PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN
REASONING BERBASIS BRAINSTORMING TERHADAP KEMAMPUAN
BERPIKIR KREATIF PADA MATA PELAJARAN IPA
Ni Lh. Pt. Anggi Pratiwi
1, Ni Wyn. Arini
2, I Wyn Widiana
31, 2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: anggi_pratiwi9184
1@yahoo.com, wayanarini
2@yahoo.co.id,
wayan_widiana
3@yahoo.co.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kreatif IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran problem solving dan reasoning berbasis brainstorming dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V Gugus I Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di Gugus I Kecamatan Tejakula tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 94 orang. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik random sampling. Sampel penelititan ini yaitu siswa kelas V SDN 1 Tembok yang berjumlah 20 orang ditentukan sebagai kelompok eksperimen dan kelas V SDN 4 Tembok yang berjumlah 20 orang ditentukan sebagai kelompok kontrol. Data hasil kemampuan berpikir kreatif IPA dikumpulkan dengan instrumen tes berbentuk essai yang berjumlah 10 soal. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji-t). Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh thitung = 12,7 dan ttabel (pada taraf signifikasi 5%) = 2,021. Hal ini berarti bahwa thitung > ttabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kreatif IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran problem solving dan reasoning berbasis brainstorming dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.
.
Kata-kata kunci: problem solving dan reasoning , brainstorming, berpikir kreatif
Abstract
This research aimed to determine the differences science creative thinking ability between the students who followed the learning by using problem solving and reasoning learning models based on brainstorming and the students who followed by using conventional learning models in fifth grade students in cluster I Tejakula district, Buleleng regency in the academic year 2013/2014. This research was a quasi-experimental study. The population in this study were all fifth grade students in cluster I, Tejakula district in the academic year 2013/2014 totaled 94 students. The research sample was collected by random sampling technique. The sample was the fifth grade students of SD N 1 Tembok that totalled 20 students were collected as experimental group and fifth grade students of SD N 4 Tembok that totaled 20 students were collected as control group. Science creative thinking ability data was collected using instrument test an esay type test totaled 10 questions. The data obtained were analyzed by using descriptive statistic analysis technique and inferential statistic (uji-t). Based on the result of the research, it was obtained tcount = 12,7 and ttable (on significant level 5%) = 2,021. It means that tcount > ttable, those it can be concluded that there were significant differences of science creative thinking ability between the students who followed the learning by using problem solving
and reasoning learning models based brainstorming and the students who followed by using conventional learning model. That mean
Key word : problem solving and reasoning, brainstorming, creative thinking.
PENDAHULUAN
Zaman globalisasi seperti sekarang ini, semua orang saling berkompetisi untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi. Pendidikan merupakan hal yang paling hakiki yang harus dimiliki seseorang. Pendidikan yang baik akan menentukan kualitas SDM suatu bangsa. Kualitas SDM yang dimiliki oleh seseorang dapat dikembangkan melalui jenjang pendidikan. Pendidikan yang didapat dari sekolah harus memiliki pembelajaran yang baik, yang nantinya akan menghasilkan mutu lulusan yang baik pula.
Dalam meningkatkan mutu pendidikan maupun pendidik, pemerintah juga tidak tinggal diam untuk menghadapi masalah ini. Pemerintah berupaya untuk dapat menggunakan segala cara dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Perubahan kurikulum adalah salah satu contoh upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Peningkatan kualitas pendidikan dimulai dari jenjang sekolah dasar sebagai pondasi untuk mengikuti jenjang selanjutnya. Pendidikan disekolah dapat membantu siswa dalam mengembangkan kecerdasan secara akademik maupun non akademik, mengembangkan karakter siswa, dan membantu mengembangkan cara berpikir yang dimiliki siswa. Menurut Santyasa (2011), menyebutkan ada beberapa tingkatan keterampilan berpikir yaitu, basic thinking ( keterampilan berpikir dasar), Critical thinking (keterampilan berpikir kritis), dan Creative thinking (keterampilan berpikir kreatif).
