• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN INTERMEDIATE FILAMENT DALAM DIAGNOSIS KANKER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN INTERMEDIATE FILAMENT DALAM DIAGNOSIS KANKER"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERAN INTERMEDIATE FILAMENT DALAM

DIAGNOSIS KANKER

Dr. I G N Sri Wiryawan,M.Repro

BAGIAN HISTOLOGI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya karena berkatNYa lah penulis bisa menyelesaikan tulisan yang berjudul “ Peran Intermediate Filament Dalam Diagnosis Kanker”.

Tulisan ini merupakan tinjauan pustaka yang membahas tentang struktur sitoskeleton khususnya komponen intermediate filament, yang mempunyai memiliki struktur yang berbeda pada sel yang berbeda, dan strukturnya masih utuh pada sel kanker, sehingga identifikasi Filament Intermediate bisa dipakai untuk mendiagnosis kanker.

Semga tulisan ini bisa menjadi sumber bacaan bagi pengunjung perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan tulisan ini dikemudian hari.

TTD Penulis

(3)

iii DAFTAR ISI Halaman Judul...………...……….….i Kata Pengantar…..………...………....……ii Daftar Isi………...………...………..iii BAB I PENDAHULUAN...1 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sitoskeleton……….………...…....……..4

2.1.1 Mikrofilamen (Filamen Aktin)………...5

2.1.2 Mikrotubulus………...6

2.1.3 Filamen Intermedia (Filament Intermediet)………...7

2.2 Kanker……….……….………...9

2.2.1 Pengertian Kanker…………...………...9

2.2.2 Faktor Penyebab Kanker………10

2.2.3 Perbedaan Sel Kanker dan Sel Normal………..11

2.2.4 Cara Mendiagnosis Sel Kanker……….11

2.3 Filamen Intermediet untuk Diagnosis Kanker…..……….16

2.4 Kasus Diagnosis Kanker Menggunakan Filamen Intermediet..……….…18

2.4.1 Peran GFAP dan NFP dalam Mendeteksi Astrocytoma…………...18

2.4.2 Pemeriksaan Imunohistokimia Vimentin sebagai Penanda Kanker Endometrium……..………..20

2.4.3 Peran Cytoceratin 19 dalam Mendeteksi Metastasis Kanker Payudara...21

2.4.4 Ekspresi Cytokeratin 19 pada Kanker Paru-Paru....………...…22

BAB III KESIMPULAN...23

(4)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Sebelum ditemukannya sel, kehidupan dianggap sebagai sesuatu yang sangat rahasia dan rumit untuk dimengerti. Penemuan sel dimulai sejak tahun 590 SM, setelah ditemukan alat-alat pengamat seperti mikroskop yang tumbuh dari rasa ingin tahu para ahli untuk mengembangkan ide penggunaan lensa cembung untuk pengamatan objek biologi yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang.[1] Hingga pada akhirnya seorang peneliti bernama Robert Hooke (1665) menemukan ruangan-ruangan kecil dalam pengamatan sayatan gabus dengan bantuan lensa pembesar, yang kemudian pengamatan ini diberi nama sel (Yunani:kytos) yang artinya ruang kosong. Semenjak pemberian nama ini, banyak manfaat yang diperoleh oleh peneliti-peneliti selanjutnya, dan era modern biologi molekuler telah dimulai.

Makhluk hidup terdiri dari berjuta-juta sel yang merupakan suatu unit struktural terkecil yang nantinya akan berasosiasi membentuk jaringan, jaringan membentuk organ, organ membentuk sistem organ, dan sistem organ membentuk organisme. Sebagai suatu unit struktural terkecil yang menyusun makhluk hidup, sel memiliki banyak peranan penting karena semua siklus dan peristiwa biologis diregulasi oleh sel. Dalam melaksanakan tugasnya secara fungsional, maka sel bukanlah suatu ruangan kosong, tapi sel terdiri dari organel-organel yang memiliki suatu peranan spesifik. Sel terdiri dari organel-organel, seperti nukleus, mitokondria, ribosom, Retikulum Endoplasma (RE) kasar, RE halus, aparatus golgi, lisosom, membran plasma, sitoskeleton dan badan inklusi lainnya.

Kemajuan teknik mikroskopi dan berbagai teknik-teknik laboratorium lainnya kemudian berhasil mengungkapkan bahwa cairan sitosol yang agak kental mempunyai ultrastruktur filamen dan tubulus membentuk jejaring yang amat rumit, menjulur-julur mulai dari sekitar nukleus sampai ke membran plasma yang kemudian dikenal sebagai sitoskeleteon (kytos:sel;skeletal:rangka).[2] Layaknya pada kerangka tubuh manusia, sitoskeleton merupakan kerangka pada sel. Sebagai kerangka sel, sitoskeleton memiliki beberapa peranan penting, seperti pergerakan sel (cell movement), pembelahan sel, pengaturan arsitektural organel berikut

(5)

2

mobilitasnya dalam sitosol, dan proses pembentukan mRNA dan komponen seluler lainnya. Selain itu, kemudian diketahui bahwa berbagai enzim tidak semuanya terlarut di dalam sitosol melainkan bergerombol pada sitoskeleton.[2] Tidak hanya berperan dalam hal pergerakan sel, diketahui bahwa sitoskeleton memiliki peranan dalam berbagai aktivitas intraseluler dan membangun interaksi berbagai jenis sel dalam tubuh, mulai dari pengaturan sinyal, pengenalan dan pengikatan antar sel. Terdapat beberapa jenis sitoskeleton yang memiliki peran spesifik dalam melaksanakan peranan dan fungsi terhadap sel, yakni mikrofilamen, filamen intermediet, dan mikrotubulus.

Saat ini banyak penyakit yang disebabkan oleh keabnormalan fungsi sel. Sel yang abnormal akan bertindak sebagai sel yang non fungsional dan mengakibatkan pengaruh buruk terhadap jaringan, organ dan lainnya. Salah satu kelainan yang sering dijumpai, yakni kanker. Kanker atau neoplasma merupakan suatu penyakit akibat adanya pertumbuhan yang abnormal dari sel-sel jaringan tubuh yang dapat mengakibatkan invasi ke jaringan-jaringan normal.[3] Beberapa kanker memiliki korelasi terhadap fungsi kerja organel sel, misalnya kanker payudara (Carcinoma mammae). Secara umum, kanker dapat disembuhkan jika ditangani sejak dini, sehingga dapat dilakukan penanganan untuk menghambat pertumbuhan sel kanker terutama menghambat metastasis sel kanker ke jaringan lain. Diagnosis dini dapat dilakuan, yakni dengan bantuan sitoskeleton golongan filamen intermediet, seperti keratin. Salah satu golongan dari keratin yang dapat dimanfaatkan sebagai biomarker dalam kanker payudara, adalah keratin 19. Selain itu, ada beberapa jenis filamen intermediet lainnya, yakni desmin, vimentin, lamin, neurofilamen, dan GFAP yang memiliki jenis sel dan fungsi yang berbeda-beda dalam hal klinis.[4]

