• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri dan Kawasan Industri

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Pembangunan industri merupakan salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional yang diarahkan dengan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan industri berkelanjutan yang didasarkan pada aspek pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Peran industri dalam suatu negara menjadi penting untuk memperluas landasan pembangunan dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat.

Untuk mendorong pembangunan industri maka diperlukan suatu lokasi industri tertentu berupa kawasan industri. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 dinyatakan bahwa kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri. Pembangunan kawasan industri bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan industri di daerah, memberikan kemudahan bagi kegiatan industri, mendorong kegiatan industri untuk berlokasi di kawasan industri, dan meningkatkan upaya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan.

Suatu kawasan industri harus terpisah dari pusat bisnis dan area pemukiman di kota. Lokasi kawasan industri sebaiknya mempunyai pelayanan transportasi yang baik, tetapi jangan terisolasi dari kota karena dapat mempersulit akses para pekerja. Lokasi kawasan industri juga merupakan daerah yang mempunyai arah angin yang dapat mencegah asap, debu, gas, dan bunyi ke dalam kota. Tapak sebaiknya mempunyai area yang cukup luas karena kemungkinan adanya pertumbuhan dan perluasan dari kawasan industri yang bersangkutan (Tandy 1975, disitasi Nugroho 2009).

(2)

Industrialisasi mencerminkan kemajuan ilmu dan teknologi yang ditujukan untuk memenuhi tuntutan keperluan hidup manusia yang semakin meningkat. Industri adalah kegiatan mengekstraksi material dari basis sumber daya alam dan memasukkan baik produk maupun limbah ke lingkungan hidup manusia. Dengan kata lain, industri mengakibatkan berbagai perubahan dalam pemanfaatan energi dan sumber daya alam (Kristanto 2004). Perubahan lanskap alami menjadi suatu lanskap baru karena digunakan oleh manusia untuk industri akan menyebabkan perubahan sistem ekologi yang dapat menimbulkan berbagai dampak baik positif maupun negatif. Permasalahan yang timbul karena penggunaan lahan untuk industri antara lain pemandangan kurang menyenangkan, bentang perkerasan yang mengurangi proporsi ruang terbuka, perkembangan tata ruang yang tidak terarah pada kawasan sekitar industri, serta pencemaran udara, air, dan tanah. Suatu industri akan menghasilkan polutan spesifik tergantung pada input dan proses yang akan digunakan (Tandy 1975, disitasi Nugroho 2009).

Menurut Dirdjojuwono (2004) disitasi oleh Nugroho (2009), mengingat pengembangan kawasan industri mempergunakan areal yang cukup luas dan merupakan kegiatan yang bersifat mengubah fungsi lahan, maka bagi suatu kawasan industri, fasilitas RTH harus dipenuhi oleh pengembang kawasan industri. RTH mempunyai peranan penting di dalam suatu kawasan industri yang banyak menghasilkan limbah dan polusi sehingga membutuhkan kehadiran suatu lingkungan hijau yang berfungsi sebagai penyaring polusi selain sebagai daya tarik kawasan industri.

2.2 Pekarangan

2.2.1 Pengertian dan Fungsi Pekarangan

Keberadaan pekarangan telah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa Tengah sejak abad XII dan menyebar ke Jawa Barat pada pertengahan abad XVIII. Pekarangan merupakan tipe taman rumah tradisional Indonesia berupa pemanfaatan lahan di sekitar rumah dengan status dan batas kepemilikan yang jelas. Di pedesaan, pekarangan dicirikan dengan keragaman dan stabilitas yang tinggi, agroekosistem yang baik dengan struktur yang menyerupai hutan hujan tropis (Arifin 1998).

(3)

Pekarangan merupakan suatu ekosistem spesifik berupa ekosistem buatan yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman yang membentuk suatu komunitas yang didominasi oleh tanaman budidaya yang telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan pekarangan tersebut. Sebagai salah satu penerapan sistem agroforestri yang kompleks, pekarangan merupakan integrasi manusia, ternak, dan tumbuhan dalam satu sistem daur ulang. Pemanfaatan pekarangan secara berkelanjutan dapat mempertahankan stabilitas lingkungan dan memberikan kontribusi ekonomi hanya dengan sedikit input. Oleh karena itu, suatu pekarangan sebaiknya mampu memanfaatkan dan memberdayakan sumber daya alam lokal (Octavia, Arifin, Munandar, Takeuci 2000).