Berpikir kreatif dan berpikir kritis dapat dikembangkan jika seseorang mulai dari sekolah dasar diberikan suatu masalah yang riil dan membutuhkan pemikiran yang logis. Sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir anak sekolah dasar, yaitu tingkat berpikir konkret. Jadi permasalahan yang diberikan harus bersifat nyata dan dapat lihat oleh anak sekolah dasar. Berpikir
kreatif merupakan cara berpikir yang dimiliki siswa untuk mengembangkan ide baru untuk memecahakan suatu masalah. Sedangkan berpikir kritis adalah menguji, menghubungkan dan mengevaluasi aspek-aspek yang fokus pada masalah, mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi, memvalidasi dan menganalisis informasi, mengingat dan mengasosiasikan informasi yang dipelajari sebelumnya, menentukan jawaban yang rasional, melukiskan kesimpulan yang valid, dan melakukan analisis dan refleksi (Santyasa, 2011).
Cara belajar yang berpusat pada siswa (student center) merupakan pandangan yang sesuai dengan teori belajar konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan pandangan yang mengutamakan peran dari siswa dalam pembelajaran, guru hanya berperan sebagai fasilitator, motivator dan evaluator. Sesuai dengan pendapat Hudojo (1988), yang mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses pembentukan pengetahuan dan pemahaman melalui aktivitas secara individual dan interaksi sosial yang harus dibuat sendiri oleh si pebelajar atau orang yang mau mengerti.
Situasi pembelajaran yang baik harus didukung oleh seluruh faktor pembelajaran. Faktor pembelajaran misalnya, guru, sumber belajar (buku sumber, buku cerita, internet, majalah pendidikan, koran, dan lain-lain), media pembelajaran, prasarana pembelajaran, dan juga model pembelajaran yang inovatif.
IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat dikemas dengan cara yang efektif dan menyenangkan. Pembelajaran IPA juga dapat mengasah kemampuan berpikir siswa dalam pemecahan masalah nyata yang ada disekitarnya. Seperti yang kita ketahui bahwa IPA merupakan pelajaran yang berkaitan dengan alam dan teknlogi. Pembelajaran IPA juga dapat didukung
dengan media-media pembelajaran yang konkret sehingga pembelajaran menjadi efektif dan menyenangkan.
Namun kenyataan yang ditemui peneliti, pada observasi awal disalah satu sekolah dasar di gugus I yaitu SD negeri 1 Tembok, guru kelas 5 masih menggunakan model pembelajaran konvensional dalam mengajar mata pelajaran IPA dikelas. dalam pembelajaran IPA dikelas peran guru yang lebih mendominasi pembelajaran dibandingkan siswa. Dalam wawancara tersebut dijelaskan bahwa peran irang tua dalam mengajar anak di rumah masih sangat rendah. Jadi orang tua hanya menyerahkan anaknya untuk belajar di sekolah. Dari hasil observasi awal tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran kurang mampu mengasah cara berpikir kreatif siswa dalam belajar.
Rendahnya pemahaman siswa tentang IPA diperkuat lagi dengan penelitian yang telah dilakukan dengan beberapa negara. Menurut DePorter, et. al, 2003 , laporan hasil penelitian International
Education Achievement (EIA) yang
menyatakan bahwa Indonesia berada pada urutan ke-40 dari 42 negara. DePorter, et,
al. 2003 lembaga yang mengukur hasil
pendididkan di dunia, menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat ke-32 untuk IPA, dan ke-34 untuk Matematika dari 38 negara yang disurvey.
Rendahnya pemahaman siswa terhadap mata pelajaran IPA dapat dilihat dari hasil observasi awal yang dilakukan di 5 sekolah dasar di gugus I yang dipakai sebagai populasi objek penelitian. Observasi awal dilakukan dengan kepala sekolah ditiap sekolah dasar pada tanggal 9 Februari 2013, didapat hasil sebagai berikut, SDN 1 Tembok yaitu 68,3 dari KKM yang ditentukan yaitu 65 rata-rata tersebut masuk dalam kriteria rendah. SDN 2 Tembok yaitu 63,2 dari KKM yang ditentukan yaitu 65 rata-rata yang diperoleh masuk dalam kriteria rendah. SDN 3 Tembok yaitu 62,5 dari KKM yang ditentukan yaitu 62 rata-rata yang diperoleh termasuk kriteria rendah. SDN 4 Tembok yaitu 64, 5 dari KKM yang ditentukan yaitu 67,1 hasil rata-rata ini masuk dalam kriteria rendah. SDN 4
Sambirenteng yaitu 68,2 dari KKM yang ditentukan yaitu 65 hasil rata-rata tersebut masuk dalam kriteria sedang.