Pada kanker, sel akan kehilangan penampakan normalnya serta asal histologisnya tidak dapat diidentifikasi dari struktur morfologinya. Namun, bagaimanapun juga sel kanker memiliki banyak spesifikasi yang menunjukkan dari mana sel-sel tersebut berasal, seperti ekspresi dari protein filamen intermediet tertentu, sehingga dengan menggunakan antibodi fluorescent-tag dapat dilakukan diagnosa terhadap filamen intermediet yang dapat menentukan kanker berasal dari jaringan epitel, mesenkim atau saraf[1]. Selain itu, O’Callaghan menyatakan

(6)

3

bahwa salah satu jenis filamen intermediet, yakni GFAP merupakan penanda utama astrogliosis yang sensitif dan langsung meningkat setelah cedera.

(7)

4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sitoskeleton

Sitoskeleton (Cytoskeleton) berasal dari 2 kata, yaitu “cyt” yang berarti sel dan “skeleton” yang artinya kerangka. Sitoskeleton atau kerangka sel merupakan jejaring rumit tiga dimensi filamen protein yang menjamin terpeliharanya morfologi sel. Selain itu, sitoskeleton merupakan bagian aktif dari pergerakan sel, mencakup gerak organel atau vesikel, bagian sel, atau selnya sendiri secara utuh. Sitoskeleton terdiri atas tiga komponen yaitu mikrofilamen, filamen intermedia, dan mikrotubulus. Masing-masing filamen saling berhubungan antara satu sama lain. Selain berhubungan, ketiga filamen tersebut juga saling bekerja sama (koordinasi).

Dalam efektivitas kerjanya, ketiga filamen protein tersebut tergantung dari pada protein assesori. Protein assesori sangat penting untuk mengatur polimerisasi dan depolimerisasi, struktur, dan fungsi sitoskeleton. Sitoskeleton memiliki peranan yang besar dalam sel, beberapa diantaranya adalah :

 Menahan dan mempertahankan bentuk sel.

 Menahan organel-organel sel tetap berada di tempatnya.

 Sebagai jalur yang memandu gerakan material dalam sel.

 Membentuk silia dan flagel sebagai alat pergerakan sel.

 Komponen penting dalam pembelahan sel. 2.1.1 Mikrofilamen (Filamen Aktin)

Mikrofilamen terdiri atas dua rantai subunit globular (aktin-G), mengulir melingkari satu sama lain untuk membentuk protein filamen, aktin-F. Mikrofilamen disebut juga sebagai filamen aktin. Mikrofilamen merupakan komponen sitoskeleton yang paling tipis, berdiameter sekitar 6 nm, mempunyai ujung plus yang cepat tumbuh (polimerisasi) dan ujung minus yang lambat tumbuh.

Di dalam sitoplasma banyak terdapat cadangan protein aktin, apabila dibutuhkan maka protein aktin ini akan mangalami polimerisasi membentuk filamen aktin. Adapun tahap polimerisasinya adalah nukleasi, elongasi, dan

(8)

5

stabilisasi. Saat mikrofilamen atau filamen aktin mencapai panjang yang dimaksudkan, maka capping protein menempel pada ujung plus, menghentikan pemanjangan filamen tersebut.

Selain komponen struktural utama, mikrofilamen juga berasosiasi dengan berbagai jenis protein lainnya yang dikategorikan sebagai protein-protein assesori, seperti α-aktinin, fimbrin, filamin, myosin II, myosin V, spektrin α,β, gelsolin, dan timosin.

Adapun fungsi dari mikrofilamen (filamen aktin) adalah :

 Mempertahankan bentuk sel,

 Kontraksi otot,

Berfungsi dalam sitoplasmic transport,

Membantu pembelahan sel (pembentukan contractile ring),

 Berperan dalam aktivitas eksositosis dan endositosis. 2.1.2 Mikrotubulus

Mikrotubulus berupa struktur panjang, lurus, seperti tubulus kaku yang berfungsi sebagai jalur intrasel.[6] Sentrosom merupakan wilayah sel berdekatan dengan inti yang merumahi sentriol, bersama beberapa ratus molekul kompleks cincin tubulin- yang bertindak sebagai situs nukleasi untuk mikrotubulus, berupa struktur silindris mirip tabung berdiameter luar 25 nm, dengan diameter lumen 15 nm. Oleh karena itu sentrosom dianggap sebagai MTOC sel.

Mikrotubulus terpolarisasi, tumbuh secara cepat pada ujung plus dan ujung minus, yang harus distabilkan, kalau tidak akan mengalami depolimerisasi, yang memendekkan mikrotubulus. Ujung minus distabilkan karena di-back up oleh molekul tubulin-. Mikrotubulus berupa struktur dinamik yang sering berubah panjangnya dengan cara bertunas dan kemudian memendek; kedua proses itu terjadi di ujung plus, karena itu rerata tengah-umur (half-life) sebuah mikrotubulus hanya sekitar 10 menit. Fungsi utama mikrotubulus adalah :

a. Memberi bentuk sel

b. Mengatur pergerakan organel intrasel dan vesikel c. Membuat kompartemen intrasel

(9)

6

Setiap mikrotubulus terdiri atas 13 protofilamen sejajar terdiri atas heterodimer polipeptida globular subunit tubulin-α dan β masing-masing mengandung sekitar 450 asam amino heterodimer, massa molekul sekitar 50.000 dalton. Polimerisasi heterodimer memerlukan magnesium (Mg2+) dan GTP. Selama pembelahan sel, polimerisasi cepat mikrotubulus yang ada dan baru bertanggung jawab untuk pembentukan aparatus spindel.

2.1.3 Filamen Intermedia (Intermediet Filament)

Filamen intermediet bersama beberapa protein, memiliki tugas diantaranya:

a. menopang sel secara struktural

b. membentuk kerangka struktur 3 dimensi yang dapat diubah untuk sel

c. menyediakan hubungan yang dapat disesuaikan antara membran sel dan sitoskeleton.

Penelitian biokimia telah memastikan bahwa ada beberapa kategori yang mempunyai karakteristik sama secara morfologi dan struktural. Filamen intermedia yang mirip tambang ini terdiri atas tetramer protein mirip batang yang diberkas erat menjadi untai uliran panjang.

