• Tidak ada hasil yang ditemukan

SYLVA V-1: 9-13, Juli 2016 ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SYLVA V-1: 9-13, Juli 2016 ISSN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

9

IDENTIFIKASI HAMA DAN ANALISIS SERANGAN TERHADAP TANAMAN GAHARU (AQUILARIA.SP) DI PT. AGARWOOD BANGKA LESTARI PANGKAL PINANG

Agun Handika1, Lulu Yuningsih2, Asmaliyah3

1Mahasiswa Jurusan Kehutanan FP Universitas Muhammadiyah Palembang 2Staf Pengajar Jurusan Kehutanan FP Universitas Muhammadiyah Palembang

3Staf Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Palembang

Abstrak

Agarwood is a non-timber forest products (NTFPs) with high economic value. Exploitation of these kinds of aloes large crops, causing the plants designated as endangered plants, hence the conservation and development was carried out by the ministry of forestry, and got high response and enthusiasm from the public. This study aims to determine what types of pests that attack plants Agarwood, knowing the intensity of the attacks and the level of damage, climate and weather conditions during the attack. Pests and plant diseases can slow plant growth and even death aloe plant. For example, diseases due to fungal attack which is not the establishment of a pig in a long time can kill plants. Moth pest and mealybug attacks are quite heavy, especially on the young aloe plant can lead plants become miserable so can result in death. Uret pests and termites are also quite dangerous because it causes damage to the roots and base of the tree, insect pests great impact on the success in the plant maintenance, let alone see the environmental conditions that support insect life. As for calculating the intensity of the attack qualitatively classified. (According to Untung, K). To determine the pattern of development of the pests do with charting the development trend of the percentage of attacks and intensity for 5 months, observations performed 5 times at intervals of 1 month observation.

Key Word: Agarwood, NTFPs, Pest, Plant Desease. PENDAHULUAN

Gaharu merupakan salah satu komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang harganya lebih tinggi dibandingkan HHBK lainnya (Wahyudi, 2010). Gaharu digunakan sebagai bahan dasar dalam industri

parfum, dupa, kosmetik, dan obat-obatan (Sumarna,

2002). Sehingga gaharu bisa dikatakan sebagai salah satu jenis komoditi HHBK yang memliki nilai multiguna. Genus Aquilaria merupakan tanaman yang menjadi sumber utama penghasil gaharu, selain (Gyrynops sp), (Gonystylus sp), dan (Aetoxylon

sympetallum).

Tanaman gaharu menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat di negara-negara Timur Tengah yang digunakan sebagai dupa untuk ritual keagamaan. Masyarakat di Asia Timur juga menggunakannya sebagai hio atau dupa. Minyak gaharu merupakan bahan baku yang sangat mahal dan terkenal untuk industri kosmetika seperti parfum, sabun, lotions, pembersih muka serta obat-obatan seperti obat hepatitis, liver, antialergi, obat batuk, penenang sakit perut, rhematik, malaria, asma, TBC, kanker, tonikum, dan aroma terapi.

Gaharu memiliki nilai harga mulai dari 100.000 – 30 juta/kg tergantung asal species pohon dan kualitas gaharu, sedangkan minyak gaharu umumnya disuling dari gaharu kelas rendah (kemedangan) memiliki harga mulai dari 50.000-100.000/ml. Sebanyak 2000 ton/tahun gaharu memenuhi pusat perdagangan gaharu di Singapura. Gaharu tersebut 70% berasal dari Indonesia dan 30% dari negara-negara Asia Tenggara lainnya. Hutan alam sudah tidak mampu lagi menyediakan gaharu. Gaharu hasil budidaya merupakan alternatif pilihan untuk mendukung kebutuhan masyarakat dunia secara berkelanjutan. Kelas Gaharu dipasaran

dikelompokkan kedalam, Gaharu Double Super 30 - 40 juta/kg, Gaharu Super Tanggung 15 - 30 juta/kg, Gaharu AB 5 - 15 juta/kg, Kemandangan 2 - 10 juta/kg, Gaharu Teri 1 - 2 juta/kg, Abu Bubuk Gaharu 200 - 400 ribu/kg (Satria, 2007).

