• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Nematoda Darah dan Jaringan.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Nematoda Darah dan Jaringan.docx"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

NEMATODA PARASIT DARAH DAN JARINGAN

Disampaikan untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Parasitologi

Dosen Pengasuh : Devi Octaviana, S.Si, M.Kes

Disusun Oleh :

Amidiana Araminta (G1B012019) Isna Kun Farikhah (G1B012020) Sahida Woro Palupi (G1B012021) Robiatul Adawiah (G1B012023) Dhika Kusumasari Barus (G1B012024)

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

PURWOKERTO 2013

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Cacing nematoda darah dan jaringan memiliki morfologi dasar yang sama dengan cacing nematoda yang lainnya. Cacing dewasa hidup dalam sistem limfatik, subkutan, dan jaringan ikat dalam pada tubuh manusia. Mikrofilaria (prelarva) ada yang bersarung dan tidak bersarung dan terdapat pada darah perifer/jaringan kulit serta sifatnya sangat aktif. Penularan penyakit melalui vektor artropoda (nyamuk). Siklus hidup tiap spesies memiliki pola kompleks (larva infektif berkembang menjadi dewasa dan memerlukan waktu bertahun-tahun agar mendapatkan patologis nyata manusia).

Penyakit yang disebabkan oleh nematode jaringan adalah Filariasis, filariasis adalah penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di wilayah tropika seluruh dunia. Penyebabnya adalah edema, infeksi oleh sekelompok cacing nematoda parasit yang tergabung dalam superfamilia filarioidea. Gejala yang umum terlihat adalah terjadinya elefantiasis, berupa membesarnya tungkai bawah (kaki) dan kantung zakar (skrotum), sehingga penyakit ini secara awam dikenal sebagai penyakit kaki gajah. Walaupun demikian, gejala pembesaran ini tidak selalu disebabkan oleh filariasis.

Di dalam makalah Nematoda darah dan jaringan ini, akan membahas mengenai jenis spesies-spesies dari Nematoda darah dan jaringan serta klasifikasi, epidemiologi, Distribusi Geografik, siklus hidup & kondisi penyakit terkini, morfologi, patologi, pencegahan dan pengendaliannya.

1.2. Tujuan

Mengetahui spesies-spesies dari nematoda parasit darah dan jaringan serta klasifikasi, epidemiologi, distribusi geografik, siklus hidup dan kondisi penyakit terkini, morfologi, patologi, pencegahan serta pengendalian dari masing-masing spesies nematoda parasit darah dan jaringan tersebut.

(3)

BAB II PEMBAHASAN

Spesies nematoda darah dan jaringan atau yang biasa dikenal dengan cacing filaria mempunyai spesies 200 lebih dan hanya beberapa yang terdapat pada manusia. Spesies yang paling sering menginfeksi manusia antara lain Wuchereria brancrofti, Brugia malayi, Bugria timori (di Indonesia), Acanthocheilonema perstans ,Occult filariasis, Onchocerca volvulus, Loa loa, dan Dracunculus medinensis ( Onggowaluyo, 2002).

2.1. Wuchereria bancrofti

Manusia merupakan tuan rumah definitive bagi Wuchereria bancrofti. Habitan utamanya adalah saluran limfe dapat juga pada kelenjar limfe yaitu di bagian bawah diafragma, antara lain inguinal, epitrochlear, dan axiler. Mikrofilaria terdapat di dalam darah perifer (Natadisastra, 2005).

W. bancrofti merupakan parasit manusia yang menyebabkan filariasis bankrofti atau wukereriasis bankrofti. Penyakit ini tergolong dalam filariasis limfatik, bersama dengan penyakit yang disebabkan oleh Brugia malayi dan Brugia timori.W. bancrofti tidak terdapat secara alami pada hewan (Sutanto, 2008).

2.1.1. Klasifikasi Kingdom : Animalia Filum : Nematoda Class : Secernentea Ordo : Spirurida Upaordo : Spirurina Famili : Onchocercidae Genus : Wuchereria

Spesies : Wuchereria bancrofti Gambar 2.1.1 W.bancrofti (Sumber: Eccies Health Sciences Library. U. Utah) 2.1.2. Epidemiologi

Wuchereria bancrofti atau Filariasis bancrofti dapat dijumpai di perkotaan atau pedesaan. Di Indonesia parasit ini lebih sering dijumpai di pedesaan dibandingkan dengan di perkotaan dan pernyebarannya bersifat lokal. Kurang lebih 20 juta penduduk Indonesia bermukim di daerah endemis filariasis bankrofti, malayi dan timori dan mereka sewaktu-waktu dapat ditulari.

(4)

Kelompok umur dewasa muda merupakan kelompok penduduk yang paling sering menderita, terutama mereka yang tergolong penghasilan rendah. Obat DEC tidak menmpunyai khasiat pencegahan. Oleh sebab itu, penduduk perlu dididik untuk melindungi dirinya dari gigitan nyamuk (Sutanto,2008).

1. Distribusi Geografik

Parasit ini tersebar luas didaerah yang beriklim tropis di seluruh dunia (Sutanto,2008). Walaupun sebanyak 80% populasi daerah endemik mungkin terinfeksi, kurang dari 10-20% menderita morbiditas yang berarti secara klinis.Mereka yang bekerja di daerah-daerah dimana ada pemajanan berulang dan kronis terhadap nyamuk yang mengandung larva, seperti di daerah perkotaan yang penuh sesak dengan sanitasi yang sangat jelek adalah daerah paling berisiko.Infeksi W. bancrofti tersebar di seluruh Afrika tropik dan subtropik, Asia, dan Amerika Selatan. (Behrman, 2000)

Distribusi W. bancrofti terdapat di daerah berhawa panas (daerah katulistiwa).Parasit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk sebagai vektornya.Tergantung vektornya dengan tempat perindukan berlainan, filariasis bancrofti dibedakan menjadi dua jenis yaitu filariasis bancroftiperkotaan (urban bancrofti filariasis) vector utamanya Culex fatigans yang hidup di dalam rumah, tempat perindukannya pada air kotor di sekitar rumah.Filariasis brancofti pedesaan (rural bancrofti filariasis) vector nyamuknya Aedes, Anopheles, dan Mansoni (Natadisastra, 2005).