Masing masing subunit tetramer agak berbeda setiap jenis filamen intermedia. Kategorinya mencakup: keratin, protein sidik fibriler glial, neurofilmen, dan lamin inti.[7]

a. Keratin

Keratin merupakan keluarga dari protein skleroprotein.[7] Keratin terbagi atas keratin tipe I dan keratin tipe II. Keratin tipe II merupakan materi dasar penyusun rambut dan kuku, sedangkan keratin tipe I membentuk sel epitel.[7] Keratin monomer saling terikat dan membentuk filamen intermediet yang liat tidak dapat larut dan membentuk jaringan yang satu-satunya unsur biologi yang mempengaruhi kekuatan lapisan keratin adalah kitin. Fungsi dari keratin adalah menyokong bagian-bagian sel dan memberikan kekuatan peregangan.[7]

Dalam keratin, terdapat cytoskeletal 19 tipe I yang biasa dikenal sebagai sitokeratin-19 atau keratin-19. Merupakan protein yang terdapat pada manusia yang dikodekan oleh gen KRT19. Keratin 19 merupakan keratin tipe

(10)

7

I pada filamen intermedia yang bertanggung jawab atas integritas struktural pada sel epitel. Karena tingginya kesensitivitasnya, keratin 19 digunakan sebagai media untuk mendeteksi tumor pada pasien kanker payudara.

b. Desmine

Desmine merupakan protein yang terdapat pada manusia dikodekan oleh gen DES. Desmin adalah tipe sel otot spesifik, yang berfungsi untuk menghubungkan myofibril pada otot bercorak (sekeliling cakram Z)[7]; contoh: otot rangka, otot polos (kecuali otot polos vascular).[8]

c. Vimentin

Vimentin adalah kelompok polipeptida yang polimerisasi membentuk filamen di sitoskeleton, protein tipe III filamen intermedia yang dinyatakan dalam sel mesenchymal, yang ditemukan di semua sel metazoan.

d. Protein asam fibrilar glia

GFAP merupakan filamen intermediet yang paling utama pada astrosit matur dan memegang peranan penting dalam integritas sitoskeleton astrosit. Peningkatan jumlah GFAP saat astrogliosis sudah terbukti pada beberapa penelitian[9] menyatakan bahwa GFAP merupakan penanda astrogliosis yang sensitif dan langsung meningkat setelah cedera. Kadar vimentin, filamen intermediet astrosit yang lain, sangat beragam, mulai dari sangat sedikit sampai minimal, bergantung pada subpopulasi astrosit.[10]

Jenis selnya adalah sel glia, contohnya adalah astrosit, sel schwan, oligodendroglia. Yang berfungsi menyokong struktur sel glia.

e. Neurofilamen

Merupakan filamen intermedia yang ditemukan di neuron. Merupakan komponen utama dari sitoskeleton neuronal, dan diyakini berfungsi untuk memberikan dukungan struktural bagi akson dan untuk mengatur diameter akson. Neurofilamen terdiri dari rantai polipeptida atau subunit yang termasuk ke dalam keluarga protein yang sama seperti filamen intermedia jaringan lain seperti subunit keratin.

(11)

8

2.2 Kanker

2.2.1 Pengertian Kanker

Hampir semua kasus kanker disebabkan oleh proses mutasi atau aktivasi abnormal gen sel yang mengendalikan pertumbuhan sel dan mitosis sel.[11] Gen abnormal itu disebut onkogen. Di dalam semua sel juga ditemukan antionkogen yang menekan aktivasi onkogen tertentu. Inaktivasi antionkogen dapat memungkinkan aktivasi onkogen yang menyebabkan kanker. Jarang sekali sejumlah kecil dari sel yang bermutasi di dalam tubuh dapat menyebabkan kanker. Ada beberapa alasan untuk keadaan tersebut, yaitu :

1. Sebagian besar sel yang bermutasi memiliki kemampuan bertahan hidup yang kurang baik jika dibandingkan dengan sel normal.

2. Hanya sebagian dari sel yang bermutasi dan bertahan hidup menjadi kanker, karena sebagian besar sel yang bermutasi pun masih memiliki kontrol umpan balik normal yang mencegah pertumbuhan yang berlebihan.

3. Sel-sel yang berpotensi menjadi kanker sering kali dihancurkan oleh sistem imun tubuh sebelum sel tersebut tumbuh menjadi kanker.

4. Beberapa onkogen aktif yang berbeda diperlukan secara bersamaan untuk menimbulkan kanker. Sebagai contoh, satu gen mungkin meningkatkan reproduksi sebuah sel dengan cepat, tetapi tidak terjadi kanker karena tidak ada gen mutan lain yang pada saat bersamaan membentuk pembuluh darah yang diperlukan.

5. Suatu ketelitian yang luar biasa pada replikasi untai kromosom DNA dalam setiap sel sebelum mitosis dapat berlangsung, dan juga karena proses koreksi-cetak yang memotong dan memperbaiki setiap untai DNA abnormal sebelum proses mitosis diizinkan berlanjut.

Sel kanker yang memiliki kemampuan untuk terus berproliferasi tanpa batas setiap harinya menyebabkan sel kanker akan segera membutuhkan semua zat gizi yang tersedia di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, jaringan normal secara bertahap mengalami kematian akibat kekurangan gizi karena berkompetisi dengan jaringan kanker untuk memperoleh zat gizi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sel kanker memiliki sifat yang sangat mematikan.

(12)

9

2.2.2 Faktor Penyebab Kanker

Pada dasarnya dalam proses replikasi DNA, terdapat sistem repair yang menyertainya jika terjadi suatu kesalahan sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya mutasi. Akan tetapi, terdapat beberapa faktor yang dapat mendorong terjadinya proses mutasi pada replikasi DNA sehingga memungkinkan terjadinya kanker. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor kimia, fisik, atau biologis tertentu, yang dapat dijelaskan seperti berikut :

1. Radiasi seperti sinar-X, sinar ultraviolet, sinar gamma, dan partikel radiasi dari bahan radioaktif dapat menjadi faktor predisposisi bagi seseorang untuk terkena kanker. Ion yang terbentuk dalam sel-sel jaringan di bawah pengaruh radiasi tersebut bersifat sangat reaktif dan dapat merusak untaian DNA, sehingga menyebabkan banyak mutasi.

2. Zat kimia dari beberapa jenis tertentu juga memiliki kecenderungan kuat untuk menimbulkan mutasi. Zat kimia yang dapat menyebabkan mutasi disebut karsinogen, seperti turunan bahan pewarna anilin dan asap rokok. 3. Bahan iritan fisik juga dapat mengarah pada kanker, seperti abrasi yang terus

berlanjut pada saluran pencernaan oleh beberapa jenis makanan. Kerusakan jaringan dapat menyebabkan penggantian mitosis yang cepat pada sel. Semakin cepat mitosis, semakin besar kemungkinan terjadinya mutasi.

