• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. terdapat di Asia Tenggara. Indonesia dikenal sebagai negara dengan hutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. terdapat di Asia Tenggara. Indonesia dikenal sebagai negara dengan hutan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mangrove tersebar di wilayah tropis sampai sub tropis dan sebagian besar terdapat di Asia Tenggara. Indonesia dikenal sebagai negara dengan hutan mangrove terluas di dunia. Luas hutan mangrove berkisar antara 3,24 juta ha (Anonim, 2009) sampai 4,2 juta ha (Spalding dkk, 2011).

Mangrove merupakan sumberdaya yang bernilai tinggi tidak hanya berupa hasil hutan langsung tetapi juga kemampuan mangrove dalam mengelola kualitas lingkungan muara yang berfungsi sebagai habitat berbagai jenis biota laut.Sumberdaya mangrove merupakan salah satu yang terpenting diantara berbagai sumberdaya alam lainnya. Pengaruh laut dan daratan di kawasan mangrove menyebabkan terjadinya interaksi antara sifat fisik dan biologi yang bersifat komplek dan dinamis, namun selalu labil (Kusmana, 2002).

Vegetasi mangrove terdiri dari tumbuhan halophyte yang dapat berdaptasi dengan baik pada lingkungan yang anoksik dan substrat yang labil, dan membentuk tegakan yang terdistribusi pada zona pasang surut. Vegetasi mangrove cenderung berkembang membentuk tegakan yang homogen dengan struktur fisik yang sederhana dalam sistem zonasi, dan sekaligus merupakan adaptasi terhadap kondisi habitat (Hogarth, 2007). Terlepas dari sifatnya yang unik, mangrove adalah ekosistem yang sangat rentan terhadap perubahan lingkungan, mudah rusak dan sulit untuk pulih seperti semula.

(2)

Letaknya yang strategis membuat ekosistem mangrove menjadi incaran untuk di eksploitasi. Tekanan terhadap sumberdaya mangrove berupa eksloitasi lahan berdampak pada menurunnya kualitas mangrove, misalnya kegiatan pertambakanyang menyisakan lahan tidak produktif. Degradasi tersebut merupakan akibat dari tendensi bahwa ekosistem mangrove diangap tidak memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Bali adalah salah satu provinsi yang memiliki mangrove relatif baik. Sebagian besar mangrove tersebar di kawasan konservasi seperti taman nasional dan taman hutan raya. Perjalanan pengelolaan mangrove di Bali cukup panjang terkait dimulai saat degradasi tahun 1980-an yang disebabkan oleh eksploitasi pertambakan. Luas hutan mangrove di Bali sekitar 2.215 ha dan 62% diantaranya terdapat di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai (Anonim, 2012).

Upaya penanganan kerusakan mangrovedi Tahura Ngurah Rai secara intensif dimulai sejak tahun 1992 dengan melakukan rehabilitasi areal bekas tambak seluas 187,6 ha (Anonim 2006). Upaya penanaman yang dilakukan menghasilkan pengalaman (lesson learned) yang sifatnya praktis dan empiris. Penanaman tidak hanya ditujukan untuk memperbaiki tapak lahan tetapi untuk membantu suksesi agar manfaat rehabilitasi bisa mendukung kembalinya ekosistem dan berfungsi dengan baik (homeostatis).

Hasil rehabilitasi di Tahura Ngurah Rai telah membentuk tegakan hutan dalam berbagai variasi umur yang secara teori hal ini menggambarkan hubungan saling timbal-balik diantara komponen ekosistem mangrove. Perkembangan struktur dan fungsi biogeokimia yang dihasilkan dari rehabilitasi jika dibandingkan dengan mangrove alami adalah berbeda meskipun berada pada

(3)

lingkungan fisiografi yang sama (McKee dan Fulkner, 2000 dalam Saenger, 2002). Tegakan mangrove muda dapat menyerap nitrogen dan fospat dalam jumlah lebih banyak karena perakarannya lebih sederhana dibandingkan tegakan yang lebih tua. Begitu juga dengan kelimpahan biota air yang juga lebih banyak pada tegakan mangrove yang lebih muda (Saenger, 2002).

Rehabilitasi melalui penanaman beberapa jenis mangrove sejauh ini dianggap menjadi cara yang paling rasional untuk ‘menghutankan’ kembali mangrove yang telah rusak. Tidak saja di Bali, rehabilitasi mangrove telah menjadi gerakan nasional yang memberi kesan serius dalam penanggulangan kawasan yang terdegradasi. Permasalahan yang kemudian muncul bukanlah pada penanaman tetapi bagaimana konservasi itu bisa dijalankan dalam lingkup yang komperhensif. Pemeliharaan yang minim akan berdampak kesia-siaan dari penanaman yang telah dilakukan. Disamping itu juga tekanan terhadap hutan alami juga semakin tinggi karena eksotika mangrove sangat menggiurkan bagi investor. Kerentanan lain adalah masifnya pembangunan insfrastruktur pariwisata dan ekonomi yang berimbas pada kondisi ekosistem mangrove. Meskipun tidak langsung namun dampak dari pembangunan tersebut dialami oleh hutan mangrove alami di Tahura Ngurah Rai.

