• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sani_manifesto Intelektual Profetik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sani_manifesto Intelektual Profetik"

Copied!
179
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I : BAB I :

SEMANGAT PEMBEBASAN IMM SEMANGAT PEMBEBASAN IMM

(Sebuah Interpretasi Akan Simbol Pembebasan Ikatan) (Sebuah Interpretasi Akan Simbol Pembebasan Ikatan)

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan salah satu Organisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan salah satu Organisasi Otonom (Ortom) yang bernaung dibawah payung besar Muhammadiyah. Sebagai Otonom (Ortom) yang bernaung dibawah payung besar Muhammadiyah. Sebagai ortom, IMM merupakan katalisator dari organisasi induknya, Muhammadiyah. Hal ini ortom, IMM merupakan katalisator dari organisasi induknya, Muhammadiyah. Hal ini telah termaktub dalam Anggaran Dasar (AD) IMM bab II pasal 6 yang menjelaskan telah termaktub dalam Anggaran Dasar (AD) IMM bab II pasal 6 yang menjelaskan adanya tujuan didirikannya organisasi tersebut. Tujuan suci lahirnya IMM dari rahim adanya tujuan didirikannya organisasi tersebut. Tujuan suci lahirnya IMM dari rahim sejarah adalah mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia sejarah adalah mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.

dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.

Dengan dasar dan tujuan IMM yang telah ditetapkan tersebut, selanjutnya Dengan dasar dan tujuan IMM yang telah ditetapkan tersebut, selanjutnya ditransformasikan kedalam cita-cita dan mimpi besar dari masing masing kader. Mimpi ditransformasikan kedalam cita-cita dan mimpi besar dari masing masing kader. Mimpi tersebut mekar menjadi spirit tiap individu kader untuk berproses dalam menjalankan tersebut mekar menjadi spirit tiap individu kader untuk berproses dalam menjalankan kehidupan sosial. Secara organisatoris IMM menghendaki terbentukya akademisi Islam kehidupan sosial. Secara organisatoris IMM menghendaki terbentukya akademisi Islam yang mendukung

yang mendukung total energi intelektual Muhammadiyah kelak.total energi intelektual Muhammadiyah kelak.

Sebagai penyumbang kader cendekiawan muslim bagi Muhammadiyah, IMM Sebagai penyumbang kader cendekiawan muslim bagi Muhammadiyah, IMM disini memiliki tugas yang sangat berat. Rekayasa genetik dengan berbagai macam disini memiliki tugas yang sangat berat. Rekayasa genetik dengan berbagai macam eksperimentasi yang hendak dijalankan oleh IMM tersebut dituntut untuk selalu eksperimentasi yang hendak dijalankan oleh IMM tersebut dituntut untuk selalu memberi iklim keilmuan bagi anggota, kader dan mahasiswa pada umumnya. Melalui memberi iklim keilmuan bagi anggota, kader dan mahasiswa pada umumnya. Melalui iklim keilmuan tersebutlah gerakan IMM saat sekarang dikonsentrasikan sebagai upaya iklim keilmuan tersebutlah gerakan IMM saat sekarang dikonsentrasikan sebagai upaya sadar dalam menjumbuhkan

sadar dalam menjumbuhkan —  — meminjam istilah Kuntowijoyomeminjam istilah Kuntowijoyo —  — masayarakat Ilmu.masayarakat Ilmu. Masyarakat ilmu yang cenderung bersifat ilmiah, rasional dan melakukan praxis Masyarakat ilmu yang cenderung bersifat ilmiah, rasional dan melakukan praxis kemanusiaan.

kemanusiaan.

Pilihan gerakan IMM bidang keilmuan tersebut yang sesungguhnya menjadi alat Pilihan gerakan IMM bidang keilmuan tersebut yang sesungguhnya menjadi alat pembeda (

pembeda (alal-- furqon furqon) dengan organisasi kemahasiswaan lainnya disamping juga ortom di) dengan organisasi kemahasiswaan lainnya disamping juga ortom di lingkungan Muhammadiyah sendiri. Latar belakang gerakan IMM dalam ranah lingkungan Muhammadiyah sendiri. Latar belakang gerakan IMM dalam ranah keilmuan telah menjadi pilihan sadar institusi dalam membaca kebutuhan dasar keilmuan telah menjadi pilihan sadar institusi dalam membaca kebutuhan dasar organisasi yang seringkali dihadapkan dengan logika akademisi dengan sifat ilmiah, dan organisasi yang seringkali dihadapkan dengan logika akademisi dengan sifat ilmiah, dan bukannya emosional. Gerakan ilmu yang dimiliki oleh IMM ini dikreasikan dalam bukannya emosional. Gerakan ilmu yang dimiliki oleh IMM ini dikreasikan dalam

(2)

bentuk tradisi (budaya) serta etos kerja yang tinggi oleh tiap-tiap kader dalam bentuk tradisi (budaya) serta etos kerja yang tinggi oleh tiap-tiap kader dalam menggoreskan bingkai perjalanan sejarah institusi.

menggoreskan bingkai perjalanan sejarah institusi.

Menggali Makna Simbol IMM Menggali Makna Simbol IMM

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) lahir pada 14 Maret 1964 M. Kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) lahir pada 14 Maret 1964 M. Kelahiran dan kehadiran IMM ditengah derap langkah kepemudaan dan kemahasiswaan dan kehadiran IMM ditengah derap langkah kepemudaan dan kemahasiswaan Indonesia, ditengah umat dan bangsa sesunggubnya bukanlah kecelakaan atau Indonesia, ditengah umat dan bangsa sesunggubnya bukanlah kecelakaan atau kebetulan sejarah (

kebetulan sejarah (an historical accidentan historical accident). Melainkan sebuah sejarah yang berproses dan). Melainkan sebuah sejarah yang berproses dan bertumbuh dan bertumpu pada perwujudan sikap dan kesadaran akan makna dan bertumbuh dan bertumpu pada perwujudan sikap dan kesadaran akan makna dan tanggung jawab dalam perjuangan dalam melaksanakan dan mengemban misi Illahi. tanggung jawab dalam perjuangan dalam melaksanakan dan mengemban misi Illahi. Makna kesadaran dan tanggung jawab berkaitan dengan sejarah kelahira IMM juga Makna kesadaran dan tanggung jawab berkaitan dengan sejarah kelahira IMM juga mempunyai ruh pertalian denga kesadaran untuk memenuhi tugas suci yakni turut mempunyai ruh pertalian denga kesadaran untuk memenuhi tugas suci yakni turut memelihara martabat dan membela kejayaan bangsa Indonesia. Karenanya, kelahiran memelihara martabat dan membela kejayaan bangsa Indonesia. Karenanya, kelahiran IMM dapat dikatakan sebagai sebuah keharusan sejarah (

IMM dapat dikatakan sebagai sebuah keharusan sejarah (an historical necessityan historical necessity) bagi) bagi perjalanan Persyarikatan, umat dan bangsa. (

perjalanan Persyarikatan, umat dan bangsa. (Kelahiran yang DipersoalkanKelahiran yang Dipersoalkan, 1990: 52-55)., 1990: 52-55). Artinya, bahwa kelahiran IMM sebagai sebuah keharusan sejarah merupakan titik Artinya, bahwa kelahiran IMM sebagai sebuah keharusan sejarah merupakan titik tolak awal keberangkatan gagasan-gagasan cemerlang para

tolak awal keberangkatan gagasan-gagasan cemerlang para  founding  founding fathersfathers IMM untuk IMM untuk melakukan transformasi sosial pada masyarakat. Kelahiran IMM memiliki latar belakang melakukan transformasi sosial pada masyarakat. Kelahiran IMM memiliki latar belakang atau konfigurasi yang dipengaruhi oleh tiga keadaan.

atau konfigurasi yang dipengaruhi oleh tiga keadaan. PertamaPertama, keadaan kehidupan umat, keadaan kehidupan umat dan bangsa. Bahwa kondisi umat dan bangsa saat itu tengah mengalami masa transisi dan bangsa. Bahwa kondisi umat dan bangsa saat itu tengah mengalami masa transisi menuju demokratisasi. Munculnya gerakan “kaum merah” setidaknya sangat menuju demokratisasi. Munculnya gerakan “kaum merah” setidaknya sangat mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara.

mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara. KeduaKedua, keadaan kehidupan, keadaan kehidupan kemahasiswaan.

kemahasiswaan. KetigaKetiga, keadaan kehidupan Muhammadiyah., keadaan kehidupan Muhammadiyah.

Sebagai organisasi yang memiliki sejarah panjang, IMM tentunya memiliki Sebagai organisasi yang memiliki sejarah panjang, IMM tentunya memiliki identitas yang menjadi simbol dan jargon perjuangan.

identitas yang menjadi simbol dan jargon perjuangan.

Pun juga demikian halnya dengan IMM. Organisasi ini juga memiliki semboyan Pun juga demikian halnya dengan IMM. Organisasi ini juga memiliki semboyan atau jargon yang selama ini cukup dikenal dan kian tertanam dalam setiap diri atau jargon yang selama ini cukup dikenal dan kian tertanam dalam setiap diri kadernya. Melalui jargon institusi yang berbunyi

(3)

bentuk tradisi (budaya) serta etos kerja yang tinggi oleh tiap-tiap kader dalam bentuk tradisi (budaya) serta etos kerja yang tinggi oleh tiap-tiap kader dalam menggoreskan bingkai perjalanan sejarah institusi.

menggoreskan bingkai perjalanan sejarah institusi.

