• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI HINDIA TIMUR 1 Djoko Marihandono 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI HINDIA TIMUR 1 Djoko Marihandono 2"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI HINDIA TIMUR1 Djoko Marihandono2

1. Pendahuluan

Istilah Hindia Timur digunakan untuk menyebut wilayah koloni Belanda yang berada di wilayah Asia. Istilah ini digunakan oleh orang Eropa, baik Inggris (East Indie), Belanda (Oost Indie) maupun Prancis (Inde Orientale). Berdasarkan laporan yang dibuat Daendels3, sebelum kedatangannya ke Jawa, wilayah Hindia Timur meliputi wilayah pulau Jawa, kepulauan Maluku, Makassar di pulau Sulawesi, dan beberapa wilayah lain seperti Palembang di pulau Sumatera, Banjarmasin di pulau Kalimantan dan sejumlah pulau lain seperti Sumbawa, Bangka, Belitung, Timor dan Seram. Semua wilayah koloni ini berada di bawah kekuasaan gubernur jenderal dan Dewan Hindia (Raad van Indie) yang berkedudukan di Batavia. Sementara itu, wilayah Jawa, terbagi menjadi empat wilayah administratif yakni Batavia, Kesultanan Cirebon, wilayah Pantai Timur Laut Jawa (Noord-Oostkust), dan Ujung Timur pulau Jawa (Oost-hoek).

Dalam laporan itu juga disampaikan bahwa Jawa terbagi atas:

a. wilayah Batavia meliputi Distrik Batavia dan Pedalaman Batavia (Batavia Ommelanden), Jacatra dan Priangan, Tangerang, Karawang, Bogor (Buitenzorg), Tajur, Sumedang, Bandung dan Parakanmuncang. Wilayah Batavia dihuni oleh orang-orang swasta. Sebagian wilayah Kabupaten Jacatra dan Priangan berada di bawah wewenang Dewan Armada Batavia (Raad van Scheppen van Batavia), dan sebagian kecil lainnya di bawah Pejabat Urusan Pribumi (ambtenar). Pemerintahan sipil dan urusan keamanan di Batavia Ommelanden diserahkan kepada Drossard dan Perwakilan Urusan Pribumi (Gecommitterden tot en over de zaken van den Inlander).

b. Kesultanan Cirebon dan tiga kabupaten Cirebon di daerah Priangan meliputi wilayah Kabupaten Limbangan, Sukapura, dan Galuh. Kerajaan Cirebon saat itu berada di bawah pemerintahan seorang Residen;

c. Pantai Timur Laut Jawa (Noord-Oostkust) meiputi wilayah Kabupaten Semarang, Demak, Kendal dan kaliwungu (termasuk Keresidenan Tegal), Pekalongan, Jepara, Juwana dan Rembang. Pantai Timur Laut Jawa dipimpin oleh seorang gubernur yang berkedudukan di Semarang. Sementara itu wilayah Kendal, Pekalongan, Jepara, Juwana dan Rembang berada di bawah kekuasaan Gezaghebber.

d. Wilayah Ujung Timur Jawa (Oost-hoek) mencakup Keresidenan Gresik, Pulau Madura dan Kangean, wilayah Pasuruan dan Banyuwangi, dan pulau Bawean. Wilayah Oost-hoek ini dipimpin oleh seorang pemegang kuasa (Gezaghebber). Sementara itu wilayah yang berada di bawah kekuasaan pemerintah kolonial ini berbatasan dengan

1

Makalah ini disajikan pada diskusi tentang VOC: Pedagang atau Penjajah, yang diselenggarakan pada tanggal 25 Mei 2011 di Fadli Zon Librairy, Jakarta.

2

Penulis adalah pengajar di Departemen Sejarah, Program Studi Prancis, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bidang yang menjadi perhatiannya adalah hubungan antara Eropa dan

wilayah koloninya di Hindia Timur pada akhir abad XVIII dan awal abad XIX. Penulis dapat dihubungi di djoko_marihandono@yahoo.com.

3

Lihat laporan yang ditulis sendiri oleh H.W Daendels dalam Staat der Nederlandsch Oostindische Bezittingen, onder het Bestuur van den Gouverneur-Generaal Herman Willem Daendels.’ ‘s Gravenhage.1814

(2)

a) Barat: dengan kerajaan Banten;

b) Selatan: dengan Vorstenlanden Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta; c) Timur: dengan Selat Bali;

d) Utara: dengan laut Jawa.

