• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN SLUDGE PABRIK KELAPA SAWIT TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (ElaeisguineensisJacq.) DI PEMBIBITAN UTAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN SLUDGE PABRIK KELAPA SAWIT TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (ElaeisguineensisJacq.) DI PEMBIBITAN UTAMA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1. Mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian

2. Dosen Pembimbing Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian JOM Faperta Vol. 2 No. 1 Februari 2015

PENGARUH PEMBERIAN SLUDGE PABRIK KELAPA SAWIT TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT

(ElaeisguineensisJacq.) DI PEMBIBITAN UTAMA

THE INFLUENCE OF GIVING OIL PALM MILL SLUDGE ON THE GROWTH OF OIL PALM (Elaeis guineensis Jacq.) SEEDS

IN MAIN NURSERY

Rakhmad Kurniawan1, Agus Sutikno2, Sukemi Indra Saputra2 Agriculture Faculty, University of Riau

kurniawan.rahmad44@yahoo.com (081266566485)

ABSTRACT

The objective of the research was to determine the influence of granting sludge plant oil palm to the growth of oil palm seeds and find the best treatment for oil palm growth in main nursery. Research was carried out in land of Plant Laboratory – Agriculture Faculty University of Riau, Bina Widya Campus, Simpang Baru District KM 12.5 Pekanbaru, started from January 2014 to April 2014. This research arranged experimentaly using Completely Randomized Design (CRD),consist by 6 treatments and each treatment was repeated 4 times then obtained 24 experimental units. Each experimental unit consist of two plant seed so that the over all number of harvested seeds is 48. The treatment given was giving oil palm mill sludge, comprising: without giving sludge, sludge 500 g/ polybag, sludge 1000 g/polybag, sludge 1500 g/polybag, sludge 2000 g/polybag and sludge 2500 g/polybag. The parameters measured were the increase of seeds height, increase amount of leaf midrib, increase of diameter hump, dry weight and root crown ratio. The statistical analysis used was tested using analysis of variance and Duncan's multiple test further at level of 5%. The results showed that giving oil palm mill sludge significant effect on seedling height increment parameter, the increase in diameter hump, seedling dry weight and the ratio of the root crown. However,no significant difference in the number of leaves on the parameters. In addition, this study showed that giving oil palm mill sludge in the treatment of 2000 g/polybag tend to give the better effecton the growth of oil palm seeds.

Keywords: Sludge, oil palm, main nursery

PENDAHULUAN

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan penghasil minyak yang menjadi faktor penting dalam peningkatan perekonomian

rakyat, penyerapan tenaga kerja dan sumber devisa negara. Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki perkebunan sawit cukup luas. Luas areal dan produksi perkebunan kelapa sawit di ProvinsiRiau mengalami peningkatan

(2)

JOM Faperta Vol. 2 No. 1 Februari 2015 setiap tahunnya, pada tahun 2010 luas areal lahan kelapa sawit mencapai 1.911.113 ha dengan total produksi 5.937.539 ton. Pada tahun 2011 luas areal perkebunan kelapa sawit di Propinsi Riau mencapai 2.103.175 Ha dengan produksi 6.293.541 ton (Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, 2012).

Besarnya peningkatan luas areal dan produksi perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau setiap tahunnya, hal ini menunjukkan bahwa potensi kelapa sawit di Riau sangat tinggi. Untuk itu diperlukan suatu usaha pengadaan bahan tanaman (bibit) bersertifikat yang berpengaruh terhadap pencapaian

pada tahap selanjutnya (Pahan, 2007). Pembibitan kelapa

sawit merupakan tahap awal dalam kegiatan budidaya kelapa sawit, dimana pembibitan yang telah dikelola dengan baik diharapkan akan menghasilkan bibit yang sehat dan berkualitas baik (Lubis, 1992).