Pembangunan jalan tol dan mengurugan pantai maupun penebangan mangrove untuk pelebaran ruas jalan dalam pandangan ekologi akan berimbas pada menurunnya kualitas komponen-komponen ekosistem penyusun mangrove. Plankton dan benthos misalnya, merupakan biota yang sangat rentan dengan perubahan lingkungan. Menguruggan pantai secara langsung menurunkan kejernihan perairan mangrove sehingga produktivitas alga menjadi terhambat.

(4)

Dalam rentang yang lebih luas maka keberadaan hewan trofik diatasnya juga akan tergannggu.

Tegakan mangrove alami dan tegakan hasil rehabilitasi memperkaya struktur dan kompososi vegetasi mangrove dan habitatnya. Namun kemampuan dalam merespon kondisi lingkungan antara tegakan alami dan rehabilitasi belum diketahui secara pasti. Tegakan pada hutan mangrove alami tidak mengalami perkembangan pertumbuhan sepesat tegakan pada hutan rehabilitasi. Sedangkan tegakan pada areal rehabilitasi masih akan berkembang baik tinggi maupun diameternya sampai dengan batas tertentu mencapai klimak seperti halnya hutan alami. Selama proses tersebut maka tegakan di areal rehabilitasi dapat melakukan perbaikan kondisi habitat (Poedjirahajoe, 1996) mendekati kondisi alaminya. Kebutuhan waktu untuk menyamai kondisi alami sangat tergantung dari kondisi lingkungan dan interaksi dari eksternal yakni lebih dari 15 tahun (Setyawan, 2005, Proffit, 2005).

Berbagai gangguan terhadap mangrove baik yang terjadi oleh proses alami maupun intervensi manusia, memberikan pengaruh terhadap keadaan komponen ekosistemnya. Keadaan terkini perlu dikaji dengan membandingkan kondisi komponen ekosistem di mangrove alami maupun mangrove alami yang terusik serta kondisi komponen ekosistem di hutan mangrove hasil rehabilitasi. Secara lebih spesifik sangat penting untuk mengetahui kedekatan kondisi komponen ekosistem rehabilitasi terhadap kondisi mangrove alami untuk menilai proses perbaikan habitat yang berlangsung sampai saat ini.

(5)

1.2 Perumusan Masalah

Rehabilitasi dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan kualitas hutan sehingga produktivitasnya berkelanjutan. Rehabilitasi melalui penanaman sangat penting untuk membantu suksesi ekosistem.Keberhasilan, kegagalan dan dampak rehabilitasi disinyalir berkaitan erat dengan dengan faktor – faktor habitat.

Antara vegetasi dengan habitat, keduanya memiliki keterkaitan dan saling mempengaruhi. Pertumbuhan vegetasi mangrove dipengaruhi oleh sumberdaya pembentuknya namun meskipun terdapat banyak faktor yang berpotensi memberi pengaruh terhadap pertumbuhan mangrove, tidak semua faktor-faktor tersebut berfungsi pada waktu yang sama. Reaksi adaptif yang dikembangkan oleh mangrove berupa karakter morfologis dan fisiologis menunjukan hubungan kausalitas antara tegakan dengan kondisi habitat. Tegakan hasil rehabilitasi di Tahura Ngurah Rai saat ini telah berumur antara 22 tahun dan mewariskan

Rhizophora mcronata sebagai jenis yang dominan. Introdusi jenis mangrove

seperti R. mucronata tersebut di satu sisi membantu perbaikan ekosistem namun disisi lain dominasi satu jenis belum dapat diukur dampaknya bagi ekosistem secara keseluruhan. Monokultur adalah pilihan untuk mengembalikan fungsi kawasan untuk menutupi kerusakan. Dalam skala ekologis yang lebih luas orientasi pengembalian ekosistem seperti aslinya belum sepenuhnya dapat dipenuhi jika tidak ada keadan komponen ekosistem mengalami perubahan baik oleh proses alami atau bahkan intervensi eksternal (aktivitas manusia).

Ekosistem mangrove disusun oleh komponen biotik dan abiotik yang kompleks. Faktor – faktor penyusun komponen biotik dan abiotik mencerminkan

(6)

kondisi habitat mangrove yang dapat berubah setiap saat. Setiap faktor mempengaruhi kualitas habitat namun perannya tidak berlangsung secara bersama-sama dengan faktor lainnya. Tempat tumbuh mangrove senantiasa berubah yang diakibatkan oleh laju sedimentasi dan abrasi sehingga komposisi jenis penyusun mangrove ditentukan oleh kemampuan adaptasi jenis-jenis tersebut terhadap tempat tumbuhnya.