2. Sistem Pemerintahan di Batavia

Semua wilayah pemerintah kolonial di Hindia Timur berada di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal dan Dewan Hindia (Raad van Indie). Gubernur Jenderal dan Dewan Hindia disebut sebagai Pemerintahan Timggi (Hooge Regering). Sampai pada pergantian pengelolaan wilayah Hindia Timur dari VOC kepada pemerintah kolonial, susunan Dewan Hindia terdiri atas:

a. Gubernur Jenderal; b. Direktur Jenderal; c. Lima anggota biasa d. Lima anggota Luar Biasa.

Kegiatan anggota Pemerintahan Tinggi pada akhir kekuasaan VOC dinilai tidak lagi sesuai dengan tugas utamanya. Direktur Jenderal yang seharusnya mengurus masalah keuangan bersama dengan Gubernur Jenderal, bertindak sendiri tanpa sepengetahuan Gubernur Jenderal. Pembelian yang dilakukan oleh pemerintah selalu merugikan negara. Oleh karena itu, Dewan Hindia sering mendapatkan serangan pada saat dilaksanakannya sidang Dewan Hindia, karena sering dianggap menerima suap dan melakukan korupsi (Daendels, 1814: 5-6). Para pejabat di Hooge Regering ini kebanyakan merangkap jabatan sebagai gubernur, residen atau pun tugas-tugas yang kurang penting seperti penanggung jawab kompleks pertukangan, dan kantor lelang.

Di Jawa, secara garis besar terdapat dua pemerintahan, yaitu pemerintahan militer dan pemerintahan sipil. Pemerintahan militer tidak akan dibahas dalam makalah ini. Sementara itu, pemerintahan sipil di Jawa terbagi dua, yaitu di bawah pimpinan orang Eropa (Binnenlandsche Bestuur) dan orang pribumi (Inlandsche Bestuur). Jabatan pemerintahan sipil yang dijabat oleh orang Eropa antara lain: gubernur, gezaghebber, dan residen. Di Jawa hanya ada satu gubernur, yaitu Gubernur Pantai Timur Laut Jawa4 (gouverneur van Java), dan satu Gezaghebber Ujung Timur Pulau Jawa.5

Jabatan bupati dipegang oleh orang-orang pribumi (inlandsche Bestuur). Para bupati ini memiliki wilayah yang luas yang berada di bawah kekuasaan yang lebih tinggi lagi, yaitu residen. Pada saat dilakukan pelantikan seorang bupati yang baru, para pejabat Eropa ini hadir, di samping para pejabat bawahan bupati, sanak keluarga dan undangan lainnya. Pada saat diambil sumpahnya, para bupati ini harus menghadap kiblat. Setelah mengucapkan sumpah, bupati yang baru maju beberapa langkah untuk menghadap residen, kemudian membungkukkan badannya. Residen kemudian memberikan sambutan, yang disusul dengan sambutan bupati yang baru yang berisi ucapan terima kasih kepada residen atas pengangkatan itu.

Setelah bupati selesai berpidato, bupati yang baru memohon izin kepada residen untuk berpidato di depan bawahan bupati yang ikut hadir pada upacara itu. Biasanya isi pidato itu adalah ajakan untuk bekerja secara bersungguh-sungguh dan menunjukkan

4

Wilayah Gubernur Pantai Timur Laut Jawa meliputi Semarang, Tegal, Pekalongan, Jepara, Juwana, Rembang, Gresik. Gubernur Pantai Timur Laut Jawa berkedudukan di Semarang;

5

Gezaghebber Pantai Timur Laut Jawa berkedudukan di Surabaya. Wilayahnya meliputi

Keresidenan Gresik, Tuban, Pasuruan. Para residen ini membawahi beberapa kabupaten, yang dipimpin oleh bupati.

(3)

kesetiaan kepada atasan (Lubis, 1998:198). Dalam menjalankan tugasnya, bupati dibantu oleh seorang jaksa, penghulu, bupati dalam dan bupati luar. Pemerintahan atas daerah kecil-kecil dan desa yang agak besar diserahkan kepada demang atau mantri besar. Mantri Besar membawahi mantri kecil atau lurah yang memiliki kekuasaan yang amat terbatas di desa-desa kecil (Deventer, 1865:12).