4. Kecenderungan herediter yang kuat terhadap kanker. Keadaan ini disebabkan oleh fakta bahwa sebagian besar kanker membutuhkan tidak hanya satu mutasi, tetapi dua atau lebih mutasi sebelum terjadinya kanker. Pada keluarga tertentu yang memiliki kecenderungan terhadap kanker, diduga bahwa satu atau lebih gen kanker sudah bermutasi dalam genom yang diwarisi.

2.2.3 Perbedaan Sel Kanker dan Sel Normal

Perbedaan utama antara sel kanker dan sel normal adalah sebagai berikut: 1. Sel kanker tidak mematuhi batas pertumbuhan sel yang normal; alasan

untuk hal ini adalah bahwa sel kanker mungkin tidak membutuhkan semua faktor pertumbuhan yang sama seperti yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel normal.

(13)

10

2. Sel kanker sering kali jauh kurang melekat satu sama lain dibandingkan sel normal. Oleh karena itu, sel kanker memiliki kecenderungan untuk mengembara ke seluruh jaringan, memasuki aliran darah, dan terangkut ke seluruh tubuh.

3. Beberapa kanker juga menghasilkan faktor angiogenik yang menyebabkan pertumbuhan banyak pembuluh darah baru ke dalam jaringan kanker, sehingga menyediakan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan sel kanker.

2.2.4 Cara Mendiagnosis Kanker

Diagnosis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti gejala-gejalanya. Sedangkan mendiagnosis diartikan sebagai menentukan jenis penyakit dengan cara meneliti atau memeriksa gejalanya. Jadi, mendiagnosis kanker dapat diartikan sebagai cara menentukan kanker atau penyakit kanker yang dialami dengan cara meneliti atau memeriksa gejalanya.

Beragam cara dapat digunakan untuk membantu dalam menegakkan diagnosis kanker atau tumor. Pemeriksaan yang paling sederhana sekaligus paling awal adalah dengan metode anamnesis, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan klinik menggunakan berbagai metode yang telah ditemukan.

1. Metode Anamnesis

Pada saat anamnesis pasien akan diwawancarai secara lisan mengenai keluhan yang dirasakan beserta riwayat penyakit yang pernah diderita untuk dicatat sebagai rekam medik. Selain itu kepribadian dan psikologis pasien juga akan dicatat. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik digolongkan menjadi pemeriksaan kepala, mata, pernafasan, urogenita, dan sistem lainnya. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan secara subjektif dan objektif. Pemeriksaan subjektif merupakan pemeriksaan yang menggunakan metode seperti melihat atau palpasi untuk menentukan ukuran dan lokasi terjadinya kelainan. Adapun pemeriksaan objektif dengan menilai hal-hal seperti tekanan darah, detak jantung, temperatur, dan lain-lain. Semua data tersebut harus dicatat dalam rekam medik.

(14)

11

a. Tes alkaline phospatase (atau disingkat ALP), yaitu suatu tes laboratorium di mana kadar ALP yang tinggi menunjukkan adanya sumbatan empedu atau kanker yang telah bermetastasis ke arah hati atau tulang.

b. Blood Urea Nitrogen (atau disingkat BUN), yaitu tes yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi ginjal dalam spektrum yang luas, membantu mendiagnosis kelainan pada ginjal, dan memantau pasien dengan kelainan/kegagalan ginjal yang akut/kronik.

c. Complete Blood Count (atau disingkat CBC), merupakan tes menganalisis darah secara keseluruhan, meliputi sel darah merah, sel darah putih, hemoglobin, dan hematokrit. Tujuannya adalah untuk membantu diagnosis mengenai penyakit-penyakit darah, termasuk di antaranya kanker darah.

d. Fecal Occult Blood Test (atau disingkat FOBT), yaitu tes untuk mendeteksi dini adanya kanker kolon. Selain itu juga dapat digunakan untuk mendeteksi tanda-tanda dari penyakit anemia.

e. Urinalisis, yaitu alat diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi substansi asing/material sel yang terdapat pada urin terkait dengan abnormalitas metabolik atau kelainan ginjal.

3. X-ray

X-ray merupakan pemeriksaan bagian dalam tubuh dengan memancarkan gelombang lalu mengukur serapannya pada bagian tubuh yang sedang diperiksa. Hasil pengukuran akan memberikan warna yang berbeda-beda pada bidang dua dimensi bergantung kepada objek yang diukur: tulang akan memberikan warna putih, jaringan akan memberikan warna keabuan, sedangkan udara memberikan warna hitam.

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Magnetic Resonance Imaging (MRI). Prinsip kerja MRI adalah memvisualisasikan tubuh, termasuk jaringan dan cairan, dengan menggunakan metode pengukuran sinyal elektromagnetik yang secara alamiah dihasilkan oleh tubuh. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan abnormalitas pada bagian tertentu tubuh, termasuk tumor.

(15)

12

5. Position Emission Tomography (PET SCAN)

Position Emission Tomography (PET SCAN). PET SCAN bekerja dengan cara memvisualisasikan metabolisme sel-sel tubuh. Pada pemeriksaan PET SCAN menggunakan glukosa yang telah diberi radioaktif. Sel-sel kanker (yang berkembang lebih cepat daripada sel hidup) akan memecah glukosa lebih cepat/banyak daripada sel-sel normal. Dengan demikian dapat diperkirakan letak suatu tumor dan metastasisnya.

6. CT SCAN

CT SCAN merupakan alat diagnosis noninvasif yang digunakan untuk mencitrakan bagian dalam tubuh. CT SCAN merupakan perpaduan dari X-ray dan komputer yang menghasilkan gambar potongan melintang (cross sectional) dari bagian yang sedang diperiksa. CT SCAN bekerja dengan prinsip yang hampir sama dengan X-ray, yaitu dengan cara memberikan gelombang, di mana sebagian-gelombang tersebut akan diserap oleh bagian tubuh dengan porsi yang berbeda-beda dan diukur oleh komputer. Selanjutnya program komputer akan merekam hasil pemeriksaan dan menuangkannya ke bidang dua dimensi.