Rehabilitasi yang dilakukan di Tahura Ngurah Rai memang telah mengembalikan kondisi secara fungsi. Areal yang sebelumnya dikonversi menjadi tambak saat ini telah kembali menjadi areal yang ditutupi oleh vegetasi mangrove. Komponen-komponen penyusun ekosistem mangrove yang sebelumnya hilang akibat degradasi dapat kembali melalui rehabilitasi. Faktor – faktor habitat sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan rehabilitasi penanaman. Kondisi faktor habitat menjadi faktor penentu kebutuhan waktu yang diperlukan untuk mengembalikan fungsi mangrove ke keadaan alaminya.

Sifat habitat mangrove yang tidak tetap dapat mempengaruhi kualitas dan keberlangsungan ekosistem mangrove itu sendiri. Pemahaman akan kondisi komponen ekosistem mangrove di Tahura Ngurah Rai sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi terkini komponen ekosistem mangrove alami, hasil rehabilitasi maupun mangrove alami yang saat ini mengalami gangguan (terusik). Ekosistem mangrove berafiliasi dengan faktor-faktor yang ada wilayah transisinya (daratan) dan perairan (laut) sehingga meskipun dalam hamparan yang sama kondisi komponen ekosistem dapat berbeda. Perbedaan yang ditunjukan melalui kajian komponen ekosistem perlu diketahui untuk memahami karakteristinya masing-masing. Atas dasar itu maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

(7)

bagaimana karakter komponen ekosistem di hutan mangrove alami, hasil rehabilitasi dan mangrove yang terusik. Hal lainnya adalah bagaimana pembentukan cluster oleh komponen ekosistem berdasarkan kemiripan karakteristik lingkungannya, sehinga diketahui faktor-faktor lingkungan yang menjadi ciri pembeda di tiap-tiap kelompok yang terbentuk.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan sebelumnya maka penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu:

a. Untuk mengetahui kondisi komponen ekosistem mangrove di hutan mangrove alami, alami yang terusik dan mangrove hasil rehabilitasi di kawasan Tahura Ngurah Rai.

b. Untuk mengetahui kedekatan karakter habitat ekosistem mangrove hasil rehabilitasi terhadap mangrove alami melalui pengelompokkan (cluster) serta ciri pembeda komponen penyusun ekosistem mangrove alami dan rehabilitasi di Tahura Ngurah Rai.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bersifat observasional yang menganalisa keadaan komponen biotik dan abiotik di kawasan mangrove Tahura Ngurah Rai. Data penelitian ini dapat menjadi informasi ilmiah yang menggambarkan kondisi ekologis ekosistem mangrove pasca rehabilitasi serta kondisi terkini mangrove alami.

Secara teoritis manfaat diketahuinya kondisi komponen ekosistem mangrove adalah sebagai informasi yang bersifat terkini dan layak dijadikan dasar

(8)

acuan pen yang diha lanjutan la 1.5 Keran Gambar 1. K ngambilan k asilkan juga ainnya. ngka Pikir Kerangka Piki keputusan d a dapat men Penelitian ir Penelitian dalam penge njadi inform n elolaan kaw masi dasar wasan dari si untuk pene isi ekologi. elitian-pene Data elitian

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian, warga juga bisa memilih bentuk ganti rugi tanah, tidak hanya berupa uang tapi bisa juga berupa tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau

Model sistem peramalan menggunakan metode fuzzy inference system yang dikembangkan dapat menghasilkan output tentang kebutuhan jumlah produksi dengan memperhatikan dua

Isofluran menurunkan jumlah radikal bebas yang ditunjukkan dengan penurunan kadar MDA dalam darah saat durante operatif dan post operatif pada pasien dengan trauma kepala

Dari beberapa kasus tersebut merupakan contoh mengenai beberapa kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik UU No.11 Tahun 2008 terhadap

kurang dari lima detik.. Kemampuan kecepatan dan kecermatan dalam menanggapi kegiatan pembelajaran yang saya terapkan, anak-anak selalu mengalami perkembangan. Pada saat

IX/2011 TENTANG PENGAKUAN MODEL NOKEN DALAM PEMILUKADA KABUPATEN LANNY JAYA PAPUA PERSPEKTIF TEORI HUKUM MURNI

Jadi telah dibuat aplikasi manajemen administrasi yang diperuntukkan untuk Laboratorium Politeknik Telkom untuk membangun pengelolaan inventaris dan ruangan seperti pengadaan

26 Dalam melakukan penemuan hukum berpedoman kepada asas hukum, 27 terutama asas-asas hukum universalitas sebagai norma yang berlaku dalam setiap sistem hukum, 28