Dalam menunjang

pertumbuhan bibit kelapa sawit yang berkualitas diperlukan nutrisi yang cukup dan bisa didapatkan melalui pemupukan. Penggunaan pupuk anorganik terus menerus secara berlebihan selain tidak ekonomis, juga berpotensi menurunkan kesuburan tanah, tanah menjadi cepat mengeras, memiliki daya simpan air yang rendah dan pada akhirnya akan menurunkan produktivitas tanaman (Parman, 2007). Oleh karena itu penggunaan pupuk anorganik harus dibatasi dengan cara menambahkan

bahan organik kedalam media tanam pembibitan, salah satunya adalah dengan memanfaatkan sludge yang berasal dari limbah pabrik kelapa sawit sebagai penambah unsur hara dan bahan organik yang dibutuhkan tanaman.

Sludge adalah limbah padat yang dihasilkan dari pengelolaan limbah cair di pabrik kelapa sawit berupa lumpur aktif yang terbawa oleh hasil pengelolaan air limbah. Di sebagian besar pabrik kelapa sawit, limbah ini belum dimanfaatkan atau bisa dikatakan terbuang begitu saja. Berdasarkan hasil analisis sampel di beberapa perkebunan kelapa sawit di Sumatera, sludge mengandung unsur hara yaitu N = 0,472%, P2O5 = 0,046%, K2O = 1,304% dan MgO = 0,070 (Balai Penelitian Perkebunan, 1995). Selain unsur hara, sludge pabrik kelapa sawit juga mengandung bahan organik yang berguna untuk perbaikan struktur tanah.

Dengan kandungan unsur hara dan bahan organik yang terdapat pada sludge ini memungkinkan bahwa limbah ini dapat digunakan sebagai penambah unsur hara pada tanaman, sehingga limbah yang selama ini merugikan dapat dimaanfaatkan dengan baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian sludge pabrik kelapa sawit terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit dan mencari perlakuan terbaik untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit di pembibitan utama.

(3)

JOM Faperta Vol. 2 No. 1 Februari 2015 BAHAN dan METODE

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau yang berlangsung selama 4 bulan dimulai dari bulan Januari 2014 sampai bulan April 2014. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit kelapa sawit Topaz yang berasal dari persilangan Dura x Pesifera (D x P Ghana) berumur 3 bulan, lapisan tanah atas (top soil), polybag 35 x 40 cm, Sevin 85 SP, Dithane M45, pupuk NPKMg 15:15:6:4 dan Sludge pabrik kelapa sawit. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, kantong plastik, polybag berukuran 35 cm x 40 cm, parang, pisau cutter, gunting, timbangan digital, ayakan ukuran 0,5 cm, gembor, sprayer, oven, karung goni, amplop padi, kertas label, alat tulis, alat dokumentasi dan alat penunjang lainnya.

Penelitian ini dilakukan secara percobaan lapangan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 6 perlakuan dan 4 ulangan. Sehingga diperoleh 24 unit percobaan (Lampiran 1). Masing - masing unit percobaan terdiri dari 2 bibit tanaman sehingga didapat jumlah

keseluruhan adalah 48 bibit. Adapun perlakuan pada penelitian ini adalah pemberian sludge pabrik kelapa sawit yang terdiri dari: Tanpa pemberian sludge. Pemberian sludge 500 gram/ polybag. Pemberian sludge 1000 gram/ polybag. Pemberian sludge 1500 gram/ polybag. Pemberian sludge 2000 gram/ polybag. Pemberian sludge 2500 gram/ polybag.

Parameter yang diamati adalah pertambahan tinggi bibit (cm), pertambahan jumlah pelepah daun, pertambahan diameter bonggol (cm), berat kering dan rasio tajuk akar. Analisis statistik yang digunakan menggunakan sidik ragam dan diuji lanjut dengan uji berganda Duncan pada taraf 5 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan Tinggi Bibit (cm)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian sludge pabrik kelapa sawit berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit. Pertambahan tinggi bibit kelapa sawit yang diuji lanjut dengan uji berganda Duncan pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel1. Tabel 1. Pertambahan tinggi bibit kelapa sawit (cm) dari umur 3 bulan sampai 7

bulan dengan perlakuan pemberian sludge pabrik kelapa sawit. Perlakuan Pertambahan Tinggi Bibit (cm) Sludge 2500 g/polybag