7. Scanning radioaktif

a. Scintigrafi. Scintigrafi merupakan tes diagnostik menggunakan radioisotop. Radioisotop akan dimasukkan ke dalam tubuh secara intravena dan kamera peka radioaktif digunakan untuk memetakan penampakan dua dimensi sesuai dengan pancaran radioisotop yang diberikan.

b. Scanning Gallium, yaitu metode dengan mengukur radioisotop Gallium yang terkonsentrasi pada bagian tertentu di tubuh.

c. Scanning Paratiroid/Saliva, yaitu metode untuk mendeteksi adanya sumbatan pada duktus kelenjar saliva dan keberadaan tumor pada kelenjar saliva.

d. Scanning Tiroid. Scanning Tiroid merupakan scanning kelenjar tiroid menggunakan substansi radioaktif yang dimasukkan secara oral atau intravena kemudian direkam oleh kamera peka radioaktif

(16)

13

Ultrasound (atau juga disebut ultrasonografi, echografi, sonografi, dan sonogram ginekologik) merupakan teknik noninvasif untuk memperlihatkan abnormalitas pada bagian pelvis atau daerah lain dengan merekam pola suara yang dipantulkan oleh jaringan yang ditembakkan gelombang suara. Jenis-jenis ultrasound antara lain abdominal-ultrasound (untuk mendiagnosis abnormalitas di bagian abdominal), pelvis-ultrasound (untuk mendiagnosis abnormalitas di bagian pelvis), prostat-ultrasound (untuk mendiagnosis adenocarcinoma di dalam prostat dan memastikan keutuhan kapsul prostat), renal-ultrasound (untuk mendiagnosis abnormalitas di bagian ginjal dan pelvis renalis), tiroid-sonogram (untuk mendiagnosis abnormalitas di baigna tiroid), dan testis-ultrasound (untuk mendiagnosis kanker pada testis dan memastikan keutuhan kapsul testikular).

9. Endoscopy

Endoscopy merupakan pemeriksaan ke dalam suatu organ atau rongga tubuh menggunakan alat fiberoptik. Hasil pemeriksaan dapat berupa adanya abnormalitas seperti bengkak, sumbatan, luka atau sjejas, dan lain-lain. Jenis-jenis endoscopy antara lain broncoscopy (endoscopy trakea, batang dan lobus bronkus untuk melihat invasi pada esofagus atau paru menggunakan tabung yang dimasukkan dari mulut ke paru), colonoscopy (endoscopy sistem pencernaan menggunakan instrumen fiberoptik), colposcopy (endoscopy vagina dan serviks), sistoscopy (endoscopy kandung kencing), sistosuretroscopy (endoscopy kandung kencing dan uretra), duodenoscopy (endoscopy usus dua belas jari), ERCP/Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (endoscopy kantung empedu dan pankreas), esofagus-gastro-duodenoscopy (endoscopy esofagus, lambung dan usus dua belas jari), esofaguscopy (endoscopy esofagus),

gastroscopy (endoscopy lambung), histeroscopy (endoscopy uterus), laparoscopy

(endoscopy abdomen), laringoscopy (endoscopy laring), mediastinoscopy (endoscopy mediastinum), nasofaringoscopy (endoscopy faring dan nasofaring),

peritoneoscopy (endoscopy peritoneum), proctosigmoidoscopy (endoskopi

sigmoid dan rektum), sigmoidoscopy (endoscopy sigmoid), torakoscopy (endoscopy toraks), triple endoscopy (endoscopy trakea, laring, faring, dan esofagus), dan ureteroscopy (endoscopi pelvis dan ureter).

(17)

14

Pemeriksaan patologi masih merupakan baku emas dalam pemeriksaan kanker, karena merupakan alat diagnostik terpenting yang harus dilakukan. Pemeriksaan patologi adalah pemeriksaan sampel kecil sel di bawah mikroskop untuk menentukan apakah terdapat kanker dengan melihat abnormalitasnya (membandingkan sel yang diamati dengan sel yang sehat). Beberapa sifat kanker adalah adanya neoplasma, pertumbuhan yang invasif/infiltratif, pleomorfik, hiperkromatik, dan nekrosis (pada kanker ganas). Seseorang yang terspesialisasi untuk melakukan pemeriksaan patologi disebut patologist. Beberapa contoh pemeriksaan patologis antara lain:

a. Fractional curretage, yaitu pengikisan sedikit materi endoserviks dan dan dinding korpus uterine untuk menentukan sumber keganasan pada kanker endometrium

b. Pemeriksaan Pap Smear, yaitu pengikisan sedikit materi serviks untuk dilakukan pemeriksaan sitologik.

c. Toraksentesis, yaitu pengambilan sedikit cairan dari selapu pleura untuk dilakukan pemeriksaan sitologik.

d. CSF Studies, yaitu pemeriksaan cairan serebrospinal untuk memeriksa keberadaan bakteri, jamur, atau sel-sel ganas.

e. Parasentesis, yaitu pengambilan sedikit cairan dari rongga perut untuk dilakukan pemeriksaan sitologik.

2.3 Peran Filamen Intermediet dalam Diagnosis Kanker

Filamen intermediet merupakan organisasi sitoskeleton yang utama. Filamen intermediet terdiri dari polipeptida yang berbeda, yang menunjukkan jenis kekhususan sel. Keratin adalah filamen intermediet khas, ditemukan di keratinizing dan nonkeratinizing epitel. Desmin adalah jenis intermediate filamen spesifik sarcomeric, visceral dan beberapa jenis jaringan otot polos pembuluh darah. Filamen vimentin merupakan ciri khas dari endotel sel, fibroblas, makrofag, kondrosit sebagian dan tidak semua sel limfatik dan satu-satunya jenis filamen intermediate yang ada dalam sel-sel ini. Pengelompokan dari filamen intermediet dalam berbagai tipenya tidak hanya berguna dalam membandingkan

(18)

15

dan membedakan struktur dan fungsi dari suatu jenis sel, tapi juga berperan dalam membantu mendiagnosa dan mengatasi dari beberapa kanker.

Dewasa ini banyak diteliti dan dikembangkan pemeriksaan petanda ganas ideal yang dapat memberikan petunjuk tentang perkembangan kanker, baik ditingkat ekstraseluler, seluler maupun molekuler.[16] Sitokeratin dan intermediate terdapat dalam berbagai sel normal dan jaringan patologis. Ekspresi dari sitokeratin adalah spesifik untuk jaringan yang berbeda. Pada kanker, sel kehilangan penampakan normalnya serta asal histologinya tidak dapat diidentifikasi dari struktur morfologinya. Namun, bagaimanapun juga sel kanker memiliki banyak spesifikasi yang menunjukkan dari mana sel tersebut berasal, seperti ekspresi dari protein filamen intermediet tertentu. Dengan menggunakan antibodi fluorescent-tag yang spesifik terhadap masing-masing protein filamen intermediet, diagnosis terhadap fialmen intermediet tersebut dapat menentukan kanker berasal dari jaringan epitel, mesenkim atau saraf.[14]

Penggunaan filamen intermediet dalam diagnosis kanker sebagai contoh yaitu pada kanker payudara dan gastrointestinal tract yang mengandung keratin dan sedikit vimentin menunjukkan sel kanker tersebut berasal dari turunan sel epitel (yang mengandung keratin tapi tidak vimentin) dan peneliti dapat menentukan kanker tersebut bukan berasal dari turunan sel mesenkim atau sel lainnya. Hal ini disebabkan karena kanker pada jaringan epitel dan kanker pada jaringan mesenkim sensitif terhadap perlakuan yang berbeda, identifikasi protein filamen intermediet terhadap sel kanker dapat membantu peneliti menentukan perawatan yang paling efektif untuk menyembuhkan kanker tersebut.

