.2. Kelompok Habitus

Menurut Suhanda et al. (2017), Tumbuhan yang dimanfaatkan

masyarakat jika ditinjau dari habitusnya sangat beragam, sehingga

dikelompokkan spesies-spesies tumbuhan yang ditentukan berdasarkan tingkat

habitusnya. Habitus tumbuhan di kelompokkan kedalam enam yaitu pohon,

perdu, terna, liana, epifit, dan tumbuhan air.

Hasil penelitian di kelurahan Lanna Kecamatan Parangloe Kabupaten

Gowa, menunjukkan bahwa, kelompok habitus yang ada pada pola agroforestri

kopi sebagian besar merupakan habitus pohon dan sisanya habitus perdu yang

disajikan pada Tabel 7.

5.2.3. Kelompok Hasil Hutan Bukan Kayu

(45)

pemanfaatan ladang sebagai lingkungan pendukung proses pertumbuhan

pepohonan. Sistem agroforestri diharapkan mampu meningkatkan pendapatan,

menyediakan lapangan pekerjaan, serta nilainilai budaya di daerah pedesaan

(Suryanto et al., 2006).

Hasil hutan bukan kayu adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun

hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari

hutan. Kelompok HHBK pada pola agroforestri kopi yang tertinggi yaitu

buah-buahan sebanyak 2 spesies serta yang terendah yaitu tanin dan minyak atsiri

serta tumbuhan obat masing-masing 1 spesies.

5.2.4. Bagian yang Dimanfaatkan Sebagai Bahan Pangan

Setiap tanaman pangan memiliki bagian tertentu yang dimanfaatkan

sebagai bahan makanan. Bagian tanaman yang biasa dimanfaatkan sebagai

bahan pangan meliputi buah, daun, bunga, umbi, rimpang, batang dan tunas

(rebung) (Nurchayati et al. 2019).

Bagian tanaman yang biasa dimanfaatkan sebagai bahan pangan

berdasarkan pola agroforestri kopi meliputi buah sebanyak 3 spesies (Jambu

biji, langsat dan terong pipit) dan biji sebanyak 1 spesies (Kopi) yang disajikan

pada Tabel 8.

5.2.5. Cara Pengolahan Bagian Tanaman Pangan yang di Gunakan

Nurchayati et al. (2019), menyatakan bahwah tanaman yang cara

pemakaiannya dengan cara dimakan adalah dari golongan makanan pokok,

sayur-mayur dan buah-buahan. Tanaman tersebut memang mengandung zat

(46)

Hasil penelitian menunjukkan cara pengolahan tanaman sebagai bahan

pangan berdasarkan pola agroforestri kopi meliputi tanpa pengolahan 2 spesies

(Jambu biji dan langsat), dihaluskan sebanyak 1 spesies (Kopi) dan dimasak

(47)

VI. PENUTUP

6.1. Kesimpulan

1. Hutan Rakyat di Kelurahan Lanna, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa

yang terdiri atas dua pola agroforestri meliputi pola agroforestri campuran dan

pola agroforestri kopi. Pada pola agroforestri campuran terdapat 34 spesies

tanaman yaitu alpukat, aren, asam, bambu, belimbing, bintaro, jahe merah,

jamblang, jambu air, jambu biji, jambu mete, jeruk, kapulaga, kecapi, kemiri,

lengkeng, lobe-lobe, lombok, mahoni, mangga, matoa, nangka, pandan, petai,

pisang, rambutan, rao, salak, serai, sirih, sirsak, sukun dan terong pipit.

Sedangkan pada pola agroforestri kopi teradapat 6 spesies tanaman yaitu

akaia, eucalyptus, jambu biji, kopi, langsat dan terong pipit. Bagian tanaman

yang di manfaatkan sebagai bahan pangan meliputi batang, daun, bunga,

jantung (pisang), buah, rimpang, tunas dan biji.

2. Potensi tanaman pangan pada pola agroforestri campuran adalah 32 jenis

(94%) tanaman pangan dengan kerapatan 338 individu per ha sedangkan pada

pola agroforestri kopi terdapat 4 jenis tanaman pangan (67%) dengan

kerapatan 518 individu per ha. Semua bahan pangan tersebut di gunakan atau

di manfaatkan masyarakat untuk keperluan sehari-hari ataupun untuk dijual.

6.2. Saran

Tanaman pangan pada hutan rakyat di kelurahan lanna sangat banyak

namun belum banyak yang menjadikan bahan pangan tersebut sebagai suatu

produk untuk dijual. Maka perlu dilakukan pengembangan produk usaha

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Alrasyid H. 1980. Intensifikasi dan Efisiensi Penggunaan Tanah Hutan dalam

Usaha Membantu Pemecahan Masalah Kebutuhan Penduduk Sekitar Hutan. Yogyakarta (ID): UGM.

