• Tidak ada hasil yang ditemukan

VARIASI MENGAJAR GURU BAHASA INDONESIA DI KELAS VIII SMP N 2 SAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VARIASI MENGAJAR GURU BAHASA INDONESIA DI KELAS VIII SMP N 2 SAWAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

VARIASI MENGAJAR GURU BAHASA INDONESIA

DI KELAS VIII SMP N 2 SAWAN

Paraningsih I.G.A.S.

1.

, Sudiana I.N.

2

., Putrayasa I.B.

3

.

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail:

{iga.seni4@gmail.com

,

sudiana195723@gmail.com

,

ibputra@gmal.com}@undiksha.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan variasi mengajar guru Bahasa Indonesia di kelas VIII SMP N 2 Sawan, (2) mendeskripsikan hambatan-hambatan yang dialami guru Bahasa Indonesia dalam mengadakan variasi mengajar di kelas VIII SMP N 2 Sawan, (3) mendeskripsikan usaha guru Bahasa Indonesia dalam mengatasi masalah yang dihadapi ketika mengadakan variasi mengajar di kelas VIII SMP N 2 Sawan. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah guru Bahasa Indonesia di kelas VIII SMP N 2 Sawan. Objek penelitian ini adalah keterampilan mengadakan variasi mengajar oleh guru Bahasa Indonesia. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dan metode wawancara. Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Data dianalisis dengan langkah sebagai berikut: identifikasi data, klasifikasi data, penyajian data, verifikasi dan penarikan simpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada beberapa hal yang menonjol terkait dengan masalah yang diangkat, yakni: (1) variasi mengajar guru yang meliputi gaya mengajar, hal yang paling menonjol adalah perubahan posisi. Variasi penggunaaan media dan bahan ajar yang paling menonjol adalah variasi media pandang. Variasi pola interaksi yang paling menonjol adalah pola interaksi satu arah. (2) Hambatan yang paling menonjol dalam mengadakan variasi mengajar adalah pola interaksi. (3) Usaha yang paling dilakukan guru dalam mengatasi masalah adalah mengadakan diskusi kelompok.

Katakunci: variasi mengajar, pembelajaran bahasa Indonesia Abstract

This research aimed at describing are (1) describe the variation of teaching Indonesian teacher in class VIII SMP N 2 Sawan, (2) describe the barriers experienced by Indonesian teachers in performing variations of teaching in class VIII SMP N 2 Sawan, (3) describe the effort of teachers Indonesian in addressing the problems faced when holding variation teach in grade VIII SMP N 2 Sawan. This study used a qualitative descriptive design. Subjects in this study is the Indonesian teachers in class VIII SMP N 2 Sawan. The object of this research is a skill taught by teachers holding variation Indonesian. Data collection methods used in this research is the method of observation and interview methods. this study used a qualitative descriptive analysis techniqiues. Data were analyzed with the following steps: data identification, classification, data presentation, verification and drawing conclusions. The results of this study indicate that there are some things that stand related to the issues raised, namely: (1) variations in the teacher's teaching includes teaching styles, the most outstanding thing is the change in position. Variations in the use of media and teaching materials is the most prominent media variation of view. Variation patterns of interaction is the most prominent one-way interaction patterns. (2) the most prominent obstacle in organizing the teaching of variation is the pattern of interaction. (3) The most prominent teachers do to overcome the problem is to have a group discussion. Keywords: variation of teaching, learning Indonesian

(2)

PENDAHULUAN

Guru adalah tenaga pendidik yang memfasilitasi siswa dalam memperoleh dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Kegiatan memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran disebut kegiatan mengajar. Cara mengajar guru yang satu dengan guru yang lainnya, tidak akan sama. Setiap guru mempunyai kepribadian masing-masing sesuai dengan latar belakang kehidupan sebelum mereka menjadi guru. Djamarah dan Aswan (2002:127) mengungkapkan latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang memengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran. Guru pemula dengan latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah karena sudah dibekali dengan seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya. Guru yang bukan berlatar belakang pendidikan keguruan dan ditambah tidak berpengalaman mengajar, akan banyak menemukan masalah di kelas.

Namun, sebagian besar guru adalah orang yang berpengalaman dalam bidang profesinya. Dengan keilmuan yang dimilikinya, guru dapat menjadikan siswanya orang yang cerdas. Oleh karena itu, guru merupakan salah satu komponen penting dalam interaksi belajar mengajar. Dalam hal ini, guru yang mengajar dan siswa yang belajar. Maka guru adalah orang yang menciptakan lingkungan belajar bagi kepentingan belajar siswa. Siswa adalah orang yang digiring ke dalam lingkungan belajar yang telah diciptakan oleh guru.

Dalam interaksi belajar mengajar, siswa diharapkan bisa mengalami proses belajar dan mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Untuk mencapai hal itu, guru harus menguasai delapan keterampilan dalam mengajar, di antaranya: (1) keterampilan bertanya; (2) keterampilan memberi penguatan; (3) keterampilan mengadakan variasi; (4) keterampilan menjelaskan; (5) keterampilan membuka dan menutup pelajaran; (6) keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil; (7) keterampilan

mengelola kelas; (8) keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan (Barnawi dan Arifin, 2012:201). Salah satu keterampilan mengajar yang berperan penting dalam pencapaian tujuan belajar adalah keterampilan mengadakan variasi.

