• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kehamilan Ektopik terganggu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kehamilan Ektopik terganggu"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Presentasi Kasus

SYOK HIPOVOLEMIK ET CAUSA KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Oleh :

Arifatun Nisa G99112021

Chanif Lutfiyati Muyasaroh G99112035 Nuri Puspita Widyastuti G99112114

Muhammad Abdul Basith G99122068

Ruben Stevanus G99122104

Pembimbing :

DR. H. Soetrisno, dr., Sp.OG (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI

(2)

2013 ABSTRAK

Tujuan: Untuk mengetahui manajemen pasien dengan syok hipovolemik yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu

Tempat: Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD DR Moewardi Surakarta.

Bahan dan Cara Kerja: Pada tanggal 23 Mei 2013, Seorang G2P1A0, 26 tahun, UK: 8 minggu rujukan dari RSUD Sukoharjo dengan keterangan suspek KET. Pasien mengeluh nyeri perut hebat terus-menerus sejak 4 jam yang SMRS, terutama di perut sebelah kanan bawah, disertai lemas dan pusing, serta keluar flek-flek darah melalui jalan lahir sejak 3 hari yang lalu tanpa keluhan adanya benjolan. BAK-BAB dalam batas normal, riwayat trauma (-)

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien jelek, somnolen, hipotensi (70/50 mmHg), takikardia (140x/menit), takipneu (28x/menit), konjungtiva anemis (+/+), genital: darah (+) flek, VT: portio lunak, OUE tertutup, corpus uteri sebesar telur ayam, cavum douglas teraba menonjol, slinger pain (+), USG: menyokong gambaran hematocele retrouterina.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb: 7,1 g/dL, Hct: 21 %, AE: 2,62. 106/uL, AL: 18,2 . 103/uL, Albumin: 3,0 g/dl, tes kehamilan: positif

Diagnosis sementara yaitu syok hipovolemik ed causa kehamilan ektopik terganggu

Kesimpulan:

Pasien sekundigravida usia 26 tahun hamil 8 minggu dengan syok hipovolemik ed causa kehamilan ektopik terganggu.

(3)

BAB I PENDAHULUAN

Syok hipovolemik merupakan kondisi dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Kehamilan ektopik terganggu sering menyebabkan syok hipovolemik. Sehingga pada pasien wanita usia subur yang datang dengan tanda-tanda syok, tes kehamilan dan pemeriksaan ginekologis perlu dilakukan.

Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana setelah fertilisasi, implantasi hasil konsepsi terjadi di luar endometrium kavum uteri. Hampir 90% kehamilan ektopik terjadi di tuba uterine. Sedangkan yang disebut dengan kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus rupture pada dinding tuba apabila masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi (tuba).

Anamnesis, pemeriksaan fisik serta penunjang secara teliti sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Penatalaksanaan secara cepat dan tepat sangat penting untuk keselamatan pasien.

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/ melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim (Wibowo dan Rachimhadi, 2002). Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba (Polan dan Wheeler, 1997) .

B. Etiologi

Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam bukunya menjelaskan beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan ektopik terganggu (Rachimhadhi, 2005):

1. Faktor mekanis

Halhal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi ke dalam kavum uteri, antara lain:

a. Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan kantongkantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopii.

b. Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas, apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau penyempitan lumen

c. Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan hipoplasi. Namun ini jarang terjadi

d. Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi

(5)

e. Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya benjolan pada adneksia

f. Penggunaan IUD 2. Faktor Fungsional

a. Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri yang abnormal

b. Refluks menstruasi

c. Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan progesteron

3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi. 4. Hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus induksi sebelumnya

(Rachimhadi, 2005) . C. Klasifikasi

Sarwono Prawirohardjo dalam bukunya mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya antara lain (Prawirohardjo dan Hanifa, 2005) : 1. Tuba Fallopii a. Parsinterstisialis b. Isthmus c. Ampula d. Infundibulum e. Fimbrae 2. Uterus a. Kanalis servikalis b. Divertikulum c. Kornu d. Tanduk rudimenter 3. Ovarium 4. Intraligamenter 5. Abdominal a. Primer

(6)

b. Sekunder

6. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus (Prawirohardjo dan Hanifa, 2005).

D. Epidemiologi

Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 2040 tahun dengan umur ratarata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik terjadi pada wanita 2030 tahun dengan sosioekonomi rendah dan tinggal didaerah dengan prevalensi gonore dan prevalensi tuberkulosa yang tinggi. Pemakaian antibiotik pada penyakit radang panggul dapat meningkatkan kejadian kehamilan ektopik terganggu. Diantara kehamilankehamilan ektopik terganggu, yang banyak terjadi ialah pada daerah tuba (90%) (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).