Para bupati memiliki tingkatan yang dikategorikan berdasarkan gelar yang dimilikinya. Di wilayah Pantai Timur Laut Jawa, terdapat tiga gelar bupati, yaitu Adipati, Tumenggung, dan Ngabehi, tergantung keturunan gelar bangsawan yang dimilikinya. Para bupati ini diangkat oleh gubenrnur atau gezaghebber dengan membayar antara 10.000 sampai 20.000 piaster. Sementara itu, para bupati ini akan menerima uang bekti dari aparat di bawahnya, yang berupa sejumlah uang sebagai tanda kesetiaanya kepada residen dan bupati. Pendapatan mereka tidak pasti, karena tidak ada pedoman tentang gajinya. Pendapatan para bupati ini tergantung dari kemurahan hati residennya. Sangat sering ditemukan seluruh desa beserta penduduknya diborongkan oleh residen kepada orang Cina yang mampu menawar tinggi untuk mengeruk keuntungan semaksimal mungkin (Daendels, op.cit. 42; Deventer, op.cit. 12-15).6

3. Sistem Administrasi Pemerintahan pada masa VOC

Sistem administrasi pemerintahan di Jawa sangat lemah, sehingga sangat membahayakan para pemimpin pemerintahan seperti gubernur jenderal, para residen, dan pejabat tinggi Eropa lainnya. Karena kelemahan itu, kehormatan dan kepentingan negara selalu dikorbankan. Kondisi moral pegawai menjadi rusak akibat sistem administrasi yang selama ini berlaku di wilayah ini. Kondisi perekonomian makin lama makin memburuk. Sehingga tidak mungkin hanya dilakukan dengan perbaikan saja. Laporan yang dibuat oleh komisi yang berulang kali dikirim ke Jawa termasuk di dalamnya laporan dari komandan Divisi XII Prancis yang dikirim ke Jawa. Laporan itu juga diterima oleh Napoléon Bonaparte pada saat menerima laporan dari komandan tentara Divisi XII yang baru saja menyelesaikan tugasnya di Jawa. 7

Pesan yang disampaikan oleh Napoléon Bonaparte kepada Daendels sebelum berangkat ke pulau Jawa pasca dibubarkannya VOC, dikatakan bahwa para pejabat di Hindia Timur memiliki sifat yang mudah menyerah karena rendahnya gaji yang mereka terima. Kondisi ini mendorong para pejabat untuk mencari pendapatan tidak sah di luar gaji yang diterimanya, dengan cara melegalkan perdagangan gelap, memanipulasi bobot penyerahan komoditi ekspor, sampai pada penerimaan kerja wajib yang menindas penduduk pribumi. Dengan demikian tidak ada keuntungan sedikitpun yang bisa diterima oleh negara induk karena sudah habis dikorup oleh pejabat di Hindia Timur.

Kebobrokan administrasi pemerintahan dilakukan oleh semua oleh pejabat dari gubernur jenderal sampai pejabat terendah. Masalah yang seharusnya menjadi pekerjaan bagi pejabat di Pemerintahan Tinggi tidak pernah dilaksanakan karena gubernur jenderal sebelumnya tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Apa yang telah diinstruksikan oleh gubernur jenderal tidak pernah berhasil dan tidak pernah menyentuh

6

Menurur Deventer, pada tahun 1803, dari 16.083 desa yang berada di bawah pemerintah kolonial Belanda, 1.466 desa yang disewakan kepada orang Cina. Di Keresidenan Pekalongan, 37 desa disewakan kepada orang Cina, di kabupaten Ulujami sebanyak 2.023 disewakan kepada orang Cina, di keresidenan Tegal hanya 9 dari 1.645 desa yang masih bebas tidak disewakan kepada orang Cina.

7

Joel Eymeret, 1973. “L’Administration napoléonienne en Indonésie.” In Revue Française d’histoire d’Outre Mer. No. 218, ler Semestre 1973.

(4)

akar persoalan. Justru yang sangat menonjol adalah upaya untuk memperjuangkan kepentingan pribadi. Bahkan tidak jarang terjadi gubernur jenderal ditipu dengan persekongkolan yang dilakukan oleh anggota dewan untuk melindungi kejahatan yang dilakukannya.

Oleh karena itu, Napoléon Bonaparte memerintahkan kepada Raja Belanda Louis Napoléon saat itu untuk mencari calon gubernur jenderal di Hindia Timur yang dapat menjaga martabat Prancis. Untuk menjaga martabat Prancis di wilayah Hindia Timur, Napoléon Bonaparte menegaskan bahwa ada dua hal pokok yang harus dilakukan oleh gubernur jenderal di Hindia Timur, yakni: menertibkan sistem administrasi negara dan membela pulau Jawa selama mungkin dari ancaman serangan Inggris.