Djamarah dan Aswan (2002:180) mengungkapkan pada dasarnya semua orang tidak menghendaki adanya kebosanan dalam hidupnya. Sesuatu yang membosankan adalah sesuatu yang tidak menyenangkan. Demikian juga dalam proses belajar mengajar. Bila dalam proses belajar mengajar guru tidak menggunakan variasi, maka siswa akan merasa bosan, perhatian siswa kurang, mengantuk, dan akibatnya tujuan belajar tidak tercapai. Pendapat ini ditegaskan oleh Sudiana (2006:92) bahwa seorang guru dituntut memiliki keterampilan mengadakan variasi dalam melaksanakan tugas mengajarnya di kelas.

Sejalan dengan itu, Fathurrohman dan Sobry (2011:91) juga mengungkapkan bahwa apabila guru mampu menghadirkan proses mengajar yang bervariasi kemungkinan besar kejenuhan tidak akan terjadi. Karenanya, pengajaran yang bervariasi sangat urgen sehingga situasi dan kondisi belajar mengajar berjalan normal. Apalagi harapan seorang guru yang tidak pernah sirna adalah bagaimana bahan pelajaran yang disampaikan dapat dikuasai oleh siswa secara tuntas. Oleh karena itu sangat diperlukan adanya variasi mengajar yang meliputi: 1) variasi gaya mengajar; 2) variasi penggunaan media; 3) variasi pola interaksi (Djamarah dan Aswan, 2002:180).

Berdasarkan observasi awal dengan guru Bahasa Indonesia kelas VIII di SMP N 2 Sawan, beliau mengatakan ketika proses belajar mengajar berlangsung guru sudah mengadakan variasi dalam kegiatan belajar mengajar. Guru sudah memerhatikan gaya mengajar, media, dan juga pola interaksi. Selain itu, nilai tugas yang diperoleh siswa sudah mencapai nilai KKM, yaitu 7,8 dan masih ada beberapa siswa yang memeroleh nilai di bawah KKM. Meskipun sudah mengadakan variasi dalam proses pembelajaran, guru juga mengalami hambatan saat kegiatan belajar mengajar

(3)

berlangsung seperti kurangnya keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Sebagian besar siswa cenderung diam, hanya beberapa siswa yang aktif bertanya dan menjawab pertanyaan guru. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh penggunaan variasi mengajar guru Bahasa Indonesia.

Penelitian mengenai variasi mengajar pernah dilakukan oleh Ni Gusti Made Dwi Handayani (2013) yang berjudul “Performansi Guru dalam Pemanfaatan Keterampilan Mengadakan Variasi pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas X SMA N 1 Blahbatuh”. Penelitian ini mengenai penampilan guru dalam pemanfaatan keterampilan mengadakan variasi. Hasil yang didapat adalah penampilan guru Bahasa Indonesia di kelas X SMA N 1 Blahbatuh sudah bervariatif dan sudah memperlihatkan komponen-komponen dalam mengadakan variasi mengajar. Penelitian sejenis lainnya juga dilakukan oleh Endang Astriani (2008) yang berjudul “Keterampilan Mengajar yang Bervariasi Pengaruhnya terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran PAI di SMA Unggulan Nurul Islami Wonolopo Semarang”. Penelitian ini mendeskripsikan mengenai pengaruh keterampilan mengajar yang variasi yang dilakukan oleh guru terhadap hasil belajar siswa.

Kedua penelitian di atas belum ada yang meneliti variasi mengajar guru Bahasa Indonesia di tingkat satuan SMP. Kedua penelitian di atas sama-sama mendeskripsikan variasi mengajar di tingkat satuan SMA. Dengan penelitian yang dilakukan, dapat memperkaya khazanah pengetahuan mengenai variasi mengajar guru. Peneliti memilih melaksanakan penelitian di SMP N 2 Sawan karena guru-guru di sekolah ini sudah memerhatikan variasi mengajar dalam proses pembelajaran. Peneliti memilih mengamati guru yang mengajar di kelas VIII karena di kelas ini terdapat tiga guru pengajar. Dengan tiga guru yang mengajar di kelas VIII, peneliti dapat membedakan kekreatifan guru dalam mengadakan variasi mengajar.