Menggali Makna Simbol IMM Menggali Makna Simbol IMM

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) lahir pada 14 Maret 1964 M. Kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) lahir pada 14 Maret 1964 M. Kelahiran dan kehadiran IMM ditengah derap langkah kepemudaan dan kemahasiswaan dan kehadiran IMM ditengah derap langkah kepemudaan dan kemahasiswaan Indonesia, ditengah umat dan bangsa sesunggubnya bukanlah kecelakaan atau Indonesia, ditengah umat dan bangsa sesunggubnya bukanlah kecelakaan atau kebetulan sejarah (

kebetulan sejarah (an historical accidentan historical accident). Melainkan sebuah sejarah yang berproses dan). Melainkan sebuah sejarah yang berproses dan bertumbuh dan bertumpu pada perwujudan sikap dan kesadaran akan makna dan bertumbuh dan bertumpu pada perwujudan sikap dan kesadaran akan makna dan tanggung jawab dalam perjuangan dalam melaksanakan dan mengemban misi Illahi. tanggung jawab dalam perjuangan dalam melaksanakan dan mengemban misi Illahi. Makna kesadaran dan tanggung jawab berkaitan dengan sejarah kelahira IMM juga Makna kesadaran dan tanggung jawab berkaitan dengan sejarah kelahira IMM juga mempunyai ruh pertalian denga kesadaran untuk memenuhi tugas suci yakni turut mempunyai ruh pertalian denga kesadaran untuk memenuhi tugas suci yakni turut memelihara martabat dan membela kejayaan bangsa Indonesia. Karenanya, kelahiran memelihara martabat dan membela kejayaan bangsa Indonesia. Karenanya, kelahiran IMM dapat dikatakan sebagai sebuah keharusan sejarah (

IMM dapat dikatakan sebagai sebuah keharusan sejarah (an historical necessityan historical necessity) bagi) bagi perjalanan Persyarikatan, umat dan bangsa. (

perjalanan Persyarikatan, umat dan bangsa. (Kelahiran yang DipersoalkanKelahiran yang Dipersoalkan, 1990: 52-55)., 1990: 52-55). Artinya, bahwa kelahiran IMM sebagai sebuah keharusan sejarah merupakan titik Artinya, bahwa kelahiran IMM sebagai sebuah keharusan sejarah merupakan titik tolak awal keberangkatan gagasan-gagasan cemerlang para

tolak awal keberangkatan gagasan-gagasan cemerlang para  founding  founding fathersfathers IMM untuk IMM untuk melakukan transformasi sosial pada masyarakat. Kelahiran IMM memiliki latar belakang melakukan transformasi sosial pada masyarakat. Kelahiran IMM memiliki latar belakang atau konfigurasi yang dipengaruhi oleh tiga keadaan.

atau konfigurasi yang dipengaruhi oleh tiga keadaan. PertamaPertama, keadaan kehidupan umat, keadaan kehidupan umat dan bangsa. Bahwa kondisi umat dan bangsa saat itu tengah mengalami masa transisi dan bangsa. Bahwa kondisi umat dan bangsa saat itu tengah mengalami masa transisi menuju demokratisasi. Munculnya gerakan “kaum merah” setidaknya sangat menuju demokratisasi. Munculnya gerakan “kaum merah” setidaknya sangat mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara.

mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara. KeduaKedua, keadaan kehidupan, keadaan kehidupan kemahasiswaan.

kemahasiswaan. KetigaKetiga, keadaan kehidupan Muhammadiyah., keadaan kehidupan Muhammadiyah.

Sebagai organisasi yang memiliki sejarah panjang, IMM tentunya memiliki Sebagai organisasi yang memiliki sejarah panjang, IMM tentunya memiliki identitas yang menjadi simbol dan jargon perjuangan.

identitas yang menjadi simbol dan jargon perjuangan.

Pun juga demikian halnya dengan IMM. Organisasi ini juga memiliki semboyan Pun juga demikian halnya dengan IMM. Organisasi ini juga memiliki semboyan atau jargon yang selama ini cukup dikenal dan kian tertanam dalam setiap diri atau jargon yang selama ini cukup dikenal dan kian tertanam dalam setiap diri kadernya. Melalui jargon institusi yang berbunyi

(4)

Intelektual

Intelektual”” , ,  IMM sejatinya tidak begitu sukar untuk membentuk iklim intelektual dan  IMM sejatinya tidak begitu sukar untuk membentuk iklim intelektual dan moralitas tinggi dalam komunitasnya. Iklim intelektual dan moralitas tinggi tersebut moralitas tinggi dalam komunitasnya. Iklim intelektual dan moralitas tinggi tersebut  juga

 juga dijadikan dijadikan sebagai sebagai wahana wahana indoktrinasi indoktrinasi dari dari spirit spirit masing-masing masing-masing kader kader dalamdalam menapakkan jejak langkah dipentas peradaban.

menapakkan jejak langkah dipentas peradaban.

Dalam sejarahnya, jargon institusi yang dimiliki IMM tersebut merupakan Dalam sejarahnya, jargon institusi yang dimiliki IMM tersebut merupakan lambang atau motto yang sejak awal telah digunakan oleh para santriwati di madrasah lambang atau motto yang sejak awal telah digunakan oleh para santriwati di madrasah Mu‟alimat Muhammadiyah

Mu‟alimat Muhammadiyah Yogyakarta. Dus selanjutnya motto tersebut diadopsiYogyakarta. Dus selanjutnya motto tersebut diadopsi sebagai jargon institusi IMM. Pengadopsian tersebut dikarenakan adanya suatu gaya sebagai jargon institusi IMM. Pengadopsian tersebut dikarenakan adanya suatu gaya bahasa yang cukup sederhana, mudah diingat, filosofis dan tentunya memiliki arti yang bahasa yang cukup sederhana, mudah diingat, filosofis dan tentunya memiliki arti yang sangat mendalam bagi perkembangan iklim intelektual organisasi.

sangat mendalam bagi perkembangan iklim intelektual organisasi.

Namun dalam perjalanannya, semboyan atau jargon tersebut telah dikritisi Namun dalam perjalanannya, semboyan atau jargon tersebut telah dikritisi sebegitu tajam oleh sekian banyak kader IMM. Upaya kritisisasi itu sejatinya telah sebegitu tajam oleh sekian banyak kader IMM. Upaya kritisisasi itu sejatinya telah dilakukan oleh para kader sejak berada dalam Pimpinan Komisariat (PK) hingga terakhir dilakukan oleh para kader sejak berada dalam Pimpinan Komisariat (PK) hingga terakhir kali ditindak lanjuti dalam Musyawarah Daerah Dewan Pimpinan Daerah (Musyda kali ditindak lanjuti dalam Musyawarah Daerah Dewan Pimpinan Daerah (Musyda DPD) IMM Yogyakarta ke-XII di Puslitbang, Kali Urang. Jargon IMM

DPD) IMM Yogyakarta ke-XII di Puslitbang, Kali Urang. Jargon IMM ““anggun dalamanggun dalam moral dan unggul dalam intelektual

moral dan unggul dalam intelektual””  jika jika dinilaidinilai secara struktur kalimat sejatinya tidaksecara struktur kalimat sejatinya tidak memiliki masalah yang berarti. Karena, jargon yang memiliki dua kalimat tersebut memiliki masalah yang berarti. Karena, jargon yang memiliki dua kalimat tersebut merupakan kata majemuk yang coba untuk digabungkan dan memiliki pemaknaan merupakan kata majemuk yang coba untuk digabungkan dan memiliki pemaknaan secara utuh dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.

secara utuh dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.

Tetapi jika dilihat dengan menggunakan logika atau alur berfikir filosofis, maka Tetapi jika dilihat dengan menggunakan logika atau alur berfikir filosofis, maka kalimat majemuk itu akan saling bertentangan atau saling tumpang tindih maknanya. kalimat majemuk itu akan saling bertentangan atau saling tumpang tindih maknanya. Sebagaimana dalam alur logika filsafat, dimana satu kesatuan kalimat dimaknai secara Sebagaimana dalam alur logika filsafat, dimana satu kesatuan kalimat dimaknai secara sistematis dalam berbicara tentang wilayah ontologi, epistemologi dan axiologi. Melalui sistematis dalam berbicara tentang wilayah ontologi, epistemologi dan axiologi. Melalui alur logika tersebut kiranya dapat dianalisa bersama bahwa frase

alur logika tersebut kiranya dapat dianalisa bersama bahwa frase ““anggun dalam moralanggun dalam moral”” merupakan bagian dari wujud axiologi yang berisi tentang nilai etika dan estetika. merupakan bagian dari wujud axiologi yang berisi tentang nilai etika dan estetika. Sedangkan “

Sedangkan “unggul dalam intelektualunggul dalam intelektual”” , , merupakan wilayah epistemologi yang mengkajimerupakan wilayah epistemologi yang mengkaji tentang sumber pengetahuan dan bagaima cara memperoleh pengetahuan itu.

tentang sumber pengetahuan dan bagaima cara memperoleh pengetahuan itu. Kata

Kata intelektualintelektual  disini merupakan cara untuk memperoleh pengetahuan yang  disini merupakan cara untuk memperoleh pengetahuan yang tinggi, sedangkan moral dalam kata

tinggi, sedangkan moral dalam kata anggun anggun merupakan wilayah axiologi. Berangkat dari merupakan wilayah axiologi. Berangkat dari ketimpangan dua struktur kata tersebut akan sangat susah untuk lebih jauh ditelaah ketimpangan dua struktur kata tersebut akan sangat susah untuk lebih jauh ditelaah

(5)

tentang bagaimana cara mengetahui makna “baik”  dan “buruk”  apabila tidak dikenal terlebih dahulu tentang definisi kedua kata tersebut serta bagaimana cara memperolehnya. Sehingga secara filosofis dapat diketemukan bahwa struktur kalimat dalam jargon IMM tersebut tidak memiliki sistematika yang jelas dan terdapat kerancuan penggunaan logika berfikir dari semboyan institusi yang telah lama ditetapkan itu.