Perbedaan ekspresi dari protein filamen intermediet menunjukkan perbedaan karakteristik dari asal jaringan pada suatu jenis kanker. Antibodi terhadap keratin, vimentin, desmin, glial fibrillary acidic protein (GFAP), dan protein neurofilamen dapat membedakan antara sel yang berasal dari sel epitel, mesenkim dan saraf. Berhubung masing-masing sel kanker memiliki protein filamen intermediet yang spesifik, hal tersebut memungkinkan menggunakan filamen intermediet dalam diagnosis kanker.[12]

Antibodi terhadap protein filamen intermediet dapat membedakan kelompok besar dari jenis kanker yang ditunjukkan dari hasil biopsi. Dalam

(19)

16

sebuah penelitian menunjukkan hasil invetigasi dari biopsi sel kanker menggunakan antibodi dengan karakteristik tertentu dan didapatkan hasil bahwa masing-masing antibodi spesifik hanya terhadap satu dari lima tipe filamen intermediet. Sel tumor karsinoma yang berbeda, thymoma, dan bagian epitel blastomas paru positif dengan mengenali antibodi cytokeratins. Sel tumor dalam sarkoma non-otot, termasuk limfoma dan sarkoma Ewing, bisa diidentifikasi secara khusus dengan antibodi untuk vimentin. Dan sel tumor sarkoma otot positif dengan mengenali desmin. Akhirnya, sel-sel di pheochromocytoma dan bronkus karsinoid positif dengan antibodi spesifik untuk neurofilaments. Selain itu, dalam kebanyakan kasus bagian dari tumor baik dengan histologi dan intermediate filamen.

Karena filamen intermediet bersifat spesifik terhadap jenis dari sebuah jaringan, maka jika seseorang menderita kanker dalam tubuhnya, sel kanker dapat dibiopso dan filamen intermedietnya dapat dianalisis. Identifikasi filamen intermediet sebelum dianalisis ini dapat diketahui salah satunya dengan melakukan teknik imunohistokimia. Imunohistokimia adalah teknik untuk mendeteksi adanya antigen pada jaringan dengan menggunakan antibodi yang terikat enzim sehingga presipitat terwarnai dan lokasi antigen dapat dilihat di bawah mikroskop.[15] Selain itu imunohistokimia memungkinkan deteksi penanda molekuler pada tingkat sel tunggal berguna untuk mengidentifikasi karakteristik sel pada jaringan sehat dan patologis. Semua kanker akan memiliki jenis filamen intermediet yang menunjukkan karakteristik darimana sel tersebut berasal sebelum sel kanker tersebut bermetastasis. Hal ini akan membantu seorang dokter mengetahui jenis kanker tersebut. Dengan mengetahui jenis kanker yang tepat akan membantu dokter untuk menentukan treatmen yang tepat untuk diberikan.

2.4 Contoh Penerapan Filament Intermediate dalam Diagnosis Kanker 2.4.1 Peran GFAP dan NFP dalam Mendeteksi Astrocytoma

Astrocytoma merupakan salah satu jenis dari glioma. Glioma merupakan

salah satu jenis tumor yang terdapat di otak. Menurut Badan Kesehatan Sedunia (World Health Organization/WHO) terdapat tiga jenis glioma yang dapat dibedakan dari pemeriksaan histopatologis yaitu astrocytoma, oligendroglioma dan mixed oligoastrocytoma.[13] Dari ketiga jenis glioma ini, astrocytoma

(20)

17

merupakan tumor yang paling sering dan mencakup lebih dari 50% tumor ganas primer di otak.[17]

Astrocytoma memiliki beberapa karakteristik antara lain :

a. Dapat timbul pada berbagai lokasi di susunan saraf pusat (SSP), tetapi lebih sering ditemukan pada hemisfer serebral,

b. Biasanya menimbulkan manifestasi pada usia dewasa,

c. Memberikan gambaran histopatologi dan perilaku biologi yang berbeda-beda, d. Dapat mengadakan infiltrasi ke sekitarnya maupun ke tempat-tempat yang jauh

tanpa dipengaruhi oleh gambaran histopatologi,

e. Memiliki kecenderungan untuk progresif menjadi fenotip yang lebih ganas seperti anaplastic astrocytoma dan glioblastoma.

Menurut WHO, ada 4 tipe astrositoma, yaitu:

1. Grade I atau pylocytic astrocytoma. Pada tahap ini, astrocytoma masih jinak dan dapat disembuhkan.

2. Grade II atau low-grade (fibrillary) astrocytoma. Pada tahap ini, pertumbuhan menjadi lambat dan hanya dapat bertahan hidup selama 4 tahun.

3. Grade III atau anaplatic. Pada tahap ini, menunjukkan peningkatan proliferasi dan anaplasia serta hanya dapat bertahan hidup selama 18 bulan.

4. Grade IV atau glioblastoma multiform (GBM). Pada tahap ini, prevalensi paling sering terjadi dan merupakan tumor otak primer yang ganas dengan gejala-gejala seperti sakit kepala, mual dan muntah.

Astrocytoma mencakup tumor yang sangat bervariasi tergantung lokasinya

di SSP, berpotensi untuk tumbuh menjadi invasif, progresif dan menyebabkan timbulnya berbagai gejala klinik. Oleh karena itu, sangat diperlukan untuk melakukan deteksi secara dini agar dapat ditentukan pengobatan yang tepat. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam mendiagnosis astrocytoma, salah satunya adalah dengan metode imunohistokimia. Di dalam imunohistokimia ini dapat digunakan 2 jenis tumor marker, yaitu bisa menggunakan GFAP (glial

fibrillary acidic protein) atau NFP (neurofilament protein). NFP adalah protein

filamen intermediet kelas 4 dimana mengandung 3 heteropolimeric polipeptida. NFP dapat ditemukan hampir di semua neuron, tepatnya di bagian perikarion saat belum terfosforilisasi dan di akson jika belum terfosforilisasi. NFAP dapat

(21)

18

membantu dalam penentuan dari sub kelompok khusus dari GBMs dan memprediksi berapa lama pasien dapat bertahan hidup. Sedangkan GFAP adalah filamen intermediet yang diekspresikan oleh beberapa sistem saraf pusat termasuk sel glia. GFAP dan NFAP diekspresikan dalam berbagai jenis tumor glia dan gliobastoma (GBMs) dengan pola differensiasi neuronal.[17]

(a) (b)

(c) (d)

Gambar: ekspresi NFAP dan GFAP di dalam astrocytoma (a) ekspresi NFAP negatif, (b) ekspresi NFAP positif, (c) ekspresi GFAP positif, (d) ekspresi GFAP negatif.