Amini, A., & Ahyuni, A. (2019). Perhitungan Nilai Kayu Hutan Rakyat Di

Kabupaten Padang Pariaman Dengan Menggunakan Penginderaan Jauh. Jurnal Kapita Selekta Geografi, 2(1), 23-31.

Apriyanto, D., & Hero, Y. (2016). The Increase of Private Forest's Role to

Support Food Security and Proverty Alleviation (Case Study in Nanggung District, Bogor Regency) Peningkatan Peran Hutan Rakyat Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Dan Penanggulangan Kemiskinan. Jurnal Silvikultur Tropika, 7(3), 165-173.

Awang SA, Santosa H, Widayanti WT, Nugroho Y, Kustomo, Sapardiono. 2001. Gurat Hutan Rakyat. Yogyakarta: Debut Press.

Bishop, R. C. 1987. Economic Values Defined. In Valuing Wildlife: Economic and Social Perspectives (D. J. Decker and G. R. Goff, eds.), Westview Press, Boulder, CO., pp. 24-33.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Undang-undang Nomor 41 Tahun

1999 tentang Kehutanan. Jakarta: Dephutbun RI.

Depapatemen Kehutanan RI. 1999. Undang Undang Nomor 41 tahun 1999

tentang Kehutanan. Jakarta.

Departemen Kehutanan. 2007. Menteri Kehutanan No. 35/Menhut-II/2007,

Tentang Hasil Hutan Bukan Kayu. Jakarta.

Departemen Kehutanan. 2009. Pangan dari Hutan (Kontribusi Sektor Kehutanan

dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional). Makalah seminar nasional “Memantapkan Ketahanan Pangna Nasional Mengantisipasi Krisis Global’, dalam Rangka Hari Pangan Sedunia, 12 Oktober 2009.

Jakarta.

de Foresta H, Kusworo A, Michon G, Djatmiko W. 2000. Ketika Kebun Berupa

Hutan: Agroforest Khas Indonesia Sebuah Sumbangan Masyarakat. Bogor (ID): Worid Agroforestri Centre (ICRAF).

(49)

Hardjanto. 2000. Beberapa Ciri Pengusahaan Hutan Rakyat di Jawa. Suharjito,

Editor. Hutan Rakyat di Jawa Peranannya dalam Perekonomian Desa.

Bogor (ID): P3KM.

Hardjanto. 2003. Keragaan dan Pengembangan Usaha Kayu Rakyat di Pulau

Jawa [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Helms, J.A. 1998. The dictionary offorestry. The Society of American Foresters

CABI Publishing. Bethesda, Wallingford.

Indrawati P. 2009. Studi Distribusi Keuntungan dan Kelestarian Hutan Rakyat

(Kasus di Kecamatan Leuwiliang, Kanupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Tidak Diterbitkan.

[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2010. Pengelolaan dan Pemanfaatan

Sumberdaya Hutan untuk Mendukung Peningkatan Produksi Pangan. Disampaikan Pada Seminar Nasional Ketahanan Pangan Menuju ”Feed The World”, 28 Januari 2010. Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan. Moenandir, J. (1988). Fisiologi herbisida (ilmu gulma buku II). Rajawali Press.

Ngakan, P. O., A. Achmad, D. William, K. Lahae, and A. Tako. 2005. The

Dynamics of Decentralisation System in the Forestry Sector in South Sulawesi: Hystory, Realisties and Challenges towards Autonomus Governance. CIFOR, Bogor.

Nurchayati, N., & Ardiyansyah, F. 2019. Pengetahuan Lokal Tanaman Pangan

dan Pemanfaatannya pada Masyarakat Suku Using Kabupaten Banyuwangi. Biotropika: Journal of Tropical Biology, 7(1).

Pemerintah RI. 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata

Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan. Jakarta.

Pramono, A. A., M. A. Fauzi, N. Widyani, I. Heriansyah, dan J. M. Roshetko. 2010. Pengelolaan Hutan Jati Rakyat Panduan Lapangan Untuk Petani. Buku. CIFOR. Bogor. 100 p.

Primack, R. B. 1993. Essentials of Conservation Biology. Sinauer Associates Inc.

Massachusetts USA.

Puspitojati, T., Rachman, E., Ginoga, K. L., & Darusman, D. (2014). Hutan

tanaman pangan: realitas, konsep, dan pengembangan. Penerbit PT

(50)

Reksohadiprodjo, S. 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik.