Oleh sebab itu dibutuhkan ketajaman analisa dalam melakukan pembenahan (rekonstruksi) atas jargon institusi secara sistematis dan terstruktur itu. Untuk melakukan sistematika pemikiran dalam jargon IMM tersebut, maka yang dibutuhkan selanjutnya adalah pembalikan frase yang ada dalam struktur kalimat. Dalam arti lain, jargon IMM yang dahulunya digaungkan dengan anggun dalam moran, unggul dalam intelektual dibalik menjadi unggul dalam intelektual, anggun dalam moral. Pembalikan struktur kalimat tersebut merupakan wujud dari telaah institusi dalam membaca kecenderungan tumpang-tindihnya makna jargon organisasi. Kalimat majemuk diatas diangkat dari dasar filsafat yang terdiri dari epistemologi dan axiologi.

Sebagai bagian dari salah satu gerakan mahasiswa, IMM juga membutuhkan adanya pemicu semangat kader dalam melakukan praksis gerakan. Untuk itu, dipandang perlu adanya jargon tambahan yang menjadi spirit kader dalam mempraksiskan pola gerak ideal yang didasari dari model gerakan radikal . Penambahan kata radikal dalam gerakan di jargon IMM merupakan wujud dari tindakan praxis untuk melakukan transformasi sosial. Radikal memiliki arti secara mengakar, menyeluruh dan mendalam.

Dengan penggabungan kata unggul dalam intelektual, anggun dalam moral dan radikal dalam gerakan  sesungguhnya harapan IMM secara institusi dalam membina tindakan kader  progressif-nya haruslah diilhami dari suatu gagasan yang bersifat mendalam dan menyeluruh serta praxis dalam gerakan. Keterkaitan antar kata dalam semboyan itu bersifat saling berkelindan dan tidak dapat dipisahkan. Wujud dari adanya penggabungan tiga kata tersebut dapat digambarkan dengan sederhana, dimana seorang kader IMM adalah insan yang memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan moral dan cenderung melakukan aksi nyata (praxis). Hal ini tentunya dapat tercermin

(6)

dalam perilaku kader sehari-hari. Pembenahan terhadap semboyan IMM tersebut mengajak sosok kader dalam mencoba menggali tatanan sosial yang selama ini dianggap telah “mapan”  dan dikaji ulang sebagai wujud pendalaman makna yang ada dalam semboyan tersebut.

Tugas yang diemban oleh IMM sebagai sebuah organisasi adalah melakukan transformasi sosial. IMM merupakan gerakan mahasiswa yang memiliki basis kader diranah kampus dan memiliki kultur (culture) berbeda dengan gerakan mahasiswa lainnya. Konsentrasi gerakan IMM sejatinya dinisbatkan sepenuh-penuhnya untuk masa depan Muhammadiyah, bangsa dan khususnya agama Islam. Karena itulah IMM memilki trilogi yang dimaknai sebagai bagian integral dalam menjalankan aktivitas sosial kadernya. Trilogi tersebut meliputi, kemahasiswaan, keagamaan dan kemasyarakatan.

Sifat dari pengejawantahan trilogi tersebut merupakan wujud dari adanya kesatuan integral organisasi, dimana antara lahan satu dan yang lainnya tidak dapat dipisahkan, meski dapat dibedakan. Hal tersebut dikarenakan ketiganya adalah cerminan dari realitas diri IMM yang meliputi asal, latar belakang, basic kader, basic keagamaan. Serta lahan garap lainnya yang dijadikan sebagai media transformasi sosial, baik dalam wilayah kemahasiswaan, keagamaan dan kemasyarakatan.

Pembahasan akan adanya hasil penerjemahan trilogi tersebut merupakan esensi dari munculnya karakteristik atau profil kader IMM. Pengungkapan ini menjadi langkah konkrit yang semestinya diambil oleh organisasi dalam melakukan pembacaan ulang terhadap segala sesuatu yang dianggap telah “mapan”  dikalangan internal maupun eksternal institusi. Pemaknaan ulang yang tertera dalam trilogi gerakan tersebut merupakan spirit yang semestinya dimiliki oleh seorang kader.

Berkaca Pada Misi Profetik Ahmad Dahlan

Interpretasi dari ketiga ranah garap IMM tersebut dapat dilihat pada penekanan makna, keagamaan menjadi religiusitas (transendensi) , kemahasiswaan menjadi intelektualitas , kemasyarakatan menjadi liberatif dan humanitas. Wujud dari masing-masing interpretasi trilogi ini diharapkan termaktub dalam tiap individu kader.

(7)

Bidang keagamaan. Seorang kader IMM hendaknya dapat menguasai tiga tradisi pengembangan wilayah keagamaan dalam upaya –  meminjam istilah Hasan Hanafi – pembangunan peradaban. Ketiga tradisi tersebut adalah pertama, tradisi Islam klasik. Kedua, tradisi Islam saat sekarang atau oksidentalisme. Ketiga, tradisi masa depan Islam.

Pertama, adalah tradisi Islam klasik, dimana teks agama dijadikan sebagai pemompa semangat pembebasan dan praxis sosial. Teks agama disini tidak sebatas dimaknai sebagai benda yang mati melainkan tetap dapat berjalan sesuai dengan ritme perkembangan zaman. Pemahaman akan pesan teks tersebut selanjutnya menjadi bagian dari fakta sejarah pembebasan manusia yang tak terbantahkan lagi meski dengan dalih apapun.

Kedua,  adalah tradisi keagamaan saat sekarang yang dikenal dengan istilah oksidentalisme. Tradisi tersebut mengajak umat Islam untuk lebih melihat peradaban Barat yang sudah sangat maju itu. Tentunya hal ini disertai dengan upaya umat muslim sendiri untuk lebih bisa belajar banyak dari peradaban Barat yang selanjutnya dijadikan sebagai bahan pelengkap sebagai wahana mencapai target persamaan kedudukan dalam mengkaji ilmu pengetahuaan. Pendek kata, Hasan Hanafi mengemukakan adanya kesejajaran ego Barat dengan Islam.

Ketiga,  adalah tradisi masa depan keagamaan (Islam). Tradisi ini dengan sendirinya mengajak umat Islam untuk lebih bersentuhan secara langsung dengan tradisi saat sekarang untuk merekontruksi peradaban masa depan. Menurut Hasan Hanafi, dalam mencapai tradisi kedepan ini dibutuhkan adanya penggalian atau pemaknaan ajaran agama yang bercorak liberatif, emansipatoris, berpihak dan tidak bebas nilai. Proses keterbukaan atas wilayah-wilayah esensial dengan prinsip dialogis berperan sebagai penjembatan atas kesenjangan peradaban Barat dan Islam saat sekarang. Dalam kontek ini, umat Islam berhak menilai dirinya sendiri dan juga dapat menilai atau melakukan pengkajian terhadap peradaban Barat. Dengan demikian akan lebih terjadi adanya kesejajaran “ego” antara Barat dengan Islam.

Ciri khas akan pemahaman keagamaan IMM adalah menjadikan Islam sebagai rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil „alamin). Pelaksanaan Islam sebagai rahmat bagi

(8)

alam semesta tersebut dijumbuhkan melalui forum dialog secara inheren antara kesalehan individual dan keshalehan sosial. Keshalehan individual merupakan cerminan dari sifat sufistik orang-orang tasawuf. Dan kesalehan sosial merupakan cerminan dari gerakan liberatif kaum Marxian. Perpaduan dua unsur tersebut sejatinya telah dijalankan oleh para nabi terdahulu yang menjadi panutan seluruh umat Islam seantero dunia dalam membebaskan kaumnya. Dengan wujud pembebasan tersebut, para nabi mengantarkan umat Islam untuk menjalankan ibadah sosial yang berpihak pada fakir-miskin (mustad‟afin). Sebuah ajaran Islam yang lebih dikenal sebagai – meminjam istilah Kuntowijoyo – transformasi profetik.

Semangat pembebasan yang telah diajarkan oleh para nabi (transformasi profetik) ini menjadikan Islam sebagai rahmat untuk alam semesta yang bersifat melampaui zaman dan waktunya ketika itu. Semangat agama yang membebaskan atau berpihak tersebut juga telah diterapkan sejak awal oleh sang  founding father   Muhammadiyah, Ahmad Dahlan. Hal ini dapat dilihat dengan berdirinya sekian banyak sekolah, pantai asuhan, rumah sakit dan lembaga sosial lainnya. Upaya Ahmad Dahlan dalam mendirikan sejumlah amal usaha tersebut merupakan wujud dari pengejawantahan makna yang terkandung dalam misi transformasi profetik itu. Sebuah transformasi profetik tersebut dibentuk dalam sebuah gagasan sosial yang aplikatif atau praksis.

Bidang kemahasiswaan. Interpretasi akan simbol dari bagian trilogi IMM yang kedua adalah wilayah kemahasiswaan yang termaktub dalam proses pengembangan intelektualitas kader. Mahasiswa merupakan salah satu generasi yang cukup peka terhadap perkembangan dan keadaan bangsanya. Mahasiswa juga dimaknai sebagai kreator perubahan (agen of change)  dalam setiap kali menyikapi masalah-masalah sosial yang sedang berkembang. Kelompok mahasiswa juga dikatakan sebagai generasi akademis yang memiliki sifat keterbukaan, siap menerima kritik dan menghargai adanya keberagaman (pluralitas) kebenaran dari corak berfikir yang futuristik.

Cita-cita Kuntowijoyo dalam melakukan eksperimentasi masyarakat ilmu sekiranya dapat dijadikan contoh sebagai mimpi panjang kader IMM. Mimpi akan adanya masyarakat ilmu tersebut sejatinya telah dimiliki oleh IMM sebagai dasar strategis pengembangan institusi kedepan. Dimana dengan latar belakang kader sebagai

(9)

seorang mahasiswa tentunya akan sangat mudah untuk diterjemahkan dalam bentuk kajian bersifat  futuristik. Kajian ini selanjutnya digunakan untuk melakukan transformasi profetik dalam mengatasi problem bangsa yang kian tak bertepi.