Antibiotik dapat mempertahankan terbukanya tuba yang mengalami infeksi tetapi perlengketan menyebabkan pergerakan silia dan peristaltik tuba terganggu sehingga menghambat perjalanan ovum yang dibuahi dari ampula ke rahim dan berimplantasi ke tuba (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).

(7)

Penelitian Cunningham Di Amerika Serikat melaporkan bahwa kehamilan etopik terganggu lebih sering dijumpai pada wanita kulit hitam dari pada kulit putih karena prevalensi penyakit peradangan pelvis lebih banyak pada wanita kulit hitam. Frekuensi kehamilan ektopik terganggu yang berulang adalah 1-14,6% (Cunningham, 2005).

Di negaranegara berkembang, khususnya di Indonesia, pada RSUP Pringadi Medan (19791981) frekuensi 1:139, dan di RSUPN Cipto Magunkusumo Jakarta (19711975) frekuensi 1:24, sedangkan di RSUP. DR. M. Djamil Padang (1997 1999) dilaporkan frekuensi 1:110 (Fridsto, 2005).

Kontrasepsi IUD juga dapat mempengaruhi frekuensi kehamilan ektopik terhadap persalinan di rumah sakit. Banyak wanita dalam masa reproduksi tanpa faktor predisposisi untuk kehamilan ektopik membatasi kelahiran dengan kontrasepsi, sehingga jumlah persalinan turun, dan frekuensi kehamilan ektopik terhadap kelahiran secara relatif meningkat. Selain itu IUD dapat mencegah secara efektif kehamilan intrauterin, tetapi tidak mempengaruhi kejadian kehamilan ektopik (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).

Menurut penelitian Abdullah dan kawankawan (19951997) ternyata paritas 03 ditemukan peningkatan kehamilan ektopik terganggu. Pada paritas >36 terdapat penurunan kasus kehamilan ektopik terganggu (Abdullah, 1997) . Cunningham dalam bukunya menyatakan bahwa lokasi kehamilan ektopik terganggu paling banyak terjadi di tuba (9095%), khususnya di ampula tuba (78%) dan isthmus (2%). Pada daerah fimbrae (5%), intersisial (23%), abdominal (12%), ovarium (1%), servikal (0,5%) (Cunningham, 2005).

E. Patogenesis

Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup

(8)

maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadangkadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk kedalam otototot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).

Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah menjadi desidua (Wibowo dan Rachimhadi, 2002). Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar, nukleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi AriasStella (Rachimhadhi, 2005).

Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan secara utuh atau berkepingkeping. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif (Prawirohardjo dan Hanifa, 2005).

Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi adalah (Wibowo dan Rachimhadi, 2002) : 1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.

2. Abortus ke dalam lumen tuba

Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersamasama dengan robeknya pseudokapsularis.

(9)

Segera setelah perdarahan, hubungan antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan gejalagejala menghilang.

3. Ruptur dinding tuba

Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi pada pars-intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan pemeriksaan vagina (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).

E. Gambaran Klinik

Gambaran klinik dari kehamilan ektopik terganggu tergantung pada lokasinya (Wibowo dan Rachimhadi, 2002). Tanda dan gejalanya sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau tidaknya kehamilan tersebut (Saifiddin dan Wiknjosastro, 2002) . Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium antara lain (Cunningham, 2005) :

a. Keluhan gastrointestinal

Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien kehamilan ektopik terganggu adalah nyeri pelvis. Dorfman menekankan pentingnya keluhan gastrointestinal dan vertigo atau rasa pening. Semua keluhan tersebut mempunyai keragaman dalam hal insiden terjadinya akibat kecepatan dan taraf perdarahannya di samping keterlambatan diagnosis.

b. Nyeri tekan abdomen dan pelvis

Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan pemeriksaan, khususnya dengan menggerakkan servik, dijumpai pada lebih dari tiga per empat kasus kehamilan ektopik sudah atau sedang mengalami ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadinya.