Sebelum keberangkatannya ke pulau Jawa, Daendels menerima surat keputusan pengangkatan dirinya menjadi gubernur jenderal pada tanggal 28 Januari 1807. Dua tugas utama itu dijabarkan dalam 3 Instruksi Raja Belanda Louis kepada Gubernur Jenderal yang baru. Ketiga instruksi itu adalah a) instruksi untuk Gubernur Jenderal (37 pasal) , b)instruksi untuk Gubernur Jenderal dan Dewan Hindia (25), serta c)Instruksi kepada Gubernur Jenderal untuk membubarkan Pemerintahan Tinggi di Batavia (Haute Régences des Grandes Indes) (6 pasal). Ketiga instruksi ini diserahkan kepadanya pada tanggal 9 Februari 1807, tatkala ia akan berangkat ke pulau Jawa. Mengingat besarnya tanggung jawab yang harus dipikulnya, Raja Louis akhirnya menaikkan pangkatnya dari Kolonel Jenderal menjadi Marsekal.8

Sebagai seorang pemimpin patriot yang mengagumi Revolusi Prancis dan Napoléon Bonaparte, Daendels menginginkan untuk menjalankan apa yang sudah digariskan dalam instruksi yang diberikan oleh Raja Louis kepadanya.

4. Upaya Daendels dalam Memberantas Korupsi

Setelah menempuh perjalanan selama 10 bulan, Daendels mendarat di Anyer pada tanggal 1 Januari 1808. Ia melanjutkan perjalanannya melalui jalan darat ke Batavia untuk menemui Gubernur Jenderal Albertus Henricus Wiese. Setelah menempuh perjalanan selama 3 hari, pada tanggal 4 Januari 1801 ia disambut oleh komandan militer Serang PP Dupuij di Tangerang, langsung menemui Gubernur Jenderal Wiese pada tanggal itu juga.

Pada tanggal 14 Januari 1808, ia menerima kekuasaan dari Gubernur Jenderal Albertus Henricus Wiese. Sebagai Gubernur Jenderal yang diangkat oleh Raja Belanda Louis dan direstui oleh Napoléon Bonaparte, Daendels menginginkan untuk segera membentuk pemerintahan yang bersih dengan memerangi ketidakefisienan dalam pemerintahan. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa informasi yang ia peroleh baik selama di Belanda, di Prancis, maupun selama dalam perjalanannya (baca di Madrid), ternyata semuanya benar. Banyak pejabat Eropa yang melakukan korupsi dengan membuat tugas mereka menjadi tidak efisien. Untuk melaksanakan salah satu dari tugas utamanya, Daendels melakukan beberapa langkah, antara lain:

a. Larangan bagi Semua Pegawai Pemerintah untuk Berdagang

Sebagai Gubernur Jenderal yang baru, yang mengetahui benar kondisi birokrat di Hindia Timur. Daendels melakukan langkah yang didukung oleh semua pegawai pemerintah, yaitu menaikkan gaji semua pegawai pemerintah. Dia yakin bahwa korupsi terjadi karena rendahnya gaji yang mereka terima, sehingga semua hal yang berkaitan dengan uang pasti

8

(5)

akan mereka dahulukan. Menaikkan gaji semua pegawai pemerintah memerlukan persetujuan dari Dewan Hindia. Sebagai ketua Dewan Hindia, Daendels menetapkan standar baru penggajian dari yang paling rendah hingga paling atas. Daendels membuat pembagian dengan sistem eselonisasi, sehingga aturannya menjadi lebih jelas, dengan hak dan kewajiban mereka. Sebelumnya, hanya pejabat Eropa saja yang menerima gaji, sementara pejabat pribumi hanya menerima tanah sebagai pengganti gajinya. Dalam aturan yang baru ini, Daendels memutuskan untuk memberikan gaji setiap bulan secara teratur, termasuk kepada para bupati dan pembantunya.

Berdasarkan Plakaat Boek (Chijs, 1895), sebagai konsekuensi dari pemberian gaji kepada semua pegawai pemerintah, ia mewajibkan semua pegawai pemerintah untuk ikut secara aktif menjual hasil produksi pertanian yang merupakan komoditas eksport. Dia meminta kepada semua pegawai untuk bekerja keras dan berupaya demi kejayaan Raja Louis dan Kaisar Napoléon. Dia meminta kepada semua pedagang, baik pedagang Cina, Arab, Amerika maupun pedagang Eropa untuk membeli produk komoditi yang jumlahnya malimpah ruah ini. Dengan lakunya barang komoditas ekspor, maka pemerintah akan memperoleh uang yang dapat digunakan untuk membayar gaji pegawai pemerintah, sehingga mereka tidak perlu lagi untuk memperkaya diri sendiri. Pemerintah akan menghukum siapa saja yang melanggar perintah ini.

b. Larangan Menerima atau Mengirim Parsel dan Paket

Tidak lama setelah ia menjabat sebagai Gubernur Jenderal, Daendels memanggil Gubernur Pantai Timur Laut Jawa Nicolas Engelhard untuk mendengarkan pertanggungjawabannya sebagai gubernur di wilayah Pantai Timur Laut Jawa. Ia memperoleh laporan bahwa para bupati berkewajiban untuk menyetorkan uang pengakuan (uang bekti) kepada gubernur. Ia melarang untuk memberikan uang pengakuan ataupun parsel, upeti, karena menurut Gubernur Jenderal, hal itu merupakan korupsi pasif. Para pejabat yang menerimanya akan merasa terganggu, sehingga mengorbankan kepentingan negara.