Gerakan yang dilakukan oleh IMM tersebut memiliki corak keilmuan dengan dasar akademis. Sebagai wahana pengembangan atas kekayaan ilmu yang dimiliki oleh kader selanjutnya dinisbatkan dalam wujud konkrit akan transformasi sosial. Disini peran kader IMM tetaplah dituntut untuk lebih bersikap profesional. Kendati telah selesai dari pucuk pimpinan struktural di level manapun, selanjutnya dibutuhkan adanya wadah transformasi yang sesuai dengan masing-masing keahlian dan basic keilmuan kader. Melalui wadah tersebut bairkanlah kader yang telah “ditanam”  dalam suatu lingkungan berbeda dengan komunitas awalnya dapat lebih berperan dan justru memberi warna (sibghoh) yang lebih baik. Logika sederhananya adalah dengan menanam kader pada tanah yang tandus diharapkan dapat menjadi lebih subur atau mungkin menjadi tanah yang berintan, permata, emas dan yang lainnya. Dengan demikian penanaman kader IMM dapat lebih bermanfaat bagi orang lain.

Kecenderungan gerakan yang dikehendaki IMM secara institusi adalah gerakan keilmuan dan bukannya gerakan politik. Meski politik adalah bagian dari cabang ilmu pengetahuan namun dalam kontek ini gerakan politik yang “agak” dihindari oleh IMM adalah gerakan politik praktis. Politik praktis adalah suatu gerakan yang selalu mengedepankan akselerasi individu untuk meraih keuntungan sesaat dan tanpa dibekali ketajaman analisa akademik. Karenanya, pilihan gerakan ilmu bagi IMM adalah kebutuhan mendasar institusi yang patut secepatnya dimaterialkan sebagai obor penerang peradaban. IMM harus dengan tegas dan berani untuk menentukan pilihan gerakan itu sebagai kebutuhan dasar institusi dengan tujuan menerbitkan kader akademisi Islam untuk kepentingan Muhammadiyah kedepan. IMM juga harus sadar bahwa ikhlas dan istiqomah dalam memilih itu penuh dengan cuaca menantang dan memerlukan waktu panjang dalam menjalankannya.

Pilihan gerakan IMM tersebut sejatinya telah dikemas dalam sejarah panjang perjalanan Muhammadiyah dulunya. Dimana, dengan gerakan keilmuan yang dimekarkan oleh Muhammadiyah tersebut merupakan wujud pembeda gerakan

(10)

persyarikatan dengan Sarekat Islam (SI). Pemaknaan atas gerakan ilmu tersebut oleh Kuntowijoyo diibaratkan layaknya orang yang sedang menanam pohon jati. Pohon tersebut dalam menuai hasilnya memakan waktu berpuluh-puluh tahun dan bahkan dibutuhkan satu generasi untuk “mengungguh”  buahnya. Sedangkan gerakan politis dibaratkan dengan pohon pisang. Dimana pohon pisang tersebut akan sangat cepat untuk berbuah dan berkembang. Tetapi hal itu hanya bersifat sementara saja dan yang dihasilkannya pun tak bisa memuaskan. Bahkan yang paling menyedihkan adalah pasca pohon itu berbuah maka ia akan mati.

Berangkat dari kedua analogi tersebut dapat dilihat dengan cermat atas perjalanan sejarah antara SI dan Muhammadiyah. Gerakan yang dilakukan Muhammadiyah dalam menanamnya mengurai perjalanan waktu panjang serta memerlukan kesabaran tinggi. Akan tetapi pada tahun 60-90an kader-kader Muhammadiyah banyak yang duduk dalam jajaran pemerintahan serta menggunakan posisi strategisnya untuk melakukan transformasi sosial. Sedangkan yang dilakukan oleh anggota SI dengan waktu singkat dapat berkembang pesat. Hal itu terbukti dengan sejumlah anggotanya yang mencapai tingkat nasional. Percepatan gerakan ang dilakukan oleh SI tersebut berkahir dengan hilangnya riwayat organisasi itu dimakan sejarah.

Bidang kemasyarakatan. Wilayah kemasyarakatan tersebut dapat diinterpretasikan sebagai humanitas dan liberatif. Humanitas yang dilakukan oleh IMM merupakan suatu kebutuhan dalam melihat realitas sosial yang cenderung terjadi adanya proses dehumanisasi. Terjadinya dehumanisasi yang dilakukan oleh manusia tersebut sejatinya merupakan akibat dari konsep kesadarannya atas gagasan antroposentris. Kesadaran antroposentris pertama kali digulirkan oleh seorang filosof asal Perancis, Rene Descartes dengan jargon “saya berfikir maka saya ada” (cogito ergo sum).

Kesadaran antroposentris yang dibangun oleh Descartes tersebut menjadikan manusia bersifat otonom dalam menentukan nasibnya sendiri dan menaklukkan alam. Dari konsep kesadaran yang dibangun oleh Descartes, dalam perkembangannya kemudian melahirkan tradisi kebudayaan masyarakat Barat saat sekarang. Dimana

(11)

dalam masyarakat tersebut telah terjadi kemajuan teknologi yang maha dasyat. Hal ini terjadi pada awal abad ke-19 yang ditandai dengan penemuan metode ilmiah deduksi, induksi, ekperimen oleh Francis Bacon.

Perkembangan industrialisasi yang berjalan di Barat sampai sekarang sudah menuju pada keadaan masyarakat –  meminjam istilah Daniel Bell –  postindustrial. Masyarakat Barat dengan perkembangan postindustrialisme tersebut memiliki kehampaan spiritual, karenanya mereka membutuhkan sentuhan nilai agama (religiusitas). Menurut Doni Grahal Adian, dalam rangka mengobati peradaban Barat tersebut maka memunculkan istilah-istilah baru seperti, pragmatisme, anarkisme serta utilitarianisme. Tujuan teknologi dan sistem kapitalisme dalam masyarakat postindustrial yang dianggap menjadi salah satu cara untuk lebih mempermudah manusia justru malah makin mempersulit. Hal ini dikatakan oleh Max Weber sebagai sangkar besi rasionalisme.

Sistem kapitalisme melalui perkembangan teknologinya telah berjalan sendri tanpa terkendali, sehingga mereka terjerembab menjadi alat bagi para pemegang modal yang kemudian menyebabkan manusia ter-dehumanisasi. Hal ini berakibat pada munculnya sejumlah kerusakan dan eksploitasi ekologi alam semesta karena perilaku manusia. Masyarakat dan para intelektual telah terjerumus dalam lembah hitam yang bekerja untuk kepentingan kekuasaan. Dalam kontek tersebut maka ilmu pengetahuandijadikan sebagai alat legitimasi kekuasaan yang tanpa sadar telah diarahkan pada kepentingan global berupa pasar bebas. Kekuatan humanisasi yang dimunculkan oleh pandangan antroposentris cenderung berbalik pada upaya dehumanisasi itu sendiri.

Berdasarkan problem sosial diera postmodernisme yang tengah terjadi saat sekarang mencoba mengintegrasikan antara nilai agama dengan ilmu pengetahuan atau penyapaan bahasa langit dengan bumi. Wujud pengintegrasian ini dijumbuhkan dalam upaya memberikan tawaran terhadap problem dehumanisasi itu. Sebagai sarana antisipasi, Kuntowijiyo memandang perlu untuk menekankan gagasan –  meminjam istilah Ali Syari'ati –  berdasarkan humanisme teoantroprosentris. Pandangan ini mencoba memaknai humanisme yang didasarkan pada nilai ajaran agama dalam melihat

(12)

manusia dan bukannya pada otonomi manusia itu sendiri. Kuntowijoyo telah memberikan ilustrasi tentang makna fitrah yang lebih memanusiakan manusia pada derajat sesungguhnya atau sebaik-baik manusia fi ahsani taqwin.

Derajat manusia yang sesungguhnya mencapai tingkat kemuliaan dan tidak mengalami keterhinaan, baik yang dilakukan oleh struktur ataupun super struktur dalam membentuk kesadran manusia tersebut. penekanan pandangan pemanusian-manusia atau proses humanisasi tersebut didasarkan pada teoatroprosentris bukannya atroposentris. Proses manusiawisasi adalah upaya melakukan transformasi kesadaran akan diri manusia yang sesungguhnya berdasarkan nilai-nilai agama.

Liberatif dalam bahasa sederhananya adalah proses pembebasan. Proses pembebasan ini telah dilakukan oleh kaum Marxis dalam menyelesaikan permasalahan sosial. Proses liberatif yang dilakukan tersebut lebih ditekankan pada upaya membentuk kesadaran manusia. Dimana manusia yang terbebaskan tersebut dapat menyadari bahwa dirinya mengalami ketertindasan oleh sistem yang selama ini sedang berjalanan.

Gagasan liberatif IMM memiliki arah pada spirit pembebasan dan sekaligus bertujuan penuh pada upaya recovery pasca dibebaskannya manusia. Proses pembebasan IMM tersebut dapat dimaknai dengan istilah  profetical of liberatif. Profetical of liberatif ini dalam sejarah kenabian dapat dirujuk pada cara pembebasan yang telah dilakukan oleh nabi Musa as. dalam memerdekaan kaumnya dari penindasan Fir'aun. Dimana usai melakukan pembebasan dan benar-benar merdeka dari sistem tersebut, maka nabi Musa mengarahkan agar kaumnya memiliki kesadaran akan adanya sang Pencipta. Semangat kenabian tersebut mengajak proses pembebasan yang dilakukan oleh IMM cenderung berbeda dengan yang dilakukan oleh kelompok Marxian.

Dalam konteks masyarakat Indonesia, semangat pembebasan itu juga sejatinya telah dilakukan oleh Ahmad Dahlan. Menurut Abdul Munir Mulkhan, upaya pembebasan yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan condong pada gerakan profetik. Hal tersebut dikarenakan Ahmad Dahlan dalam melakukan tranformasi sosial atau humanisasi dan liberasinya lebih berdasar pada semangat trasendensi. Semangat transendensi Ahmad Dahlan adalah hasil persentuhan antara kekuatan teks (Al- Qur‟an) terhadap realitas. Dengan jalan kontekstualisasi teks dengan realitas serta dibarengi

(13)

dengan angkah konkrit menyebabkan perjuangan Ahmad Dahlan dapat secara langsung dirasakan oleh masyarakat.