Sludge 2000 g/polybag Sludge 1500 g/polybag Sludge 1000 g/polybag Sludge 500 g/polybag Tanpa pemberian sludge

24,52 a 23,87 a 20,40 b 18,25 bc 16,22 c 14,88 c

Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut uji berganda Duncan

(4)

JOM Faperta Vol. 2 No. 1 Februari 2015 Tabel 1 menunjukkan bahwa pemberian sludge pabrik kelapa sawit pada perlakuan 2500 g/polybag memperlihatkan rata-rata pertambahan tinggi bibit tertinggi yaitu 24,52 cm. Hasil ini berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan 2000 g/polybag. Hal ini dikarenakan pemberian sludge pabrik kelapa sawit pada perlakuan 2000 dan 2500 g/polybag mampu menyediakan unsur hara khususnya nitrogen untuk mendukung pertumbuhan tinggi bibit. Morgan (1999) dalam Aprianto (2008), menyatakan bahwa tanaman akan mengalami pertumbuhan yang cepat apabila kebutuhan unsur hara, khususnya N tersedia dalam jumlah yang cukup. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa untuk untuk meningkatkan pertambahan tinggi bibit yang efesiennya cukup

menggunakan sludge pabrik kelapa sawit pada perlakuan 2000 g/polybag karena meskipun perlakuan ditingkatkan menjadi 2500 g/polybag hasilnya tidak memperlihatkan perbedaan pertambahan tinggi bibit dengan perlakuan 2000 g/polybag. Pertambahan tinggi tanaman sangat erat kaitannya dengan unsur hara makro seperti nitrogen. Menurut Gardner et al. (1991) bahwa unsur N sangat dibutuhkan tanaman untuk sintesa asam-asam amino dan protein, terutama pada titik-titik tumbuh dan ujung-ujung tanaman sehingga mempercepat proses pertumbuhan tanaman seperti pembelahan sel dan perpanjangan sel sehingga meningkatkan tinggi tanaman. Perbandingan tinggi bibit hasil penelitian dengan standar tinggi bibit Topaz umur 7 bulan yang disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik perbandingan tinggi bibit hasil penelitian dengan standar tinggi bibit Topaz umur 7 bulan.

42 44 46 48 50 52 54 56 Kontrol 500 1000 1500 2000 2500

Tinggi bibit hasil penelitian umur 7 bulan (cm)

Standar tinggi bibit Topaz umur 7 bulan (cm)

Perlakuan sludge(g/polybag) T in ggi b ib it (c m )

(5)

JOM Faperta Vol. 2 No. 1 Februari 2015 Gambar 1 memperlihatkan perbandingan tinggi bibit kelapa sawit hasil penelitian dengan standar tinggi bibit Topaz umur 7 bulan. Terlihat bahwa pemberian sludge pabrik kelapa sawit pada perlakuan diatas 1500 g/polybag tinggi bibit yang dihasilkan telah memenuhi, bahkan lebih tinggi dari standar tinggi bibit Topaz umur 7 bulan yaitu 52,2 cm. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk memenuhi standar tinggi bibit Topaz umur 7 bulan yang efesiennya cukup menggunakan sludge pabrik kelapa sawit pada perlakuan 1500 g/polybag. Hasil ini sesuai dengan dosis anjuran untuk sludge pabrik kelapa sawit yang

terdapat pada perlakuan 1500 g/polybag, dimana pada perlakuan sludge 1500 g/polybag unsur hara yang terkandung khususnya N telah mencukupi kebutuhan pupuk NPKMg (15-15-15-4) sebanyak 50 gram (lampiran 2).

Pertambahan Jumlah Daun (helai) Hasil sidik ragam menunjukkan pemberian sludge pabrik kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan jumlah daun bibit kelapa sawit. Pertambahan jumlah daun bibit kelapa sawit yang diuji lanjut dengan uji berganda Duncan pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pertambahan jumlah daun bibit kelapa sawit (helai) dari umur 3 bulan sampai 7 bulan dengan perlakuan pemberian sludge pabrik kelapa sawit.