Dalam budidaya gaharu terdapat beberapa permasalahan salah satunya serangan hama dan penyakit. Di Indonesia serangan hama daun pada pohon penghasil gaharu mula-mula ditemukan pada tahun 2005 di daerah Banten dan desa Parindu Kalimantan Barat. Serangan hama pada tahun 2008 sangat parah. Intensitas serangan hama tersebut di Banten dapat mencapai 100% sehingga mengakibatkan kematian pohon penghasil gaharu berumur 13 tahun sebanyak 20 pohon, sedangkan serangan hama daun pohon penghasil gaharu didesa Parindu, Bodok Sanggau Kalimantan Barat menimbulkan kematian sekitar 50 pohon (Santoso et

al.2008).

Serangan hama dan penyakit tanaman dapat memperlambat pertumbuhan tanaman, bahkan dapat mematikan tanaman gaharu. Contohnya, penyakit karena serangan jamur yang bukan pembentukan gubal dalam waktu lama dapat mematikan tanaman. Serangan hama ulat daun yang cukup berat terutama pada tanaman gaharu yang masih muda dapat mengakibatkan tanaman menjadi merana sehingga dapat mengakibatkan kematian. Serangan hama uret dan rayap juga cukup berbahaya karena menyebabkan kerusakan akar dan pangkal pohon, Serangga hama berpengaruh sangat besar terhadap keberhasilan dalam pemeliharaan tanaman, apalagi melihat kondisi lingkungan yang mendukung kehidupan serangga (Sulistio, 2011).

Untuk mengurangi kerugian akibat serangan hama tersebut maka diperlukan teknik pengendalian

(2)

10 hama yang tepat dan efektif, beberapa faktor yang perlu diketahui sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan penanggulagan hama yang tepat dan efektif adalah harus diketahui terlebih dahulu jenis hama, pola serangan hama tingkat kerusakan suatu faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangannya, cuaca, iklim dan pola pengelolaan.

PELAKSANAAN PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada areal kawasan lahan pembibitan Gaharu Di PT. Agarwood Bangka Lestari (ABL) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Jln.Rustam Effendi No.8 RT 02 RW 02, Lontong Pancur di Pangkal Pinang. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 2 bulan yaitu dari bulan desember 2015 sampai dengan bulan januari 2016. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman gaharu yang terserang hama. Cat warna merah, tally sheet, dan tali rafia adalah bahan yang digunakan untuk menandai petak vegetasi dan alkohol 70%. Alat yang digunakan adalah hand

counter, kotak plastik, pinset, gunting stek, pisau,

meteran, botol fial, alat tulis, dan kamera sebagai dokumentasi.

Metode Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada areal kawasan gaharu yang berumur 1 tahun, luas areal untuk sampel pengamatan diambil 10% dari luas areal yang ada, pada luas areal tersebut diambil petak pengamatan sebanyak 5 buah yang tersebar dipojok dan ditengah lokasi, gambar desain plot disajikan pada gambar 2:

Gambar 2. Desain plot atau petak pengamatan dilapangan.

Penetapan petak pengamatan dilakukan dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan secara sensus dengan mengamati seluruh tanaman gaharu yang ada didalam setiap petak pengamatan.

Parameter pengamatan adalah jenis hama yang menyerang, persentase serangan dan intensitas serangan.

Identifikasi Hama

Untuk mengetahui jenis hama yang menyerang dilakukan identifikasi secara langsung dilapangan dengan melihat gejala serangan/setiap jenis hama yang menyebabkan kerusakan yang tampak pada daun tersebut dan mengambil sampel hama yang ditemukan dilapangan. Jika sampel yang ditemukan masih dalam stadia ulat, maka akan

dilakukan pemeliharaan di laboraturium sampai ulat menjadi dewasa kemudian serangga dewasa yang dihasilkan akan digunakan untuk identifikasi jenis / spesies (nama ilmiah dari serangga hama).