BAB II :

FILSAFAT MANUSIA Siapakah Manusia?

A. Pendahuluan

Manusia menurut istilah bahasa disebut sebagai insan. Dalam bahasa arab berasal dari kata nasiya yang berarti lupa. Jika dilihat dari kata dasar al-uns bermakna jinak. Kata insan digunakan untuk menyebut manusia, karena manusia itu sendiri memiliki sifat pelupa dan sangat jinak. Dengan dasar kata terebut diatas maka makna manusia secara umum adalah sosok individu yang selalu menyesuaikan diri (adaptasi) dengan sebuah keadaan baru dilingkungan sekitarnya. Cara keberadaan manusia tersebut sesungguhnya yang membedakannya secara nyata dengan mahluk lain.

Seperti dalam kenyataan, dimana mahluk yang berjalan diatas dua kaki tersebut memiliki kemampuan berfikir sebagai penentu atas hakekat manusia itu sendiri. Manusia juga memiliki karya yang menjadi pembeda dengan mahluk lain. Karya manusia tersebut sejatinya dapat dilihat dalam rentang waktu sejarah dan keadaan psikologis yang berhubungan dengan situasi emosional dan intelektual. Dari karya yang dibuat manusia tersebut menjadikan ia sebagai mahluk yang menciptakan ( creator ) sejarah.

Sosok manusia juga dapat dilihat dari sisi teologis. Pandangan ini melengkapi gagasan sesudahnya dengan mengedepankan wilayah trasendensi (ketuhanan). Karenanya pemahaman ini lebih bersifat fundamental. Pengetahuan “Pencipta” tentang hasil ciptaan-Nya jauh lebih lengkap dan sempurna dari pada pengetahuan ciptaan sendiri (Musa Asy‟ari, Filsafat Islam, 1999).

Berbicara tentang manusia, maka yang tergambar dalam semesta pemikiran kita sangatlah fariatif. Para filosof mengatakan bahwa manusia adalah hewan rasional (animal rasional). Sedangkan yang lain menilai manusia sebagai animal symbolic. Dimana

(14)

pernyataan tersebut berdasar pada kebiasaan manusia yang selalu mengkomunikasikan bahasa melalui makna dari simbol-simbol yang dibicarakan. Manusia juga dapat disebut sebagai homo sapiens  yakni manusia arif yang memiliki akal budi dan mengungguli mahluk lain. Manusia juga dikatakan sebagai homo  faber (mahluk yang gila kerja).  Hal tersebut dikarenakan manusia sebagai “tukang” yang selalu menciptakan dan menggunakan alat-alat untuk bekerja. Manusia juga disebut sebagai homo ludens (mahluk yang senang bermain). Dalam bermain, manusia memiliki ciri khas tersendiri yang menghiasi sebuah kebudayaan. Bermain disini merupakan kombinasi dari perilaku lucu dan menyenangkan. Dalam sejarahnya, permainan tersebut digunakan sebagai alat untuk memikat dewa-dewa, dan bahkan terdapat suatu budaya yang menganggap permainan tersebut sebagai ritus (ritual) suci. (K. Bertens, Panorama Filsafat Modern, 2005 ) Sejatinya, manusia merupakan mahluk yang aneh. Keanehan manusia tersebut nampak pada dualisme keberadaannya dialam. Di satu sisi, ia merupakan “mahluk alami” seperti halnya dengan binatang yang memerlukan alam untuk bertahan hidup. Di sisi lain, ia harus berhadap-hadapan dengan alam sebagai sesuatu yang asing. Sehingga ia harus menyesuaikan kebutuhannya dengan alam itu sendiri.

Karl Marx menunjukkan adanya perbedaan mendasar antara manusia dengan binatang. Perbedaan itu dapat dilihat pada upaya keduanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, binatang akan secara langsung menyatu dengan kegiatan hidupnya. Sedangkan manusia membuat kerja untuk hidup menjadi objek dari kehendak dan kesadarannya. Binatang berproduksi hanya sebatas pada apa yang butuhkan secara langsung bagi diri dan keturunannya saja. Sedangkan manusia berproduksi secara universal dan bebas dari kebutuhan fisik. Ia baru melakukan produksi sesuai dengan kebebasan dan kebutuhannya. Manusia berhadapan secara bebas dengan produknya dan binatang berproduksi menurut ukuran dan kebutuhan jenis produksinya. Manusia berproduksi munurut berbagai jenis ukuran dengan objeknya yang inheren, karenanya manusia berproduksi menurut hukum-hukum keindahan. Manusia dalam melakukan aktivitas bekerja melalui mekanisme yang bebas dan universal. Dalam arti lain, bebas bekerja sesuai dengan kehendak hati, meskipun tidak merasakan kebutuhannya secara langsung. Serta sifat universal manusia

(15)

dikarenakan ia dapat memakai beberapa cara untuk tujuan yang sama. Dipihak lain, ia dapat menghadapi alam yang tidak hanya sebatas dalam kerangka salah satu kebutuhan. Oleh sebab itu, Karl Marx menganggap bahwa manusia hanya terbuka pada nilai-nilai estetik dan hakekat perbedaan manusia dengan binatang adalah menunjukan hakekat bebas dan universal tersebut (Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx, 1999).

Antropologi adalah merupakan salah satu dari cabang filsafat yang mempersoalkan tentang hakekat manusia dan sepanjang sejarahnya manusia selalu mempertanyakan tentang dirinya, apakah ia sedang sendirian, yang kemudian menjadi perenungan tentang kegelisahan dirinya, ataukah ia sedang dalam dinamika masyarakat dengan mempertanyakan tentang makna hidupnya ditengan dinamika perubahan yang kompleks, dan apakah makna keberadaannya ditengah kompleksitas perubahan itu? Pertanyaan tentang hakekat manusia merupkan pertanyaan kuno seumur keberadaan manusia dimuka bumi. Dalam jawaban tentang manusia tidak pernah akan selesai dan dianggap tidak pernah sampai final dikarenakan realitas dalam keling manusia selalu baru, meskipun dalam subtansinya tidak berubah.(Musa Asy‟ari, Filsafat Islam, 1999)

Manusia menurut Paulo Freire mnusia merupakan satu-satunya mahluk yang memiliki hubungan dengan dunia. Manusia berbeda dari hewan yang tidak memiliki sejarah, dan hidup dalam masa kini yang kekal, yang mempunyai kontak tidak kritis dengan dunia, yang hanya berada dalam dunia. Manusi dibedakan dari hewan dikarenakan kemampuannya untuk melakukan refleksi (termasuk operasi-operasi intensionalitas, keterarahan, temporaritas dan trasendensi) yang menjadikan mahluk berelasi dikarenakan kapasitasnya untuk meyampaikan hubungan dengan dunia. Tindakan dan kesadaran manusia bersifat historis manusia membuat hubungan dengan dunianya bersifat epokal, yang menunjukan disini berhubungan disana, sekarang berhubungan masa lalu dan berhubungan dengan masa depan. manusia menciptakan sejarah juga sebaliknya manusia diciptakan oleh sejarah. (Denis Collin, Paulo Freire Kehidupan, Karya dan Pemikirannya, 2002).

Hakekat manusia selalu berkaitan dengan unsur pokok yang membentuknya, seperti dalam pandangan monoteisme, yang menccari unsur pokok yang menentujkan yang bersifat tunggal, yakni materi dalam pandangan materialisme, atau unsur rohani

(16)

dalam pandangan spritualisme, atau dualisme yang memiliki pandangan yang menetapkan adanya dua unsur pokok sekaligus yang keduanya tidak saling menafikan nyaitu materi dan rohani, nyakni pandangan pluralisme yang menetapkan pandangan pada adanya berbagai unsur pokok yang pada dasarnya mencerminkan unsur yang ada dalam marco kosmos atau pandangan mono dualis yang menetapkan manusia pada kesatuannya dua unsur, ataukah mono pluralism yang meletakkan hakekat pada kesatuannya semua unsur yang membentuknya. Manusia secara individu tidak pernah menciptakan dirinya , kan tetapi bukan berarti bahwea ia tidak dapat menentukan jalan hidup setelah kelahirannya dan eksistensinya dalam kehidupan dunia ini mencapai kedewasaan dan semua kenyataan itu, akan memberikan andil atas jawaban mengenai pertanyaan hakekat, kedudukan, dan perannya dalam kehidupan yang ia hadapi. (Musa Asy‟ari, Filsafat Islam, 1999)

B. Hakekat manusia

Masalah manusia adalah terpenting dari semua masalah. Peradaban hari ini didasarkan atas humanisme, martabat manusia serta pemujaan terhadap manusia. Ada pendapat bahwa agama telah menghancurkan kepribadian manusia serta telah memaksa mengorbankan dirinya demi tuhan. Agama telah memamaksa ketika berhadapan dengan kehendak Tuhan maka manusia tidak berkuasa. (Ali Syariati, Paradigma Kaum Tertindas,  2001). Bagi Iqbal ego adalah bersifat bebas unifed dan immoratal dengan dapat diketahui secara pasti tidak sekedar pengandaian logis. Pendapat tersebut adalah membantah tesis yang dikemukanakn oleh Kant yang mengatakan bahwa diri bebas dan immortal tidak ditemukan dalam pengalaman konkit namun secara logis harus dapat dijatikan postulas bagi kepentingan moral. Hal ini dikarenakan moral manusia tidak masuk akal bila kehidupan manusia yang tidak bebas dan tidak kelanjutan kehidupannya setelah mati. Iqbal memaparkan pemikiran ego terbagi menjadi tiga macam pantheisme, empirisme dan rasionalisme. Pantheisme memandang ego manusia sebagai non eksistensi dimana eksistensi sebenarnya adalah ego absolut. Tetapi bagi Iqabal bahwa ego manusia adalah nyata, hal tersebut dikarenakan manusia berfikir dan manusia bertindak membuktikan bahwa aku ada. Empirisme memandang ego sebagai