(10)

c. Amenore

Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim pada kehamilan ektopik sebagai periode haid yang normal, dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru.

d. Spotting atau perdarahan vaginal

Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya sedikitsedikit, bewarna cokelat gelap dan dapat terputusputus atau terusmenerus.

e. Perubahan Uterus

Uterus pada kehamilan etopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh masa ektopik tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau ligamentum latum terisi darah, uterus dapat mengalami pergeseran hebat. Uterine cast akan dieksresikan oleh sebagian kecil pasien, mungkin 5% atau 10% pasien. Eksresi uterine cast ini dapat disertai oleh gejala kram yang serupa dengan peristiwa ekspulsi spontan jaringan abortus dari kavum uteri.

f. Tekanan darah dan denyut nadi

Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak menunjukkan perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, atau reaksinya kadangkadang sama seperti yang terlihat pada tindakan flebotomi untuk menjadi donor darah yaitu kenaikan ringan tekanan darah atau respon vasovagal disertai bradikardi serta hipotensi.

g. Hipovolemi

Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi duduk merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya penurunan volume darah yang cukup banyak. Semua perubahan tersebut mungkin baru terjadi setelah timbul hipovolemi yang serius.

(11)

Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal atau bahkan menurun. Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami ruptura dengan salpingitis akut, dimana pada keadaan ini suhu tubuh umumnya diatas 380 Celcius.

i. Masa pelvis

Masa pelvis dapat teraba pada ± 20% pasien. Masa tersebut mempunyai ukuran, konsistensi serta posisi yang bervariasi. Biasanya masa ini berukuran 515 cm, sering teraba lunak dan elastis. Akan tetapi dengan terjadinya infiltrasi dinding tuba yang luas oleh darah masa tersebut dapat teraba keras. Hampir selalu masa pelvis ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus. Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerap kali mendahului terabanya masa pelvis dalam tindakan palpasi.

j. Hematokel pelvik

Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi bertahap akan diukuti oleh perembesan darah secara perlahanlahan ke dalam lumen tuba, kavum peritonium atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda, namun darah yang terus merembes akan berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya perlekatan dan akhirnya membentuk hematokel pelvis (Cunningham, 2005) .

F. Diagnosis

Gejalagejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga pembuatan diagnosis kadangkadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasuskasus kehamilan ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk dibuat diagnosis (Prawirohardjo dan Hanifa, 2005) .

Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu diagnosis kehamilan ektopik (Wibowo dan Rachimhadi, 2002) :

(12)

Pengukuran subunit beta dari HCGβ (Human Chorionic GonadotropinBeta) merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik. 2. Kuldosintesis

Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang diisap berwarna hitam (darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah di kavum Douglasi.

3. Dilatasi dan Kuretase

Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi perdarahan yang cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus. 4. Laparaskopi

Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir apabila hasilhasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektopik terganggu meragukan. Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga dipakai untuk terapi.

5. Ultrasonografi

Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif, artinya tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.

6. Tes Oksitosin

Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan adanya kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual, di luar kantong janin dapat diraba suatu tumor.

7. Foto Rontgen

Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa. Pada foto lateral tampak bagianbagian janin menutupi vertebra Ibu.

8. Histerosalpingografi

Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik terganngu sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono

(13)

Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance Imagine) (Wibowo dan Rachimhadi, 2002) .

Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan vagina abnormal, dan amenore (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).

G. Diagnosis Diferensial

Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah (Wibowo dan Rachimhadi, 2002) :

1. Infeksi pelvis

Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang dapat diraba pada pemeriksaaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi 0,5 0 C, selain itu leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan ektopik terganggu dan tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.

2. Abortus iminens/ Abortus inkomplit

Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih merah sesudah amenore, rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah median dan adanya perasaan subjektif penderita yang merasakan rasa tidak enak di perut lebih menunjukkan ke arah abortus imminens atau permulaan abortus incipiens. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau di belakang uterus, dan gerakan servik uteri tidak menimbulkan rasa nyeri. 3. Tumor/ Kista ovarium

Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan pervaginam biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat dibanding kehamilan ektopik terganggu.

4. Appendisitis

Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan servik uteri seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri perut bagian bawah pada apendisitis terletak pada titik McBurney (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).

(14)

H. Terapi

Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan tindakan operasi. Kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif) yaitu walaupun darah berkumpul di rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian dapat dikeluarkan dengan kolpotomi (pengeluaran melalui vagina dari darah di kavum Douglas), sisa darah dapat menyebabkan perlekatanperlekatan dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari salpingektomi ataupun salpingoooforektomi. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat kelainan pada tuba tersebut dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun jika penderita belum mempunyai anak, maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba berfungsi (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).

Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam divertikulum uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter. Perdarahan sedini mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksia yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga abdomen sebanyak mungkin dikeluarkan. Serta memberikan transfusi darah (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).

Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila dimungkinkan dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat dilakukan tindakan sistektomi ataupun oovorektomi (Cunningham, 2005). Sedangkan kehamilan ektopik terganggu berlokasi di servik uteri yang sering menngakibatkan perdarahan dapat dilakukan histerektomi, tetapi pada nulipara yang ingin sekali mempertahankan fertilitasnya diusahakan melakukan terapi konservatif (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).

I. Prognosis

Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya

(15)

bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).

Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko 10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan 50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang (Schwart, 2000).

Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita. Dalam kasuskasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 5060% kemungkinan wanita steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan ektopik berulang (Prawirohardjo dan Hanifa, 2005).

J. Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik merupakan kondisi dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat.

Syok hipovolemik dapat diklasivfikasikan sebagai berikut:

1. Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)

- Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.

- Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan.

- Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar 10%

2. Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)

- Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan .

(16)

- Penurunan tekanan nadi akibat peningkatan kadar katekolamin, yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolik.

3. Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)

- Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, oligouria, dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan atau agitasi.

- Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.

4. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)

- Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.

- Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.

Perlu memaksimalkan penghantaran oksigen dengan memberikan tambahan oksigen dalam jumlah besar. Sebaiknya dibuat dua jalur intravena berdiameter besar. Pada jalur intravena, cairan yang pertama digunakan untuk resusitasi adalah kristaloid isotonik, seperti Ringer Laktat atau Saline Normal. Bolus awal 1-2 liter pada orang dewasa dan respon pasien dinilai. Jika tanda vital sudah kembali normal, pasien diawasi agar tetap stabil dan darah pasien perlu dikirim untuk dicocokkan. Jika tanda vital membaik sementara, infus kristaloid dilanjutkan dan dipersiapkan darah yang cocok. Jika perbaikan yang terjadi tidak bermakna atau tidak ada, infus kristaloid harus dilanjutkan dan transfuse darah perlu diberikan. Sumber perdarahan dicari dan dilakukan kontrol perdarahan lanjut.

(17)

BAB III STATUS PENDERITA I. ANAMNESIS A.Identitas Penderita Nama : Ny. US Umur : 26 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat : Mranggen, Polokarto, Sukoharjo Status Pernikahan : Menikah

No CM : 01197580

Tanggal Masuk : 23 Mei 2013 B. Keluhan Utama :

Nyeri perut

C.Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien G2P1A0, 26 tahun, umur kehamilan 8 minggu merupakan rujukan dari RSUD Sukoharjo dengan keterangan suspek KET. Pasien datang dengan keluhan nyeri perut hebat yang dirasakan terus-menerus sejak 4 jam yang lalu. Nyeri dirasakan terutama di perut sebelah kanan bawah. Pasien merasa lemas dan pusing. Pasien juga mengeluhkan keluar flek-flek darah melalui jalan lahir sejak 3 hari yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan adanya benjolan di sekitar perut maupun di kemaluan.

Pasien sudah tidak menstruasi selama 2 bulan ini. Saat dilakukan tes kehamilan di RSUD Sukoharjo hasilnya positif. Penurunan berat badan (-), nafsu makan dan minum tetap baik, BAB 1x/hari warna kecoklatan, konsistensi normal, nyeri (-), darah (-), BAB hitam (-). BAK 5-6x/hari

(18)

warna kuning jernih, nyeri (-), darah (-), batu (-), pasir (-). Riwayat trauma (-).

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi : disangkal Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat Alergi Obat / Makanan : disangkal E. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat Alergi Obat / Makanan : disangkal F. Riwayat Fertilitas

Baik

F. Riwayat Obstetri

Anak I: ♂, partus spontan, 3200 gr, sekarang usia 4 tahun H. Riwayat Menstruasi

Menarche : 13 tahun Lama haid : 7 hari Siklus haid : 28 hari

Darah haid : normal, 2-3 kali ganti pembalut setiap harinya Sakit saat haid : (-)

(19)

Menikah 1 kali dengan suami sekarang ± selama 5 tahun. J. Riwayat Keluarga Berencana

Pasien menggunakan KB suntik II. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal 23 Mei 2013 jam 22:00 A. Status Generalis

Keadaan Umum : Jelek, Somnolen, gizi kesan cukup

Vital Sign : T = 70 / 50 mmHg Rr = 28x/menit N = 140x/menit Suhu = 36,70 C Kepala : Mesocephal

Mata : Conjungtiva Anemis (+/+) , Sklera Ikterik (-/-) THT : Tonsil tidak membesar, pharing hiperemis (-)

Leher : Gld. thyroid tidak membesar, limfonodi tidak membesar Thorax : Glandulla mammae dalam batas normal, areola mammae

hiperpigmentasi (-)

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-) Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri Perkusi : Sonor / sonor

Auskultasi : SD vesikuler (+/+) suara tambahan (-/-) Abdomen : Inspeksi : Dinding perut // dinding dada

Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) kanan bawah, hepar tidak membesar, lien tidak membesar, TFU ≠ teraba, massa (-).