Perlakuan Pertambahan Jumlah Daun (helai) Sludge 2500 g/polybag Sludge 2000 g/polybag Sludge 1500 g/polybag Sludge 1000 g/polybag Sludge 500 g/polybag Tanpa pemberian 6,00 a 5,75 a 5,50 a 5,50 a 5,37 a 5,12 a

Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut uji berganda Duncan

Tabel 2 menunjukkan bahwa semua perlakuan sludge pabrik kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan jumlah daun bibit kelapa sawit. Hal ini karenakan pertambahan jumlah daun dipengaruhi faktor lingkungan dan genetik. Jika bibit kelapa sawit yang digunakan pada penelitian ini berasal dari jenisnya sama, maka faktor

lingkungan yang lebih

mempengaruhi pertambahan jumlah

daun. Menurut Martoyo (2001) menyatakan respon pupuk terhadap pertumbuhan daun pada umumnya kurang memberikan gambaran yang jelas, karena pertumbuhan jumlah daun sangat dipengaruhi faktor lingkungan seperti cahaya dan suhu. Kondisi lingkungan seperti suhu dan intensitas cahaya selama penelitian pada umumnya relatif sama, sehingga pertambahan jumlah daun bibit kelapa sawit pada umumnya

(6)

JOM Faperta Vol. 2 No. 1 Februari 2015 akan berlangsung sama setiap bulannya. Pangaribuan (2001), menyatakan laju pembentukan daun (jumlah daun per satuan waktu) relatif konstan jika tanaman ditumbuhkan pada kondisi suhu dan intensitas cahaya yang juga konstan.

Meskipun tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun, namun ada kecenderungan peningkatan pertambahan jumlah daun dengan pemberian sludge pabrik kelapa sawit sampai perlakuan 2500 g/polybag. Hal ini dikarenakan adanya hubungan antara pertambahan tinggi bibit pada parameter sebelumnya dengan pertambahan jumlah daun. Dimana pada perlakuan sludge 2500 g/polybag pada parameter

pertambahan tinggi bibit memperlihatkan hasil terbaik dibandingkan perlakuan lainnya, sehingga pertambahan jumlah daun yang terbaik cenderung didapatkan pada perlakuan 2500 g/polybag. Hal ini sesuai dengan pendapat Hidajat (1994) pembentukan daun berkaitan dengan tinggi tanaman, dimana tinggi tanaman dipengaruhi oleh tinggi batang. Batang merupakan tempat melekatnya daun-daun dan disebut buku, batang diantara dua daun disebut ruas. Semakin tinggi batang maka buku dan ruas semakin banyak sehingga jumlah daun meningkat. Perbandingan jumlah daun bibit umur 7 bulan hasil penelitian dengan standar jumlah daun bibit Topaz umur 7 bulan yang disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik perbandingan jumlah daun bibit hasil penelitian dengan standar jumlah daun bibit Topaz umur 7 bulan.

Gambar 2 memperlihatkan perbandingan jumlah daun bibit kelapa sawit hasil penelitian dengan standar jumlah daun bibit Topaz

umur 7 bulan. Terlihat bahwa semua perlakuan sludge pabrik kelapa sawit telah memenuhi standar jumlah daun bibit Topaz umur 7 bulan, kecuali

9,6 9,8 10 10,2 10,4 10,6 10,8 11 11,2 kontrol 500 1000 1500 2000 2500

Jumlah daun bibit hasil penelitian umur 7 bulan (helai) Standar jumlah daun bibit Topaz umur 7 bulan (helai)

Perlakuan sludge (g/polybag)

Ju m lah d au n (helai)

(7)

JOM Faperta Vol. 2 No. 1 Februari 2015 pada perlakuan kontrol atau tanpa pemberian sludge. Hal ini dikarenakan media tanam pada perlakuan kontrol hanya terdiri dari tanah top soil yang memiliki kandungan unsur hara terbatas. Menurut Setyamidjadja (1986), ketersediaan nitrogen yang rendah menyebabkan aktivitas sel-sel yang berperan dalam fotosintesis tidak dapat memanfaatkan energi matahari secara optimal sehingga laju fotosintesis menurun, sehingga menghambat laju pertumbuhan dan

perkembangan tanaman khususnya dalam pembentukan daun baru. Pertambahan Diameter Bonggol (cm)