2. Siklus hidup & kondisi penyakit terkini

(5)

Daur hidup parasit yang membutuhkan manusia (hospes definitif) dan nyamuk (hospes perantara) memerlukan waktu sangat panjang. Masa pertumbuhan parasit didalam nyamuk Culex quinquefasciatus, atau nyamuk Anopheles, Aedes, dan Mansonia untuk pedesaan sebagai vektor kurang lebih dua minggu. Pada manusia, masa pertumbuhan tersebut belum diketahui secara pasti, tetapi diduga kurang lebih 7 bulan, sama dengan masa pertumbuhan parasit ini di dalam Presbytis cristata (lutung). Mikrofilaria yang terisap oleh nyamuk, melepaskan sarungnya didalam lambung, menembus dinding lambung dan bersarang diantara otot-otot toraks. Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya menyerupai sosis dan disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang lebih satu minggu, larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjan, disebut larva stadium II. Pada hari kesepuluh dan selanjutnya, larva bertukar kulit sekali lagi, dan tumbuh makin panjang dan kurus disebut larva stadium III.

Gerak larva stadium III sangat aktif. Bentuk ini bermigrasi, mula-mula ke rongga abdomen kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk yang mengandung larva stadium III (bentuk infektif) mengigit manusia, maka lava tersebut secara aktif masuk melalui luka tusuk kedalam tubuh hospes dan bersarang disaluran limfe setempat. Di dalam tubuh hospes, larva mengalami dua pergantian kulit, tumbuh menjadi larva stadium IV, lalu stadium V atau cacing dewasa.

(6)

Nyamuk Anopheles

Sumber gambar :

http://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/gen_info/vectors.html

2.1.3. Morfologi

Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan kelenjar limfe, bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing baetina berukuran 65-100 mm x 0,25 mm dan yang jantan 40 mm x 0,1 mm. cacing betina mengeluarkan filarial yang bersarung dengan ukuran 250-300 mikron x 7-8 mikron. Mikrofilaria hisup di dalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu-waktu tertentu saja, jadi mempunyai periodisitas.Pada umumnya W. bancrofti bersifat periodisitas nokturna, artinya mikrofilaria hanya terdapat dalam darah tepi pada malam hari saja.Pada siang hari, mikrofilaria terdapat di kapiler alat dalam (paru, jantung, ginjal, dan sebagainya. (Sutanto, 2008)

Sesuai dengan periodisitasnya, mikrofilaria sampai ke pembuluh darah perifer.Darah dihisap nyamuk yang bertindak sebagai vector, mikrofilaria terhisap sampai ke lambung nyamuk.Kemudian dengan ujung chepalicnya, dinding lambung nyamuk ditembus dan menuju ke otot thoraks. Dengan melalui tiga metamorphosis, pada hari ke 10-11 menjadi larva kecil, langsing, infektif berukuran (1,4-2) mm x (18-23) m menuju kelenjar liur nyamuk. Larva bergerak aktif menembus kulit hospes menuju kelenjar limfe perifer.Larva tumbuh kemudian bermigrasi menuju pembuluh limfe untuk menjadi dewasa yang dapat bertahan hidup selama 10-18 tahun. (Natadisastra, 2005)

Bila nyamuk sedang aktif mencari darah akan terbang berkeliling sampai adanya rangsangan hospes yang cocok diterima oleh alat penerima rangsangannya. Rangsangan ini akan memberi petunjuk pada nyamuk untuk

(7)

mengetahui dimana adanya hospes baru menggigit (Jurnal kesehatan lingkungan, 2005)

Pada manusia, masa pertumbuhan belum diketahui secara pasti, tetapi diduga kurang lebih 7 bulan, sama dengan masa pertumbuhan parasite ini di dalam Presbytis cristata (lutung). Mikro-filaria yang terhisap oleh nyamuk melepaskan sarungnya di dalam lambung, menembus dinding lambung dan bersarang di antara otot-otot toraks.Mula-mula parasite ini memendek, bentuknya menyerupai sosis dan disebut larva stadium I. larva ini bertukar kulit kurang lebih selama seminggu dan tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang, disebut larva stadium II.Pada hari ke sepuluh selanjutnya, larva bertukar kulit sekali lagi tumbuh menjadi makin panjang dan lebih kurus, disebut larva stadium III. (Sutanto, 2008)

Gerak larva stadium III sangat aktif.Bentuk ini bermigrasi, mula-mula ke rongga abdomen kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk.Bila nyamuk yang mengandung larva stadium II (bentuk infektif) menggigit manusia, maka larva mengalami dua pergantian kulit menjadi larva stadium IV dan stadium V atau cacing dewasa. (Sutanto, 2008)

2.1.4. Patologi

Cacing dewasa menyebabkan limfadenitis, limfangitis retrograd, demam, funikolitis, orkitis, hidrokel, elefantisiasis mammae dan alat kelamin. Mikrofilaria menyebabkan Occult filariasis (Prianto, Juni. 2006).

Patogenesis filariasis bankrofti dibagi dalam tiga stadium, yaitu stadium mikrofilaremia, stadium akut dan stadium kronis. Ketiga stadium ini tidak menunjukan batas-batas yang tegas karena prosesnya menjadi tumpang tindih. Pada stadium akut terjadi peradangan kelenjra, limfadenitis maupun limfangitis retrogad. Dalam waktu satu tahun, peradangan ini hilang timbul berkali-kali. Kasus peradangan yang umum dijumpai adalah peradangan sistem limfatik organ genital pria, misalnya epididimis, funikutilis dan orkitis. Saluran sperma mengalami peradangan hingga mebengkak dan keras menyerupai tali, bila diraba terasa nyeri sekali. Pada stadium kronis (menahun) gejala yang sering terjadi adalah terbentuknya hidrokel. Kadang-kadang terjadi limfedema dan elefantiasis yang mengenai daerah tungkai dan lengan, payudara, testes dan

(8)

vulva yang dapat diperbaiki dengan tindakan operatif. Beberapa kasus pada penderita terjadi kiluria (Samidjo, 2001).