Perkusi : Timpani, undulasi (+) Auskultasi : Peristaltik (+) normal

(20)

Genital : darah (+) flek merah kehitaman, perdarahan (-), massa (-) Ekstremitas : Oedema - - , akral dingin + +

- - + + B. Status Ginekologi

Inspeksi

Kepala : Mesocephal

Mata : Conjunctiva Anemis (+ / +), Sklera Ikterik (- / -) Wajah : Kloasma Gravidarum ( - )

Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax : Glandula mammae hipertrofi (-), areola mammae hiperpigmentasi (-)

Abdomen : Dinding perut // dinding dada, striae gravidarum (-)

Genital eksterna : Vulva/uretra tenang, lendir darah (-), darah (+) flek, peradangan (-), tumor (-)

Palpasi

Abdomen : Supel, nyeri tekan (+), hepar tidak membesar, lien tidak membesar, TFU ≠ teraba, massa (-).

Ekstremitas : Oedema - - , akral dingin + + CRT >2 detik - - + +

Perkusi Redup Auskultasi

DJJ (-), Bising usus (+) Normal Pemeriksaan Dalam:

Inspekulo : vulva/urethra tenang, dinding vagina dbn, portio livide, OUE tertutup, darah (+), discharge (-), cavum douglas menonjol.

(21)

VT : vulva/urethra tenang, dinding vagina dbn, portio lunak, OUE tertutup, corpus uteri sebesar telur ayam, cavum douglas teraba menonjol, slinger pain (+)

III. LABORATORIUM DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanggal 23 Mei 2013 a. Laboratorium Darah Hb : 7,1 g/dL Hct : 21 % AE : 2,62. 106/uL AL : 18,2 . 103/uL AT : 335 . 103/uL Gol. Darah : B PT : 14,6 detik APTT : 35,0 detik GDS : 135 mg/dl Albumin : 3,0 g/dl Ureum : 20 mg/dl Creatinin : 0,6 mg/dl Na : 132 mmol/L K : 4,1 mmol/L Cl : 108 mmol/L HBsAg : non reactive Tes kehamilan: positif b. USG

VU terisi cukup, tampak uterus ukuran membesar, endometrial line (+), tidak tampak gambaran gestational sack IU dan EU, tampak gambaran hematocele retrouterina, fasia menonjol tambak cairan bebas.

(22)

IV. KESIMPULAN

G2P1A0, 26 tahun, UK: 8 minggu rujukan dari RSUD Sukoharjo dengan keterangan suspek KET. Pasien mengeluh nyeri perut hebat terus-menerus sejak 4 jam yang lalu, terutama di perut sebelah kanan bawah, disertai lemas dan pusing, serta keluar flek-flek darah melalui jalan lahir sejak 3 hari yang lalu tanpa keluhan adanya benjolan. BAK-BAB dalam batas normal, riwayat trauma (-). Pasien tidak menstruasi selama 2 bulan.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien jelek, somnolen, hipotensi (70/50 mmHg), takikardia (140x/menit), takipneu (28x/menit), konjungtiva anemis (+/+), genital: darah (+) flek, VT: portio lunak, OUE tertutup, corpus uteri sebesar telur ayam, cavum douglas teraba menonjol, slinger pain (+), akral dingin, CRT memanjang, USG: menyokong gambaran hematocele retrouterina.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb: 7,1 g/dL, Hct: 21 %, AE: 2,62. 106/uL, AL: 18,2 . 103/uL, Albumin: 3,0 g/dl, tes kehamilan: positif

V. DIAGNOSIS

Syok hipovolemik e/c kehamilan ektopik terganggu VI. PROGNOSIS

Dubia VII. TERAPI

- O2 kanul 3 lpm

- Infus pasang 2 jalur (HAES dan NaCl) - Pasang DC

- Sedia darah WBC 2 kolf, PRC 2 kolf

- Usul Laparotomi Eksplorasi Emergency  mondok HCU - KIE keluarga

- Inform consent

(23)

VIII. FOLLOW UP

Tanggal 23 Mei 2013 jam 19.00

Keluhan :