Edisi Ketiga. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi, Yogyakarta.

Salafsky, N., B. L. Dugelby and J. W. Terborgh. 1993. Can Extractive Reserves

Save the Rain Forest? An Ecological and Socioeconomic comparison of non-timber forest product extraction system in Peten, Guatemala and West Kalimantan, Inonseia. Conservation Biology 7: 39-52.

Salsabila, P. P., & Zuhud, E. A. (2014). Pemanfaatan Tumbuhan Pangan dan

Obat oleh Masyarakat di Dusun Palutungan, Desa Cisantana, Sekitar Taman Nasional Gunung Ciremai. Media Konservasi, 19(3).

Soemarwoto O. 1985. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djmbatan.

Suhanda, A. Z., Idham, M., & Anwari, S. Studi Etnobotani Masyarakat Desa Raut

Muara Kecamatan Sekayam Kabupaten Sanggau. Jurnal Hutan Lestari, 5(2).

Suharjito D. 2000. Hutan Rakyat di Jawa. Di dalam: Suharjito D, editor. Hutan

Rakyat di Jawa. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Suhendang, E. 2002. Pengantar Ilmu Kehutanan. Yayasan Penerbit Fakultas

Kehutanan. IPB, Bogor.

Suryanto Anjani, C..(2006). Pola penyesuaian perkawinan pada periode awal.

INSAN, 8(3), 198-210.

[WHO] World Health Organization. 2013. Food Security [Internet]. [diunduh

2014 November 15]. Tersedia pada: http://www.who.int/trade/glossary/ story028/en/.

(51)

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan

KUISIONER PENELITIAN

ANALISIS POTENSI PEMANFAATAN TUMBUHAN SUMBER PANGAN PADA HUTAN RAKYAT DI KELURAHAN LANNA, KECAMATAN

PARANGLOE, KABUPATEN GOWA A. Data Responden 1. Nama : 2. Jenis Kelamin : 3. Umur : 4. Agama : 5. Pekerjaan :

B. Pemanfaatan Tumbuhan Sumber Pangan

1. Apakah anda mengetahui bahwa tumbuhan pangan dibawah ini tumbuh di

hutaan rakyat kelurahan lanna, kecamatan parangloe, kabupaten gowa?

NO Pangan NO Pangan NO Pangan

1 Alpukat 16 Kopi 31 Sirih

2 Aren 17 Langsat 32 Sirsak

3 Asam 18 Lengkeng 33 Sukun

4 Bambu 19 Lobe-lobe 34 Terong Pipit

5 Belimbing 20 Lombok

6 Pandan 21 Mangga

7 Jahe Merah 22 Matoa

8 Jamblang 23 Nangka

9 Jambu Air 24 Nenas

10 Jambu Biji 25 Petai 11 Jambu mete 26 Pisang

12 Jeruk 27 Rambutan

13 Kapulaga 28 Rao

14 Kecapi 29 Salak

(52)

2. Apakah anda pernah mengkonsumsi tumbuhan pangan yang diperoleh

dari hutan tersebut?

Jawab:

3. Apakah anda mengetahui manfaat dari tumbuhan pangan tersebut ?

Jawab:

4. Bagian tumbuhan mana yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan?

Jawab:

5. Bagaimana cara mengolah bagian-bagian tumbuhan pangan tersebut

sehingga siap disantap ?

Jawab:

6. Darimana anda mendapatkan pengetahuan mengenai cara pengolahannya?

Jawab:

7. Apakah anda mengetahui cara menanam/budidaya tanaman pangan

tersebut ?

Jawab:

8. Darimana pengetahuan mengenai cara menanam/budidaya tumbuhan

pangan tersebut anda dapatkan?

Jawab:

9. Apakah anda berusaha menanam tumbuhan pangan yang dibutuhkan?

Jawab:

10. Kapan kegiatan pemungutan atau pemanenan anda lakukan ?

(53)

11. Selain untuk pemanfaatan sendiri, apakah tumbuhan pangan tersebut juga

di jual?