Rendahnya hasil belajar dan kurang berkembangnya kemampuan berpikir kreatif siswa merupakan tanggung jawab kita bersama. Seiring tumbuhnya kesadaran betapa pentingnya pendidikan bagi kita, banyak ahli yang mengembangkan penelitian untuk menemukan atau membuat suatu model pembelajaran yang inovatif, menyenangkan dan melibatkan siswa dalam pembelajaran tersebut.
Model pembelajaran problem solving dan reasoning merupakan model
pembelajaran yang menggabungkan antara
problem solving dan reasoning. Problem solving adalah suatu cara yang dilakukan
seseorang untuk memecahkan masalah. Menurut Santyasa (2011), Problem solving adalah upaya individu atau kelompok untuk menemukan jawaban proses pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan penelitian merupakan aplikasi konsep, prinsip dan pemahaman. Reasoning
merupakan bagian berpikir yang berada diatas level retention atau recall (resensi atau memanggil) reasoning meliputi : basic
thinking, critical thinking, dan creative thinking. Jadi dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran problem solving dan
reasoning adalah upaya seseorang dalam
memecahakan masalah dengan kemampuan atau tingkatan pemikiran yang berbeda.
Model pembelajaran problem solving dan Reasoning akan dipadukan dengan brainstorming. Menurut Roestiyah (2001:73-74) brainstorming adalah suatu teknik atau cara mengajar yang dilaksakanakan dalam kelas dengan melontarkan suatu masalah ke kelas oleh guru, kemudian siswa menjawab atau menyatakan pendapat, atau komentar sehingga mungkin masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru.
Menurut Rawlinson (1986)
brainstorming adalah satu cara untuk
mendapatkan banyak ide dari sekelompok manusia dalam waktu yang sangat singkat.
Brainstorming memiliki empat tahapan
pokok dalam pelaksanaannya, yaitu menjelaskan persoalan, merumuskan
kembali persoalan dengan lebih jelas, mengembangkan salah satu atau beberapa penjelasan tersebut dan mengevaluasi ide yang dihasilkan.
Berdasarkan uraian tersebut, kualitas pembelajaran IPA di SD perlu ditingkatkan, utamanya dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh model pembelajaran problem solving dan
reasoning berbasis brainstorming terhadap
kemampuan berpikir kreatif pada mata pelajaran IPA bagi siswa kelas V di Gugus I Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng”. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut yaitu untuk mengetahui perbedaan signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajran dengan menggunakan model pembelajaran
problem solving dan reasoning berbasis brainstorming dan model pembelajaran
konvensional pada kelas V di Gugus I Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. METODE
Jenis penelitian yang dilakukan termasuk quasi experiment atau eksperimen semu. Tempat pelaksaan penelitian ini adalah SD yang ada di Gugus I Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. Populasi penelitian ini adalah seluruh kelas V SD di Gugus I Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. Jumlah SD keseluruhannya sebanyak 5 SD dengan jumlah seluruh siswa adalah 94 siswa.
Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik random sampling. Sampel akan dipilih dengan cara undian. Nama sekolah akan ditulis adalam sebuah kertas kemudian akan diambil acak kertas untuk menentukan sampel yang akan digunakan. Berdasarkan hasil undian yang dilakukan, yang menjadi sampel penelitian adalah siswa kelas V SDN 1 Tembok dengan jumlah siswa 20 orang dan siswa kelas V SDN 4 Tembok dengan jumlah siswa 20 orang. Dari kedua sekolah tersebut dilakukan pengundian ulang untuk menentukan sekolah yang menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dari hasil undian yang kedua
didapat hasil yaitu kelompok eksperimen adalah SDN 1 Tembok dan kelompok kontrol adalah SDN 4 Tembok.
