• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Enterobacter sakazakii (Cronobacter spp.) merupakan patogen oportunistik dan emerging yang dilaporkan dapat menyebabkan radang otak (meningitis), radang usus (necrotizing enterocolitis), septisemia, serta kematian pada bayi berisiko tinggi, dengan angka mortalitas kejadian infeksi 40-80% (Himelright et al. 2002). Bayi yang berisiko tinggi terinfeksi Cronobacter spp. adalah bayi berumur kurang dari 28 hari, memiliki berat lahir rendah (<2000 g), lahir prematur (< 37 minggu) dan terlahir dari ibu yang mengidap AIDS (acquired immune deficiency syndrome). Kebanyakan anak-anak yang bertahan hidup, akan mengalami komplikasi pada saraf otak yang menyebabkan hidrosefalus, kelumpuhan dan keterbelakangan mental (Lai 2001). Selain pada bayi dan anak-anak, infeksi Cronobacter spp. juga bisa terjadi pada kelompok lanjut usia dan orang dewasa dengan daya tahan tubuh rendah meskipun tidak sampai menyebabkan kematian (Gurtler et al. 2005).

Beberapa laporan menyebutkan bahwa kasus infeksi Cronobacter spp. pada bayi berisiko tinggi berhubungan dengan konsumsi susu formula bubuk. Susu formula dapat terkontaminasi Cronobacter spp. melalui dua jalur, yaitu jalur internal dan eksternal. Pada kontaminasi internal, bakteri ini kemungkinan berasal dari bahan-bahan yang biasa ditambahkan selama proses pengolahan pasca pengeringan susu formula bubuk. Sementara itu kontaminasi eksternal berasal dari lingkungan produksi yang tidak higienis, sehingga beresiko mengkontaminasi raw material dan produk akhir hasil pengeringan semprot (spray drying) sebelum dikemas (post-process contamination) (Kim et al. 2008). Risiko kontaminasi eksternal Cronobacter spp. juga mungkin terjadi pada tahap persiapan, yaitu saat rekonstitusi susu formula bubuk, jika air rekonstitusi tercemar dan susu hasil rekonstitusi dibiarkan pada suhu ruang dalam periode waktu yang lama sebelum dikonsumsi. Praktek penyimpanan susu formula bubuk setelah rekonstitusi yang tidak tepat juga berisiko meningkatkan kontaminasi eksternal. WHO (2007) merekomendasikan penggunaan air suhu 70 °C untuk merekonstitusi susu formula bubuk, untuk menginaktivasi Cronobacter spp. yang mungkin ada dan bertahan pada produk susu formula bubuk. Pada beberapa kasus infeksi pada bayi berisiko

(2)

tinggi, Cronobacter spp. juga diisolasi dari peralatan yang digunakan dalam persiapan bubuk formula bayi (blender) dan lingkungan tempat persiapan (Block et al. 2002).

Susu formula bubuk merupakan produk hasil pengolahan dan pengawetan dengan cara menurunkan kadar air dari susu. Pengolahan susu formula bubuk dapat dilakukan secara basah (wet-mix process), secara kering (dry-mix process) maupun kombinasinya. Pengolahan secara basah dilakukan dengan pencampuran semua bahan baku mentah dalam bentuk cair, standarisasi, homogenisasi, pasteurisasi, pengeringan dan pengemasan. Pada proses secara kering, semua bahan diolah secara terpisah lalu dicampurkan dalam kondisi kering lalu dikemas (FSANZ 2006). Salah satu metode pengeringan susu formula bubuk yang sering digunakan adalah pengeringan semprot. Ketahanan Cronobacter spp. selama pengeringan semprot tergantung dari karakteristik ketahanan panas dan suhu yang diaplikasikan. Suhu outlet merupakan faktor penting yang mempengaruhi viabilitas dari Cronobacter spp. selama proses pengeringan semprot, suhu outlet lebih dari 90 °C dapat menyebabkan kematian sel karena terjadi denaturasi protein dan DNA (Wong et al. 2010). Kandungan total padatan dan lemak yang tinggi dalam susu formula bubuk dapat melindungi E. sakazakii, sehingga akan mempengaruhi laju inaktivasi E. sakazakii oleh panas (Nazarowec-White and Farber 1997).

Mikroorganisme dapat mengalami stres jika terpapar suhu yang lebih tinggi dari suhu pertumbuhannya tetapi suhu tersebut tidak cukup untuk membunuh mikroorganisme (sublethal temperature), fenomena ini di sebut heat shock response (Gurtler et al. 2005). E. sakazakii memiliki ketahanan yang tinggi terhadap panas dibandingkan Enterobacteriaceae lain yang mengkontaminasi susu formula bubuk, sehingga bakteri ini memiliki peluang bertahan selama proses pasteurisasi dan pengeringan sehingga terbawa ke produk akhir (Edelson-Mammel and Buchanan 2003). Proses pengeringan semprot dengan suhu inlet 180±1°C dan suhu outlet 80°C dapat menurunkan jumlah C. sakazakii dalam medium 40% susu skim sebesar 3-4 siklus log (Wan-Ling et al. 2009)

E. sakazakii juga dilaporkan sangat tahan terhadap kekeringan. Berdasarkan hasil penelitian Lin dan Beuchat (2007) E. sakazakiii dilaporkan dapat bertahan

(3)

selama 12 bulan dalam produk sereal kering pada berbagai aw dan suhu

penyimpanan. Sel E. sakazakii memiliki ketahanan lebih baik pada aw rendah

(0.25–0.30) dan suhu rendah (4°C) dengan rata-rata penurunan populasi sel 1.86 log CFU/g dibandingkan pada aw tinggi (0.69–0.82) dan suhu tinggi (30°C).