2.1.5. Pencegahan Serta Pengendalian

Untuk mengurangi serangan akut oleh infeksi bakteri dan jamur serta mencegah perkembangan lanjut limfedem a maka pada penderita limfedema perlu diajarkan cara membersihkan kaki dengan air dan sabun terutama didaerah lipatan kulit dan sela jari. Bila ditemukan luka harus segera diobati dengan antibiotik atau antimkotik. Pemberian antibiotik pada filariasis dapat membunuh Wolbachia dan parasit filaria serta mengurangi efek samping DEC (Sutanto, 2008).

2.2. Brugaria malayi dan Brugaria timori

Brugia malayi dapat dibedakan menjadi dua varian yaitu yang hidup pada manusia dan hidup pada manusia dan hewan, misalnya kucing, kera dan lain - lain. Brugia timori hanya terdapat pada manusia.Penyakit yang timbul karena brugia malayai disebut filariasis malayi dan yang disebabkan oleh Brugia timori disebut filariasis timori (Sutanto, 2008).

2.2.1. Klasifikasi Brugia timori Kingdom : Animalia Phylum : Nematoda Class : Secermentea Ordo : Spirurida Genus : Brugia Species : Brugia timori

Brugia malayi

Kingdom : Animalia Phylum : Nematoda Class : Secermentea Ordo : Spirurida

(9)

Genus : Brugia

Species : Brugia malayi

2.2.2. Epidemiologi

Brugia timori merupakan spesies baru yang ditemukan di Indonesia sejak 1965, yang ditularkan oleh vektor yaitu Anopheles barbirostris yang berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di daerah pedalaman. Brugia timori hanya terdapat di Indonesia Timur di Pulau Timor, Flores, Rote, Alor dan beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara Timur (Sutanto, 2008).

B. malayi menginfeksi 13 juta orang di selatan dan Asia Tenggaradan yang bertanggung jawab untuk hampir 10% dari total kasus didunia filariasis limfatik. Infeksi B. malayi adalah endemik atauberpotensi endemik di 16 negara, di mana ia paling umum di Cinaselatan dan India, tetapi juga terjadi di Indonesia, Thailand,Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Korea Selatan. Penyebaran B.malayi tumpang tindih dengan W. bancrofti di wilayah ini, tetapi tidak hidup berdampingan dengan B. timori. Daerah fokus dariendemisitas ditentukan sebagian oleh vektor nyamuk (Muslim, 2009).

1. Distribusi Geografik

B.malayi hanya terdapat di Asia, dari India sampai ke Jepang, termasuk Indonesia Timur di pulau Timor, Flores, Rote, Alor, dan beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara Timur (Sutantu, 2008).

(10)

Sumber : http://doctorology.net/?p=92

Daur hidup Brugi timori cukup panjang. Masa pertumbuhannya di dalam nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan. Di dalam tubuh nyamuk, parasit ini juga mengalami dua kali pergantian kulit, berkembang dari larva stadium I menjadi larva stadium II dan III.

2.2.3. Morfologi

Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan pembuluh limfe. Bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Yang betina berukuran 21 – 39 mm x 0,1 mm dan yang jantan 13- 23 mm x 0,08 mm. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung. Ukuran mikrofilaria Brugia timori adalah 280 – 310 mikron x 7 mikron.

Dewasa menyerupai cacing nematoda cacing gelang klasik. Panjang dan benang, B. dan lain nematoda malayi hanya memiliki otot longitudinal dan bergerak dalam S-bentuk gerakan sebuah. Orang dewasa biasanya lebih kecil dari dewasa W. bancrofti, meskipun beberapa orang dewasa telah di isolasi. cacing dewasa Wanita (50 mikro) lebih besar dari cacing jantan (25 mikro).

(11)

Mikrofilaria Mikrofilaria B. malayi mempunyai panjang 200-275 mikro dan bulat mengakhiri anterior dan posterior ujung runcing. Microfilaria ini adalah berselubung, yang banyak noda dengan Giemsa. Selubung ini sebenarnya kulit telur, lapisan tipis yang mengelilingi kulit telur sebagai mikrofilaria yang beredar dalam aliran darah. mikrofilaria yang mempertahankan sarungnya sampai dicerna dalam midgut nyamuk.

Perioditas mikrofilaria Brugia malayi adalah periodik nokturna, subperiodik nokturna atau non periodik, sedangkan mikrifilaria brugia timori mempunyai sifat periodik nokturna. Brugia malayi yang hidup pada manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles barbirostris dan yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh nyamuk Mansonia. Brugia timori ditularkan oleh Anopheles barbirostris.

2.2.4. Patologi

Brugia timori ditularkan oleh An. barbirostris. Didalam tubuh nyamuk betina, mikrofilaria yang terisap waktu menghisap darah akan melakukan penetrasi pada dinding lambung dan berkembang dalam otot thorax hingga menjadi larva filariform infektif, kemudian berpindah ke proboscis. Saat nyamuk menghisap darah, larva filariform infektif akan ikut terbawa dan masuk melalui lubang bekas tusukan nyamuk di kulit. Larva infektif tersebut akan bergerak mengikuti saluran limfa dimana kemudian akan mengalami perubahan bentuk sebanyak dua kali sebelum menjadi cacing dewasa.

Stadium akut ditandai dengan serangan demam dan gejala peradangan saluran dan kelenjar limfe, yang hilang timbul berulang kali. Limfadenitis biasanya mengenai kelenjar limfe inguinal di satu sisi dan peradangan ini sering timbul setelah penderita bekerja berat di ladang atau di sawah. Limfadenitis biasanya berlangsung 2-5 hari dan dapat sembuh dengan sendirinya. Kadang perandangan limfe ini dapat menjalar ke bawah, mengenai saluran limfe dan menimbulkan limfangitis retrograd, yang bersifat khas pada filariasis.