2.4.2 Pemeriksaan Imunohistokimia Vimentin sebagai Penanda Kanker Endometrium

Kejadian kanker endometrium lebih sering dijumpai pada wanita usia pascamenopause atau perimenopause dengan riwayat perdarahan pervaginam yang abnormal. Dari mana pertumbuhan tumor berasal, apakah dari endometrium atau endoserviks, sering menjadi masalah, sementara dalam aspek terapi ada perbedaan penatalaksanaan antara kedua asal kanker tersebut.[18]

(22)

19

Gambaran PA adenokarsinoma endometrium kadang-kadang tumpang tindih dengan adenokarsinoma endoserviks. Hal itu mengakibatkan sangat sulit membedakan antara kanker endometrium dengan kanker endoserviks, terutama pada spesimen yang terbatas seperti biopsi dan kuretase endoserviks dan endometrium dengan pewarnaan hematoksilin-eosin. Hasil yang diperoleh dari prosedur tersebut memiliki beberapa kelemahan antara lain adanya kontaminasi sel dari endometrium dengan sel dari endoserviks. Dengan tercampurnya spesimen dari endoserviks dan endometrium dalam sediaan tersebut, kadang-kadang pemeriksaan PA dengan pewarnaan hematoksilin-eosin saja tak mampu membedakan asal dari tumor, apakah sel kanker tersebut berasal dari endometrium yang menyebuk ke endoserviks atau sebaliknya.[18]

Pola dari imunohistokimia yang memungkinkan identifikasi asal jaringan lebih akurat dibandingkan dengan pemeriksaan hematoksilin-eosin saja. Terdapat beberapa pemeriksaan imunohistokimia untuk membedakan adenokarsinoma endometrium dengan adenokarsinoma endoserviks, yakni vimentin. Sensitivitas pewarnaan imunohistokimia vimentin sangat tinggi untuk mengenal jaringan endometrium yaitu mencapai 97%. Pemeriksaan imunohistokimia vimentin yang diyakini mampu mengenal jaringan kanker endometrium sekaligus membedakan dari jaringan kanker endoserviks dapat dipakai sebagai prosedur diagnostik awal dan menyederhanakan prosedur kuretase diagnostik.[18]

Vimentin adalah protein yang membentuk filamen intermediet dengan BM 57 kD yang merupakan bagian kerangka sel (sitoskeleton), dan ditemukan dalam sel yang secara embrional berasal dari mesenkim dan diekspresikan oleh sel epitel, termasuk sel epitel endometrium. Pemeriksaan imunohistokimia dengan vimentin dapat membedakan kanker endometrium dari kanker endoserviks, khususnya pada gambaran PA yang tumpang tindih. Hal ini disebabkan protein filamen intermediet vimentin dapat mengendap baik pada epitel kelenjar endometrium normal maupun yang neoplastik, namun tidak pada epitel kelenjar endoserviks. Kemampuan vimentin untuk membedakan kanker endometrium dari kanker endoserviks cukup tinggi.[18]

Dari uji korelasi terdapat hubungan antara persentase area vimentin dengan stadium surgikal kanker endometrium. Semakin rendah persentase area

(23)

20

vimentin maka semakin tinggi stadium surgikalnya. Begitu pula hubungan persentase area vimentin dengan derajat diferensiasi kanker endometrium. Semakin rendah persentase area vimentin, maka semakin buruk derajat diferensiasi sel kanker.[18]

(a) (b)

Gambar: (a) Sediaan Jaringan Endometrium Penderita Kanker Endometrium dengan Pewarnaan Imunohistokimia Vimentin (Vimentin Positif), (b) Sediaan Jaringan Endoserviks Penderita Kanker Serviks dengan Pewarnaan Imonohistokimia Vimentin (Vimentin Negatif)

2.4.3 Peran Cytokeratin 19 dalam Mendeteksi Metastasis Kanker Payudara Kanker payudara merupakan salah satu peyebab kematian wanita di seluruh dunia. Identifikasi biomarker yang sensitif dan spesifik dari kanker payudara dalam sirkulasi dan penentuan stadium berperan penting dalam manajemen terapi. Sampai saat ini, berbagai macam tumor marker, telah diteliti untuk mendeteksi sel kanker payudara akibat banyaknya kasus metastase, tetapi banyak yang tidak spesifik karena tereksperesi pada kanker selain kanker payudara. Karenanya, nilai diagnostiknya menjadi terbatas. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendeteksi keberadaan residu sel kanker ini, antara lain dengan memanfaatkan reverse trancriptase PCM dengan bahan dasar epitel sel kanker payudara, yang mengandung cytokeratin 19/CK 19.[19]

(24)

21

Gambar : Ekspresi Cytokeratin 19 pada sel kanker payudara

2.4.4 Ekspresi Cytokeratin 19 pada Kanker Paru-Paru

Pada kanker paru (epidemoid ca dan adeno ca), terjadi poliferasi sel tidak terkendali sehingga produksi cytokeratin juga meningkat untuk pembentukan kerangka sel yang mengakibatkan ekspresinya meningkat dan beberapa fragmen dapat dilepaskan oleh sel yang hancur atau tumor yang nekrosis. Ekspresi

cytokeratin spesifik untuk jaringan yang berbeda, seperti percabangan bronkus

dan ekspresinya meningkat pada kanker paru-paru. Hanya saja ekspresi

cytokeratin 19 pada epidemoid ca dan adeno ca berbeda dimana ekspresi nya lebih

tinggi pada epidemoid ca. Hal itu disebabkan karena pada epidemoid ca, terjadi peningkatan produksi keratin. Sedangkan pada adeno ca, srukturnya berupa kelenjar dan memroduksi lebih banyak mukus. Antara pasien normal dan pasien resiko tinggi, tidak terdapat perbedaan ekspresi cytokeratin 19 yang bermakna, hal ini disebabkan karena para penderita resiko tinggi belum didapatkan adanya sel kanker. Akan tetapi, rata-rata sel yang terwarnai lebih banyak pada penderita resiko tinggi yang menunjukkan kecenderungan peningkatan dari ekspresi

cytokeratin 19. Untuk mendeteksi ekspresi cytokeratin 19 dalam sel kanker

paru-paru digunakan metode imunohistokimia.[20]

(25)

22

Gambar: (a) ekspresi Cytokeratin 19 pada sel normal (b) ekspresi Cytokeratin 19 pada sel adeno carcinoma.