Hasil sidik ragam menunjukkan pemberian sludge pabrik kelapa sawit berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter bonggol bibit kelapa sawit. Pertambahan diameter bonggol bibit kelapa sawit yang diuji lanjut dengan uji berganda Duncan pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pertambahan diameter bonggol bibit kelapa sawit (cm) dari umur 3 bulan sampai 7 bulan dengan perlakuan pemberian sludge pabrik kelapa sawit.

Dosis Sludge Pertambahan Diameter Bonggol (cm) Sludge 2500 g/polybag

Sludge 2000 g/polybag Sludge 1500 g/polybag Sludge 1000 g/polybag Sludge 500 g/polybag Tanpa pemberian sludge

1,73 a 1,67 ab 1,60 ab 1,50 b 1,30 c 1,27 c

Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut uji berganda Duncan

Tabel 3 menunjukkan bahwa pemberian sludge pabrik kelapa sawit pada perlakuan 1500, 2000 dan

2500 g/polybag tidak

memperlihatkan perbedaan yang nyata terhadap pertambahan diameter bonggol bibit kelapa sawit, namun cenderung meningkat sampai perlakuan 2500 g/polybag. Pertambahan diameter bonggol bibit tertinggi didapatkan pada perlakuan 2500 g/polybag yaitu 1,73 cm. Hasil ini berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pemberian sludge, pemberian

sludge 500 dan 1000 g/polybag, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan 1500 dan 2000 g/polybag. Hal ini diduga bahwa unsur hara yang terkadung pada perlakuan 1500, 2000 dan 2500 g/polybag mampu memenuhi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk pertambahan diameter bonggol bibit. Menurut Sarief (1985), ketersediaan unsur hara dalam jumlah yang cukup menyebabkan kegiatan metabolisme dari tanaman akan meningkat

(8)

JOM Faperta Vol. 2 No. 1 Februari 2015 sehingga terjadi pembesaran pada bagian batang.

Unsur hara K lebih banyak dibutuhkan dalam pembesaran diameter bonggol, terutama sebagai unsur yang mempengaruhi penyerapan unsur-unsur hara lain. Leiwakabessy (1988), menyatakan bahwa kalium sangat berperan dalam meningkatkan diameter bonggol khususnya peranannya dalam

mengangktifkan beberapa kerja enzim, memacu translokasi karbohidrat dari daun ke organ tanaman lainnya termasuk bonggol tanaman sehingga pertumbuhan bonggol akan berlangsung dengan baik. Perbandingan diameter bonggol bibit umur 7 bulan hasil penelitian dengan standar diameter bonggol bibit Topaz umur 7 bulan yang disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik perbandingan diameter bonggol bibit hasil penelitian dengan standar diameter bonggol bibit Topaz umur 7 bulan. Gambar 3 memperlihatkan

perbandingan diameter bonggol bibit kelapa sawit hasil penelitian dengan standar diameter bonggol bibit Topaz umur 7 bulan. Terlihat bahwa pemberian sludge 1000, 1500, 2000 dan 2500 g/polybag diameter bonggol yang dihasilkan telah memenuhi bahkan melebihi standar diameter bonggol bibit Topaz umur 7 bulan yaitu 2,7 cm. Namun pada perlakuan sludge 500 g/polybag dan tanpa pemberian sludge diameter

bonggol yang dihasilkan belum memenuhi standar diameter bonggol bibit Topaz umur 7 bulan.