Berdasarkan hal di atas, peneliti akan mendeskripsikan variasi mengajar

guru Bahasa Indonesia di kelas VIII SMP N 2 Sawan. Peneliti juga ingin mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh guru ketika mengadakan variasi mengajar, serta ingin mengetahui usaha guru dalam mengatasi masalah yang dihadapi ketika mengadakan variasi mengajar. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan positif dalam mengadakan variasi mengajar pada pembelajaran Bahasa Indonesia sehingga guru menjadi lebih kreatif dan inovatif guna mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah variasi mengajar guru Bahasa Indonesia di kelas VIII SMP N 2 Sawan? (2) apa hambatan-hambatan yang dialami guru Bahasa Indonesia dalam mengadakan variasi mengajar di kelas VIII SMP N 2 Sawan? (3) bagaimanakah usaha guru Bahasa Indonesia dalam mengatasi masalah yang dihadapi ketika mengadakan variasi mengajar di kelas VIII SMP N 2 Sawan? Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan variasi mengajar guru Bahasa Indonesia di kelas VIII SMP N 2 Sawan, (2) mendeskripsikan hambatan-hambatan yang dialami guru Bahasa Indonesia dalam mengadakan variasi mengajar di kelas VIII SMP N 2 Sawan, dan (3) mendeskripsikan usaha guru Bahasa Indonesia dalam mengatasi masalah yang dihadapi ketika mengadakan variasi mengajar di kelas VIII SMP N 2 Sawan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini digolongkan ke dalam penelitian deskriptif kualitatif. Data-data dalam penelitian deskriptif kualitatif diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, hasil observasi, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, rancangan penelitian dipilih untuk menggambarkan secara keseluruhan keterampilan mengadakan variasi mengajar oleh guru Bahasa Indonesia di kelas VIII SMP N 2 Sawan.

(4)

Adapun subjek dalam penelitian ini adalah guru Bahasa Indonesia yang mengajar di kelas VIII SMP N 2 Sawan. Subjek penelitian adalah hal-hal yang diamati pada saat observasi. Karena guru Bahasa Indonesia yang mengajar di kelas VIII terdiri atas tiga orang, peneliti akan mengamati ketiga guru di kelas VIII untuk mengetahui kekreatifan ketiga guru dalam mengadakan variasi mengajar. Ketiga guru Bahasa Indonesia bernama Bapak Wayan Rangkep, S.Pd., Bapak Made Sucita, S.Pd., dan Bapak Drs. Md. Suhendrawangsa B, S.Pd.

Sementara itu, objek penelitian ini adalah variasi mengajar oleh guru Bahasa Indonesia. Sesuai dengan rumusan masalah yang diangkat, objek penelitian secara khusus adalah mengenai variasi mengajar guru, hambatan-hambatan yang dialami guru ketika mengadakan variasi mengajar, dan usaha yang dilakukan guru dalam mengatasi masalah ketika mengadakan variasi mengajar.

Dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk menjawab semua permasalahan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode observasi dan metode wawancara. Metode observasi digunakan untuk memeroleh data mengenai variasi-variasi yang dimunculkan guru Bahasa Indonesia ketika mengajar. Pada metode observasi ini, peneliti dibantu dengan alat perekam untuk mencatat segala peristiwa yang berlangsung saat observasi dilakukan. Hasil perekaman akan membantu peneliti dalam menemukan hal-hal yang terlewatkan selama observasi berlangsung.

Sementara itu, pada metode wawancara, peneliti mewawancarai ketiga guru Bahasa Indonesia di kelas VIII SMP N 2 Sawan untuk memeroleh informasi atau data yang lebih akurat mengenai variasi mengajar guru. Dalam penelitian ini, metode wawancara digunakan untuk memeroleh data mengenai hambatan guru dalam mengadakan variasi mengajar di kelas VIII SMP N 2 Sawan dan usaha yang dilakukan guru untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi ketika mengadakan variasi mengajar.

Setelah melakukan pengumpulan data, metode selanjutnya adalah analisis data. Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Teknik deskriptif kualitatif adalah suatu teknik menganalisis data dengan cara menginterpretasikan data yang diperoleh dengan kata-kata. Analisis data dalam penelitian ini mencakup identifikasi data, klasifikasi data, penyajian data, dan verifikasi dan penarikan simpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini akan disampaikan hasil dan pembahasan mengenai variasi mengajar guru Bahasa Indonesia di kelas VIII SMP N 2 Sawan. Hasil dan pembahasan ini dibagi menjadi tiga, yaitu (1) variasi mengajar yang digunakan guru Bahasa Indonesia di kelas VIII SMP N 2 Sawan, (2) Hambatan-hambatan yang dialami guru Bahasa Indonesia dalam mengadakan variasi mengajar di kelas VIII SMP N 2 Sawan, dan (3) Usaha guru Bahasa Indonesia dalam mengatasi masalah yang dihadapi ketika mengadakan variasi mengajar di kelas VIII SMP N 2 Sawan. Berikut ini pemaparan pembahasan hasil penelitian secara lebih mendalam.

A. Variasi Mengajar Guru Bahasa

Indonesia di Kelas VIII SMP N 2 Sawan

Berdasarkan observasi yang dilakukan, hasil yang didapat adalah guru Bahasa Indonesia di kelas VIII SMP N 2 Sawan telah mengadakan keterampilan mengadakan variasi mengajar. Keterampilan mengadakan variasi senantiasa dilakukan guru dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir. Selama proses belajar-mengajar, terdapat variasi-variasi yang dimunculkan oleh guru Bahasa Indonesia yang meliputi variasi gaya mengajar, variasi penggunaan media, dan variasi pola interaksi.

Pada komponen pertama yaitu gaya mengajar, ketiga guru sudah memperhatikan enam aspek yang meliputi: suara, mimik dan gerak, pemberian waktu/kesenyapan, kontak

(5)

pandang, perubahan posisi, dan pemusatan perhatian. Keenam aspek ini sudah dilakukan guru dengan baik.