Apabila dalam identifikasi secara langsung mengalami kesulitan, identifikasi dapat dilakukan di lembaga ilmu pengetahuan industri (LIPI) Cibinong atau melalui buku identifikasi / literatur hama tanaman gaharu dengan cara menemukan gejala serangan hama yang terdapat pada buku dan dengan sampel yang ada.

Persentase Serangan dan Intensitas Serangan Untuk menghitung persentase serangan dan intensitas serangan dilakukan pengamatan dengan jumlah daun yang terserang/skor tingkat kerusakan dan persentase luas daun yang terserang. Untuk menghitung persentase serangan diperoleh dengan menggunakan rumus (Untung, 2010).

𝑃 =𝑁

S x 100 % Keterangan:

- P : Persentase Serangan.

- N : Jumlah tanaman yang terserang dalam suatu petak pengamatan.

- S : Jumlah seluruh tanaman dalam suatu petak pengamatan.

Untuk menghitung intensitas serangan secara kuantitatif dihitung menggunakan rumus (Direktorat Pelindungan Tanaman, 2000).

𝐼 =Σ(ni x vj)

Z x N x 100 % Keterangan:

I : Intensitas Serangan

ni : Jumlah daun yang terserang dengan klasifikasi tertentu vj : Nilai untuk klasifikasi tertentu

Z : Nilai tertinggi dalam klasifikasi

N : Jumlah daun seluruhnya dalam suatu tanaman / pohon Dalam menentukan nilai klasifikasi tersebut dikelompokan menjadi beberapa tingkat kerusakan, untuk menghitung intensitas serangan secara kualitatif diklasifikasikan menurut Untung (2010). klasifikasi dari setiap kerusakan tersebut disajikan pada tabel berikut:

Tabel 1. Klasifikasi tingkat kerusakan daun yang disebabkan oleh hama

Tingkat Kerusakan

Tanda Kerusakan Yang Terlihat pada Daun

Nilai Sehat Kerusakan daun yang

terserang < 5 %

0 Ringan Kerusakan daun yang

terserang antara 5 - 20 % 1 Agak berat Kerusakan daun yang

terserang antara 21 - 50 % 2 Berat Kerusakan daun yang

terserang antara 51 - 75 % 3 Sangat berat - Kerusakan daun yang

terserang antara 76-100 %. - Pohon gundul/hampir gundul 4 Sumber: Untung (2010).

Untuk mengetahui pola perkembangan serangan hama dilakukan dengan pembuatan grafik perkembangan persentase serangan dan intensitas Petak 1

Petak 3

Petak 2

Petak 4 Petak 5

(3)

11 selama 2 bulan, pengamatan dilakukan sebanyak 6 kali dengan selang waktu pengamatan 10 hari sekali. Selain data primer diatas maka akan diperlukan juga sebagai data pendukung / penunjang yaitu data berupa jenis tanah, iklim / cuaca, topografi, ketinggian tempat, cara budidaya, jarak tanam, pola tanam, cara pemeliharaan dan cara pengendaliannya dan lain lain. Data ini bisa diperoleh melalui wawancara atau quisioner yang terkait dengan penelitian ini.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan 2 jenis hama yang menyebabkan kerusakan tanaman gaharu pada umur 1 tahun di lapangan dan berdasarkan hasil identifikasi 2 jenis hama tersebut adalah hama ulat daun dari jenis Heortia vitesiodes dan hama kutu putih dari jenis Pseudococcus sp.

Ulat daun H. vitessoides adalah hama yang merusak daun, kuncup tunas hingga menjadi berlubang yang berdampak buruk terhadap pertumbuhan tanaman gaharu. Hasil pengamatan terhadap gejala serangan yang di akibatkan oleh serangan hama ulat daun pada tanaman gaharu berumur 1 tahun terlihat daun rusak dan seperempat atau sebagian daun hilang.

Hama kutu putih ini biasanya bersarang di buku-buku tanaman atau permukaan dau muda dan bisa merusak ujung akar maupun batang bawah tanaman. Gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan hama kutu putih Pseudococcus sp, pada tanaman gaharu umur 1 tahun menunjukan daun terlihat keriting, warna daun menjadi kekuning kuningan selanjutnya daun menjadi layu dan akhirnya gugur.

Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap jumlah tanaman yang terserang dan persentase serangan menunjukkan bahwa serangan hama ulat daun H. vitesiodes lebih besar dibandingkan serangan hama kutu putih Pseudocucus sp. Hal ini mengindikasikan bahwa serangan hama ulat daun H.

vitesiodes lebih dominan dibandingkan serangan

hama kutu putih pseudocuccus sp. Kondisi ini diduga dipengaruhi oleh faktor curah hujan dan kelembaban. Pada curah hujan bulanan sedang atau berat, serangan hama ulat daun H. vitesiodes pada tanaman gaharu di areal PT. Agarwood Bangka Lestari diduga meningkat. Berdasarkan kriteria BMKG (2015), curah hujan pada bulan desember tahun 2015 yaitu sebesar 235.9 mm, termasuk kategori curah hujan sedang. Diduga pada curah hujan sedang menguntungkan untuk berkembangnya serangan hama ulat daun H.

vitesiodes.

Ulat daun H. vitesiodes menyerang daging daun tanaman gaharu. Ulat H. vitesiodes ini menyerang daun dengan cara memakan pucuk tanaman dan daun-daun muda, bahkan daun yang sudah tua. Ulat gaharu ini menyerang dengan cara mengelompok, dengan membentuk koloni yang sangat banyak dan menggunakan sulur yang

menyerupai sarang laba-laba untuk berpindah tempat dari satu tangkai ke tangkai yang lain, satu cabang ke cabang yang lain maupun dari satu pohon ke pohon yang lain. Serangan berat dapat menyebabkan tanaman gaharu mati karena tanaman menjadi gundul.

Sebaliknya hama kutu putih Pseudocuccus sp yang menyerang tanaman gaharu diareal PT. Agarwood Bangka Lestari ini biasanya terjadi pada musim kering atau pada saat curah hujannya rendah (Saptono, 2015). Kutu putih itu paling berlimpah keberadaannya pada musim kering dengan hari hujan ≤ 9 hari dan serangan kutu putih

Pseudocuccus sp sering terjadi pada bulan yang

curah hujannya rendah (< 100 mm) (Kalshoven, 1981). Sedangkan curah hujan bulanan pada saat pengamatan (bulan desember 2015), termasuk curah hujan sedang dengan hari hujan 24 hari. Kondisi yang menyebabkan persentase serangan kutu hanya terjadi pada 2 plot pengamatan dan cenderung tetap.

Faktor pemeliharaan tanaman gaharu berupa pembersihan gulma atau tumbuhan bawah diareal tanaman gaharu umur 1 tahun, diduga sebagai faktor yang mendukung tanaman gaharu menjadi lebih sehat, kuat dan lebih toleran terhadap serangan hama. Tanaman gaharu menjadi tidak punya pesaing dalam memanfaatkan hara, ruang serta air untuk pertumbuhannya. Persaingan antara tanaman utama dan tanaman gaharu pada kondisi lahan yang kaya nutrisi, dapat menyebabkan penekanan terhadap tanaman utama atau pokok menjadi lebih besar (Moenandir, 1998).

Faktor lain yang juga mempengaruhi kondisi tersebut adalah adanya semut rangrang Oecophylla

smaragdina diareal tersebut yang diduga merupakan

musuh alami dari hama ulat daun H. vitesiodes dan kutu putih Pseudocuccus sp. Populasi ulat daun H.

vitesiodes dan kutu putih Pseudocuccus sp tidak

berkembang, berkurang atau menurun. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa semut rangrang

O. smaragdina efektif mengendalikan serangan hama

ulat daun H. vitesiodes.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Hama yang ditemukan menyerang pada tanaman gaharu yang berumur 1 tahun adalah ulat daun H.

vitesiodes dan hama kutu putih Pseudococcus sp.

2. Serangan ulat daun H. vitesiodes lebih dominan dibandingkan serangan kutu putih Pseudococcus sp. Tingkat kerusakan akibat serangan hama ulat daun H. vitesiodes dan hama kutu putih

Pseudococcus sp pada tanaman gaharu umur 1

tahun masih termasuk kategori sehat.