(17)

poros pengalaman-pengalaman yang silih berganti dan sekedar penanaman yang real adalah pengalaman. Benak manusia dalam pandangan ini adalah bagaikan pangging teater bagai pengalaman yang silih berganti. Iqbal menolak empirisme orang yang tidak dapat menyangkal tentang yang menyatukan pengalaman. Iqbal juga menolak rasionalisme ego yang diperoleh memlalui penalaran dubium methodicum (semuanya bisa diragukan kecuali aku sedang ragu-ragu karena meragukan berarti mempertegas keberadaannya). Ego yang bebas, terpusat juga dapat diketahui dengan menggunakan intuisi. Menurut Iqbal aktivitas ego pada dasarnya adalah berupa aktivitas kehendak. Baginya hidup adalah kehendak kreatif yang bertujuan yang bergearak pada satu arah. Kehendak itu harus memiliki tujuan agar dapat makan kehendak tidak sirna. Tujuan tersebut tidak ditetapakan oleh hukum-hukum sejarah dan takdir dikarenakan manusia kehendak bebas dan berkreatif. (Donny Grahal Adian, Matinya Metafisika Barat, 2001)

Hakekat manusia harus dilihat pada tahapannya nafs, keakuan, diri, ego dimana pada tahap ini semua unsur membentuk keatuan diri yang aktual, kekinian dan dinamik, dan aktualisasi kekinian yang dinamik yang bearada dalam perbuatan dan amalnya. Secara subtansial dan moral manusia lebih jelek dari pada iblis, tetapi secara konseptual manusia lebih baik karena manusia memiliki kemampuan kreatif. Tahapan nafs hakekat manusia ditentukan oleh amal, karya dan perbuatannya, sedangkan pada kotauhid hakekat manusai dan fungsinya manusia sebagai „adb dan khalifah dan kekasatuan aktualisasi sebagai kesatuan jasad dan ruh yang membentuk pada tahapan nafs secara aktual. (Musa Asy‟ari, Filsafat Islam, 1999)

Bagi Freire dalam memahami hakekat manusia dan kesadarannya tidak dapat dilepaskan dengan dunianya. Hubungan manusia harus dan selalu dikaitkan dengan dunia dimana ia berada. Dunia bagi manusia adalah bersifat tersendiri, dikarenakan manusia dapat mempersepsinya kenyataan diluar dirinya sekaligus mempersepsikan keberadaan didalam dirinya sendiri. Manusia dalam kehadirannya tidak pernah terpisah dari dunidan hungungganya dengan dunia manusia bersifat unik. Status unik manusia dengan dunia dikarenakan manusia dalam kapasistasnya dapat mengetahui, mengetahui merupakan tindakan yang mencerminkan orientasi manusia terhdap dunia. Dari sini memunculkan kesadaran atau tindakan otentik, dikarenakan kesadaran

(18)

merupakan penjelasnan eksistensi penjelasan manusia didunia. Orientasi dunia yang terpuasat oleh releksi kritiuas serta kemapuan pemikiran adalah proses mengetahui dan memahami. Dari sini manusia sebagaiu suatu proses dan ia adalah mahluk sejarah yang terikat dalam ruang dan waktu. Manusia memiliki kemapuan dan harus bangkit dan terlibat dalam proses sejarah dengan cara untuk menjadi lebih. (Siti Murtiningsih, Pendidikan sebagai Alat Perlawanan, 2004)

Manusia dalam konsep al Quran mengunakan kensep filosofis, seperti halnya dalam proses kejadian adam mengunakan bahasa metaforis filosofis yang penuh makna dan simbol. Kejadian manusia yakni esensi kudrat ruhaniah dan atributnya, sebagaimana dilukiskan dalam kisah adam dapat diredusir menjadi rumus;

Ruh Tuhan + Lempung Busuk Manusia

Ruh Tuhan dan lempung busuk merupakan dua simbol individu. Secara aktual manusia tidak diciptakan dari lempung busuk (huma‟in  masnun) ataupun ruh Tuhan. Karena kedua istilah itu harus dikasih makna simbolis. “Lempung busuk” merupakan simbol kerendahan stagnasi dan pasifitas mutlak. Ruh Tuhan merupakan simbol dari gerak tanpa henti kearah kesempurnaan dan kemuliaan yang tak terbatas. Pernyataan al Quran manusia merupakan gabungan ruh Tuhan dan lempung busuk. Manusia adalah suatu kehendak bebas dan bertanggungjawab menempati suatu stasiun antara dua kutub yang berlawanan yakni Allah dan Syaitan. Gabungan tersebut menjadikan mansuia bersifat dialektis. Hal ini yang menjadikan manusia sebagai realitas dialektis. Dari dialektika tersebut menjadikan manusia berkehendak bebas mampu menentukan nasibnya sendiri dan bertanggung jawab. Manusia yang ideal menurut „Ali Syariati adalah manusia yang telah mendialektikakan ruh tuhan dengan lempung dan yang dominant dalam dirinya adalah ruh Tuhan.(„Ali Syariati, Paradigma Kaum Tertindas, 2001) Manusia merupakan mahluk yang unik yang menjadi salah satu kajian filsafat, bahkan dengan mengkaji manusia yang merupakan mikro kosmos. Dalam filsafat pembagian dalam melihat sesuatu materi yang terbagi menjadi dua macam esensi dan eksistensi. Begitu pula manusia dilihat sebagai materi yang memiliki dua macam bagian

(19)

esensi dan eksistensi. Manusia dalam hadir dalam dunia merupakan bagian yang berada dalam diri manusia esensi dan eksistensi. Esensi dan eksistensi manusia ini yang menjadikan manusia ada dalam muka bumi. Esensi dan eksistensi bersifat berjalan secara bersamaan dan dalam perjalananya dalam diri manusia ada yang mendahulukan esensi dan juga eksistensi. Manusia yang menjalankan esensi menjadikan ia bersifat tidak bergerak dan menunjau lebih dalam saja tanpa melakukan aktualisasi. Begitu pula manusia yang menjalankan eksistensi tanpa melihat esensi maka yang terjadi ia hanya ada tetapi tidak dapat mengada. Seperti yang telah dikekmukakan oleh „Ali Syariati bahwa esensi manusia merupakan dialektika antara ruh Tuhan dengan lempung dari dialektika tersebut menjadikan manusia ada dalam mengada. Proses mengadanya manusia merupakan refleksi kritis terhadap manusia dan realitas sekitar. Sebagaimana perkataan bijak yang dilontarkan oleh socrates bahwa hidup yang tak direfleksikan tak pantas untuk dijalanani. Refleksi tersebut menjadikan manusia dapat memahami diri sendiri, realitas alam dan Tuhan. Manusia yang memahami tentang dirinya sendiri ma ia akan memahami Penciptanya. Proses pemahaman diri dengan pencipta menjadikan manusia berproses menuju kesempurnaan yang berada dalam diri manusia. Proses pemahaman diri dengan refleksi kristis diri, agama dan realitas, hal tersebut menjadikan diri manusia menjadi insan kamil atau manusia sempurna.

(20)

Bagan Esensi dan Eksistensi Manusia

No Eksistensi manusia

Esensi Kesadaran Fitrah (Basic Human

 Drives) Basic Human Values (Basic  Islamic Values) Kebutuhan Dasar (Basic Human  Needs) 1 Al Insan Rasa ingin tahu Intelektual Intelektual 2 Al Basyar Rasa lapar, haus, dingin Biologis Biologis

3 Abdullah

Sara ingin

berterimakasih dan bersykur kepada tuhan

Spiritual Spiritual

4 An-Nas

Rasa tahan sendiri dan menderita dalam kesepian Sosial Sosial 5 Khalifah fil ardli Butuh keamanan, ketertiban, kedamaian, kemakmuran, keadilan dan keindahan lingkungan Estetika Estetika

Manusia yang melakukan refleksi menyadari bahwa ia mahluk yang berdimensional dan bersifat unik. Manusia menjadikan ia yang bertanggungjawab pada eksistensinya yang berbagai macam dimensi tersebut. Manusia dalam eksistensinya sebagai al insan, al basyar, „abdullah, annas, dan khalifah. Manusia dalam eksistensi tersebut dikarenakan potensi yang berada dalam diri manusia seperti intelektual, bilogis, spiritual, sosial dan estetika. Sifat dari manusia tersebut adalah mahluk yang bebas berkreatif dan mahluk bersejarah dengan diliputi oleh nilai-nilai trasendensi yang selalu menuju kesempurnaan. Hal tersebut menjadikan manusia yang memiliki sifat dan karaktersistik profetik. Pembebasan yang dilakukan oleh manusia adalah pembebasan manusia dari korban penindasan sosialnya dan pembebasan dari alienasi antara eksistensi dan esensinya sehingga manusia menjadi diri sendiri, tidak menjadi budak

(21)

orang lain. Manusia yang bereksistensi dalam kelima tersebut menjadikan ia sebagai mahluk pengganti Tuhan dan menjalankan tugas Tuhan dalam memakmurkan bumi.