Pekarangan memiliki fungsi yang beragam. Pekarangan dapat berfungsi sebagai sumber pangan, sandang, dan papan, sumber plasma nutfah dan keragaman hayati, serta sumber tambahan pendapatan keluarga. Selain itu, pekarangan dapat menjadi habitat berbagai jenis satwa, pengendali iklim (untuk kenyamanan), penyejuk pemandangan, penyerap kebisingan, debu, atau gas beracun, dan daerah resapan air. Fungsi ekologis pekarangan lainnya adalah mengkonservasi tanah dan air melalui keberadaan tanaman di dalamnya (Arifin, Munandar, Arifin-Nurhayati, Kaswanto 2009).

Soemarwoto (1991) menambahkan pekarangan mempunyai fungsi ganda yang merupakan integrasi antara fungsi hutan dengan fungsi pemenuhan kebutuhan sosial-budaya-ekonomi manusia. Fungsi pertama yaitu memenuhi kebutuhan jasmani, misalnya pekarangan dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan, gizi, dan penambahan pendapatan. Sedangkan fungsi kedua adalah memenuhi kebutuhan rohani, misalnya pekarangan dapat memberikan suasana keindahan, kenyamanan, dan ketentraman. Pekarangan dengan keanekaragaman di dalamnya juga mempunyai potensi yang besar untuk menaikkan daya dukung lingkungan.

Fungsi ganda pekarangan ini secara tidak langsung merupakan fungsi hidro-orologi, pencagaran sumberdaya gen, efek miklim mikro, sosial, produksi, dan estetis. Fungsi hidro-orologi pekarangan dapat terlihat dari sedikitnya erosi yang terdapat di pekarangan karena pekarangan biasanya dibuat pada tapak yang datar, tajuk tanaman yang berlapis, dan sistem daur ulang di dalamnya. Fungsi

(4)

pencagaran sumberdaya gen dapat terwujud karena keragaman tanaman termasuk unggas, ternak, dan ikan yang sering dipelihara di pekarangan. Pekarangan juga memberikan efek iklim mikro bagi lingkungan sekitar, seperti penurunan suhu. Fungsi sosial pekarangan terutama terlihat di pedesaan karena umumnya pekarangan tidak berpagar sehingga orang atau tetangga dapat dengan bebas masuk ke dalam pekarangan. Pekarangan dapat mempunyai prodiktivitas yang tinggi sehingga pekarangan juga bermanfaat untuk keperluan sendiri maupun untuk produksi komersial. Fungsi estetis pekarangan akan nampak dari penataan pekarangan dan keindahan tanaman itu sendiri (Seormarwoto 1991).

2.2.2 Struktur Tanaman dan Pola Pekarangan

Struktur tanaman dalam pekarangan dapat menciptakan keragaman tanaman, baik secara vertikal maupun horisontal. Menurut Arifin (1998), keragaman vertikal tercipta secara fisik melalui ketinggian tanaman, yaitu rumput/herba untuk ketinggian kurang dari 1 m (strata I), semak untuk ketinggian 1-2 m (strata II), perdu dan pohon kecil dengan ketinggian 2-5 m (strata III), pohon sedang yang memiliki tinggi antara 5-10 m (strata IV), dan pohon tinggi untuk ketinggian pohon di atas 10 m (strata V). Sedangkan struktur horizontal dalam pekarangan sebagai agroforetri diklasifikasikan dalam delapan kategori tanaman sesuai dengan fungsinya, yaitu tanaman hias, tanaman obat, tanaman sayuran, tanaman bumbu, tanaman obat, tanaman penghasil pati, tanaman industri, dan tanaman lain seperti penghasil pakan, kayu bakar, bahan kerajinan tangan, dan peneduh.

Pekarangan memiliki pola penataan ruang tertentu. Suatu tapak pekarangan terdiri dari ruang terbangun (rumah) dan ruang terbuka (pekarangan) dimana rumah dan pekarangan memiliki hubungan dalam fungsi ruang, fungsi manfaat, dan fungsi estetika. Ruang terbuka pekarangan terdiri dari tiga zona, yaitu pekarangan depan, pekarangan samping (kiri dan kanan), dan pekarangan belakang. Pembagian ruang ini akan selalu dikaitkan dengan fungsinya (Arifin 1998).