Rancangan eksperimen yang digunakan adalah non equivalent post-test
only control group design. Pemilihan desain
ini disebabkan karena peneliti hanya ingin mengetahui perbedaan yang signifikan pada kemampuan berpikir kreatif antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes. Tes adalah adalah alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku dan prestasi belajar sesuai dengan aturan yang ditentukan. Data kemampuan berpikir kreatif IPA diperoleh melalui tes esai yang dilakukan pada akhir pembelajaran yang bertujuan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran IPA. Kemampuan berpikir kreatif siswa dievaluasi dengan menelaah hasil tes akhir kemudia penskorannya menggunakan rubrik penskoran berpikir kreatif.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistik deskriptif yang artinya bahwa data dianalisis dengan menghitung nilai rata-rata, modus, median dan standar deviasi. Dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk poligon. Teknik yang digunakan untuk menganalisis data guna menguji hipotesis penelitian adalah uji-t. Sebelum melakukan uji hipotesis, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dan perlu dibuktikan. Persyaratan yang dimaksud yaitu: (1) data yang dianalisis harus berdistribusi normal, (2) mengetahui data yang dianalisi bersifat homogeny atau tidak. Untuk memenuhi persyaratan tersebut maka dilakukan uji prasyarat analisis dengan uji normalitas dan uji homogenitas.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Data
Untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan berpikir kreatif IPA data dianalisis dengan analisis deskriptif agar dapat diketahui Mean (M), Median (Md), Modus (Mo), dan standar deviasi.
Rangkuman hasil analisis deskriptif disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi hasil perhitungan kemampuan berpikir kreatif
Perhitungan Kelompok eksperimen Kelompok kontrol
Mean (M) 35,10 23,80
Median (Md) 35,36 22,93
Modus (Mo) 35,70 22,17
Berdasarkan tabel tersebut di atas, diketahui mean kelompok eksperimen lebih besar daripada mean kelompok kontrol. Data kemampuan berpikir kreatif kelompok eksperimen dapat disajikan dalam histogram sebagai berikut.
0 2 4 6 8 29 -30 31 -32 33-34 35-36 37-38 39-40 Fre k u e n si Interval
Gambar 1. Grafik histogram skor kelompok eksperimen
Berdasarkan kura poligon di atas, diketahui modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M) yaitu 35,70>35,36>35,1. Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling negatif yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi. Untuk mengetahui kualitas dari variabel kemampuan berpikir kreatif siswa, skor rata-rata kemampuan berpikir kreati fsiswa dikonversikan dengan menggunakan kriteria rata-rata ideal (Xi) dan standar deviasi (SDi). Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata-rata kemampuan berpikir kreatifsiswa kelompok eksperimen dengan M= 35,1 tergolong kriteria tinggi.
Data kemampuan berpikir kreatif kelompok kontrol dapat disajikan dalam poligon seperti pada gambar 2.
0 2 4 6 8 20-21 22-23 24-25 26-27 28-29 30-31 Fr ek ue ns i Interval Gambar 2. Grafik histogram skor kelompok
kontrol
Berdasarkan kurva poligon di atas, diketahui modus lebih kecil dari median dan lebih kecil dari mean (Mo<Md<M) yaitu 22,17<22,93<23,80. Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling positif yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah. Untuk mengetahui kualitas dari variabel kemampuan berpikir kreatif siswa, skor rata-rata kemampuan berpikir siswa dikonversikan dengan menggunakan kriteria rata-rata ideal (Xi) dan standar deviasi (SDi). Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata-rata kemampuan berpikir kreatifsiswa kelompok kontrol dengan M= 23,80 tergolong kriteria cukup.
Uji prasyarat yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan untuk membuktikan bahwa frekuensi data hasil penelitian benar-benar distribusi normal. Berdasarkan analisis data yang dilakukan, dapat disajikan hasil uji normalitas sebaran data hasil tes kemampuan berpikir kreatif kelompok eksperimen dan kontrol yaitu
Kriteria pengujian, jika
2hit
2tabdengan taraf signifikasi 5% (dk = jumlah kelas dikurangi parameter, dikurangi 1), maka data berdistribusi normal. Sedangkan, jika
2hit
2tab, maka datatidak berdistribusi normal. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus chi-kuadrat, diperoleh
2hit hasil teskelompok eksperimen adalah 6,37 dan
2tab dengan taraf signifikansi 5% dandb = 3 adalah 7,82. Hal ini berarti,
2hithasil tes kelompok eksperimen lebih kecil
dari
2tab (
2hit
2tab), sehingga datahasil tes kelompok eksperimen berdistribusi normal. Selanjutnya,
2hit hasil teskelompok kontrol adalah 3,71 dan
2tabdengan taraf signifikansi 5% dan db = 3 adalah 7,82. Hal ini berarti,
2hit hasil teskelompok kontrol lebih kecil dari
2tab(
2hit
2tab), sehingga data hasil teskelompok kontrol berdistribusi normal.