Dengan dinaikkannya gaji pegawai pemerintah, maka Gubernur Jenderal melarang semua pegawai pemerintah untuk menerima segala macam hadiah kepada atasannya. Daendels memahami bahwa semua pejabat pemerintah menerima berbagai macam hadiah berdasarkan peraturan yang dikeluarkan pada tahun 1743 dan 1797. Untuk menjaga kepentingan negara dan pemerintah, ia mencabut kedua peraturan itu. Keputusannya itu dikuatkan dengan dikeluarkannya peraturan tanggal 9 Februari 1808 oleh Dewan Hindia. Dengan dikeluarkannya peraturan itu, maka penerimaan hadiah dianggap pelanggaran. Apabila hal itu diketahui oleh pemerintah, maka pelakunya akan dihukum. Namun, apabila orang yang akan memberikan hadiah tidak dapat dicegah, maka hadiah itu harus diserahkan kepada negara.

Daendels memahami benar bahwa banyak di antara pegawai pemerintah yang tidak paham atau pura-pura tidak paham dengan peraturan baru itu. Maka untuk mempertegas, ia memerintahkan untuk mengeluarkan aturan itu dalam beberapa bahasa, sehingga tidak ada lagi alasan, mereka tidak memahami peraturan baru ini.

c. Ketepatan Berat dan Harga Komoditi Dagang

Daendels memahami benar bahwa tidak ada ukuran standar tentang penyerahan hasil komoditi dagang kepada pemerintah. Ia mengetahui bahwa banyak pegawai pemerintah yang mengambil keuntungan dari kesempatan ini, khususnya untuk komoditi dagang lada dan kopi, yang pada saat itu sangat laku di pasaran dunia. Untuk menghindari kondisi seperti itu, ia mengeluarkan beberapa aturan untuk mengatasi korupsi di sektor ini.

(6)

Tanggal 1 Juni 1808, dikeluarkan peraturan kepada gezaghebber dan para residen yang melarang mereka menjadi agen komoditi dagang. Hal ini dilakukan karena Daendels menemukan manipulasi bobot komoditi hasil bumi kopi, gula, dan padi yang dilakukan oleh para pejabat. Di salah satu kabupaten di Priangan misalnya, petani menyerahkan kepada bupati sepikul kopi dengan bobot 250 pon. Para bupati menyerahkannya kepada pejabat Eropa dengan bobot 140 pon sepikulnya. Selanjutnya oleh pejabat Eropa, diserahkan kepada negara kurang dari 120 pon per pikulnya. Kelebihan bobot ini menjadi keuntungan pribadi para pejabat itu, di samping 2 ringgit uang kertas yang diterimanya sebagai upah setiap pikulnya. Langkah ketiga yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal adalah menetapkan berat bobot standar per pikul untuk setiap komoditi hasil bumi ini, yakni 120 pon. Keputusan ini mengakhiri masa kejayaan para pejabat Eropa dan pribumi yang memanfaatkan perbedaan bobot komoditi hasil bumi saat itu. Namun, kenyataan di lapangan berbeda. Para pejabat yang tidak mungkin lagi mempermainkan bobot timbangan, mencari peluang lain dengan mempermainkan penyusutan bobot saat hasil bumi itu dibawa dari perkebunan ke gudang-gudang pemerintah. Melihat penyelewengan tersebut, Daendels mengeluarkan peraturan umum tentang penyusutan bobot dan tarif angkutan pada tanggal 19 Oktober 1808. Peraturan ini mengatur tentang persentase bobot yang diizinkan bagi semua produk komoditi hasil bumi.