Perlakuan sludge 2000 dan 2500 g/polybag menunjukkan diameter bonggol tertinggi. Hasil ini didukung karena adanya kecenderungan peningkatan diameter bonggol seiring dengan rata-rata tinggi bibit dan jumlah daun bibit pada parameter sebelumnya, dimana pada perlakuan 2000 dan 2500 g/polybag cenderung memberikan

2,3 2,4 2,5 2,6 2,7 2,8 2,9 3 3,1 Kontrol 500 1000 1500 2000 2500 Diameter bonggol bibit hasil penelitian umur 7 bulan (cm) Standar diameter bonggol bibit Topaz umur 7 bulan(cm)

Perlakuan sludge (g/polybag)

Diam ete r B on ggol (c m )

(9)

JOM Faperta Vol. 2 No. 1 Februari 2015 hasil yang lebih baik dari pada perlakuan lainnya. Diameter bonggol berpengaruh pada tinggi bibit dan pertambahan jumlah daun bibit. Pertambahan tinggi bibit yang meningkat akan meningkatkan jumlah pelepah dan helaian daun, helaian daun yang banyak dapat meningkatkan penyerapan cahaya. Semakin banyak penyerapan cahaya maka laju fotosintesis semakin meningkat dan secara tidak langsung meningkatkan fotosintat yang berpengaruh pada pertambahan diameter bonggol. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Jumin (1986) semakin laju fotosintesis maka fotosintat yang dihasilkan akan memberikan pertambahan ukuran diameter batang yang besar.

Berat Kering bibit (g)

Hasil sidik ragam pada menunjukkan pemberian sludge pabrik kelapa sawit berpengaruh nyata terhadap berat kering bibit kelapa sawit. Berat kering bibit kelapa sawit yang telah diuji lanjut dengan uji berganda Duncan pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Berat kering bibit kelapa sawit (g) pada umur 7 Bulan dengan perlakuan

pemberian sludge pabrik kelapa sawit.

Perlakuan Berat Kering (g)

Sludge 2500 g/polybag Sludge 2000 g/polybag Sludge 1500 g/polybag Sludge 1000 g/polybag Sludge 500 g/polybag Tanpa pemberian sludge

41,02 a 39,83 a 35,11 b 30,67 c 27,05 cd 25,37 d

Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut uji berganda duncan

Tabel 4 menunjukkan bahwa pemberian sludge pabrik kelapa sawit pada perlakuan 2500 g/polybag memperlihatkan berat kering bibit tertinggi yangg berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan sludge 2000 g/polybag. Hal ini dikarenakan perlakuan sludge 2000 dan 2500 g/polybag telah mampu memenuhi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk mendukung proses fisiologis tanaman seperti fotosintesis dan

transpirasi sehingga dapat meningkatkan berat kering bibit. Hasil ini sesuai dengan pertumbuhan terbaik pada parameter pertambahan tinggi, jumlah daun dan diameter bonggol sehingga berat kering bibit yang cenderung terbaik didapatkan pada perlakuan sludge 2000 dan 2500 g/polybag.

Berat kering merupakan ukuran pertumbuhan tanaman karena berat kering mencerminkan akumulasi senyawa organik yang

(10)

JOM Faperta Vol. 2 No. 1 Februari 2015 berhasil disintesis oleh tanaman. Dwijosaputra (1985), menyatakan bahwa berat kering tanaman mencerminkan status nutrisi tanaman karena tergantung pada jumlah sel, ukuran sel penyusun tanaman dan tanaman pada umumnya terdiri dari 70% air dan dengan pengeringan air diperoleh bahan kering berupa zat-zat organik. Berat kering menunjukkan perbandingan antara air dan bahan padat yang dikendalikan jaringan tanaman. Selanjutnya Jumin (1992) menyatakan produksi berat kering tanaman merupakan proses penumpukan asimilat melalui proses fotosintesis. Jika ketersediaan hara pada medium semakin meningkat maka akan terlihat pada peningkatan

berat kering tanaman. Menurut Lakitan (1996) kandungan unsur hara di dalam tumbuhan dihitung berdasarkan berat bahan kering tumbuhan disajikan dengan satuan ppm atau persen. Bahan kering tumbuhan adalah bahan tumbuhan setelah seluruh air yang terkandung di dalamnya dihilangkan.