C. Kedudukan dan peran manusia

Manusia sebagai mahluk yang berdimensional memiliki peran dan kedudukan yang sangat mulia. Tetapi sebelum membahas tentang peran dan kedudukan, pengulangan kembali tentang esensi dan eksistensi manusia. Manusia yang memiliki eksistensi dalam hidupnya sebagai abdullah, an-nas, al insan, al basyar dan khalifah. Kedudukan dan peran manusia adalah memerankan ia dalam kelima eksistensi tersebut. Misalkan sebagai khalifah dimuka bumi sebagai pengganti Tuhan manusia disini harus bersentuha dengan sejarah dan membuat sejarah dengan mengembangkan esensi ingin tahu menjadikan ia bersifat kreatif dan dengan di semangati nilai-nilai trasendensi. Manusia dengan Tuhan memiliki kedudukan sebagai hamba, yang memiliki inspirasi nilai-nilai ke-Tuhan-an yang tertanam sebagai penganti Tuhan dalam muka bumi. Manusia dengan manusia yang lain memiliki korelasi yang seimbang dan saling berkerjasama dala rangka memakmurkan bumi. Manusia dengan alam sekitar merupakan sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan rasa syukur kita terhadap Tuhan dan bertugas menjadikan alam sebagai subjek dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan. Setiap apa yang dilakukan oleh manusia dalam pelaksana pengganti Tuhan sesuai dengan maqasid asy-syari‟ah. Maqasid asy-syari‟ah merupakan tujuan utama diciptanya sebuah hukum atau mungkin nilai-esensi dari hukum, dimana harus menjaga agama, jiwa, keturunan, harta, akal dan, ekologi. Manusia yang memegang amanah sebagai khalifah dalam melakukan keputusan dan tindakannya sesuai dengan maqasid asy-syari‟ah.

D. Tujuan hidup manusia

Pada hakikatnya tujuan manusia dalam menjalankan kehidupannya mencapai perjumpaan kembali dengan Penciptanya. Perjumpaan kembali tersebut seperti kembalinya air hujan kelaut. Kembalinya manusia sesuai dengan asalnya sebagaimana dalam dimensi manusia yang berasal dari Pencipta maka ia kembali kepada Tuhan

(22)

sesuai dengan bentuknya misalkan dalam bentuk imateri maka kembali kepada pencinta dalam bentuk imateri sedangkan unsur mteri yang berada dalam diri manusia akan kembali kepada materi yang membentuk jasad manusia. Perjumpaan manusi dengan Tuhan dalam tahapan nafs, yang spiritual dikarenakan nafs spiritual yang sangat indah dan Tuhan akan memanggilnya kembali nafs tersebut bersamanya. Nafs yang dimiliki oleh manusia merupakan nafs yang terbatas akan kembali bersama nafs yang mutlak dan tak terbatas, dan kembalinya nafs manusia melalui ketauhidan antara iman dan amal sholeh. Pertemuan nafs manusia dengan nafs Tuhan merupakan perjumpaan dinamis yang sarat muatan kreatifitas dalam dimensi spiritualitas yang bercahaya. Kerjasama kreatifitas Tuhan dengan manusia dan melalui keratifitasnya manusia menaiki tangga mi'raj memasuki cahaya-Nya yang merupakan cahaya kreatifitas abadi. (Musa Asy‟ari, Filsafat Islam, 1999)

Proses bertemunya nafs manusia dengan Tuhan dalam kondisi spiritual tercapai  jika manusai berusaha membersihkan diri dari sifat yang buruk yang ada padanya. Perjumpaan nafs tersebut dapat dilihat pada sufi yang memenculkan berbagai macam ekspresi dalam perjumpaannya. Sebagaimana yang terjadi pada al Halaj, Yazid al Bustami Rabiah al Adawiyah dan yang lain mereka memiliki ekspreasi dan kelakuan yang berbeda ketika meresakan berteumnya dengan Pencipta. Tetapi dari sini manusai mendaki tangga mi'raj menuju nafs Tuhan dengan cinta dan karena cinta pula terbentuknya alam serta manusia. Setelah menyatunya manusia dalam dimensi spiritual dengan Pencipta, lantas tak memperdulikan dengan yang lain dengan menyatu terus dengan pencipta. Tetapi manusia setalah menyatu, memahami cinta pada Pencita itu dimanifestasikan cinta tersebut untuk sesama manusia dan alam. Proses penebaran cinta tersebut menjadikan manusia dapat bermanfaat pada yang lain menjadika diri sebagai cerminan Tuhan dalam muka bumi. Pencitraan Tuhan dalam diri manusia menjadikan ia sebagai insan kamil dan dalam ajaran agama dapat menjadi rahmat bagi yang lain baik sesama manusia ataupun alam.

(23)

BAB III :

UPAYA MEWUJUDKAN KADER IKATAN Profil Kader Ikatan1

 Landasan ilahiah QS. Ali Imron: 110

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Tuhan” (QS. Al Imran:110)

Penciptaan manusia dimaksudkan untuk dapat menjadi khalifah yang dapat menjaga harmoni alam. Misi khalifah dalam kehidupan dunia salah satunya adalah untuk dapat menyuruh yang baik dan mencegah yang mungkar dalam rangka beriman kepada  Allah sang Pencipta. Pada awal penciptaan manusia, sempat terdapat keraguan diantara malaikat tentang eksistensi dari khalifah ini. Fenomena tersebut tertuang dalam Surat Ali Imron: 30 yang menyebutkan: “Mereka berkata berkata (para malaikat) apakah Engkau akan menciptakan di bumi orang yang senang berbuat kerusakan dan menumpahkan darah. Allah menjawab sesungguhnya Aku lebih tahu apa yang kamu tidak ketahui” pada ayat diatas keraguan itu langsung dijawab Allah dengan sifat Kemaha-tahuan dari keagungan-Nya dengan kalimat inni a‟lamu ma laa ta‟lamuun. Sehingga dapat dapat diambil kesimpulan bahwa kehadiran manusia sebagai khalifatullah fil ard adalah tanda dari Kemaha-tahuan dan Keagungan Allah SWT. Kata Umat dari surat Ali Imron: 110 mengindikasiakan perlunya satu kelompok,  perkumpulan atau organisasi yang mengemban misi kekhalifahan. Yang mana, kerja

kolektif menjadi prioritas dalam mengemban misi tersebut untuk menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran dalam rangka beriman kepada Allah SWT. Sifat dari

(24)

amar ma‟ruf nahi munkar ini bersifat perennial untuk menjaga dinamisasi dalam cosmos. Sebab, tanpa adanya upaya tersebut kehidupan makhluk di dunia akan mengalami kehancuran. Semangat surat Ali-Imron:110 tersebut menjadi landasan DPD IMM DIY untuk menggagas Grand Design Pengkaderan berbasis kenabian. Insya Allah, konsep ini akan

dijadikan sebagai rujukan kader dalam melaksanakan setiap kegiatan pengkaderan di Yogyakarta. Dimana tujuannya diarahkan pada terbentuknya kader yang memiliki kompetensi sebagai khalifah Allah di bumi.

a. Surat  Al Alaq:1-5

Artinya: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhan yang menciptakan, dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan Tuhanmu yang paling pemurah, yang telah mengajarkan manusia dengan perantara kalam, Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahui.” (QS. Al Alaq:1-5) Surat Al Alaq merupakan 5 ayat pertama yang turun kepada Nabi Muhammad SAW dengan perintah untuk membaca. Membaca disini merupakan hal pertama yang dikenalkan Tuhan kepada manusia. Membaca dalam ayat tersebut memiliki arti yang luas. Disamping perintah untuk membaca ayat-ayat Qouliyah, membaca disitu juga dimaksudkan untuk mengamati ayat-ayat kauniyah yakni alam dan segala isinya. Dengan membaca tanda-tanda (Qur‟an, alam dan manusia sendiri) diharapkan manusia

dapat mengenal dan menghayati eksistensi Tuhannya. Membaca merupakan sarana  pembelajaran manusia untuk dapat mendalami kualitas dirinya sehingga ia dapat menjaga  perannya sebagai khalifah di bumi. Anjuran membaca yang tertuang dalam kata iqro‟

bersifat edukatif. Yang mana pendidikan menjadi anjuran utama dalam membentuk kesempurnaan diri. Adapun kalimat bis ismi robbikal lazii kholak menuai makna trasendensi yang menjadi penopang segala aktifitas makhluk. Pendidikan dengan aktifitas

(25)

b. Surat Al Ama’un: 1-7

Artinya: "Tahukah kamu orang yang mendustakan agama, itulah orang-orang yang telah menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin, maka celakalah bagi orang yang sholat, nyaitu orang yang lalai dari sholatnya, orang yang telah berbuat riya, dan enggan menolong dengan barang yang berguna.” (QS. Al Maa‟un:1-7)

Surat Al mau‟un dalam pengurainnya merupakan semangat yang dibawa oleh agama Islam sebagai praksis sosial di tengah arus peradaban manusia. Dalam surat ini Allah menyebutkan secara spesifik salah satu ciri orang yang mendustakan agama. Yakni yang menghardik anak yatim dan tidak memberi makan orang miskin. Dimana ayat itu mempertegas muatan sosial di dalam kandungan Islam. Penyebutan kata sholat pada kebanyakan ayat-ayat al-Qur‟an selalu dilekatkan dengan kata aqoma atau qooma dalam berbagai berbentuknya yang berarti menegakkan, mendirikan, melaksanakan atau mengerjakan. Dalam surat al- Maa‟uun ayat 4 kata sholat tidak dikaitkan dengan kata tersebut, apakah dalam ayat atau pun dalam surat al- Maa‟uun secara keseluruhan.  Menurut beberapa ahli tafsir ada maksud tertentu kenapa kata sholat tidak bertemu kata dengan aqoma atau qooma pada ayat tersebut. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah mengatakan; dikaitkannya kata qooma dengan sholat dalam beberapa ayat al-Qur‟an menunjukkan pada makna sholat secara kuantitatif yakni sebagai ritual agama. Sedangkan kata sholat dalam surat al- Maa‟uun mengindikasikan pada arti sholat secara kualitatif.  Maksud dari arti sholat secara kualitatif adalah fungsi sholat sebagai transformasi sosial. Dimana sifat sholat sebagai pencegah perbuatan keji dan munkar harus benar-benar diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Sehingga setiap upaya kejahatan sistematis yang menindas kaum mustadh‟afiin dapat terelakkan. Hal ini yang menjadikan transendensi sebagai

(26)

bagian yang menjiwai humanisasi dan liberasi. Kesadaran yang dibangun dalam ayat ini adalah teologi sebagai praksis sosial dalam melakukan transformasi peradaban umat. Surat ini jugalah menjadi pedoman KH. Ahmad Dahlan dengan lembaga yang didirikannya  Muhammadiyah. Ada kisah menarik ketika sang kyai mengajarkan surat ini. Ceritanya beliau mengajarkan surat ini berulang-ulang kepada muridnya. Suatu saat muridnya menanyakan; “kenapa setiap hari kami belajar surat ini saja sedangkan masih banyak surat yang lain? Ia menjawab, tujuan surat ini adalah amal, maka sebelum mengamalkan apa yang diperintahkan

oleh surat, selama itu beliau tidak akan berhenti mengajarkannya.”