d. Peraturan tentang Penyusutan Komoditi Dagang

Berdasarkan peraturan tentang tarif dan berat, Daendels menyatakan bahwa pemerintah akan mengatur berat penyusutan komoditi dagang yang diserahkan oleh penduduk kepada pemerintah. Peraturan ini dikeluarkan, karena Daendels menemukan berkurangnya/ penyusutan bobot lebih dari 30 jenis komoditi dagang yang diserahkan oleh penduduk kepada pemerintah. Untuk beberapa jenis rempah seperti lada, jahe, dan umbi-umbian, pemerintah hanya mengizinkan penyusutan berat tidak lebih dari 2%. Untuk berbagai jenis padi, gula, garam, berat penyusutan yang diizinkan tidak boleh melebihi dari 100 bahar setiap koyangnya. Selama transportasi ke gudang pemerintah, kepada semua petugas diinstruksikan untuk tidak menerima penyerahan komoditi dagang apabila terjadi kerusakan dalam pengepakannya. Dengan demikian, siapapun yang terlibat dalam urusan ini diminta untuk bekerja dengan sangat hati-hati agar packing produk komoditi dagang tidak rusak ketika dibawa ke gudang negara.

Demikian pula, di gudang-gudang negara, para pekerja harus berhati-hati dalam menjaga komoditi itu agar tidak timbul kerusakan yang disebabkan oleh iklim, hujan, panas matahari ataupun banjir. Pengawasan dan penjagaan barang-marang milik negara yang disimpan di gudang negara ini diserahkan kepada semua petugas administratif di masing-masing gudang.

d. Peraturan tentang Pembalakan Hutan

Dengan alasan untuk memelihara hutan, Daendels mengeluarkan peraturan tentang eksploitasi hutan, khususnya tentang perdagangan kayu jati. Kebijakannya tentang kehutanan, tidak dapat dilepaskan dari upaya yang dilakukannya untuk memberantas korupsi yang dilakukan oleh mantan pejabat VOC dari tingkat tertinggi hingga terendah. Informasi tentang mental para pejabat ini telah ia terima sebelum meninggalkan Eropa untuk menuju ke pulau Jawa. Daendels sangat memahami bahwa di balik hutan terdapat kekayaan alam yang sangat besar.

Setelah ia melakukan perjalanan ke Semarang, pada bulan April 1808, ia melihat bahwa pulau Jawa menyimpan kekayaan yang sangat besar yang memicu terjadinya

(7)

pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat-pejabat di Hindia Timur, yaitu kasus pembalakan liar. Kekayaan hutan di sepanjang Pantai Utara Jawa, mendorong dirinya untuk segera mengeluarkan peraturan yang mengatur tentang penebangan hutan. Hutan adalah milik negara. Hutan dikelola oleh dinas yang mengelola kehutanan. Oleh karena itu, sebelum menebang pohon jati, semua pejabat kehutanan harus menelaah dan meneliti sisi negatifnya apabila pohon itu ditebang. Selanjutnya izin untuk menebang hutan akan dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang apabila para pejabat itu telah siap dengan rencana penggantiannya.

Untuk menghindari terjadinya pembalakan liar, pemerintah telah mengeluarkan kode rahasia tentang asal muasal kayu jati tersebut. Contohnya kayu jati dari Surabaya, diberikan kode S1; kayu jati dari Gresik diberikan kode G2; kayu dari Rembang diberikan kode R3; J4 adalah kode kayu yang berasal dari Juwana; S5 adalah kode untuk kayu dari Semarang; P6 merupakan kode kayu yang berasal dari Pekalongan; Sementara itu, T7 adalah kode kayu dari Tegal dan C8 berasal dari Cirebon. Sementara itu kode I9 merupakan kode kayu yang berasal dari Indramayu. Semua kayu sudah ditentukan ukurannya, yang harus disimpan di gudang-gudang kayu pemerintah. Apabila diketahui ada orang yang membawa kayu tanpa adanya kode tersebut, maka kayunya disita untuk negara, sementara orangnya ditangkap kemudian dihadapkan kepada Inspektur Jenderal Kehutanan untuk dijatuhi hukuman.

5. Sangsi

Penyelewengan atas komoditi hasil bumi dan hutan dikenai sangsi yang berat. Jika terbongkar, mereka akan dihukum dengan denda, kehilangan jabatan, atau bahkan hukuman mati. Mereka yang kedapatan melakukan kecurangan senilai lebih dari 3 ribu ringgit atau setara dengan 1 bulan gaji Ketua Dewan Hindia (Raad van Indie) akan disidangkan dan dijatuhi hukuman mati dengan cara ditembak. Sangsi yang berat benar-benar dijalankan oleh Daendels, sehingga membuat jera para pejabat saat itu.