(12)

Peradangan pada saluran limfe ini dapat terlihat sebagai garis merah yang menjalar ke bawah dan peradangan ini dapat pula menjalar ke jaringan sekitarnya, menimbulkan infiltrasi pada seluruh paha atas. Pada stadium ini tungkai bawah biasanya ikut membengkak dan menimbulkan gejala limfedema. Limfadenitis biasanya berkembang menjadi bisul, pecah menjadi ulkus. Ulkus pada pangkal paha ini bila sembuh meninggalkan bekas sebagai jaringan parut. Dan tanda ini merupakan salah satu gejala obyektif filariasis limfatik. Limfadenitis dengan gejala komplikasinya dapat berlangsung beberapa minggu sampai tiga bulan lamanya.

Pada filariasis brugia, sistem limfe alat kelamin tidak pernah terkena, lambat laun pembengkakan tungkai tidak menghilang pada saat gejala peradangan sudah sembuh, akhirnya timbullah elefantiasis. Kecuali kelenjar limfe inguinal, kelenjar limfe lain di bagian medial tungkai, di ketiak dan di bagian medial lengan juga sering terkena. Pada filariasis brugia, elefantiasis hanaya mengenai tungkai bawah, di bawah lutut, atau kadang-kadang lengan bawah di bawah siku. Alat kelamin dan payudara tidak pernah terkena, kecuali di daerah filariasis brugia yang bersamaan dengan filariasis bankrofti. Kiluria bukan merupakan gejala klinis filariasis brugia (Purnomo, 2005).

2.3. Acanthocheilonema perstans 2.3.1. Klasifikasi Kingdom : Animalia Fylum : Nematoda Class : Secernentea Ordo : Spiruria Family : Onchocercidae Genus : Acanthocheilonema

Spesies : Acanthocheilonema perstans

2.3.2. Epidemiologi

Epidemiologinya terdapat di Afrika Tropik, Afrika bagian utara dan Amerika Selatan.

(13)

Acanthocheilonema perstans ditemukan terutama di Afrika daerah tropik, walaupun telah dilaporkan juga di Afrika Utara dan Amerika Selatan.

2. Siklus hidup & Kondisi Penyakit Terkini

Manusia merupakan hospes definitif utama. Spesies tersebut dan juga spesies lain yang sangat berdekatan, telah ditemukan pada chimpanzee dan gorila. Hospes perantaranya ialah serangga penghisap darah termasuk genus Culicoides. Setelah metamorfosis selama 7 – 10 hari di dalam tubuh serangga, maka larva infektif dipindahkan ke dalam kulit hospes baru oleh serangga ini dengan cara menggigit.

(14)

Cacing dewasa betina panjangnya 80 mm, sedangkan yang jantan 45 mm. Cacing dewasa terdapat di dalam jaringan mesenterium, jaringan retroperitoneum, rongga pleura dan pericardium. Mikrofilaria terdapat di dalam darah tepi dan kapiler paru-paru. Di berbagai daerah cacing ini mempunyai periodisitas diurna, atau lebih sering periodisitas nocturna, tetapi pada dasarnya bersifat nonperiodik.

2.3.4. Patologi

Hanya terdapat satu cacing di dalam satu kista dan cacing ini menyebbkan reaksi jaringan yang ringan. Waktu inkubasi belum diketahui. Biasanya tidak di dapatkan gejala lain kecuali fenomena alergi ringn, edema, pembengkakan Calabar dan varices saluran limfe. Mikrofilaria dapat ditemukan di dalam hepar yang membengkak dan terasa sakit.

2.3.5. Pencegahan Serta Pengendalian

Cara pencegahan meliputi pemberantasan vektor, melindungi orang-orang, melakukan penyemprotan rumah-rumah.

2.4. Onchocerca volvulus

Parasit ini ditemukan pada manusia. Penyakitnya disebut onkoserkosis, river blindness, blinding filariasis. O’Neill menelitibmikrofilaria parasit ini didalam kulit seorang penderita di Afrika Barat pada tahun 1875. Kemudian seorang dokter Jerman menemukan cacing dari benjolan kulit dari orang Negro di Ghana, Afrika Barat, lalu dinamakan sebagai Filaria volvulus oleh Leuckard 1893. Tahun 1915 Robles menemukan cacing Onchocerca di Guatemala dan oleh Brumpt

(15)

diidentifikasi sebagai cacing Onchocerca caecutiens, tetapi kemudian dinamakan Onchocerca volvulus (Sutanto, 2008).

2.4.1. Klasifikasi Kingdom : Animalia Phylum : Nemathelminthes Class : Nematoda Subclass : Rabdithea Ordo : Spirurida Super family : Filaroidea Familiy : Onchocercidae Genus : Onchocerca

Species : Onchocerca volvulus

2.4.2. Epidemiologi

Cacing ini banyak ditemukan di dataran tinggi Afrika( kurang dari 1000 kaki). Kasusu penyakit terbatas disekitar sungai yang alirannya deras. Vektor onkoserkois lebih menyukai badan perairan yang lebar (Sutanto,2008).

Manusia merupakan sumber infeksi tunggal. Pada hari-hari cerah menggigit pada pagi dan sore. Pada tempat yang rindang dan suasana langit berawan, vektor menggigit sepanjang hari (Sutanto,2008).

1. Distribusi Geografik

Parasit ini banyak ditemukan pada penduduk Afrika, dari pantai barat Sierra Lione menyebar ke Republik Kongo, Angola, Sudan sampai Afrika Timur. Di Amerika Tengah terbatas di dataran tinggi sepanjang sungai tempat perindukan lalat Simulium. Di Amerika selatan terdapat di dataran tinggi Guatemala, Mexico dan bagian timur Venezuela (Sutanto, 2008).

(16)

Cacing dewasa berlokasi dibawah kulit dan akan terbentuk kapsula karena reaksi tubuh hospes. Bilamana berlokasi dekat tulang seperti persendian atau diatas tulang kepala, nodule yang permanen akan terjadi.