Jawab:

12. Jika anda menjualnya, biasanya di jual dimana ?

Jawab:

13. Berapa keuntungan yang anda peroleh tiap kali menjual?

(54)

Lampiran 2. Data Mentah Penelitian

PLOT1

NO JENIS TANAMAN KELILING

DIAMETER (m) JUMLAH HABITUS 1 Rambutan 1 36 11,46 14 Pohon 2 Rambutan 2 40 12,74 3 Rambutan 3 64 20,38 4 Rambutan 4 32 10,19 5 Rambutan 5 40 12,74 6 Rambutan 6 51 16,24 7 Rambutan 7 55 17,52 8 Rambutan 8 30 9,55 9 Rambutan 9 44 14,01 10 Rambutan 10 53 16,88 11 Rambutan 11 60 19,11 12 Rambutan 12 45 14,33 13 Rambutan 13 50 15,92 14 Rambutan 14 50 15,92 15 Mangga 1 84 26,75 3 Pohon 16 Mangga 2 81 25,80 17 Mangga 3 40 12,74 18 Matoa 1 36 11,46 2 Pohon 19 Matoa 2 64 20,38 20 Jeruk 1 34 10,83 3 Pohon 21 Jeruk 2 36 11,46 22 Jeruk 3 27 8,60

23 Jambu Biji 1 18 5,73 2 Pohon

24 Jambu Biji 2 23 7,32

25 Asam 115 36,62 1 Pohon

26 Jamblang 1 Pohon

PLOT 2

NO JENIS TANAMAN KELILING

DIAMETER

(m) JUMLAH HABITUS

1 Jambu Mete 1 90 28,66 27 Pohon

2 Jambu Mete 2 66 21,02

3 Jambu Mete 3 30 9,55

4 Jambu Mete 4 40 12,74

(55)

7 Jambu Mete 7 63 20,06 8 Jambu Mete 8 61 19,43 9 Jambu Mete 9 72 22,93 10 Jambu Mete 10 112 35,67 11 Jambu Mete 11 63 20,06 12 Jambu Mete 12 67 21,34 13 Jambu Mete 13 62 19,75 14 Jambu Mete 14 80 25,48 15 Jambu Mete 15 131 41,72 16 Jambu Mete 16 42 13,38 17 Jambu Mete 17 90 28,66 18 Jambu Mete 18 53 16,88 19 Jambu Mete 19 60 19,11 20 Jambu Mete 20 40 12,74 21 Jambu Mete 21 43 13,69 22 Jambu Mete 22 130 41,40 23 Jambu Mete 23 92 29,30 24 Jambu Mete 24 96 30,57 25 Jambu Mete 25 94 29,94 26 Jambu Mete 26 57 18,15 27 Jambu Mete 27 68 21,66 28 Sirsak 1 Pohon 29 Jamblang 2 Pohon PLOT 3

NO JENIS TANAMAN KELILING

DIAMETER

(m) JUMLAH HABITUS

1 Jambu Mete 1 83 26,43 20 Pohon

2 Jambu Mete 2 74 23,57 3 Jambu Mete 3 67 21,34 4 Jambu Mete 4 54 17,20 5 Jambu Mete 5 93 29,62 6 Jambu Mete 6 109 34,71 7 Jambu Mete 7 53 16,88 8 Jambu Mete 8 45 14,33 9 Jambu Mete 9 103 32,80 10 Jambu Mete 10 75 23,89 11 Jambu Mete 11 121 38,54 12 Jambu Mete 12 75 23,89 13 Jambu Mete 13 65 20,70 14 Jambu Mete 14 113 35,99

(56)

15 Jambu Mete 15 80 25,48 16 Jambu Mete 16 82 26,11 17 Jambu Mete 17 57 18,15 18 Jambu Mete 18 106 33,76 19 Jambu Mete 19 48 15,29 20 Jambu Mete 20 60 19,11 21 Mangga 52 16,56 1 Pohon

22 Jambu air 6 Pohon

23 Lobe-lobe 1 Pohon

PLOT 4

NO JENIS TANAMAN KELILING

DIAMETER (m) JUMLAH HABITUS 1 Petai 1 91 28,98 11 Pohon 2 Petai 2 93 29,62 3 Petai 3 97 30,89 4 Petai 4 78 24,84 5 Petai 5 147 46,82 6 Petai 6 124 39,49 7 Petai 7 50 15,92 8 Petai 8 20 6,37 9 Petai 9 19 6,05 10 Petai 10 114 36,31 11 Petai 11 96 30,57 12 Nangka 1 80 25,48 13 Nangka 2 75 23,89 14 Nangka 3 78 24,84 15 Mahoni 1 18 5,73 16 Mahoni 2 125 39,81 17 Matoa 1 63 20,06 3 Pohon 18 Matoa 2 126 40,13 19 Matoa 3 62 19,75

20 Jambu air 1 21 6,69 3 Pohon

21 Jambu air 2 12 3,82

22 Jambu air 3 13 4,14

(57)