Tabel 2. Hasil uji normalitas distribusi data kemampuan berpikir kreatif
No
Kelompok Data Kemampuan Berpikir
Kreatif
2
χ
Taraf Signifikansi 5% Nilai Kritis dengan Status1 Eksperimen 6,37 7,82 Normal
2 Kontrol 3,71 7,82 Normal
Uji homogenitas dilakukan terhadap varians pasangan antar kelompok eksperimen dan kontrol. Uji yang digunakan adalah uji-F dengan kriteria data homogen jika Fhit < Ftab. Rangkuman hasil uji homogenitas varians antar kelompok eksperimen dan kontrol disajikan pada tabel 3.
Berdasarkan tabel hasil perhitungan uji-t diatas, diperoleh thit sebesar 12,7. Sedangkan, ttab dengan db = 38 adalah 2,021 yang berada pada taraf signifikansi
5%. Hal ini berarti, thit lebih besar dari ttab (thit > ttab), sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kreatif antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
problem solving dan reasoning berbasis brainstorming dan siswa yang dibelajarkan
dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V di SD Gugus 1 Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng. Tabel 3. Rangkuman hasil perhitungan uji-t
Data Kelompok N X s2 thit ttab (t.s. 5%) status
Kemamp uan Berpikir kreatif Eksperimen 20 35,1 5,78 12,7 2,021 H0 ditolak Kontrol 20 23,8 10,17 PEMBAHASAN
Pembahasan hasil penelitian dan pengujian hipotesis tentang kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran IPA pada kelas V SD pada materi organ tubuh manusia beserta cara pemeliharaannya. Kemampuan berpikir kreatif yang dimaksud adalah kemampuan
berpikir kreatif siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kemampuan berpikir kreatif IPA siswa yang dicapai dengan menggunakan model pembelajaran problem solving dan
reasoning berbasis brainstorming berbeda
menggunakan model pembelajaran konvensional. Secara deskriptif, kelompok yang belajar menggunakan model pembelajaran problem solving dan
reasoning berbasis brainstorming memiliki
skor rata-rata 35,1, sedangkan kelompok yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajran konvensional memiliki skor rata-rata 23,8. Hal ini menunjukan kemampuan berpikir kreatif yang belajar menggunakan model pembelajaran
problem solving dan reasoning berbasis brainstorming lebih tinggi daripada yang
dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Selain itu perbedaan hasil rekapitulasi data kemampuan berpikir kreatif antara kelompok kelas kontrol dan kelompok kelas eksperimen dilihat dari hasil median (md) kelompok ekperimen adalah 35,36 dan kelompok kontrol adalah 22,93. Hasil perhitungan Modus (Mo) kelompok eksperimen adalah 35,70 dan kelompok kontrol adalah 22,17. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut terlihat perbedaan kemampuan berpikir kreatif antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
problem solving dan reasoning berbasis
brainstorming dengan memberikan
permasalahan yang mudah dan kemungkinan ditemui oleh siswa sehari-hari, hal ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa untuk mendapat pemecahan masalah yang lebih luas sehingga kemampuan berpikir kreatif siswa menjadi terasah. Munandar (1992:48) menyatakan bahwa pemikiran kreatif perlu dilatih karena mampu membuat anak lancar dan luwes (fleksibel) dalam berpikir, mampu melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang, dan mampu melahirkan banyak gagasan.
Model pembelajaran problem
solving dan reasoning berbasis
brainstorming memiliki kelebihan untuk
mengasah daya pikir siswa dalam berpikir dan memberikan kesempatan siswa untuk mengeksplorasi kemampuannya dalam mengembangkan wawasan. Selain itu,
model pembelajaran problem solving dan
reasoning berbasis brainstorming mengajak
siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran, membiasakan diri dalam mencari ilmu baru dan mengemukakan pendapat didepan kelas.