-Keadaan umum : sedang, compos mentis, gizi cukup

Vital sign : T = 100/70mmHg Rr = 20x/menit N = 70x/menit Suhu = 36,6 0C SPO2 : 98% terpasang ventilator

Mata : Conjungtiva anemis (+/+), Sklera Ikterik (-/-) Thorax : Cor/Pulmo dalam batas normal

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), luka post Operasi tertutup verban, TFU tidak teraba, massa (-)

Genital : darah (-)

Lab post Op : Hb : 8,0 g/dl AT : 214 ribu/ul (transfusi kolf ke-3) Hct : 24% AE : 2,74 juta/ul

AL : 13,6 ribu/ul

Dx : Post salpingektomi dextra a/i ruptur pars ampularis tuba dextra (DPH-0)

Tx : Infus RL 20 tpm

Inj Ceftriaxone 1 gr/12jam Inf Metronidazole 500 mg/8jam Inj ketorolac 1 amp/8 jam

Inj Asam tranexamat 500mg /8 jam Transfusi s/d Hb≥ 10 g/dl

Cek DR3 post transfusi kolf ke-5 Diet tinggi kalori tinggi protein Tanggal 24 Mei 2013 jam 06.00

Keluhan :

-Keadaan umum : sedang, compos mentis, gizi cukup

Vital sign : T = 130/90mmHg Rr = 20x/menit N = 80x/menit Suhu = 36,6 0C

(24)

Mata : Conjungtiva anemis (+/+), Sklera Ikterik (-/-) Thorax : Cor/Pulmo dalam batas normal

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), luka post Op tertutup verban, TFU tidak teraba, massa (-)

Genital : darah (-)

Lab : ANALISA GAS DARAH

PH : 7,4 BE : -2,1 mmol/L PCO2 : 37,0 mmHg PO2 : 156,0 mmHg Hct : 25% PCO3 : 22,6 mmol/L Total CO2 : 23,8 mmol/L O2 saturasi : 99 %

Dx : Post salpingektomi dextra a/i ruptur pars ampularis tuba dextra (DPH-1)

Tx : Infus RL 20 tpm

Inj Ceftriaxone 1 gr/12jam Inf Metronidazole 500 mg/8jam Inj ketorolac 1 amp/8 jam

Inj Asam tranexamat 500mg /8 jam Transfusi s/d Hb≥ 10 g/dl

Cek DR3 post transfusi kolf ke-5 Diet tinggi kalori tinggi protein Tanggal 25 Mei 2013 jam 06.00

Keluhan :

-Keadaan umum : sedang, compos mentis, gizi cukup

Vital sign : T = 160/80mmHg Rr = 20x/menit N = 80x/menit Suhu = 36,5 0C Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

(25)

Thorax : Cor/Pulmo dalam batas normal

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), luka post Operasi tertutup verban TFU tidak teraba, massa (-), Bising usus : (+)

Genital : darah (-) Lab : Hb : 8,9 g/dl GDS : 88 mg/dl Hct : 28% Protein total : 4,8 g/dl AL : 10,1 ribu/ul Albumin: 2,7 g/dl AT : 181 ribu/ul Na : 136 mmol/L AE : 3,19 juta/ul K : 3,6 mmol/L Cl : 106 mmol/L

Dx : Post salpingektomi dextra a/i ruptur pars ampularis tuba dextra (DPH-II)

Tx : Infus RL 20 tpm

Inj Ceftriaxone 1 gr/12jam Inf Metronidazole 500 mg/8jam Inj ketorolac 1 amp/8 jam

Inj Asam tranexamat 500mg /8 jam Transfusi s/d Hb≥ 10 g/dl

Diet tinggi kalori tinggi protein Medikasi luka

Mobilisasi bertahap Tanggal 26 Mei 2013 jam 06.00

Keluhan :

-Keadaan umum : baik, compos mentis, gizi cukup

Vital sign : T = 140/80mmHg Rr = 20x/menit N = 84x/menit Suhu = 36,7 0C Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-) Thorax : Cor/Pulmo dalam batas normal

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), luka post Operasi tertutup verban TFU tidak teraba, massa (-)

(26)

Genital : darah (-)

Lab : Hb : 8,0 g/dl AT : 214 ribu/ul

Hct : 24% AE : 2,74 juta/ul AL : 13,6 ribu/ul

Dx : Post salpingektomi dextra a/i ruptur pars ampularis tuba dextra (DPH-III) Tx : Cefadroxil 2x1 Ranitidin 3x1 Vit C 2x1 Vit B complex 3x1 Pindah bangsal