Rasio Tajuk Akar (g)

Hasil sidik ragam menunjukkan pemberian sludge pabrik kelapa sawit berpengaruh nyata terhadap rasio tajuk akar bibit kelapa sawit. Rata-rata rasio tajuk akar bibit kelapa sawit yang dilakukan uji lanjut dengan uji berganda Duncan pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rasio tajuk akar bibit kelapa sawit (g) pada umur 7 bulan dengan perlakuan pemberian sludge pabrik kelapa sawit.

Dosis Sludge Rasio Tajuk Akar (g) Sludge 2500 g/polybag

Sludge 2000 g/polybag Sludge 1500 g/polybag Sludge 1000 g/polybag Sludge 500 g/polybag Tanpa pemberian sludge

2.38 a 2.20 a 2.18 ab 2.05 ab 1.77 b 1.77 b

Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut uji berganda Duncan

Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian sludge pabrik kelapa sawit pada perlakuan 2500 g/polybag memperlihatkan nilai rasio tajuk akar tertinggi, yang berbeda nyata dengan perlakuan sludge 500 g/polybag dan tanpa pemberian sludge, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan sludge 1000, 1500 dan 2000 g/polybag. Hal ini dikarenakan unsur

hara yang terkandung pada perlakuan sludge 1000, 1500, 2000 dan 2500 g/polybag tersebut telah mampu diserap oleh tanaman untuk mendukung proses fisiologis tanaman seperti fotosintesis dan transpirasi sehingga menghasilkan berat kering tajuk lebih tinggi dari pada berat kering akar. Hal ini sesuai dengan pendapat Gardner et al.

(11)

JOM Faperta Vol. 2 No. 1 Februari 2015 (1991) bahwa hasil fotosintesis lebih banyak ditranslokasikan ke bagian tajuk dari pada ke bagian akar tanaman.

Sedangkan pada perlakuan sludge 500 g/polybag dan tanpa pemberian sludge memperlihatkan nilai rasio tajuk akar terrendah. Hal ini dikarenakan unsur hara yang terkandung dalam perlakuan ini belum mampu memenuhi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan tanaman sehingga akar tanaman pada perlakuan tersebut akan berusaha lebih keras untuk mencari unsur hara pada media pembibitan sehingga menghasilkan berat kering akar lebih tinggi dari pada berat kering tajuk.

Rasio tajuk akar

menunjukkan bahwa hasil berat kering melalui fotosintesis lebih banyak ditranslokasikan ke bagian tajuk (batang dan daun) daripada ke bagian akar tanaman. Gardner et al. (1991) juga mengatakan bahwa perbandingan atau rasio tajuk akar mempunyai pengertian bahwa pertumbuhan satu bagian tanaman diikuti dengan pertumbuhan bagian tanaman lainnya dan berat akar tinggi akan diikuti dengan peningkatan berat tajuk. Ketersediaan hara akan sangat mempengaruhi proses fotosintesis dan pembentukan jaringan baik tajuk maupun akar. Ratio tajuk akar merupakan faktor penting dalam pertumbuhan tanaman dimana mencerminkan proses penyerapan unsur hara.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Pemberian sludge pabrik kelapa sawit berpengaruh terhadap pertambahan tinggi bibit, pertambahan diameter bonggol, berat kering dan rasio tajuk akar, tetapi tidak berpengaruh terhadap pertambahan jumlah daun pada pertumbuhan bibit kelapa sawit di pembibitan utama.

2. Pemberian sludge pabrik kelapa sawit pada perlakuan 2000 g/polybag merupakan perlakuan yang memberikan pengaruh terbaik dibandingkan dengan perlakuan lainnya terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di pembibitan utama.

Saran

Untuk mendapatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit yang terbaik, disarankan menggunakan sludge pabrik kelapa sawit pada perlakuan 2000 g/polybag.

DAFTAR PUSTAKA

Aprianto, T. 2008. Pengaruh Penggunaan Kompos Ayam sebagai Larutan Hara Tanaman.

http://jemeganteng.multiply.c om/journal. Diakses pada 26 Juli 2014

Badan Pusat Statistik Propinsi Riau, 2012. Data BPS Provinsi Riau, 2012. Pekanbaru Riau http://albiakandripengusahasu kses.blogspot.com. Diakses

(12)

JOM Faperta Vol. 2 No. 1 Februari 2015 pada tangal 27 Oktober 2013.