Pada penelitian ini siswa diberikan tes berupa tes esai yang soalnya mengacu pada unsur-unsur berpikir kreatif antara lain, berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinil, dan berpikir terinci (Munandar, 1992:88). Hari pertama penerapan model pembelajaran problem solving dan
reasoning berbasis brainstorming dalam
kelas siswa masih belum terbiasa untuk mnegikuti langkah-langkah pembelajaran yang harus dilakukan. Kebanyakan siswa masih diam dan hanya mendengarkan arahan dari guru. Setelah hari keempat siswa mulai terbiasa dengan cara pengajaran yang baru, siswa merasa lebih gembira untuk mengikuti pembelajaran karena siswa diajak berinterkasi langsung dengan media pembelajaran, berperan aktif dalam pembelajaran dan berdiskusi dengan sesama temannya.
Namun tidak semua siswa dapat melakukan langkah-langkah pembelajaran dengan baik, terdapat 2 siswa yang memang kurang dalam kemampuan kognitif maupun afektifnya. Penerapan model pembelajaran problem solving dan
reasoning berbasis brainstorming,
mengasah siswa untuk lebih aktif dalam diskusi, lebih berani mengemukakan pendapat, siswa semakin senang untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas dan belajar untuk menerima pendapat dari teman sekelasnya.
Hasil yang sama juga diperoleh oleh Alit Tri Sutrisna (2011). Hasil penelitiannya diungkapkan bahwa dalam pembelajaran dalam kelas siswa kelas IXa diberikan permasalahan berupa LKS dan penerapan model reasoning dan problem solving. Penelitian ini dilakukan melalui dua siklus. Pada siklus pertama penerapan model
reasoning dan problem solving belum bisa
diterima dengan baik oleh siswa karena siswa masih terbiasa dengan model pembelajaran konvensional yang pembelajarannya masih menitikberatkan pada guru. Selain itu, siswa masih sulit
untuk memecahkan masalah dengan soal cerita, siswa beranggapan bahwa peran guru dalam kelas belum maksimal dengan diterapkannya model reasoning dan
problem solving tersebut. Selain dari
temuan tersebut masih ditemukan temuan lain yaitu, cara siswa menjawab LKS yang diberikan masih menggunakan cara langsung dengan bentuk narasi bukan dengan penalaran utuh, siswa masih kesulitan dalam membuat kesimpulan dari permasalahan yang ditemui, kegiatan kelompok siswa masih berjalan belum baik. Masalah yang ditemui dalam siklus I akan diperbaiki pada siklus II. Perbaikan tersebut yaitu, peran guru di kelas diubah menjadi fasilitator yang masuk pada tiap-tiap kelompok, permasalahan pada LKS lebih kontekstual, peneliti memberikan contoh cara penyelesaian masalah, sosialisasi waktu pelaksanaan, guru memberikan motivasi untuk belajar kelompok. Setelah mengubah cara pembelajaran dari siklus I pada siklus II, maka nilai kemampuan pemecahan masalah siswa mengalami peningkatan dari skor rata-rata sebesar 74 dan ketuntasan klasikal sebasar 94,4% pada siklus I menjadi rata-rata sebesar 80 dan kemampuan klasikal sebesar 100% pada siklus II. Dapat dikatakan penerapan model reasoning dan problem solving dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
Hal serupa juga dipaparkan oleh Enny Indah Mariani (2011), dalam penelitian eksperimen tentang pengaruh model pembelajaran reasoning dan
problem solving dengan bantuan LKS
berpendekatan open ended terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika. Dalam penelitian ini diterapkan model pembelajaran reasoning dan
problem solving berbantuan LKS
berpendekatan open ended diterapkan pada kelompok ekperimen dan model pembelajaran reasoning dan problem solving tanpa bantuan LKS berpendekatan open ended diberikan pada kelompok
kontrol. Pada kelompok eksperimen diberikan LKS yang menyajikan masalah-masalah yang terbuka yang bertujuan untuk memotivasi siswa untuk mengembangkan idenya, menemukan alternatif jawaban
yang lain sehingga kreativitas berpikir siswa lebih berkembang dan proses pemecahan masalah yang dilakukan dalam kelas lebih bermakna. Selama proses pembelajaran siswa yang diberikan masalah terbuka lebih aktif. Namun pada kelompok yang diberikan masalah tertutup, proses pembelajaran lebih pasif. Dari proses pembelajaran yang dilakukan hasil yang diperoleh bahwa model pembelaran reasoning dan problem solving berbantuan LKS berpendekatan open ended dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
Besarnya pengaruh model pembelajaran problem solving dan
reasoning berbasis brainstorming dengan
model pembelajaran konvensional berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa sangatlah baik hal ini dapat dilihat dari analisis deskriptif. Analisis deskriptif menunjukan bahwa skor hasil belajar kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran
problem solving dan reasoning berbasis brainstorming berpengaruh positif terhadap
kemampuan berpikir kreatif siswa kelas V di SD Gugus I Tejakula dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional. Pengaruh positif yang dimaksud adalah meningkatnya kemampuan berpikir kreatif siswa setelah mengikuti kegiatan belajar menggunakan model pembelajaran problem solving dan
reasoning berbasis brainstorming.