Mikrofilaria berada dalam kulit kemudian terhisap oleh lalat penghisap darah/lalat hitam/bleck fly (Simulium damnosum) sebagai hospes intermedier. Bagian mulut lalat tidak menembus terlalu dalam, berisi cairan kental yang penuh dengan mikrofilaria. Fase pertama dari larva cacing bergerak dari saluran cerna lalat ke otot dada. Kemudian mengalami moulting yang kemudian moulting lagi menjadi larva infektif menjadi bentuk filaria (filariform), filaria muda bergerak kearah mulut lalat dan akan menginfeksi hospes definitif baru. Filaria tumbuh menjadi dewassa tinggal dibawah kulit selama kurang dari 1 tahun. Cacing biasanya berpasangan. Cacing yang berada dibawah kulit atau dibawah kulit yang lebih dalam akan memproduksi mikrofilaria. Mikrofilaria kemudian menginvasi kepermukaan kulit dan akan terhisap oleh hospes intermedier.

2.4.3. Morfologi

(17)

Cacing betina berukuran 23-60 x 0,30-0,5 mm, vulva terbuka dan terletak di sebelah posterior esophagus, dan uterus mengandung mikrofilaria. Cacing jantan berukuran 16-42 x 0,124-0,2 mm, ujung posterornya melingkar ke ventral dan dilengkapi papilla perianal maupun kaudal dengan jumlah dan ukuran yang brevariasi.

Mikrofilia tidak bersarung, panjang mikrofilia mencapai 360 mikron, dan inti tambahan tidak mencapai ujung ekor. Mikrofilaria jarang ditemukan dalam darah perifer, tetapi lebih sering ditemukan dalam kelenjar limfe, stratum germinativum kulit dan kongjungtiva corneal.

2.4.4. Patologi

Ada dua hal yang menyebabkan efek patologi yaitu: cacing dewasa dan mikrofilaria. Dari kedua bentuk cacing tersebut, bentuk cacing dewasa tidak begitu patogenik dan bahkan kadang tidak menunjukkan gejala sakit. Tetapi pada kondisi yang buruk cacing didalam subkutan membentuk nodule disebut “Onchocercomas”, terutama yang menetap didekat tulang. Didaerah Amerika Tengah kebanyakan penderita terdapat nodule diantara tulang rusuk dan paha dan juga didaerah leher dan kepala. Nodule tersebut berbentuk benigna dan relatif tidak sakit. Jumlah nodule berfariasi dari hanya satu sampai ratusan. Nodule tersebut terutama berisi jaringan serabut kolagen yang mengelilingi beberapa cacing dewasa. Nodule akan mengalami degenerasi dapat membentuk abses atau kalsifikasi.

Hadirnya mikrofilaria didaerah kulit menyebabkan dermatitis yang berat yang menyebabkan reaksi alergik dan efek toksik disebabkan matinya cacing muda. Gejala pertama adalah gatal-gatal yang menyebabkan luka dn terinfeksi oleh bakteri (infeksi sekunder). Kemudian diikuti dispigmentasi kulit lokal atau lebih luas, kemudian diikuti penebalan kulit dan kulit menjadi pecah-pecah. Gejala menyerupai avitaminosis A, hal tersebut diduga parasit berkompetisi dengan metabolisme vitamin A.

Gejala yang lebih lanjut kulit kehilangan elastisitasnya. Depigmentasi berkembang menjadi daerah yang lebih luas terutama daerah kaki. Hal tersebut dapat dikelirukan dengan penyakit lepra. Pada kondisi yang lebih buruk lagi bila terjadi komplikasi dimana mikrofilaria mencapai kornea. Hal tersebut dalat menimbulkan inflamasi pada sklera atau bagian putih dari bola mata. Kemudian

(18)

diikuti penimbunan jaringan ikat yang mengakibatkan vaskularisasi dari kornea yang dapat mengganggu penglihatan. Terjadinya penimbunan jaringan ikat (fibrous tissue) mengakibatkan pasien buta total.

2.4.5. Pencegahan Serta Pengendalian

Pencegahan dapat dilakukan dengan memberantas hospes intermedier lalat Simulium sp. Pemebrantasan dilakukan dengan insektisida yang sesuai (Sutanto, 2008).

2.5. Loa loa

Parasit ini hanya ditemukan pada manusia. Untuk pertama kalinya Mongin pada tahun 1770 mengeluarkan cacing dewasa Loa loa dari mata seorang perempuan Negro di Santo Domingo. Penyakit ini disebut loaiasis atau callabar swelling (fungitive swelling). Loaiasis terutama terdapat di Afrika Barat, Afrika Tengah dan Sudan (Sutanto, 2008). 2.5.1. Klasifikasi Kingdom : Animalia Filum : Nemathelmynthes Kelas : Nematoda Ordo : Spirurida Superfamili : Filarioidea Family : Onchocercidae Genus : Loa

Spesies : Loa loa

2.5.2. Epidemiologi

Daerah endemi adalah daerah lalat Chrysops silacea dan Chrysops dimidiata yang mempunyai tempat perindukandi hutan yang berhujan dengan kelembaban tinggi. Lalat-lalat ini menyerang manusia, yang sering masuk hutan, maka penyakitnya lebih banyak ditemukan pada pria dewasa (Sutanto, 2008).

Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari gigitan lalat atau dengan pemberian obat sebulan sekali, selama 3 hari berturut-turut (Sutanto, 2008).

(19)

1. Distribusi Geografik

Parasit ni tersebat disekitar daerah kathulistiwa di hutan yang berhujan (rain forest) dan sekitarnya; ditemukan di Afrika tropik dibagian barat dari Sierra Lione sampai Angola, lembahsungai Kongo, Republik Kongo (Sutanto, 2008).

2. Siklus hidup & Kondisi Penyakit Terkini

Sumber : http://www.dpd.cdc.gov/dpdx.html

Mikrofilaria yang beredar dalam darah diisap oleh lalat dan setelah kurang lebih 10 hari di dalam badan serangga, mikrofilaria tumbuh menjadi larva infektif dan siap ditularkan kepada hospes lainnya. Cacing dewasa tumbuh dalam badan manusia dalam waktu 1 sampai 4 tahun kemudian berkopulasi dan cacing dewasa betina mengeluarkan microfilaria (Sutanto, 2008).