PLOT 5

NO JENIS TANAMAN KELILING

DIAMETER (m) JUMLAH HABITUS 1 Pisang 1 63 20,13 22 Terna 2 Pisang 2 35 11,18 3 Pisang 3 20 6,39 4 Pisang 4 57 18,21 5 Pisang 5 33 10,54 6 Pisang 6 42 13,42 7 Pisang 7 54 17,25 8 Pisang 8 37 11,82 9 Pisang 9 30 9,58 10 Pisang 10 41 13,10 11 Pisang 11 30 9,58 12 Pisang 12 41 13,10 13 Pisang 13 30 9,58 14 Pisang 14 20 6,39 15 Pisang 15 25 7,99 16 Pisang 16 20 6,39 17 Pisang 17 25 7,99 18 Pisang 18 25 7,99 19 Pisang 19 30 9,58 20 Pisang 20 42 13,42 21 Pisang 21 32 10,22 22 Pisang 22 43 13,74 23 Lengkeng 1 Pohon 24 Nenas 6 25 Serai 11 Semak 26 Belimbing 2 Pohon PLOT 6

NO JENIS TANAMAN KELILING

DIAMETER (m) JUMLAH HABITUS 1 Pisang 1 80 25,48 26 Terna 2 Pisang 2 43 13,69 3 Pisang 3 38 12,10 4 Pisang 4 30 9,55 5 Pisang 5 33 10,51 6 Pisang 6 45 14,33 7 Pisang 7 30 9,55

(58)

8 Pisang 8 30 9,55 9 Pisang 9 35 11,15 10 Pisang 10 36 11,46 11 Pisang 11 40 12,74 12 Pisang 12 37 11,78 13 Pisang 13 40 12,74 14 Pisang 14 24 7,64 15 Pisang 15 30 9,55 16 Pisang 16 35 11,15 17 Pisang 17 26 8,28 18 Pisang 18 21 6,69 19 Pisang 19 40 12,74 20 Pisang 20 35 11,15 21 Pisang 21 48 15,29 22 Pisang 22 35 11,15 23 Pisang 23 42 13,38 24 Pisang 24 37 11,78 25 Pisang 25 44 14,01 26 Pisang 26 40 12,74

27 Jahe Merah 40 Semak

28 Sirsak 47 1 Pohon

29 Daun Pandan 27

30 Kapulaga 3

PLOT 7

NO JENIS TANAMAN KELILING

DIAMETER (m) JUMLAH HABITUS 1 Pisang 1 80 25,48 42 2 Pisang 2 65 20,70 3 Pisang 3 70 22,29 4 Pisang 4 116 36,94 5 Pisang 5 90 28,66 6 Pisang 6 40 12,74 7 Pisang 7 74 23,57 8 Pisang 8 60 19,11 9 Pisang 9 58 18,47 10 Pisang 10 38 12,10 11 Pisang 11 35 11,15 12 Pisang 12 45 14,33

Gambar

Gambar 1. Kerangka PikirHutan Rakyat
Gambar  2. Petak persegi  yang  dibuat  pada  lahan  hutan  rakyat  di                               Kelurahan Lanna untuk menghimpun data vegetasi hutan rakyat.
Tabel  2  menunjukkan  bahwah  lembaga  keuangan  yang  dimiliki  di  Kelurahan  Lanna  Kecamatan  Parangloe  Kabupaten  Gowa  hanya  Kelompok
Tabel 3. Keadaan dan Jumlah Penduduk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jowo Sarang Rembang mayoritas beragama Islam. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

[r]

Sesuai dengan hasil evaluasi kelompok kerja, maka perusahaan Saudara merupakan salah satu penyedia jasa untuk diusulkan sebagai calon pemenang pada paket tersebut di atas, bersama

Pemahaman akan kondisi komponen ekosistem mangrove di Tahura Ngurah Rai sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi terkini komponen ekosistem mangrove alami, hasil

Kerusakan oksidatif pada DNA akibat radiasi, radikal bebas, dan senyawa oksigen yang bersifat oksidatif merupakan penyebab terpenting kanker (Silalahi

Evaluasi daya gabung dan heterosis lima galur jagung manis (Zea mays var. saccharata) hasil persilangan dialel.. Evaluasi Daya Gabung Karakter Ketahanan Tanaman

In conclusion, the present results indicate that the continuous exposure of the ram immediately after sponge removal hastens estrus onset and reduces the variation in

Setelah pengukuran awal, aset keuangan AFS diukur dengan nilai wajar dengan keuntungan atau kerugian yang timbul dari perubahan nilai wajar diakui pada ekuitas kecuali untuk