3. Faktor curah hujan dan kelembaban mempengaruhi perkembangnya hama ulat daun H.

vitesiodes dan hama kutu putih Pseudococcus sp.

4. Pemupukan dan pembersihan gulma serta umur tanaman diduga dapat mempengaruhi tingkat toleran tanaman terhadap serangan hama. 5. Semut rangrang O. Smaragdina merupakan musuh

alami dari hama ulat ulat daun H. vitesiodes dan hama kutu putih Pseudococcus sp.

(4)

12 Saran

Perlu penelitian lebih lanjut dan komperensif mengenai kerusakan serangan hama ulat daun H.

vitesiodes dan hama kutu putih Pseudococcus sp

pada tanaman gaharu. Dengan waktu pengamatan yang lebih lama minimal 5-6 bulan pengamatan sebagai dasar untuk kegiatan pengendalian terhadap hama.

Sebagai saran dan masukan kepada PT. Agarwood Bangka Lestari dan Asosiasi Petani Gaharu Indonesia Bangka Belitung (ASPEGINDO), kami berharap kedepannya perusahaan ini akan mejadi perusahaan yang lebih besar dan konsisten dibidang budidaya tanaman gaharu, investasi dan pemasaran gaharu yang bisa menghasilkan gaharu yang berkualitas terbaik dari Kepulauan Bangka Belitung ini. Dan diharap untuk kedepannya bisa terjalin kerjasama yang baik bagi Universitas Muhammadiyah Palembang khususnya Fakultas Pertanian Program Studi Kehutanan

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Perlindungan Tanaman. 2000. Pedoman pengamatan dan pelaporan tanaman pangan. Jakarta (10): Departemen Pertanian.

Falahudin. 2012. Peranan Semut Rangrang (Oecophylla smaragdina) Dalam Pengendalian Biologis Pada Perkebunan Kelapa sawit Hariri AM & Indriyati. 2011. Karakterisasi Hama

Pemakan Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.). Ginting C & Hendri J. Eds. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. I-70.

Hariri. 2012. Mortalitas, Penghambatan Makan Dan Pertumbuhan Hama Daun Gaharu Heortia

Vitesiodes Moore Oleh Ekstrak Buah Brucea

Javanica (L.) Merr. J.HPT Tropika. 12(2): 119-128.

Hoirun. 2015. Laporan Praktek Umum Pengelolaan Hutan/Magang Diperusahaan Budidaya Gaharu Pt. Agarwood Bangka Lestari Di Pangkal Pinang.

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of Crops In Indonesia. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta.

Lestari, F. Dan Darwiati, W. 2014. Uji Efikasi Ekstrak Daun Dan Biji Dari Tanaman Suren, Mimba Dan Sirsak Terhadapmortalitas Hama Ulat Gaharu. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 11 No. 3, Desember 2014: 165-171

Lestari, F. Dan Suryanto, E. Efikasi Bacillus

Thuringiensis Terhadap Hama Ulat Daun

Gaharu Heortia Vitessoides Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 201 (9): 227-232.

Lesatri, F, Rahmanto, B, Suryanto, E. 2013. Karakteristik dan Pengendalian Hama Ulat Pada Tanaman Penghasil Gaharu. Banjarbaru: Kementerian Kehutanan BPKH.

Mele, P. V. dan N. T. T. Cuc. 2004. Semut Sahabat Petani: Meningkatkan Hasil Buah-Buahan dan

Menjaga Kelestarian Lingkungan Bersama Semut Rangrang. ICRAF. 59 p.

Mele, P. V. 2008. A Historical Review of Research on The Weaver Ant Oecophylla in Biological Control. Agricultural and Forest Entomology 10: 13-22.

Mierza, 2005. Identifikasi Tingkat Kerusakan Oleh Hama Clauges Glauculalis Pada Tanaman Pulai Darat (Alstonia Angustiloba) Diareal Hutan Rakyat Pt. Xylo Indah Pramata (Xip) Kabupaten Musi Rawas.