Pada aspek suara, guru sudah mampu memvariasikan suara ketika mengajar. Guru sudah memvariasikan nada suara, volume suara, dan kecepatan suara. Ketika guru menjelaskan poin penting, suara guru pelan dan lembut. Namun, ketika menyuruh siswa untuk memperhatikan pembelajarn, suara berubah menjadi keras dan tinggi. Misal: “Laporan adalah penyampaian suatu peristiwa atau kejadian kepada orang lain” (menggunakan suara yang lembut dan pelan saat menjelaskan materi). “Sekarang coba lihat ke depan! (menggunakan nada tinggi dan agak cepat).

Pada aspek mimik dan gerak, ketiga guru sudah menunjukkan adanya variasi mimik dan gerak. Guru ketika mengajar menggerakkan tangan, mengangkat jari, menunjuk ke slide, menunjuk siswa, tersenyum, mengacungkan jempol, dan mengangguk.

Pemberian waktu/kesenyapan dilakukan guru ketika kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Guru memberikan waktu hening kepada siswa sebelum menjawab pertanyaan, guru memberikan waktu untuk memahami materi yang sudah dijelaskan, dan memberikan waktu hening kepada siswa untuk mengerjakan tugas.

Kontak pandang juga dilakukan guru ketika menjelaskan materi tidak hanya memandang siswa secara keseluruhan, namun guru juga melakukan kontak pandang secara satu per satu ketika menunggu siswa yang mampu menjawab pertanyaan. Kontak pandang dimaksudkan untuk mengetahui perhatian siswa selama mengikuti pembelajaran.

Ketika mengajar guru tidak hanya berdiri di depan, tetapi bergerak ke sisi kanan, sisi kiri ketika memandang siswa yang akan menjawab pertanyaan. Guru juga terkadang berdiri di tengah, kemudian ke depan saat menulis di papan tulis, duduk, dan mendekati siswa ketika mengerjakan tugas.

Pemusatan yang dilakukan guru dengan cara mengulang kembali poin

penting, menyuruh siswa untuk mendengarkan, menyurih siswa untuk melihat atau memperhatikan ke depan, dan menyuruh siswa untuk menulis.

Secara keseluruhan, guru sudah memperlihatkan enam aspek yang ada dalam variasi gaya mengajar yang meliputi: 1) suara, 2) mimik dan gerak, berupa senyuman, gerakan tangan, mengacungkan jari, menganggukkan kepala, mengacungkan jempol, 3) pemberian waktu/kesenyapan yang dilakukan guru dengan memberikan waktu berpikir untuk menjawab pertanyaan, memahami materi yang sudah dijelaskan, 4) kontak pandang dilakukan guru dengan baik yakni pandangan menyeluruh ke siswa dan mengarahkan pandangannya satu per satu ke siswa, 5) perubahan posisi dilakukan dengan baik terlihat guru tidak hanya berdiri di satu tempat tetapi bergerak ke sisi kiri, kanan, tengah, ke depan, duduk, dan mendekati siswa, dan 6) pemusatan perhatian yang dilakukan guru berupa verbal dan diikuti dengan pemusatan non verbal.

Namun, terdapat aspek yang paling menonjol atau paling banyak dilakukan guru. Perubahan posisi adalah aspek yang menonjol dari keenam aspek lainya. Perubahan posisi yang dilakukan ketiga guru sudah baik. Guru dalam mengajar tidak hanya berdiri di depan atau di tengah-tengah, namun guru bergerak ke sisi kanan maupun ke sisi kiri bahkan bergerak ke belakang mendekati siswa.

Pada G1, tampak guru berdiri di tengah-tengah menjelaskan materi yang akan diajarkan. Guru juga bergerak ke sisi kanan dan sisi kiri ketika menyuruh siswa untuk membuka buku paketnya. Guru juga bergerak ke depan untuk menulis di papan tulis mengenai poin-poin penting. Hal yang sama juga dilakukan oleh G2 dan G3. Guru tidak hanya monoton berdiri di tengah-tengah atau di depan, atau hanya duduk saja, melainkan guru bergerak mengubah posisinya. Guru bergerak mendekati siswa satu per satu maupun berkelompok ketika diberikan tugas.

Perubahan posisi yang dilakukan guru dimaksudkan untuk memantau keadaan siswa selama mengikuti pembelajaran. Guru memantau keadaan

(6)

setiap siswa dari depan sampai ke belakang selama pembelajaran berlangsung. Guru juga mengubah posisinya untuk menarik perhatian siswa. Guru memandang satu per satu siswanya untuk mengetahui fokus atau tidaknya siswa selama menerima materi pelajaran. Dengan posisi guru yang berubah-ubah maka guru akan tetap menjaga dan mempertahankan perhatian siswa. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya perubahan posisi guru ketika mengajar.

Hal ini sejalan dengan Soetomo (1993: 104) bahwa kalau dalam mengajar dari awal hingga akhir guru selalu duduk di kursi akan mengakibatkan minat siswa untuk menerima materi dari guru semakin menurun. Demikian sebaliknya, guru yang hanya berdiri di depan akan mengakibatkan kebosanan bagi siswa. Untuk itu, posisi guru selama mengajar dilakukan bervariasi.