Berdasarkan pembacaan dengan melihat warna yang timbul, maka secara subyektif terdapat 3 kualitas warna yaitu coklat muda (+1), coklat (+2), coklat gelap (+3). Warna coklat (+2) dan coklat gelap (+3) didapatkan pada sel Adeno Carsinoma dan Epidermoiad Carsinoma. Sedangkan coklat muda (+1) terdapat pada penderita normal dan resiko tinggi.

(26)

23

BAB III

KESIMPULAN

Seperti kerangka tubuh manusia, sitoskeleton merupakan kerangka pada sel, yang berperan sebagai pergerakan sel (cell movement), pembelahan sel, pengaturan arsitektural organel berikut mobilitasnya dalam sitosol, dan proses pembentukan mRNA dan komponen seluler lainnya. Terdapat tiga jenis sitoskeleton, yakni mikrofilamen, filamen intermediet, dan mikrotubulus.

Pada kanker, sel akan kehilangan penampakan normalnya dan asal histologisnya tidak dapat diidentifikasi dari struktur morfologinya.. Diagnosis dini dapat dilakukan, mengidentifikasi filamen intermediet yang menyusun sel. Salah satu golongan dari keratin dapat dimanfaatkan sebagai biomarker dalam kanker payudara dan kanker paru-paru, yaitu keratin 19. Selain itu, filamen intermediet golongan vimentin untuk diagnosis kanker endometrium, dan GFAP dan NFP pada astrocytoma.

(27)

24

DAFTAR PUSTAKA

[1] Antika W. Scribd. Sejarah Perkembangan Sel, Konsep Sel dan Cara Mempelajari Sel. Tersedia di: http://www.scribd.com. Diakses tanggal: 25 November 2016

[2] Farajallah A. 2011. Sistem Sitoskeleton. Departemen Biologi FMIPA IPB. Tersedia di: http://achmad.staff.ipb.ac.id. Diakses tanggal: 25 November 2016

[3] Harahap A. 2010. Kanker. Universitas Sumatera Utara. Tersedia di: http://repsitory.usu.ac.id. Diakses tanggal: 27 November 2016

[4] Anthony L. Histologi Dasar Janqueira Teks dan Atlas. Edisi ke-12

[5] Departemen Kesehatan. Sistuasi Penyakit Kanker. Tersedia di: http://www.depkes.go.id. Diakses tanggal: 30 November 2016

[6] LP Gartner, JL Hiatt. Buku Ajar Berwarna Histologi. Edisi ketiga. IAS Suryono, L Damayanti, S Wonodirekso, penerjemah. Jakarta : Elsevier, 2014. hal 42-43.

[7] https://en.wikipedia.org

[8] Mescher, Anthony L. Histologi Dasar Janqueira edisi 12. hal 42. [9] (Guo, 2007). O’Callaghan (1991)

[10] http://repository.usu.ac.id/

[11] Pengaturan Genetik Sintesis Protein, Fungsi Sel, dan Reproduksi Sel. Dalam: Arthur C Guyton, Jhon E.Hall.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11. Philadelphia:Elsevier. 2006.

[12] Ramaekers, F.C.S. Differential expression of intermediate filament proteins distinguishes classic from variant small-cell lung cancer cell lines. [Diakses pada

4 Desember 2016]. Tersedia di: http://www.pnas.org/content/82/13/4409.full.pdf

[13] Wochenschr, Klin. Diagnostic value of intermediate filament antibodies in clinical cytology. [Diakses pada 4 Desember 2016]. Tersedia di : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/6368959

[14] Freeman, W.H. Molecular Cell Biology. 4th edition. [Diakses 4 Desember 2016]. Tersedia di : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK21560/ [15] Sofian, Amru. Peran Pemeriksaan Imunohistokimia Vimentin sebagai

Penanda Asal Jaringan Kanker Endometrium.

[16] Amru S, Kampono N. The Role of Vimentin Immunohistochemistry

Examination as Tissue Origin Marker of Endometrial Cancer [Diakses pada tanggal 5 Desember 2016] Tersedia di:

isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/search.html?act=tampil&id=146021&idc =24

[17] Iskandar Japardi. 2003. Astrositoma : insidens dan pengobatannya. Vol.22

No.3. Medan: J Kedokter Trisakti. Diakses di

www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/Japardi.pdf

[18] Amru Sofian, Nugroho Kampono. Pebruari 2006. Peran Pemeriksaan

Imunohistokimia Vimentin sebagai Penanda Asal Jaringan Kanker Endometrium. Volum: 56, Nomor: 2. Jakarta: IDI. Diakses di

http://mki.idionline.org/index.php?uPage=mki.mki_dl&smod=mki&s p=public&key=ODUtMTQ=

(28)

25

[19] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37087/4/chapter%20l.pdf [20] Putra, N.Putu P, N. Sri Muktiati, K Mukyartha. Ekspresi Sitokeratin 19 dari

Bilasan Bronkus Penderita Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil dan Penerita Resiko Tinggi Kanker Paru dengan Metode Imunohistokimia.

Referensi

Dokumen terkait

Direct Sales merupakan salah satu solusi dalam melakukan percepatan penyaluran Kredit Mikro Utama dengan tetap memperhatikan prinsip kehati- hatian, yaitu pola

pertumbuhan PAD Kabupaten Lampung Selatan sebesar 14,66%, rata-rata capaian target PAD sebesar 87,88%, dan kontribusi PAD terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Dalam hal ini, meskipun guru sudah berupaya sebaik mungkin agar implementasi pendidikan akhlak ini bisa berjalan baik, alangkah lebih baiknya disini peran orang

Penerapan prinsip memperhatikan kebutuhan wisatawan dan prinsip memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal, juga sudah diterapkan dalam komponen amenitas,

Berdasarkan hasil penelitian analisis karakteristik stomata pada tanaman Bambu Rejeki ( Dracaena Reflexa ) pada tempatyang terkena polusi dapat disimpulkan, bahwa

Brzina digitalnog prijenosa izražena je u bitima u sekundi (bit/s), a što je veća brzina to je i veća količina podataka koja se može istodobno prenijeti. U početku

Jadi, yang dimaksud dengan judul penelitian ini adalah suatu penelitian dalam mengukur perbedaan hasil belajar antara pembelajaran geometri dengan menggunakan

- Sebelumnya menggunakan pajak proporsional, tetapi sekarang menggunakan pajak Progrentif, pajak kita di RSIA dikenakan 5% pada saat saya melaporkan pajak saya akan kekurangan