Moenandir, J. 1998, Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma (Ilmu Gulma: Buku III). Hak penerbitan pada penerbit CV. Rajawali, Jakarta. Monaco, T.J, Weller, S.C, Ashton, F.M, 2002. Weed Science Principles and Practices Fourth Edition. John wiley & Sons. New York. Published Simultaneosly In Canada.

Rahayu, Dwi A, Maharani, D. 2012. Parameter Ekologi Serangan Hama Ulat Daun (Heortia vitessoides

Moore) Pada Tanaman Gaharu (Gyrinops versteegii (Gilg) Domke) di Pulau Lombok. Balai

Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu, 9/4: 385-395. Jurnal penelitian hutan dan konservasi alam. 9 (4): 385-393.

Rahmanto, B. dan F. Lestari. 2013. Diagnosa Hama Dan Penyakit Tanaman Kehutanan Kementerian Kehutanan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan.

Saptono, A, 2015. Hasil komunikasi pribadi di PT. Agarwood Bangka Lestari, ASPEGINDO (asosiasi petani gaharu indonesia) Kepulauan Bangka Belitung Pangkal Pinang.

Santoso. 2008. Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi.

Satria, B. 2007. Budidaya Tanaman Kare/ Gaharu. [Diakses 06 oktober 2015].

Siran, S dan Turjaman, M. 2010. Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan. Jakarta: Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hutan Dan Konservasi Alam.

Sulistio, B; Burhanudin dan Darwati, H. 2011. Serangan Hama Tanaman Gaharu (aquilaria spp) di Areal Agroforestry Desa Nanga Kalan Kabupaten Melawi. Pontianak: Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura.

Sumarna. 2002. Budidaya Gaharu, Seri Agribisnis, Penebar Swadaya. Jakarta

Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. 2005. Hutan Penelitian Carita. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. 21 p.

Untung, K. 2006. Pengantar pengelolaan hama terpadu. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Untung, K. 2010. Diktat Dasar-dasar Ilmu Hama

Tanaman. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta.

(5)

13 Viryawan, T. 2015. Kutu putih pseudocuccus

http://www.tanijogonegoro.com /2015/05/ kutu - putih pseudococcus-sp.html. [Diakses 20 Maret 2015].

Wahyudi, A, dkk. 2010. Identifikasi Jenis-Jenis Fungi yang Potensial Terhadap Pembentukan Gaharu Dari Batang Aquilaria Spp. Silvikultur Tropika, 01/01: 1-5.

Wardani N, Raur A, Winasa W, I, Santoso, S. 2014 “Parameter Neraca Hayati Dan Pertumbuhan Populasi Kutu Putih Phenacoccus Manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae) Pada Dua Varietas Ubi Kayu” J. HPT Tropika. 14 (1): 64–7014.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penurunan Konsentrasi Partikel Timbal (Pb) dan Debu Setelah Melalui Jalur Hijau Akasia (Acacia mangium Willd.)

Karakteristik sekaligus keunggulan media online dibandingkan “media konvensional” (cetak/elektronik) identik dengan karakteristik jurnalistik online, antara lain:..

Kemungkinan tersebut setelah petugas yang melakukan olah TKP di taksi express menemukan buku tabungan perempuan berinisial SM.. Polisi pun mengkait-kaitkan tabun- gan tersebut

Data yang diambil selama penelitian adalah 22 hari dan panel surya digunakan mulai dari pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB. Pada tabel 3 menunjukkan hasil dari kebutuhan

Survei Entertainment Software Association (ESA) menemukan bahwa setiap orang mempunyai minimal satu smartphone yang dapat difungsikan untuk bermain game, sementara 32% dari

Dana sebagaimana dimaksud pada angka 1 (satu) adalah dana yang diperuntukkan untuk pelayanan kesehatan rujukan peserta Jamkesda dan pembayaran selisih biaya pelayanan

 Serbuk Kalsium Penyerapan Tinggi Bergizi dari Tianshi memenangkan Hadiah Emas pada Pameran Perlindungan Mutu dan Produk-produk Kesehatan yang diadakan sebagai penghormatan atas

Pada identifikasi umum dijumpai 128 potongan tulang belulang manusia yang tidak lengkap, setelah dibedakan berdasarkan penilaian persamaan atau perbedaan dari bentuk