Pekarangan depan umumnya ditanami dengan tanaman hias dan atau dibiarkan bersih tanpa tanaman. Dalam masyarakat Jawa Barat bagian ini biasa

(5)

disebut buruan. Pekarangan depan biasanya digunakan sebagai tempat bermain anak, tempat menjemur hasil pertanian, tempat mengemas sayuran, tempat membuat kerajinan rumah tangga, dan tempat bersosialisasi. Pekarangan samping (pipir) lebih sering digunakan sebagai tempat menjemur pakaian atau tempat menanam pohon penghasil kayu bakar serta dan untuk bedeng tanaman pangan atau tanaman obat. Pekarangan belakang (kebon) biasanya terdapat bedeng tanaman sayur, tanaman bumbu, tanaman buah, dan tanaman industri yang dapat membentuk pola multistrata seperti miniatur hutan hujan tropis (Arifin 1998).

2.3 Agroforestri dalam Pekarangan

Agroforestri tersusun dari dua kata, yaitu agro (pertanian) dan forestry (kehutanan) yang berarti menggabungkan ilmu kehutanan dan pertanian. Agroforestri menggambarkan penggunaan lahan dimana tegakan pohon berumur panjang (termasuk semak, palem, bambu, kayu) dan tanaman pangan dan atau pakan ternak berumur pendek diusahakan pada petak lahan yang sama dalam suatu pengaturan ruang dan waktu. Definisi lain menjelaskan, agroforestri sebagai bentuk sistem kegiatan atau praktik dalam mengelola sumber daya biologi dengan memanen energi matahari untuk menghasilkan suatu produk pertanian dalam arti luas dan produk yang dihasilkan dari tegakan pohon. Sistem agroforestri bertujuan menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan melalui interaksi ekologi dan ekonomi antar unsur-unsurnya (Arifin, Wulandari, Pramukanto, Kaswanto 2009).

Pekarangan dengan strata vertikal dan horizontal merupakan suatu praktik dari agroforestri kompleks (Gambar 2). Sistem agroforestri kompleks dengan sistem yang terdiri dari sejumlah besar unsur pepohonan, perdu, herba, tanaman semusim, dan rumput. Penampilan fisik dan dinamika di dalamnya menyerupai ekosistem hutan alam primer maupun sekunder. Keunggulan sistem ini adalah kemampuan perlindungan dan pemanfaatan sumber daya air dan tanah, serta mempertahankan keragaaman biologi (Arifin et al. 2009).

(6)

Sumber: Arafat (2010)

Gambar 2 Praktik Agroforestri dalam Pekarangan

Agroforestri dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai aspek sesuai dengan perspektif dan kepentingannya. Pengklasifikasian agroforestri yang paling umum, tetapi juga sekaligus yang paling mendasar adalah ditinjau dari komponen yang menyusunnya. Berdasarkan komponen penyusunnya, agroforestri dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. agrisilvikultur, yaitu sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan (tanaman berkayu) dengan komponen pertanian (tanaman non-kayu);

b. silvopastura, yaitu sistem agroforestri yang meliputi komponen kehutanan (tanaman berkayu) dengan komponen peternakan (binatang ternak);

c. agrosilvopastura, yaitu sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan pada unit manajemen lahan yang sama. Pengkombinasian dalam agrosilvopastura dilakukan secara terencana untuk mengoptimalkan fungsi produksi dan jasa (khususnya komponen berkayu atau kehutanan) kepada manusia atau masyarakat (to serve people) (Sardjono, Djogo, Arifin, Wijayanto 2003).