Hal ini didukung oleh Djamarah (2000: 127) bahwa perpindahan posisi guru dalam ruang kelas dapat membantu menarik perhatian anak didik. Dalam artian guru membiasakan diri bergerak bebas dan tidak kikuk atau kaku. Karena guru yang kaku akan menjenuhkan bagi siswa. Oleh karena itu, guru harus membiasakan bergerak ke belakang, ke kiri, ke kanan, berdiri, duduk, mendekati siswa, dan sebagainya. Perubahan posisi ini, sudah ditampilkan oleh ketiga guru kelas VIII di SMP N 2 Sawan selama kegiatan belajar-mengajar berlangsung.

Pada komponen kedua yaitu penggunaan media dan bahan ajar, ketiga guru kurang menggunakan media yang bervariasi. Guru hanya menggunakan dua media, yakni media visual dan media audio. Pada media visual, ketiga guru sudah memanfaatkan media papan tulis dan ada yang sudah menggunakan media power point. Pada media audio, hanya G1 dan G3 yang menggunakannya. G2 tidak menampilkan adanya media audio ketika mengajar. Media audio yang nampak adalah suara murid ketika mencontohkan sebuah laporan dan sebuah kerangka naskah drama dan siswa lain mendengarkannnya. Suara guru juga tampak ketika memberikan contoh dalam

mengekspresikan percakapan pada naskah drama.

Dari kedua media ini, media yang paling menonjol adalah media visual. Penggunaan media visual karena media ini paling mudah didapatkan dan secara langsung sudah terdapat di dalam kelas. Salah satu contohnya adalah media papan tulis. Dengan menggunakan papan tulis dalam mengajar, secara langsung guru sudah menggunakan media visual. Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra penglihatan (Djamarah dan Aswan, 2002: 141). Selain itu, guru tidak menggunakan media jenis lainnya, karena guru kesulitan mencari media untuk membantu pembelajarannya.

Pada media ini, tampak G1 dan G2 memanfaatkan fasilitas yang ada seperti papan tulis, melainkan guru sudah mampu menggunakan power point dalam mengajar. Hal ini terlihat pada G3. G3 sudah mampu menggunakan media power point ketika mengajar. Media power point digunakan guru agar lebih mudah mengajar dan untuk mengefesienkan waktu.

Berbeda halnya dengan G1 dan G2. Kedua guru ini lebih memanfaatkan fasilitas yang ada di kelas seperti papan tulis. Guru memanfaatkan papan tulis dengan sebaik-baiknya. Ketika memberitahu materi yang akan diajarkan, guru menuliskannya di papan tulis. Ketika menjelaskan poin-poin penting, guru juga menuliskannya di papan. Selain itu, guru terlihat memberikan tanda seperti menggarisbawahi kata yang penting atau memberikan tanda panah. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih mengerti terhadap materi yang diberikan.

Guru menyadari bahwa dengan adanya media, dapat membantu pengajarannya dan dapat menarik perhatian siswa. Hal itu sesuai dengan pandangan yang menyatakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Sadirman, 2007: 6). Namun berdasarkan hasil penelitian, guru di SMP

(7)

N 2 Sawan kurang bervariasi terkait dengan penggunaan media pembelajaran.

Komponen ketiga yaitu pola interaksi. Guru sudah menampilkan pola interaksi baik interaksi satu arah, dua arah, dan multi arah. Meskipun demikian, pembelajaran masih didominasi oleh guru karena hanya terdapat satu dua orang yang mampu menjawab pertanyaan guru. Secara keseluruhan, guru sudah menampakkan pola interaksi. Pola interaksi satu arah tampak ketika guru menjelaskan sedikit materi pelajaran kemudian diselingi dengan pola interaksi dua arah yakni tanya jawab. Pola interaksi multi arah terlihat pada saat guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok untuk berdiskusi dan kelompok lain menanggapi.

Pola interaksi yang paling menonjol adalah pola interaksi satu arah. Dalam kegiatan belajar-mengajar, guru lebih mendominasi kegiatan pembelajaran daripada siswa. Hal ini karena selama pembelajaran berlangsung, siswa terlihat kurang aktif. Hanya terdapat beberapa siswa yang aktif dan hanya siswa yang itu-itu saja. Sedangkan siswa lain hanya sebagai pendengar. Selain itu, siswa terlihat kurang semangat mengikuti pembelejaran mengingat mata pelajaran bahasa Indonesia berlangsung pada jam siang.

Oleh sebab itu, guru berusaha membangun minat siswa untuk aktif dengan memberikan motivasi belajar. Hal ini dilakukan guru, menyadari bahwa motivasi memegang peranan penting dalam belajar. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Sanjaya (2007) bahwa mengembangkan minat belajar siswa merupakan salah satu teknik dalam mengembangkan motivasi belajar. Selain itu, memberikan motivasi belajar kepada siswa merupakan salah satu peran guru dalam kegiatan belajar-mengajar.

Dengan motivasi yang diberikan oleh guru, tampak satu atau dua orang yang berani mengeluarkan pendapatnya baik bertanya maupun menjawab pertanyaan guru. Meskipun demikian, pembelajaran masih didominasi guru. Padahal dalam kegiatan belajar-mengajar sangat diperlukan adanya interaksi. Interaksi

belajar-mengajar merupakan suatu kegiatan yang berproses antara guru dan siswa, dimana guru melaksanakan pengajaran dan siswa dalam keadaan belajar (Soetomo, 1993: 32). Oleh karena itu, tampak ketiga guru di kelas VIII ini mencarikan solusi agar dalam kegiatan belajar-mengajar tampak adanya interaksi baik interaksi dari guru ke siswa, siswa ke guru, maupun dari siswa ke siswa.