Peningkatan tersebut tidak terlepas dari dampak yang terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan belajar menggunakan model pembelajaran problem solving dan
reasoning berbasis brainstorming yaitu
siswa belajar lebih akif, kegiatan diskusi dalam kelas lebih efektif, daya ingat siswa lebih diasah, melatih daya pikir, kemampuan mengembangkan ide-ide baru lebih meningkat, siswa lebih berani mengemukakan pendapat, siswa lebih berani mempresentasikan hasil diskusinya didepan kelas, mendapatkan pengalaman belajar yang lebih inovatif dan menyenangkan.
Temuan dalam penelitian ini menunjukan bahwa model pembelajaran
problem solving dan reasoning berbasis
brainstorming berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir kreatif siswa, dengan kecenderungan sebagian besar skor siswa tinggi disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama yaitu faktor dari model pembelajaran problem solving dan
reasoning berbasis brainstorming yang
merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan siswa belajar secara kelompok dan saling membanyu satu sama lain, bekerja sama untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Model pembelajar
problem solving dan reasoning berbasis
brainstorming menekankan pada
kemampuan berpikir kreatif siswa untuk membaca dan berpikir, eksplorasi dan perencanaan, menseleksi strategi, menemukan jawaban, dan refleksi dan perluasan. Krulik & Rudnick, 1996 (dalam Santyasa, 2011:16), mengungkapkan lima langkah-langkah pembelajaran problem solving dan reasoning yaitu membaca dan
berpikir meliputi kegiatan belajar mengidentifikasi fakta, mengidentifikasi masalah, dan menvisualisasikan pemecahan. Eksplorasi dan perencanaan meliputi kegiatan belajar mengorganisasi informasi, melukiskan diagram atau tabel, dan membuat diagram grafik atau gambar. Menyeleksi strategi meliputi kegiatan belajar menetapkan pola pemecahan masalah, menguji pola pemecahan masalah. Menemukan jawaban meliputi kegiatan belajar mengestimasi hasil pemecahan, menggunakan keterampilan menghitung. Refleksi dan perluasan meliputi kegiatan belajar mengoreksi jawaban, menemukan alternatif pemecahan lain, memperluas konsep ilmiah generalisasi. Langkah-langkah pembelajaran tersebut menuntut siswa untuk mengasah kemampuan berpikir kreatifnya untuk memecahkan permasalah yang ditemui.
Faktor kedua adalah aktivitas siswa ketika mengikuti pembelajaran. Model pembelajaran problem solving dan
reasoning berbasis brainstorming mengajak
siswa untuk aktif dalam kegiatan belajar, diskusi untuk memecahkan masalah, serta mempresentasikan hasil diskusi yang telah dilakukan. Siswa aktif berdiskusi dalam
kelompok, saling mengemukakan pendapat yang dimiliki dan mencari kesimpulan dati permasalah yang didapat. Siswa terlihat sangat antusias dalam proses diskusi karena siswa saling beradu pendapat dengan kelompoknya dan mencari kesimpulan pemecahan masalahnya. Siswa memiliki keberanian untuk bertanya kepada guru serta mulai berani mengungkapkan pendapatnya sendiri. Dengan bimbingan guru siswa mulai berani untuk mengancungkan tangan saat diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Aktivitas belajar siswa semakin meningkat, siswa aktif merespon pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru serta siswa semakin berani untuk mengemukakan pendapatnya di kelas.