Restaino et al. (2006) berhasil mengisolasi E. sakazakii pada 6 dari 18 sampel (33,3%) sereal bayi kering.

Susu formula bubuk memiliki aktivitas air (aw) sekitar 0.2, kemampuan

bertahan E. sakazakii pada kondisi kering tergantung dari kemampuannya merespon perubahan kondisi lingkungan tersebut (osmotic/dry stress resistance). Air berkontribusi dalam menstabilkan komponen biologi, hilangnya air akibat proses pengeringan menyebabkan perubahan yang bersifat irreversible terhadap integritas fungsional dan struktural membran serta protein bakteri.

Salah satu cara yang dilakukan oleh mikroorganisme untuk meningkatkan ketahanannya terhadap panas, dehidrasi, pembekuan, dan tekanan osmosis adalah dengan melakukan penumpukan solut/osmolit yakni dengan mengakumulasi komponen intraseluler, mulai dari ion K+ diikuti dengan solut seperti prolin, glisin, betain, aktoin, karnitin dan trehalosa di dalam sel (Breeuwer et al. 2003). Mekanisme perlindungannya adalah dengan menstabilkan membran selular, sehingga dapat mencegah denaturasi protein dan enzim intraseluler sesuai dengan teori water replacement, dimana komponen polihidroksil seperti trehalosa akan menstabilkan ikatan hydrogen dengan gugus polar phospholipid yang sebelumnya ditempati oleh air (Yi et al. 2010).

Cronobacter spp. diisolasi dari 22,73 % formula lanjutan untuk bayi berumur kurang dari 6 bulan (dari 22 sampel) dan 40 % makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan di Indonesia (Estuningsih et al. 2006). Laporan lain menyebutkan Cronobacter spp. juga diisolasi dari susu formula bubuk dan makanan bayi (Meutia 2008). Dewanti-Haryadi et al. (2011) juga mengisolasi Cronobacter spp. pada makanan bayi dan beberapa produk pangan kering lainnya. Menurut Gitapratiwi (2011) karakteristik genetika isolat-isolat lokal Cronobacter spp. tidak beragam, sifat fisiologis seperti ketahanan terhadap proses pengeringan, penyimpanan dan saat rekonstitusi juga belum banyak diketahui. Maka dari itu diperlukan studi untuk mendapatkan informasi tentang penanganan produk susu formula bubuk selama proses pengeringan, penyimpanan, dan saat rekonstitusi.

(4)

1.2 Identifikasi Masalah

Cronobacter spp. dapat mengkontaminasi susu formula bubuk dan memiliki kemampuan bertahan terhadap proses pengeringan semprot, Cronobacter spp. yang bertahan dalam susu formula bubuk setelah proses pengeringan tersebut mungkin bertahan saat dikemas dan disimpan pada kondisi kering. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai sintas (survival) Cronobacter spp. selama mengalami proses pengeringan semprot, penyimpanan pada RH yang berbeda, dan saat rekonstitusi.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengevaluasi sintas isolat lokal Cronobacter spp. selama pengeringan semprot, penyimpanan pada RH berbeda, dan saat rekonstitusi.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

a) Mempelajari pengaruh pengeringan semprot terhadap sintas Cronobacter spp.;

b) Mempelajari pengaruh pengeringan semprot terhadap sintas Cronobacter spp. saat direkonstitusi dengan air suhu 27 °C dan 50 °C;

c) Mempelajari pengaruh RH dan lama penyimpanan terhadap sintas Cronobacter spp.;

d) Mempelajari pengaruh RH dan lama penyimpanan terhadap sintas Cronobacter spp. saat direkonstitusi dengan air suhu 27 °C dan 50 °C.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah informasi mengenai pengaruh pengeringan semprot, penyimpanan pada RH berbeda dan rekonstitusi terhadap sintas isolat lokal Cronobacter spp yang diisolasi dari beberapa produk pangan di Indonesia.

1.5 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah (1) Cronobacter spp. memiliki ketahanan pada kondisi kering yang memungkinkan terjadinya perubahan sintas selama proses pengeringan semprot, penyimpanan pada RH berbeda dan saat rekonstitusi

(5)

dan (2) kinetika penurunan dan pertumbuhan Cronobacter spp. selama

penyimpanan pada RH berbeda diasumsikan mengikuti reaksi kinetika ordo 1.

Referensi

Dokumen terkait

Motivasi belajar siswa sangat penting dalam pembelajaran, sebab pengetahuan, keterampilan, dan sikap tidak dapat ditransfer begitu saja tetapi harus siswa sendiri

Logo merupakan lambang yang dapat memasuki alam pikiran/suatu penerapan image yang secara tepat dipikiran pembaca ketika nama produk tersebut disebutkan (dibaca),

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan

Dengan cara yang sama untuk menghitung luas Δ ABC bila panjang dua sisi dan besar salah satu sudut yang diapit kedua sisi tersebut diketahui akan diperoleh rumus-rumus

Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan visi adalah suatu pandangan jauh tentang perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan dan apa yang harus dilakukan untuk

 Inflasi Kota Bengkulu bulan Juni 2017 terjadi pada semua kelompok pengeluaran, di mana kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami Inflasi

Penataan promosi statis ialah suatu kegiatan untuk mempertunjukkan, memamerkan atau memperlihatkan hasil praktek atau produk lainnya berupa merchandise kepada masyarakat

Pendapat tersebut juga sesuai dengan pendapat Sudjana (2008, p.56) bahwa evaluasi produk mengukur dan menginterpretasi penca- paian program selama pelaksanaan program