2.5.3. Morfologi

Cacing Loa loa memiliki tubuh yang sederhana termasuk kepala, badan dan ekor. Cacing dewasa berbentuk seperti benang halus dan berwarna putih susu. Cacing dewasa hidup dalam jaringan subkutan, yang betina berukuran 50 –

(20)

70 x 0,5 mm dan yang jantan berukuran 30 – 34 x 0,35 – 0,43 mm. Bentuk cacing ini seperti gambar di bawah ini :

Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang beredar dalam darah pada siang hari (diurna). Pada malam hari mikrofilaria berada dalam pembuluh darah paru-paru (Sutanto, 2008).

Mikrofilaria mempunyai sarung berukuran 250 – 300 mikron x 6 – 8,5 mikron, dapat ditemukan dalam urin, dahak dan kadang-kadang ditemukan dalam cairan sumsum tulang belakang. Parasit ini ditularkan oleh lalat Chrysops. Mikrofilaria yang beredar dalam darah diisap oleh lalat dan setelah kurang lebih 10 hari di dalam badan serangga, mikrofilaia tumbuh menjadi larva infektif dan siap ditularkan kepada hospes lainnya. Cacing dewasa tumbuh dalam badan manusia dalam waktu 1 sampai 4 tahun kemudian berkopulasi dan cacing dewasa betina mengeluarkan mikrofilaria (Sutanto, 2008).

Loa loa mikrofilaria

dalam hapusan darah tipis

2.5.4. Patologi

Cacing dewasa yang mengembara dalam jaringan subkutan dan mikrofilaria yang beredar dalam darah seringkali tidak menimbulkan gejala. Cacing dewasa dapat ditemukan di seluruh tubuh dan seringkali menimbulkan gangguan di konjungtiva mata dan pangkal hidung dengan menimbulkan iritasi

(21)

pada mata, mata sendat, sakit, pelupuk mata menjadi bengkak sehingga menganggu penglihatan. Secara psikis, pasien menderita.pada saat-saat tertentu penderita menjadi hipersensitif terhadap zat sekresi yang dikeluarkan oleh cacing dewasa dan menyebabkan reaksi radang bersifat temporer. Kelainan yang khas ini dikenal dengan Calabar swelling atau fugtive swelling. Pembengkakan jaringan yang tidak sakit dan nonpitting ini dapat menjadi sebesar telur ayam. Lebih sering terdapat di tangan atau lengan dan sekitarnya. Timbulnya secara spontan dan menghilang setelah beberapa hari atau seminggu sebagai manifestasi supersensitif hospes terhadap parasit. Masalah utama adalah bila cacing masuk ke otak dan menyebabkan ensefalitis. Cacing dewasa dapat pula ditemukan dalam cairan serebrospinal pada orang yang menderita meningoensefalitis (Sutanto, 2008).

2.5.5. Pencegahan Serta Pengendalian

Pencegahan dilakukan dengan menjaga kebersihan serta menjauhkan diri makanan dan lain-lain dari jangkauan lalat Chrysops.

2.6. Dracunculus medinensis 2.6.1. Klasifikasi Kingdom : Animalia Phylum : Nemathelminthes Class : Nematoda Ordo : Camallanidae

Family : Dracunculidae Gambar D. Medinensis

Genus : Dracunculus crocodilusdaratensis.wordpress.com Species : D. Medinensis

2.6.2. Epidemiologi

Penularan cacing ini terjadi pada musim panas. Faktor yang menunjang penularan adalah air dalam sumur maupun sumber air minum lain yang jumlahnya sedikit dan ditunjang kepadatan hospes perantara (Cyclops sp.) tinggi.

(22)

1. Distribusi Geografik

Dracunculus medinensis distribusi geografiknya meliputi Afrika, Amerika Selatan, Amerika Tengah, Timur Tengah, Iran, Arab, Irak dan Myanmar (Muslim, 2009).

2. Siklus Hidup & Kondisi Penyakit Terkini

Sumber : http://www.dpd.cdc.gov/dpdx

Siklus hidup Dracunculus medinensis akan berlanjut bila manusia atau hospes terminal lain memakan Cyclops sp. yang mengandung larva stadium tiga. Larva akan keluar dari Cyclops sp. dengan bantuan cairan lambung penderita. Selanjutnya larva akan menembus mukosa usus penderita dan bermigrasi melalui dinding saluran pencernaan menuju jaringan ikat longgar, biasanya jaringan retroperitoneal. Disanalah larva stadium tiga tersebut berkembang menjadi cacing dewasa(jantan dan betina). Waktu yang diperlukan untuk proses tersebut sekitar 8-12 bulan. Kopulasi cacing jantan dan betina juga terjadi di jaringan ikat longgar, bukan di saluran cerna.

Cacing betina yang telah dibuahi/gravid juga mengalami proses pematangan di jaringan retroperitoneal. Hampir keseluruhan tubuh cacing betina gravid ini dipenuhi oleh uterus yang berkembang dan berisi dengan larva stadium pertama. Selanjutnya cacing tersebut akan bermigrasi ke jaringan

(23)

subcutan dan permukaan kulit, terutama bagian tubuh yang banyak kontak dengan air.

Saat ujung kepala cacing betina gravid mencapai kulit, terbentuklah lesi berupa papula. Hal ini terjadi karena dikeluarkannya sejumlah toksin yang merusak jaringan disekitar cacing itu berada. Dalam waktu 24 jam, lesi dapat berubah menjadi vesikula tetapi terkadang dapat pula membesar sampai beberapa hari sebelum menjadi vesikula. Dan dalam waktu 2 minggu, vesikula tersebut akan pecah dan membentuk ulkus. Uterus cacing akan keluar melalui bagian terdepan dari dinding vesikula yang pecah dan kemudian mengeluarkan larva stadium pertama. Proses pengeluaran larva ini berlangsung sampai beberapa kali hingga semua larva habis dan uterus benar-benar kosong. Diperkirakan proses ini terjadi selama 3 minggu. Seekor cacing betina gravid dapat mengeluarkan larva stadium pertama sampai 3 juta ekor. Larva tersebut dapat bertahan hidup 1-2 minggu, dan akan mati bila tidak dimakan oleh Cyclops sp.