6. Kesimpulan

Selama pemerintahannya Daendels berhasil untuk meminimalisir korupsi. Ia berhasil menjalankan kebijakannya dengan baik, bukan karena pengalamannya sebagai pegawai pemerintah kolonial, melainkan dari pengalaman militer dan pengabdiannya di Legion Etrangère, pasukan asing bentukan Napoléon Bonaparte selama perjuangan kaum Patriot melawan rezim Willem V. Sebagai pengagum Revolusi Prancis dan Napoléon Bonaparte ia sanggup untuk menjadi “abdi negara” di bawah Raja Louis dan di bawah perlindungan Kaisar Napoléon Bonaparte. Daendels merupakan manusia pada zamannya, yang harus mengemban tugas dari orang yang sangat dikaguminya, yaitu Kaisar Napoléon Bonaparte. Maka dari itu, ia melakukan pengontrolan terhadap para pejabat dengan sangat ketat. Pemberantasan korupsi dilakukannya karena dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Revolusi, karena hanya menguntungkan diri sendiri dan mengorbankan kepentingan rakyat dan negara. Semuanya ini dilakukannya demi melaksanakan apa yang diperintahkan baik oleh Raja Belanda Louis maupun Kaisar Napoléon, yaitu menjalankan sistem pemerintahan yang bersih agar membawa manfaat bagi negara induknya.

Sosok Daendels merupakan sosok yang ditakuti oleh semua pegawai pemerintah. Ia secara konsisten menjalankan apa yang sudah diaturnya. Ia benar-benar melaksanakan hukuman mati bagi para koruptor sesuai dengan aturan yang dibuatnya. Hal ini dilakukan

(8)

karena bantuan keuangan dari negara induk tidak pernah datang sebagai akibat dari blokade Inggris atas pulau Jawa. Kondisi inilah yang membuat Daendels harus mencari uang sendiri guna membayar semua pegawai pemerintah. Oleh karena itu, tindakan membrantas korupsi menjadi prioritasnya untuk menghemat keuangan negara.

Langkah yang dilakukannya dengan menaikkan gaji semua pegawai pemerintah merupakan tindakan yang paling awal dilakukan oleh Gubernur Jenderal Daendels. Hal ini dilakukannya agar pegawai pemerintah tidak lagi melakukan hal-hal yang dinilainya sebagai memperkaya diri sendiri dengan mengorbankan semua kepentingan pemerintah. Melarang pegawai pemerintah menerima uang bekti, upeti atau pun lainnya tiada lain untuk menghindarkan diri dari korupsi pasif, yang akan menganggu pegawai pemerintah dalam menjalan tugas yang diembannya.

Sebagai orang yang mengagumi Revolusi Prancis dan Napoléon Bonaparte, Daendels merupakan sosok yang berhasil menjalankan salah satu instruksi utama Napoléon Bonaparte kepadanya, yakni menciptakan pemerintahan yang bersi yang mengangkat martabat dan kemuliaan bangsa Prancis di wilayah koloni Hindia Timur.

Rujukan

Arsip

Daendels, Herman Willem. 1814. Staats der Nederlandsche Oostindische Bezittingen Onder hat Bestuur van den Gouverneur General Herman Willem Daendels in de jaren 1808—1811. Bijlagen eerste en tweede stukken.

- Publicatie, den 14 Maart 1808 - Publicatie, den 6 April 1808

- Instructie voor den Inspecteur Generaal der koffij-culture den 9 junij 1808

- Instructie voor de Inspecteur Generaal over alle Houtboschen op het eiland Java den 21 Augustus 1808

- Instructie voor den President en Leden van de administratie des Houtboschen den 21 Augustus 1808

- Instructie voor den Secretaris van den Asministratie der Houtboschen den 21 Augustus 1808

- Instructie voor den Boschganger den 21 Augustus 1808

- Provisioneel Instructie voor de Europeesche Opzichter der Stapelplaatsen van Houtwerken den 5 Maart 1809

- Instructie den 29 Augustus 1809

- Generaal Reglement en Tarief, rakende de afschrijvengen van oderwigten en minderheden of spillagie voor de Administrateurs, Pakhuismeesters, als scheps overheden, zoo ter dezer Hoofplaatse, als op alle Kantoren of Hollandsche Bezittingen in Indien den 19 October 1809

- Reglement, waarnaar de koelies, die in de respective administratien dienst doen, voortaan zullen worden betaald, item welk getal dat voor ieder administratie op zijn hoogst zal worden te goed gedaan den 9 Maart 1809

- Tarief van vracht-gelden en bepaling der koijangs bij den tegenwoordigen tijd van oorlog.

- Ordonnantie voor het Praauw of Tjuinia veer te Batavia den 17 van Wijnmaand 1810.

(9)

Roo, LWG de. 1909. Documenten omtrent Herman Willem Daendels: Gouverneur Generaal van Nederlandsch Oost-Indie. Eerste en Tweede Deel. ‘S Gravenhage: Martinus Nijhoff.