 Apakah Intelektual Profetik (IP)?

Sebagai hadiah Malaikat menanyakan Apakah aku ingin berjalan di atas mega Dan aku menolak Karena kaki ku masih di bumi Sampai kejahatan terakhir dimusnahkan Sampai dhu‟afa dan mustadh‟afin Diangkat Tuhan dari penderitaan. (Kuntowijoyo, Makrifat Daun, Daun Makhrifat)

1. Intelektual  Alkisah Tancha seorang ilmuan dan tabib dari kerajaan Majapahit. Ia mengabdi kepada kekuasaan, bersembunyi dibalik jubah kekuasaan dengan ilmu di tangannya. Dengan ilmunya, Tancha justru telah merintangi orang untuk mendekatkan dirinya dengan masyarakat tempat dia

(27)

kekuasaan ataupun status sosial. Menurut Benda dalam bukunya Penghianatan Kaum Cendikiawan bahwa yang dilakukan Tancha sesungguhnya telah mengkhianati fungsinya sebagai cendekiawan. Ia tidak dapat bersikap kritis tetapi telah menjadi penganut kekuasaan. Seharusnya cendikiawan membawa manusia pada pemahaman yang dalam terhadap penderitaan batin masyarakat. Kecendikiaan hadir dalam penghayatan penderitaan manusia atas penderitaan lainnya. Tetapi itu saja belum cukup bila tidak bergerak untuk kerja-kerja penyadaran dan mengarahkan tujuan dan cita-cita mereka. Bagi kuntowijoyo cendikiawan bukanlah sosok yang berjalan diatas mega, pemikirannya melangit, tinggal dimenara gading, tetapi cendikiawan adalah  pemikir yang tidak tercerabut dari akar-akar sosialnya, yang menginjakan kaki dibumi dan memiliki kesadaran akan tanggung jawab sosial untuk memusnakah kejahatan, kepedulian

terhadap kaum dhu‟afa, orang lemah, membela kaum mustad‟afin, tertindas, orang yang dilemahkan oleh struktur kekuasaan yang dholim atau dipinggirjkan oleh sistem ekonomi yang tidak adil. Ali Syatiati menyebutnya dengan raushanfikr orang yang mampu memunculkan tanggiungjawab dan kesadaran dalam dirinya , serta memberi arah intelektual ke masyarakat. Tujuan dan tanggung jawab utamanya adalah untuk membangkitkan karunia Tuhan yang mulia menyatu dengan kesadaran dirimelakukan transformasi sosial bersama masyarakat. Lontaran apa yang dilakukan oleh kaum cendikiawan menurut Mulim Abdurrahman dalam bukunya Islam Transformatif adalah membangun suatu gerakan-gerakan yang setia terhadap nilai-nilai luhur untuk membangun sejarah kemanusiaan dalam rangka membangkitkan karunia Tuhan dalam

bumi. Seorang cendidkiawan merupakan penafsir jalan hidup manusia selalu melaklukan transformasi terhadap tradisi yang ada. Cendikiawan pada dasarnya ada pekerja-pekerja budaya yang selalu berupaya agar kebudayaan berkemabang menjadi suatu yang lebih beradab, sesuai dengan tuntunan zaman berdasarkan nilai-nilai Ilahi. Pangkal atau titik tolak cendikiawan kegeliahan dan keprihatinan intelektual yang didasari kesadran nilai-nilai agama. Kesadaran tersebut merupakan selaras dengan keprihatinan yang dimiliki oleh para nabi, mujtahid, yang mempertanyakan keharusan teologis yang terpantul dalam realitas sosial.  2. Profetik  Asal dari kata profetik berasal dari kata prophet yang berarti nabi. Kata profetik juga menjadi icon dalam perjuangan pembebasan yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan  Amerika Latin. Filosof muslim M. Iqbal (turut mempengaruhi pemikiran seorang pengagas ilmu

(28)

 perka

 perkataan Abdul Quddus setaan Abdul Quddus seorang mistikus Isorang mistikus Islam dari Ganggalam dari Ganggah “Muhammad dah “Muhammad dari jazirah Arri jazirah Arab keab ke  Mi‟raj, ke langit yang s

 Mi‟raj, ke langit yang setinggietinggi-tingginya dan kembali. Demi Allah aku bersumpah, jika sekiranya-tingginya dan kembali. Demi Allah aku bersumpah, jika sekiranya aku sampai mencapai titik itu,

aku sampai mencapai titik itu, pastilah sekali-pastilah sekali-kali aku tidak akan kembali lagi ke bumi.” Darikali aku tidak akan kembali lagi ke bumi.” Dari ungkapannya

ungkapannya, , kelihatannya Sang mistikus tidak kelihatannya Sang mistikus tidak memilikimemiliki sensesense sosial, baginya keasyikan dansosial, baginya keasyikan dan keterlenaa

keterlenaan dalam n dalam pengalaman mistik adalah tujuan, sehingga ia pengalaman mistik adalah tujuan, sehingga ia tidak hendak kembali melihattidak hendak kembali melihat realitas dan menghadapi kenyataan. Nabi adalah seorang manusia pilihan yang sadar sepenuhnya realitas dan menghadapi kenyataan. Nabi adalah seorang manusia pilihan yang sadar sepenuhnya

dengan tanggung jawab sosial. Ia bekerja kembali dalam lintasan waktu sejarah, hidup

dengan tanggung jawab sosial. Ia bekerja kembali dalam lintasan waktu sejarah, hidup dengandengan realitas sosial kemanusian dan melakukan kerja-kerja transforamsi sosial. Seorang nabi datang realitas sosial kemanusian dan melakukan kerja-kerja transforamsi sosial. Seorang nabi datang

dengan membawa

dengan membawa cita-cita-cita perubahan dan cita perubahan dan semangat revolusioner. semangat revolusioner. Roger Garaudy Roger Garaudy dalamdalam bukunya

bukunya Janji-Janji Islam Janji-Janji Islam mengatakamengatakan menurutnya filsafat n menurutnya filsafat barat tidak barat tidak memuaskan dikarenakmemuaskan dikarenakanan hanya terombang-ambing antara dua kutub

hanya terombang-ambing antara dua kutub idealisme dan materialisme tanpa kesudahan.idealisme dan materialisme tanpa kesudahan.  Menurutnya filsa

 Menurutnya filsafat barat justru telah fat barat justru telah membunuh Tuhan membunuh Tuhan dan manusdan manusia, karena itu iaia, karena itu ia menganjurkan untuk memakai filsafat kenabian dalam rangka menghindari kehancuran menganjurkan untuk memakai filsafat kenabian dalam rangka menghindari kehancuran

 perada  peradaban.ban.

3. Intelektual profetik (IP) 3. Intelektual profetik (IP) Istilah intelektual

Istilah intelektual profetik dimaksudkan sebagprofetik dimaksudkan sebagai mereka yang ai mereka yang memiliki kesadaran akan diri,memiliki kesadaran akan diri, alam dan Tuhan yang menisbatkan semua potensi yang dimiliki sebagai pengabdian untuk alam dan Tuhan yang menisbatkan semua potensi yang dimiliki sebagai pengabdian untuk kemanusiaan dengan melakukan humanisasi, liberasi, dijiwai dengan transendensi di semua kemanusiaan dengan melakukan humanisasi, liberasi, dijiwai dengan transendensi di semua

dimensi kehidupan sesua

dimensi kehidupan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.i dengan kompetensi yang dimiliki. Sejarah IP

Sejarah IP

Dalam sosiologi pengetahuan disebutkan bahwa pengetahuan dilahirkan tidak lepas dari Dalam sosiologi pengetahuan disebutkan bahwa pengetahuan dilahirkan tidak lepas dari konteks kelahirannya, konteks kelahiran tersebut tertuang dalam sejarah dan mempengaruhi konteks kelahirannya, konteks kelahiran tersebut tertuang dalam sejarah dan mempengaruhi munculnya gagasan. Begitu juga dengan istil

munculnya gagasan. Begitu juga dengan istilah Intelektual Profetik merupakan satu istilah ah Intelektual Profetik merupakan satu istilah yangyang lahir bukan hanya kebetulan saja, tetapi memerlukan proses panjang dari pergulatan wacana di lahir bukan hanya kebetulan saja, tetapi memerlukan proses panjang dari pergulatan wacana di

tubuh IMM DIY.

tubuh IMM DIY. Gagasan Intelektual profetik lahir diawali dari pembacaan terhadap realitasGagasan Intelektual profetik lahir diawali dari pembacaan terhadap realitas dunia yang

dunia yang sangat mengkhasangat mengkhawatirkan. Dimana berbagai tipologi watirkan. Dimana berbagai tipologi intelektual belakang ini intelektual belakang ini justrujustru semakin menjerumuskan manusia ke dalam jurang materialisme yang tidak berkesudahan semakin menjerumuskan manusia ke dalam jurang materialisme yang tidak berkesudahan sedangkan masyarakat bersifat berbudaya instan dan pragmatism. Globalisasi yang diiringi sedangkan masyarakat bersifat berbudaya instan dan pragmatism. Globalisasi yang diiringi

dengan kemajuan teknologi telah

Referensi

Dokumen terkait