Larva yang dimakan oleh Cyclops sp. masuk ke dalam saluran pencernaan dan mengalami dua kali perubahan sampai menjadi bentuk infektif. Proses perubahan ini memerlukan waktu sekitar 14 hari, pada suhu 26oC dan larva tidak akan menjadi infektif jika tidak mengalami metamorfosis. Dalam kondisi normal Cyclops sp. dapat bertahan hidup sampai 3 bulan dan mampu memakan 15-20 larva. Bila Cyclops sp. tidak dimakan oleh hospes terminal, dengan sendirinya Cyclops sp. dan larva di dalamnya akan mati. Siklus ini terusberlangsung seperti diatas.

Sementara itu, cacing betina gravid yang gagal mencapai permukaan kulit, akan mati dan mengalami proses pengapsulan di jaringan ikat. Begitu pula cacing jantan dewasa yang mati akan mengalami proses yang sama (Siahaan,2004).

2.6.3. Morfologi

Cacing dewasa berbentuk silindrik, sangat panjang, ujung anterior tumpul, dan ujung ekor melingkar ke ventral dengan kutikula halus. Ujung anterior dilengkapi alat pelindung oval yang bagian tengahnya terdapat mulut kecil berbentuk segi tiga dan dikelilingi oleh cincin dalam dengan enam papila

(24)

dan cincin luar empat pasang papila. Papila servikal terdiri dari satu pasang papila lateral yang terletak di sebelah cincin saraf.

Cacing betina berukuran 200-500x0,9-1,7 mm, oviduck dan uterus berpasangan. Cacing betina gravit uterus banyak mengandung larva rabditiform. Cacing jantan berukuran 12-29x0,4 mm, ujung ekor melengkung yang dilengkapi dengan sepuluh batang papila ekor.

Larva yang dikeluarkan oleh cacing betina berukuran 500-79x15-25 mikron, berbentuk langsing dengan ekor halus menyerupai benang, bergerak di dalam air dan dinamakan Cyclops sp. (sebangsa copepoda) (Onggowaluyo, 2002).

2.6.4. Patologi

Bila cacing tidak ditemukan di jaringan kulit maka cacing akan mati dan pecah sehingga menyebabkan kalsifikasi. Bila ditemukan dalam jaringan menseterium maka akan menjadi gejala alergi. Cacing yang ada di permukaan tubuh melepaskan toksin dan menimbulkan reaksi peradangan lokal sehingga terbentuk vesikel steril berisi eksudat jernih.

Cacing yang terdapat dalam terowongan subkutis mengakibatkan gejala lepuh, indurasi, dan edema. Vesikel yang timbul dapat memungkinkan keluarnya larva di dalam air, biasanya pada tungkai, pergelangan kaki, dan sela-sela jari kaki. Bila bagian lepuh maka dapat menimbulkan abses, selulitis, ulkus besar dan nekrosis.

Gejala berikutnya semakin jelas sebelum cacing pecah, yaitu terjadi alergi berupa urtikaria, eritema, pusing, muntah, dan sesak nafas. Gajala ini hilang pada waktu cacing sudah pecah. Bila cacing dewasa putus karena ditarik dan larva masuk ke dalam jaringan subkutis maka akan menimbulkan reaksi peradangan yang hebat dan terjadi infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terbentuk abses dan jaringan terkelupas (Onggowaluyo, 2002).

2.6.5. Pencegahan Serta Pengendalian

Pencegahan drakunkuliasis sulit dilakukan karena rendahnya tingkat pendidikan dan kebiasaan penduduk membersihkan diri dengan air yang terkontaminasi Cyclops sp. Upaya yang dapat dilakukan untuk menekan penularan yaitu memasak air yang dicurigai terkontaminasi oleh Cyclops sp,

(25)

membubuhkan klor atau kuprisulfat di dalam persediaan air dan memasukkan ikan yang memakan crustacea (Onggowaluyo, 2002).

2.7. Mansonella ozzardi

Hospes definitif Mansonella ozzardi adalah manusia. Cacing dewasa hidup didalam rongga tubuh, mesenterium, dan lemak organ dalam. Hospes perantara adalah Simulium sp dan Culicoides sp. Penyakitnya disebut filariasis ozzardi atau mansoneliasis ozzardi. 2.7.1 Klasifikasi Kingdom : Animalia Phylum : Nematoda Class : Secernentea Ordo : Spirurida Family : Onchocercidae Genus : Mansonella

Spesies : Mansonella ozzardi

http://en.wikipedia.org/wiki/Mansonella_ozzardi

2.7.2. Epidemiologi

Di India Barat, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan infeksi M. ozzardi bersifat indigenus. Vektor utama filariasis ozzardi adalah Culicoides sp (Onggowaluyo, 2002).

1. Distribusi Geografik

Mansonella ozzardi habitatnya saat dewasa terdapat di rongga tubuh, mesenterium dan jaringan lemak viscera dan saat larva berada di peredaran darah tepi. Mansonella ozzardi tersebar di Amerika Tengah, dan di bagian selatan pada beberapa pulau di hindia barat.

(26)

Mansonella ozzardi memiliki Hospes Definitif pada manusia dan Hospes Perantara melalui lalat (Culicoides furens). Larva Mansonella ozzardi infektif setelah 6 hari didalam tubuh lalat hingga hari ke 8 melakukan migrasi ke rongga tubuh (cavum peritonium), mesenterium dan jaringan lemak kemudian menjadi dewasa.