II. Buku Acuan

Akihary. H. Et all. 1991. Herman Willem Daendels 1762—1818. Utrecht: Matrijs.

Al-Misri, Abdullah Bin Muhammad.1987. Naskah Dokumen Nisantara VI: Hikayat Mareskalk I, Hikayat Mareskalek II, Cerita Siam, Hikayat Tanah bali. Disunting oleh Monique Zaini Lajoubert. Bandung: Penerbit Angkasa dan EFEO.

Breman, Jan. 1986. Penguasaan Tanah dan Tenaga Kerja di Jawa di Masa Kolonial. Jakarta: LP3ES.

Burgst, Nahuys van. 1835. Verzameling van Officielle Rapporten Bettreffende den Oorlog op Java 1825—1830.Deventer, M. Balot.

Chis, JA van der. 1895. Plakaatboek 1602-1811. Volume 14. Batavia: Laandsdrukkerij. Colenbrander, HT. 1925. Koloniale Geschiedenis, jilid II. ‘S Gravenhage: Martinus

Nijhoff.

Day, Clive. 1904. The Dutch in Java. Kuala Lumpur: Oxford University Press.

Deventer, JSZ. 1865. Bijdragen tot de Kennis van het Landelijk Stelsel op Jawa. Jilid I. S’Gravenhage: John Noman en Zoon.

Eymeret, Joël. t.t. Herman Willem Daendels Général Napoléonien Gouverneur à Java.Phd dissertation, EHESS, Paris.

---, 1973. “L’Administration napoléonienne en Indonésie.” In Revue Française d’histoire d’Outre Mer. No. 218, ler Semestre 1973.

Haak, A. 1938. Daendels. Rijswijk.

Heuken, Adolf, Sj. 2000. Galangan Kapal Batavia Selama Tiga Ratus Tahun. Jakarta: Cipta Loka Caraka.

Kleintjes, PH. 1927. Staatsinstellingen van Nederlandsch-Indie. Amsterdam: JH de Bussy. Mendel, Dr. I. 1800. Herman Willem Daendels voor zijne Benoeming tot Gouverneur

Generaal van Oost-Indie 1762—1807. S’Gravenhage: Martinus Nijhoff.

Pereboom, F dan H.A. Stalknecht. 1989. Herman Willem Daendels (1762—1818). Kampen.

(10)

STRUKTUR PEMERINTAHAN DI HINDIA TIMUR PADA MA

Sumber: Hooge Regering van Nederlandsche Indie 1808 Gouverneur Generaal en

Raad van Hindie

Directeur Generaal Andere Raaden Groot Negocie Kantoor Visitateur Generaal Kleine Kas Maga- zinen Pak- huisen Winkel Equipment Meester Licencie Meester Raad Van Justitie Buiten Kantoor - Gouverneur en Raad - Directeur en Raad - Comandant en Raad - Gezaghebber en Raad - Residen en Raad - opperhopfden en Raad

(11)
(12)

Gambar: 2

Hirarki Pemerintahan di Jawa Pada Masa VOC

Gubernur Jenderal Gubernur/ Gezaghebber Residen Residen Bupa- ti Bupa- ti Bupa- ti Bupa- ti Bupa- ti Bupa- ti Bupa- ti Dalam Bupa- ti Luar Jaksa Penghulu De- Lu- De- Demang Lu- Lu- rah Lu- Lu- Lu- rah

Referensi

Dokumen terkait

Untuk akurasi validitas konten dari alat ukur yang digunakan, peneliti menerapkan metode expert judgment, yaitu dengan meminta dosen pembimbing skripsi untuk mengevaluasi

Hanya bedanya, pada masa Orde Lama Pancasila dimanipulasi menjadi kekuatan politik dalam bentuk bersatunya tiga kekuatan yang bersumber dari tiga aliran yaitu

Dari kedua bentuk sanksi atau hukuman tersebut penulis menilai bahwa terdapat Persamaan Sanksi bagi pelaku pengedaran obat farmasi tanpa izin yaitu berupa hukuman

1) Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat. 2) Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi

Penilaian risiko PT XYZ dilakukan melalui wawancara beberapa pihak yang terkait. Hal-hal yang ditanyakan adalah kemungkinan terjadinya risiko yang berkaitan dengan bidang

Karakteristik permukiman kumuh di Kelurahan Lamokato, Kecamatan Kolaka: (1) sarana & prasarana air bersih belum terdistribusi merata, pembuangan air kotor dan pembuangan sampah

Rencana Aksi Indikator Kinerja SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET 2016 RENCANA AKSI TW I TW II TW III TW IV Tersediany a data sains antariksa dan