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam mengajar sangat diperlukan adanya variasi. Variasi mengajar yang dilakukan berupa variasi gaya mengajar, variasi penggunaan media dan bahan ajar, serta variasi dalam pola interaksi. Ketiga guru Bahasa Indonesia di kelas VIII SMP N 2 Sawan sudah mengadakan keterampilan variasi mengajar. Dalam variasi gaya mengajar, terdapat aspek yang paling menonjol adalah perubahan posisi guru ketika mengajar. Guru tidak hanya berdiri di depan, atau duduk, tetapi guru bergerak bebas seperti bergerak ke sisi kiri, sisi kanan, bergerak ke belakang mendekati siswa ketika mengerjakan tugas.

Dalam penggunaan media dan bahan ajar, guru kurang bervariasi. Guru hanya menggunakan media pandang dan media dengar. Pada media pandang, ketiga guru memanfaatkan media papan tulis dan power point dengan baik. Sedangkan dalam pola interaksi, interaksi yang paling menonjol adalah pola interaksi satu arah. Dalam kegiatan belajar-mengajar, pembelajaran masih didominasi oleh guru. Hanya terdapat satu atau dua orang yang aktif dalam pembelajaran. Sehingga pebelajaran masih berpusat pada guru. Meskipun demikian, secara keseluruhan guru di kelas VIII SMP N 2 Sawan, sudah mengadakan variasi mengajar sehingga kegiatan belajar-mengajar tetap berlangsung dengan baik.

B. Hambatan-hambatan yang

Dihadapi Guru Bahasa Indonesia

dalam Mengadakan Variasi

Mengajar di Kelas VIII SMP N 2 Sawan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, hambatan yang dihadapi guru berupa kesulitan dalam mendapatkan

(8)

media pembelajaran, kesusahan dalam menambahkan bahan ajar karena waktu yang terbatas, dan kesulitan dalam membangkitkan keaktifan atau partisipasi siswa dalam menjawab pertanyaan maupun bertanya sehingga kegiatan belajar-mengajar masih didominasi oleh guru.

Dari hambatan-hambatan yang ada, hambatan yang paling menonjol adalah pola interaksi. Siswa terlihat kurang aktif selama mengikuti pembelajaran sehingga kegiatan belajar mengajar masih didominasi oleh guru. Dengan adanya interaksi, guru mengetahui sejauh mana kemampuan/pemahaman siswa menyerap materi yang dijelaskan. Selain itu, dengan adanya interaksi, suasana kelas menjadi hidup. Hal ini diungkapkan oleh Djamarah (2000: 13) bahwa interaksi mutlak dilakukan guru agar tidak menimbulkan kebosanan, kejenuhan, serta untuk menghidupkan suasana kelas demi kebehasilan anak didik dalam mencapai tujuan. Sejalan dengan ini, Slameto (2003: 56) mengatakan bahwa untuk menjamin hasil belajar yang baik, siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajari. Hal ini karena, menurunnya perhatian siswa terhadap pelajaran akan berpengaruh terhadap keaktifan dan hasil belajar siswa.

Dalam hal ini, ketiga guru di kelas VIII di SMP N 2 Sawan selalu mengadakan tanya jawab di sela-sela menjelaskan materi. Dengan memberikan pertanyaan kepada siswa dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa. Memberikan pertanyaan kepada siswa juga merangsang siswa untuk melatih dan mengembangkan daya pikir, termasuk daya ingatan (Djamarah, 2000: 107). Namun, siswa kurang menunjukkan keaktifannya dalam menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan guru.

Temuan peneliti mengenai variasi mengajar dan hambatan-hambatan yang dialami guru Bahasa Indonesia sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2013) yang berjudul Performansi Guru dalam Pemanfaatan Keterampilan Mengadakan Variasi pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas X SMA N 1 Blahbatuh dan Astriani (2008)

dengan judul Keterampilan Mata Pelajaran PAI di SMA Unggulan Nurul Islami Wonolopo Semarang.

Pada penelitian yang dilakukan Handayani, terdapat kendala yang dihadapi guru dalam pemanfaatan keterampilan mengadakan variasi. Pertama, guru selalu dihadapkan dengan masalah waktu sehingga guru harus benar-benar bisa memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Kedua, siswa menjadi kendala ketika pembelajaran berlangsung. Siswa kurang berpartisipasi selama mengikuti pembelajaran. Kemampuan seorang siswa dalam berpartisipasi akan mempengaruhi keberhasilannya selama mengikuti pembelajaran.