2.7.3. Morfologi

Mansonella ozzardi dewasa memiliki Kutikulum tubuh halus. Mansonella ozzardi jantan berukuran 38 mm dan betina 81 mm. Dan dalam bentuk mikrofilaria memiliki panjang 240 mikron, tidak memiliki selubung dan memiliki Inti yang tidak mencapai ekor. Cacing dewasa betina berukuran 6,5-8 x 0,2-0,25 mm. Kulit mengandung kutikulum, ekor tampak sepasang lipatan mengilap. Cacing jantan berukuran 3,8 x 0,2 mm, bagian anterior melengkung ke arah ventral, dan ujungnya membesar. Mikrofilaria tidak bersarung, panjangnya 173-240 mikron, berujung runcing, ujung ekor tidak ada inti dan sifatnya non-periodik, Pertumbuhan larva infektif di vektor sampai ke probosis kurang lebih 6 sampai 8 hari (Muslim,2009).

(27)

2.7.4. Patologi

Infeksi parasit ini biasanya tidak disertai gejala yang serius, tetapi dpat mengakibatkan nyeri ekstremitas bagian bawah di bagian lutut dan pergelangan kaki, pruritus, dermatitis edema, lesimakulopapuler, eosinofilia, dan demam. Pernah dilaporkan ditemukan, hidrokel pada penderita dan pembengkakan pada kelenjar limfe. Cacing dewasa tidak menimbulkan reaksi jaringan (Onggowaluyo, 2002).

2.7.5. Pencegahan Serta Pengendalian

Pencegahan bergantung pada pemberantasan vektor dan perlindungan manusia terhadap gigitan vektor.

2.8. Dipetalonema perstans ( Mansonella perstans )

2.8.1. Klasifikasi Kingdom : Animalia Phylum : Nematoda Class : Secernentea Ordo : Spirurida Family : Onchocercidae Genus : Mansonella

Spesies : Mansonella perstans

2.8.2. Epidemiologi

Cacing ini menempati lapisan kulit dan lapisan lemak subkutan. Serous rongga Filariasis disebabkan oleh cacing Mansonella perstans dan Mansonella ozzardi, yang menduduki serous rongga perut. Dalam semua kasus, vektor transmisi yang baik ialah penghisap darah seperti serangga (nyamuk). 1. Distribusi Geografik

Dipetalonema perstans distribusi geografiknya tersebar di Afrika, dan Amerika Selatan.

2. Morfologi dan Siklus Hidup

Cacing betina panjangnya 7 cm, lebarnya 0,12 mm, yang jantan

(28)

kapiler paru-paru. Di beberapa daerah, cacing berperiodisitas diurna, lebih sering berperiodisitas nocturna, tapi pada dasarnya bersifat nonperiodik.

Manusia sebagai hospes utamanya, dan juga terdapat pada simpanse dan gorila. Mikrofilarianya kecil, tanpa sarung, ekor bulat, dan ini terdapat sampai ke ujung ekornya. Vektor dari parasit ini adalah Culici asteni dan C.grahami. Siklus hidup Mikrofilaria perstans di dalam tubuh Culicoid sama dengan mikrofilaria lainnya.

2.8.3. Patologi

Pada umumnya tanpa gejala, kadang-kadang terdapat gejala alergi ringan, edema, pembengkakan calabar swelling, dan varises saluran limf.

2.8.4. Pencegahan serta Pengendalian

(29)

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan

Spesies nematoda darah dan jaringan yang ditemukan pada manusia ada tiga spesies, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Onchocerca volvulus. Pada umumnya manusia menjadi hospes definitif Nematoda intestinalis. Ketiganya sering menimbulkan gejala sisa yang bersifat patologis dan mempunyai siklus hidup yang sangat kompleks. Kemudian ditemukan beberapa spesies yang juga parasit pada manusia, yaitu Manzonella ozardi, Manzonella perstans (Dipetalonema perstans), Manzonella streptocerca, Dirofilaria immitis, Dirofilaria spp. Morfologi setiap nematoda darah dan jaringan berbeda-beda. Cacing betina memiliki ukuran yang lebih besar daripada cacing jantan dikarenakan oraganel sel yang terdapat pada cacing betina lebih banyak daripada organel sel yang ada pada cacing jantan.

Pada umunya, cacing-cacing ini mengalami pertumbuhan di dalam tubuh nyamuk. Larvanya disebarkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk. Gejala klinis yang disebabkan nematoda darah dan jaringan dipengaruhi oleh tingkat infeksi (jumlah cacing), jenis parasit, stadium parasit (larva/dewasa), lokalisasi parasit dan lamanya kasus infeksi. Diagnosis penyakit yang disebabkan oleh nematoda darah dan jaringan dapat ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja, bilasan duodenum, larva dalam jaringan melalui teknik jaringantekan atau diwarnai, tes intradernal dan tes serologi. Pengobatan penyakit yang disebabkan oleh spesies nematoda darah dan jaringan harus dibarengi dengan upaya peningkatan higienis dan sanitasi.

Faktor tingginya infeksi cacing usus di Indonesia disebabkan oleh iklim tropik yang panas dan lembab, pendidikan rendah, sanitasi lingkungan dan perseorangan buruk, sarana jamban keluarga kurang, pencemaran lingkungan oleh tinja manusia dan kepadatan penduduk yang tinggi.

3.2. Saran

Untuk mencegah infeksi nematoda darah dan jaringan berikut adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan :

(30)

1. Mengobati penderita dan massa.

2. Pendidikan kesehatan pribadi dan lingkungan.

3. Menjaga kebersihan makanan atau memasak makanan dengan baik.

4. Memakai alas kaki bila berjalan di tanah (untuk mencegah infeksi cacing tambang dan strongiloidiasis).

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Behrman Kliegman. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta : EGC.

Gandahusada, Srisasi. 2006. Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Muslim. 2009. Parasitologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Natadisastra, Djaenudin. 2005. Parasitologi Kedokteran : Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta : EGC.

Onggowaluyo, Samidjo Jangkung. 2002. Parasitologi Medik 1 Helmintologi. Jakarta : EGC

Prianto, Juni. 2006. Atlas Parasitologi. Jakarta : Pt. Gramedia.

Referensi

Dokumen terkait