Balai Penelitian Perkebunan (BPP) RISPA, 1995. Komposisi Kandungan Hara Sludge. Medan.

Dwijosaputra, D. 1985. Pengantar Fisiologi Tanaman. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gardner, P. F., Pearee, BR., Mitchell, L.R. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.UI Press. Jakarta.

Hidajat, E.B. 1994. Morfologi Tumbuhan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Kerja.

Jumin, H. B. 1986. Dasar-dasar Agronomi. Rajawali Press. Jakarta.

---. 1992. Ekologi

Tanaman Suatu

Pendekatan Fisiologis. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Lakitan, B. 1996. Fisiologi

Tumbuhan dan

Perkembangan Tanaman. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Leiwakabessy, F. M. 1988. Kesuburan Tanah. Diktat Kuliah Kesuburan Tanah.

Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lubis, A.U. 1992. Kelapa Sawit di Indonesia. Pusat Peneletian Perkebunan Marihat Pematang Siantar, Sumatera Utara.

Martoyo K. 2001. Sifat Fisik Tanah Ultisol pada Penyebaran Akar Tanaman Kelapa Sawit. Warta. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Pahan, I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir (cetakan IV). Penebar Swadaya. Jakarta.

Parman, S. 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik

Cair terhadap

Pertumbuhan dan Produksi Kentang (Solanum tuberosum L.). Anatomi dan

Fisiologi Vol 15 (2) Hal: 1-4. Sarief, S. 1985. Kesuburan dan

Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung.

Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. CV Simplex. Jakarta

.

(13)

Gambar

Tabel 1. Pertambahan tinggi bibit kelapa sawit (cm) dari umur 3 bulan sampai 7    bulan dengan perlakuan pemberian sludge pabrik kelapa sawit
Gambar 1. Grafik perbandingan tinggi bibit hasil penelitian dengan standar    tinggi bibit Topaz umur 7 bulan
Tabel  2.  Pertambahan  jumlah  daun  bibit  kelapa  sawit  (helai)  dari  umur  3  bulan  sampai 7 bulan dengan perlakuan pemberian sludge pabrik kelapa sawit
Gambar  2  memperlihatkan  perbandingan  jumlah  daun  bibit  kelapa  sawit  hasil  penelitian  dengan  standar  jumlah  daun  bibit  Topaz
+4

Referensi

Dokumen terkait

Untuk membuat tha, Guru bisa memanfaatkan cara pembuatan badan (bagian atas) shad dan cara penulisan alif.. Cara

Departemen Agama Republik Indonesia, op.. berbicara dengan qaulan sadida apabila berbohong pada anaknya dan menutupi kebenaran, dengan menggunakan kata-kata yang kabur

Selanjutnya Penelitian yang dilakukan oleh Fadil Faozi (2014) berjudul “ Pengaruh Keaktivan Siswa Dalam Kegiatan Organisasi Siswa Intra Sekolah dan Kreativitas

2 kalimat dengan makna, pilihan kata dan tata bahasa benar 1 kalimat dengan makna, pilihan kata dan tata bahasa benar Kalimat yang diberikan menggunakan tata bahasa yang salah

Secara keseluruhan limbah cair yang diolah dengan reaktor biofilter (bermedia botol plastik berisikan potongan-potongan plastik dan tanpa media botol plastik

Sehingga diperlukan kajian historis untuk mengetahui perkembangan Freemasonry sebagai organisasi rahasia pada masa Hindia Belanda dan bagaimana gerakan tersebut

(2006) bahwa tanaman cabai yang terinfeksi ganda CMV dan ChiVMV menunjukkan Gambar 1 Gejala infeksi virus pada tanaman cabai di Rejang Lebong; a, mosaik pada daun muda; b,

Penelitian di Situs Doro Bente telah dilakukan se- banyak 3 tahap dan men- emukan sisa-sisa aktivitas budaya masa lampau beru- pa pecahan keramik, peca- han gerabah, sisa tulang