Pada penelitian Astriani yang berjudul Keterampilan Mengajar yang Bervariasi Pengaruhnya terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran PAI di SMA Unggulan Nurul Islami Wonolopo

Semarang, menunjukkan bahwa

keterampilan mengajar yang bervariasi yang meliputi gaya mengajar, media, dan pola interaksi berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Semakin sering guru SMA Unggulan Nurul Islami Wonolopo Semarang mengadakan variasi mengajar maka semakin baik hasil belajar siswa SMA Nurul Islami Wonolopo Semarang. Pada penelitian ini, Astriani tidak mengangkat masalah hambatan guru dalam mengadakan variasi mengajar.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa masalah pola interaksi harus diperhatikan oleh guru. Dalam kegiatan belajar-mengajar guru harus melakukan kegiatan bertanya kepada siswa untuk memastikan siswa masih memperhatikan pembelajaran atau tidak. Selain itu pola interaksi digunakan untuk menghidupkan suasana di kelas.

C. Usaha Guru Bahasa Indonesia

dalam Mengatasi Masalah yang

Dihadapi ketika Mengadakan

Variasi Mengajar di Kelas VIII SMP N 2 Sawan

Berdasarkan hambatan-hambatan yang dihadapi, guru berusaha mencarikan solusi terkait dengan mengadakan variasi mengajar agar kegiatan belajar-mengajar

(9)

berjalan lancar. Solusi yang dilakukan ketiga guru kelas VIII di SMP N 2 Sawan yakni: memanfaatkan fasilitas yang ada di kelas dengan sebaik-baiknya, memberikan tugas tambahan kepada siswa yang bisa dicari di perpustakaan, internet, dan membagi siswa ke dalam beberapa kelompok diskusi. Karena hambatan yang paling menonjol adalah mengenai pola interaksi, maka usaha yang paling menonjol dilakukan guru juga terkait dengan pola interaksi.

Dalam mengatasi ketidakaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran, guru berusaha mencarikan solusi agar dalam proses pembelajaran terjadi interaksi yang baik. Dengan masalah yang ada, guru mengatasinya dengan membiasakan siswa berdiskusi kelompok. Dengan adanya diskusi, maka akan terjadinya saling tukar menukar hasil pekerjaanya untuk dipecahkan secara bersama-sama. Selain itu, dengan diadakannya diskusi, kelas akan menjadi hidup.

Seperti yang diungkapkan Djamarah dan Aswan (2002: 99) bahwa diskusi adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama. Melalui kegiatan diskusi ini, proses belajar-mengajar akan terjadi. Dimana akan terjadi interaksi antara siswa dan siswa, siswa dan guru untuk saling tukar menukar pengalaman, informasi, dan memecahkan masalah. Pendapat ini didukung oleh Soetomo (1993: 154) bahwa melalui kegiatan diskusi mereka akan diberi kesempatan untuk

mengemukakan pendapat,

mempertahankan pendapat, menyangkal pendapat orang lain, mengajukan usul-usul, dan mengajukan saran-saran dalam rangka pemecahan masalah.

Pada kegiatan diskusi kelompok di kelas VIII SMP N 2 Sawan, tampak siswa sudah berani mengeluarkan pendapatnya. Setiap kelompok terdapat satu orang perwakilan untuk menyampaikan hasil diskusinya. Agar diskusi berjalan lancar , guru menyiasatinya dengan membentuk kelompok yang heterogen. Hal ini karena

selama pembelajaran berlangsung, hanya terdapat beberapa siswa yang aktif sehingga guru membentuk kelompok yang terdapat siswa mampu dan kurang mampu dalam belajar.

Selain mengatasinya dengan membentuk kelompok, usaha yang dapat dilakukan guru adalah memberikan motivasi kepada siswa. Pemberian motivasi ini agar siswa memiliki kemauan dan keberanian untuk mengeluarkan pendapatnya sehingga selama mengikuti pembelajaran tidak hanya sebagai pendengar saja. Fathurrohman dan Sobry (2011: 92) mengemukakan bahwa motivasi memegang peranan penting dalam belajar. Siswa yang tidak memiliki motivasi belajar, tidak akan mendapatkan kualitas belajar dan prestasi yang baik. Oleh karena itu, ketika siswa berusaha untuk mengemukakan pendapatnya, guru tidak menyalahkan jawaban siswa yang kurang tepat. Guru memberikan motivasi agar siswa tidak malu atau takut dalam mengemukakan pendapatnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengatasi kepasifan siswa selama mengikuti pembelajaran, dapat diatasi dengan membentuk kelompok diskusi. Melalui kegiatan diskusi, suasana kelas akan menjadi hidup karena masing-masing kelompok akan menyampaikan hasil diskuisnya dan kelompok lain menanggapi. Dengan demikian, akan terjadi interaksi antara siswa dan siswa. Berdasarkan usaha yang dilakukan, masalah yang dihadapi guru selama kegiatan belajar-mengajar dapat ditanggulangi sehingga pembelajaran tetap berjalan lancar.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab IV, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. Pertama, variasi yang dimunculkan guru Bahasa Indonesia ketika mengajar di kelas VIII SMP N 2 Sawan, secara keseluruhan sudah bervariasi. Namun, ada komponen yang kurang bervariasi. a) variasi gaya mengajar sudah dilakukan dengan baik

(10)

yang meliputi suara, mimik dan gerak, pemberian waktu/kesenyapan, kontak pandang, perubahan posisi, dan pemusatan perhatian, b) variasi penggunaan media kurang bervariasi karena hanya menggunakan media pandang dan media dengar, dan c) variasi pola interaksi yang dimunculkan guru yaitu pola interaksi satu arah yang divariasikan dengan penggunaan pola interaksi dua arah dan multi arah. Dari ketiga komponen tersebut, terdapat komponen yang paling menonjol, seperti: perubahan posisi, penggunaan media visual, dan pola interaksi satu arah. Ketiga hal ini adalah temuan yang paling menonjol yang dilakukan oleh guru.