Berbeda halnya dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional yang membuat siswa cenderung pasif dan kurang termotivasi. Siswa tidak mampu aktif dan mengemukakan pendapatnya secara lisan, sehingga ide-ide yang dimiliki siswa tidak dituangkan dalam kelas, siswa cenderung menerima materi dari guru tanpa berani mengeuarkan pendapat yang dimiliki. Dalam pembelajaran yang menggunkan model pembelajaran konvensional peran guru lebih mendominasi daripada siswa. Pemaparan materi dilakukan dengan metode ceramah hal tersebut cenderung membuat siswa cepat hosan dan sulit memahami serta mengembangkan materi pembelajaran yang diberikan secara tidak langsung akan mempengaruhi kemampuan berikir kreatif siswa dalam mengembangkan ide-ide dan pemecahan masalah yang dimiliki.
Perbedaan cara pembelajaran antara pembelajaran dengan model pembelajaran problem solving dan
reasoning berbasis brainstorming dan
model pembelajaran konvensional tentunya akan memberi dampak berbeda pula terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. Pembelajaran menggunakan model pembelajaran problem solving dan
reasoning berbasis brainstorming
memberikan pengalaman langsung kepada siswa serta pembelajaran yang lebih menyenangkan sehingga memberikan
makna pembelajaran kepada siswa. Dengan demikian, kemampuan berpikir kreatif siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran problem solving dan
reasoning berbasis brainstorming lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan model konvensional. . SARAN
Saran untuk Guru berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa antara kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran
problem solving dan reasoning berbasis brainstorming lebih tinggi dibandingkan
kemampuan pemahaman konsep kelompok siswa yang menggunakan model
konvensional. Untuk itu, disarankan kepada para guru agar menjadikan model ini
sebagai salah satu alternatif model
pembelajaran dalam rangka meningkatkan keefektifan proses pembelajaran.
Penggunaan model pembelajaran problem
solving dan reasoning berbasis
brainstorming dalam kegiatan pembelajaran
harus dilatih secara bertahap terutama bagi sekolah yang proses pembelajarannya monoton menggunakan model
konvensional 2. Saran untuk Siswa, model pembelajaran problem solving dan
reasoning berbasis brainstorming menuntut
keadaan belajar yang disiplin tetapi menyenangkan, jadi diharapkan siswa dalam mengikuti pembelajaran harus disiplin dan mengikuti langkah pembelajaran dengan baik sehingga tercapainya pembelajaran yang efektif, kondusif dan menyenangkan. 3 Saran untuk Peneliti Lebih Lanjut model pembelajaran problem solving dan
reasoning berbasis brainstorming pada
penelitian ini mencari perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa pada mata pelajaran IPA, diharapkan bagi peneliti lain untuk mengembangkan penelitian dengan variabel yang lain sehingga dapat dijadikan acuan pada penelitian yang selanjutnya.
DAFTAR RUJUKAN
DePorter, B., Readrdon, M., dan Nourie, S.S. 2003. Quantum Teaching:
Mempraktekan quantum learning di ruang-ruang kelas. Bandung:
Kaifa.
Mariani Eni, N. L. P. 2011. Pengaruh model pembelajaran Reasoning and Problem Solving dengan bantuan LKS berpendekatan open ended terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP Negeri 3 Singaraja. Skripsi
(tidak diterbitkan).
Singaraja:Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Munandar, S. C. U. 1992. Mengembangkan
Bakat Dan Kreativitas Anak
Sekolah. Jakarta: Grasindo.
Rawlinson, J.G. 1986. Berpikir Kreatif dan
Brainstroming. Creative
Thinking and Brainstorming.
197. Terjemahan B.N Marbun
dan Djoerban Wachid. Jakarta: Erlangga.
Roestiyah, N. K. 2001. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Santyasa, I W. 2011. Pembelajaran Inovatif. Singaraja: Univaersitas Pendiidikan Ganesha
Sutrisna Alit, K. 2011. Penerapan model Reasoning dan Problem Solving untuk meningkatkan motivasi belajar dan kemampuan pemecahan masalah dalam pelajaran IPA kelas IXA SMP Negeri 2 Gerokgak tahun pelajaran 2010/2011. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja:Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Suyanti Nensi, N. W. 2011. Penerapan
model Problem Solving and Reasoning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII B2 SMP Negeri 1 Sawan. Skirpisi (tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.