Diet tinggi kalori tinggi protein Medikasi luka

Mobilisasi bertahap Aff DC-infus Tanggal 27 Mei 2013 jam 06.00

Keluhan :

-Keadaan umum : baik, compos mentis, gizi cukup

Vital sign : T = 130/80mmHg Rr = 20x/menit N = 80x/menit Suhu = 36,5 0C Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-) Thorax : Cor/Pulmo dalam batas normal

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), luka post Operasi tertutup verban TFU tidak teraba, massa (-)

Genital : darah (-)

Lab : Hb : 8,0 g/dl AT : 214 ribu/ul

Hct : 24% AE : 2,74 juta/ul AL : 13,6 ribu/ul

Dx : Post salpingektomi dextra a/i ruptur pars ampularis tuba dextra (DPH-IV)

(27)

Tx : Cefadroxil 2x1 Ranitidin 3x1 Vit C 2x1

Vit B complex 3x1

Diet tinggi kalori tinggi protein Medikasi luka

(28)

BAB IV ANALISA KASUS

A. Analisis Kasus Diagnosis

Syok hipovolemik ed causa kehamilan ektopuik terganggu: Diagnosis syok hipovolemik ditegakkan dari :

a. Anamnesis : pasien merasa lemas, pusing

b. Pemeriksaan fisik : didapatkan keadaan umum pasien jelek, somnolen, hipotensi (70/50 mmHg), takikardia (140x/menit), takipneu (28x/menit), konjungtiva anemis (+/+), akral dingin, CRT memanjang,

c. Pemeriksaan laboratorium: Hb: 7,1 g/dL, Hct: 21 %, AE: 2,62. 106/uL Pada pasien ini dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda syok hipovolemik sehingga pasien ini didiagnosis dengan syok hipovolemik.

Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada kasus ini ditegakkan dari: a. Anamnesa

Pasien mengeluh nyeri perut hebat terus-menerus sejak 4 jam yang lalu, terutama di perut sebelah kanan bawah, disertai lemas dan pusing, serta keluar flek-flek darah melalui jalan lahir sejak 3 hari yang lalu tanpa keluhan adanya benjolan. Pasien tidak menstruasi selama 2 bulan. Dan merasa hamil 8 minggu. BAK-BAB dalam batas normal, riwayat trauma (-).

b. Pemeriksaan Fisik

genital: darah (+) flek, VT: portio lunak, OUE tertutup, corpus uteri sebesar telur ayam, cavum douglas teraba menonjol, slinger pain (+), c. Pemeriksaan laboratorium

Tes kehamilan: positif d. USG

VU terisi cukup, tampak uterus ukuran membesar, endometrial line (+), tidak tampak gambaran gestational sack IU dan EU, tampak gambaran hematocele retrouterina, fasia menonjol tambak cairan bebas.

(29)

Faktor predisposisi KET di antaranya: 1. Faktor mekanis

Halhal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi ke dalam kavum uteri, antara lain:

a. Salpingitis, b. Adhesi peritubal

c. Kelainan pertumbuhan tuba d. Bekas operasi tuba

e. Tumor

f. Penggunaan IUD 2. Faktor Fungsional

a. Migrasi eksternal ovum b. Refluks menstruasi

c. Berubahnya motilitas tuba

3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi. 4. Hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus induksi sebelumnya

(30)

B. Analisis Kasus Penatalaksanaan

Pasien dalam kasus ini mengalami kegawatan berupa syok hipovolemik yang diakibatkan oleh perdarahan akibat rupturnya tuba pada kehamilan ektopik terganggu. Untuk itu dilakukan resusitasi untuk mengatasi kegawatannya. Diberikan oksigen sebesar 3 liter per menit untuk meningkatkan pasokan oksigen. Kemudian dilakukan resusitasi cairan menggunakan cairan NaCl dan HAES melalui 2 jalur. Kondisi tanda vital terus dipantau. Produksi urin diawasi dengan pemasangan kateter urin. Untuk mengantisipasi kehilangan darah dalam jumlah yang banyak perlu dipersiapkan transfusi darah dalam bentuk Whole blood dan packed red cell. Sumber perdarahan dicari melalui Laparotomi Eksplorasi Emergency, kemudian untuk stabilisasi pasca operasi pasien mondok HCU untuk pengawasan yang lebih intensif. Komunikasi, informasi dan edukasi mengenai kondisi pasien dan rencana terapi perlu disampaikan kepada pasien dan keluarga pasien.

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF. Kehamilan Ektopik. Dalam: Obstetri William (William's Obstetri). Edisi XVIII. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005; 59926.