2.4 Konservasi Keanekaragaman Hayati dalam Pekarangan

Keanekaragaman hayati atau biodiversity merupakan pernyataan terdapatnya berbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan persekutuan makhluk, yaitu tingkatan ekosistem, tingkatan jenis, dan tingkatan genetika. Ragam hayati meliputi seluruh spesies tumbuhan, binatang, mikroorganisme, dan gen-gen yang terkandung dalam seluruh ekosistem di muka bumi. Pada dasarnya keragaman ekosistem di alam

(7)

terbagi dalam beberapa tipe, yaitu ekosistem padang rumput, ekosistem hutan, ekosistem lahan basah dan ekosistem laut (Indrawan, Primack, Supriatna 2007)

Keanekaragaman hayati merupakan sumber kehidupan, penghidupan dan kelangsungan hidup bagi umat manusia karena potensial sebagai sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan serta kebutuhan hidup yang lain. Keanekaragaman hayati bagi manusia adalah pendukung kehidupan yang memberi manusia memperoleh ruang hidup yang di dalamnya terdapat flora, fauna, dan sebagainya untuk dikelola secara bijaksana oleh manusia, dimana sebenarnya manusia sendiri adalah salah satu komponen keanekaragaman hayati (Indrawan et al. 2007).

Namun, tingginya populasi manusia, kemiskinan, dan konsumsi sumber daya

yang tidak seimbang telah menyebabkan krisis keanekaragaman hayati. Krisis ini juga disebabkan oleh aktivitas pemanfaatan yang tidak melihat akibat jangka panjangnya. Oleh karena itu, konservasi keanekaragaman hayati diperlukan karena pemanfaatan sumber daya hayati untuk berbagai keperluan secara tidak seimbang akan menyebabkan makin langkanya beberapa jenis flora dan fauna karena kehilangan habitatnya, kerusakan ekosisitem, dan menipisnya plasma nutfah (Supriatna 2008).

Ada dua metode utama untuk mengoservasi biodiversitas, yaitu konservasi in-situ (dalam habitat alaminya) dan konservasi ex-situ (di luar habitat alaminya). Pekarangan dengan basis agroforestri dapat menjadi salah satu metode konservasi secara ex-situ, khususnya untuk pertanian. Konservasi ex-situ merupakan proses melindungi spesies tumbuhan dan hewan (langka) dengan mengambilnya dari habitat yang tidak aman atau terancam dan menempatkannya atau bagiannya di bawah perlindungan manusia (Indrawan et al. 2007). Pekarangan dengan elemen di dalamnya (tanaman, ternak, dan atau ikan) dapat meningkatkan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan dan dapat memberikan kontribusi kepada ketahanan pangan serta pemenuhan nutrisi bagi manusia (Arifin 2012).

(8)

2.5 Model Pekarangan

Model adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Definisi lain menurut Roo (1993) dan Bellmann (2000) disitasi oleh Saroinsong (2002), model merupakan representasi yang lebih sederhana dari suatu sistem yang kompleks mencakup keadaan, obyek atau benda, dan kejadian. Model merupakan suatu konstruksi dari suatu konsep yang digunakan sebagai pendekatan untuk memahami suatu realitas. Berdasarkan metode pendekatannya, model dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu model fisik, model analog, dan model matematik (Saroinsong 2002).

Model dalam penelitian ini termasuk dalam model fisik, yaitu model yang menirukan sistem aslinya. Model pekarangan dibuat dalam empat ukuran, yaitu pekarangan sempit, pekarangan sedang, pekarangan besar, dan pekarangan sangat besar. Keempat model pekarangan ini diterjemahkan secara dua dimensi dalam bentuk gambar denah dengan skala tertentu.

Referensi

Dokumen terkait

mg/dL) b) Gangguan kesehatan masyarakat khususnya pekerja dengan indikator kadar Pb dalam darah telah melebihi nilai ambang batas normal (40,87 mg/dL, Nilai ambang batas Normal

Menyatakan Pasal 6A Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 56 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Tambrauw Di Provinsi

spesilisasi industri auditor terhadap integritas laporan keuangan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah menambahkan satu variabel independen

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Membuat kue burayot pada anak tunagrahita ringan kelas xii di slb c ykb garut Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu. Kotak plastik

Bangunan tradisional di Kampung Adat Keputihan masih relatif asli, walaupun sudah ada perubahan misalnya atap yang seharusnya menggunakan bahan dari dedaunan

7) Pengolahan data angket siswa dan hasil posttest Dari hasil uraian presentase di atas dapat disimpulkan bahwa dari semua aspek angket.. Sedangkan pada hasil

Sistem Informasi Produksi merupakan salah satu kompo- nen dari Sistem Informasi Manajemen yang khusus dirancang untuk meliput semua informasi produksi dan menjawab semua