Kedua, hambatan yang dihadapi guru dalam mengadakan variasi, antara lain: 1) kesulitan guru dalam mendapatkan media yang menarik, 2) kesusahan menambahkan bahan ajar karena waktu yang terbatas, dan 3) kurangnya partisipasi/keaktifan siswa. Dari hambatan-hambatan yang ada, terdapat hambatan yang paling menonjol yaitu kurangnya partisipasi/keaktifan siswa. Hal ini menyebabkan kegiatan belajar-mengajar masih didominasi oleh guru.

Ketiga, usaha-usaha yang dilakukan guru dalam mengatasi masalah yang dihadapi dalam mengadakan variasi antara lain: 1) memanfaatkan fasilitas yang ada seperti papan tulis dan penggunaan media power point dengan sebaik-baiknya dan saling tukar atau meminta media dengan guru sejawat di sekolah yang bersangkutan ataupun di sekolah lain, 2) untuk bahan ajar, siswa diberikan tugas untuk mencari tambahan materi dan tugas rumah yang bisa dicari di perpustakaan, internet, meminjam buku dengan teman beda sekolah, atau dengan membeli buku di toko buku, dan 3) membagi siswa ke dalam kelompok diskusi. Dari usaha-usaha yang dilakukan guru, terdapat usaha yang paling menonjol yaitu membentuk kelompok diskusi. Guru membiasakan membentuk kelompok diskusi agar tetap terjadinya interaksi selama kegiatan belajar-mengajar berlangsung.

Terkait dengan simpulan di atas, ada saran yang ingin peneliti kemukakan untuk

dijadikan bahan pertimbangan dalam meningkatkan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah. Pertama, guru hendaknya mampu mengembangkan keterampilan mengadakan variasi dalam interaksi edukatif sehingga tercipta aktivitas dan proses belajar yang kreatif, inovatif. Kedua, variasi mengajar khususnya pada komponen penggunaan media dan bahan ajar di SMP N 2 Sawan ini sedikit mengalami permasalahan, hendaknya dari pihak sekolah itu sendiri mampu menyamaratakan fasilitas di setiap ruang kelas seperti listrik dan LCD agar pembelajaran berjalan lancar. Ketiga, penelitian ini masih bersifat sederhana. Karena itu, kepada peneliti lain diharapkan mengembangkan penelitian lanjutan mengenai keterampilan guru dalam mengadakan variasi mengajar pada lingkup yang lebih luas baik itu subjek maupun lokasinya.

DAFTAR PUSTAKA

Barnawi & Arifin. 2012. Etika dan Profesi Kependidikan. Jogjakarta: AR-Ruzz Media.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

---. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Endang, Astriyani. 2008. Keterampilan Mengajar yang Bervariasi Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran PAI di SMA Unggulan Nurul Islami Wonolopo Semarang. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Tarbiyah: Institut Agama Islam Negeri.

Handayani, Ni Gusti Made Dwi. 2013. Performansi Guru dalam Pemanfaatan Keterampilan Mengadakan Variasi pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas X SMA N 1 Blahbatuh. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia: Undiksha Singaraja.

(11)

Fathurrohman, Pupuh dan Sobry Sutikno. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Refika Aditama.

Sadirman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sanjaya, Wina. 2007. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Soetomo. 1993. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya: Usaha Nasional.

Sudiana, I Nyoman. 2006. Interaksi Belajar Mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia. Sidoarjo: Media Ilmu.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keadilan restoratif adalah proses penyelesaian perkara pidana dengan melibatkan korban tindak pidana, pelaku tindak pidana dan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan dari penelitian mengenai Pengaruh komitmen afektif,

Berdasarkan kondisi tersebut, perencanaan pengembangan jaringan sistem penyaluran air limbah domestik terpusat Kota Surakarta jalur selatan akan direncanakan pemasangan

Kelebihan dalam pembelajaran kontekstual (Anisa 2009), diantaranya: a). Pembelajaran lebih bermakna, artinya peserta didik memahami materi yang diberikan, dengan

Akan tetapi mengingat bahwa peningkatan yang perlu dilakukan pada pegawai ASN Pemkot B justru terletak pada kapasitas dasar sebagai manusia (Human Capital) yang

Berbeda dengan user, selain juga dapat melakukan input peminjaman dan pengembalian admin memiliki tampilan menu yang lebih lengkap karena admin memiliki akses untuk

SISTEM KEUANGAN ISLAM Indirect Financial Market Direct Financial Market Islamic Bond Market Islamic Equity Market Unit Trusts Takaful Forex Market Pension Funds Islamic

Target luaran yang diharapkan adalah membentuk anak panti asuhan yang mandiri secara ekonomis, dan produksi telur ayam ras dari panti yang berkelanjutan.. Dalam kegiatan ini