Fridsto Z. Kehamilan Ektopik di RSUP. DR. M. Djamil Padang selama 3 Tahun (1 januari 199731 Desember 1999). Skripsi. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, 2000

Polan ML, Wheeler JM. Kehamilan Ektopik (Diagnosis dan Terapi). Dalam: Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Infertilitas. Edisi I. Jakarta: Bina Rupa Aksara. 1997; 1025

Prawirohardjo S, Hanifa W. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam: Ilmu Kandungan, edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005; 2508.

Rachimhadhi T. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi I. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005; 19810.

Saifiddin AB, Wiknjosastro H, Kehamilan Ektopik Terganngu. Dalam: Buku Panduan praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi I. Editor: Affandi B, Waspodo B. Jakarta: yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002; 156

Schwart SI, Shires TS. Kehamilan Ektopik. Dalam: Intisari PrinsipPrinsip Ilmu Bedah. Edisi VI. Editor: Spencer FC. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000; 59906

Wibowo B, Rachimhadhi T. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 36285 .

(32)

DAFTAR PUSTAKA

1. Yuad H., 2007. Miomectomi Pada Kehamilan. Diunduh dari : http://www.ksuheimi.blogspot.com. Accested : Aprl 01, 2013

2. Santoso, 2007. Mioma Uteri. Diunduh dari : http://www.pinkerzzz03.blogspot.com. Accested : Aprl 01, 2013

3. Berek, Jonathan S. 2002. Berek & Novak's Gynecology, 14th Edition. Copyright ©2007 Lippincott Williams & Wilkins

4. Wiknjosastro, H. ,dkk. 2005. Ilmu kebidanan edisi ketiga. Cetakan kelima. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, FK UI

5. Suwiyoga K, 2003. Mioma Uterus dalam Buku Pedoman Diagnosis-Terapi

dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. SMF Obsgin FK UNUD RS Sanglah,

Denpasar. 201-206

6. Sutoto J. S. M., 2005. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital dalam Buku

Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo

7. Curtis, Michele G.; Overholt, Shelley; Hopkins, Michael P. 2006. Glass'

Office Gynecology 6th Edition. Copyright ©Lippincott Williams &

Wilkins

8. DeCherney, Alan H; Nathan Lauren. 2003. Current Obstetric &

Ginecologic Diagnosis & Treatment 9 th Edition. International Edition. The

(33)

9. Fortner, Kimberly B.; Szymanski, Linda M.; Fox, Harold E.; Wallach, Edward E. 2007. Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics The

3rd Edition. Copyright ©Lippincott Williams & Wilkins

10. Kurniawati, W. 2007. Penerapan konsep dan teori keperawatan pada klien

mioma uteri dengan rencana operasi histerektomi. Jakarta: FIK UI

11. Edward E., 2007. Uterine Miomas : Comprehensive Review. Available from : http://www.gynalternatives.com. Accested : Aprl 05, 2011

12. Stovall et all., 1992. Benign Diseases of the Uterus – Leiomyoma Uteri and

the Hysterectomy. Clinical Manual Gynecology, Second Edition. Mc.

Graw-Hill International, Singapore.

13. Bakta, I Made. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Referensi

Dokumen terkait

Melihat table 4 dimana pada penelitian ini menghasilkan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0.2162 atau 21% yang mempunyai arti bahwa variable independen

Kami optimis bahwa usaha ini akan berkembang karena harga bakpau yang ditawarkan terjangkau oleh mahasiswa dan masyarakat, selain itu bakpao kenari dingin

---.. Dari hal-hal yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja

Semua neuron yang menyalurkan impuls dari korteks motorik turun melalui tractus corticospinalis sampai di neuron kornu anterior medula spinalis sedangkan yang

Hemolisis sering menyebabkan kenaikan dalam billirubin serum, dan pada malaria falsifarum ia dapat cukup kuat untuk mengakibatkan hemoglobinuria (blackwater fever).

Setelah itu istilah hedonisme terus berkembang mengikut falsafah sekular Barat itu sendiri. Di dalam buku Pendidikan Islam yang telah diterbitkan oleh PTS Publications

?erikan ren/ana manaemen yang rasional an terintegrasi 3sesmen +lang nyeri paa anak se/ara r+8n. 1al+asi e;ek8:tas ren/ana manaemen nyeri Ne1isi ren/ana

Majelis Hakim menyimpulkan bahwa telah jelas perbuatan dari Heru, Ardian terhadap korban Vicki yang telah memegang dan meremas payudara korban di dalam Kamar