5.1 Area Beresiko Sanitasi
Terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau/lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat adalah merupakan resiko sanitasi. Area beresiko dideskripsikan dengan mengklasifikasikan dan memetakan area-area yang berada dalam lingkup Kabupaten Aceh Singkil berdasarkan tingkat/derajat resiko sanitasi. Dalam hal ini unit area yang digunakan adalah desa.
Pendekatan yang telah dilakukan dan dapat dipertanggungjawabkan terhadap area beresiko dilakukan dengan 3 metode, yaitu :
1. Studi EHRA
Untuk mengetahui dan memahami kondisi fasilitasi sanitasi dan perilaku-perilaku yang mempunyai resiko pada kesehatan warga maka dilakukan sebuah studi singkat tentang penilaian resiko kesehatan lingkungan atau disebut dengan studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment) yang meneliti studi sanitasi yang mencakup :
a. Kondisi kesehatan meliputi sistim penyediaan air, layanan pembuangan sampah, ketersediaan jamban dan saluran pembuangan limbah
b. Perilaku dengan higienitas dan sanitasi meliputi cuci tangan pakai sabun, BABS, pembuangan kotoran anak dan pembuangan sampah
Dalam studi EHRA ini, pengambilan sampling hanya dilakukan di 50 desa dari 120 desa dari 11 kecamatan sesuai dengan klastering hasil kesepakatan anggota pokja yang tidak lepas dari kriteria dan sumber data primer serta sekunder seperti kepadatan penduduk, angka kemiskinan, seringnya banjir, serta desa yang dialiri sungai.
catatan yang terekam dalam buku, file atau modul untuk kemudian di analisis menjadi area berisiko. Indikator yang digunakan dalam data skunder ini adalah :
1. Kepadatan penduduk 2. Tingkat kemiskinan
3. Tingkat layanan air minum 4. Kepemilikan jamban 5. Luas genangan banjir 3. Persepsi SKPD
Pendekatan ini merupakan pendapat subyektif SKPD yang menjadi anggota Pokja Sanitasi Kabupaten Aceh Singkil termasuk didalamnya telah mempertimbangkan fungsi tata ruang di masa mendatang dengan mendasarkan pada persepsi, keahlian profesi, pengetahuan praktis. Dari gabungan pendapat SKPD ini didapat konklusi mengenai tingkat resiko masing-masing area yaitu desa/gampong.
Berdasarkan kolaborasi penilaian tersebut, dapat digambarkan area beresiko sanitasi di Aceh Singkil seperti terlihat pada Peta 5.1.
Dari gambar 5.1 di atas terlihat keadaan sanitasi di Kabupaten Aceh Singkil tahun berjalan. Data ini diambil berdasarkan studi EHRA. Warna merah menunjukkan desa dengan resiko sanitasi yang tinggi, di mana desa-desa tersebut masih sangat rawan sanitasi, atau sanitasi yang masih buruk. Sedangkan warna biru menunjukkan desa dengan resiko sanitasi sedang, dan warna hijau menunjukkan desa dengan resiko sanitasi yang rendah. Daerah yang diberi warna-warna tersebut merupakan daerah pemukiman masyarakat.
Daerah dengan resiko sanitasi sangat tinggi yang ditandai dengan warna merah terdiri dari 45 desa, daerah beresiko sanitasi sedang berwarna biru 62 desa, daerah kurang beresiko sanitasi berwarna hijau 13 desa. Untuk daerah dengan resiko sanitasi tinggi ini memiliki Indeks Resiko Sanitasi (IRS) yang tinggi berdasarkan studi EHRA yakni dengan nilai IRS kumulatif 296, yakni klaster 2. Resiko sanitasi yang tinggi ini meliputi resiko persampahan, resiko PHBS, resiko genangan air, dan resiko air limbah domestik. Sedangkan klaster 1 dan klaster 3 memiliki resiko sanitasi yang sedang, di mana berdasarkan penilaian studi EHRA yang telah dilaksanakan, memiliki nilai IRS kumulatif 240 sampai 256. Untuk klaster 1 dan klaster 3 yang terdiri dari 62 desa, memiliki resiko sanitasi yang meliputi resiko PHBS dan resiko dari air limbah domestik. Untuk kluster 0, memiliki resiko sanitasi yang kurang beresiko, di mana nilai IRS kumulatif untuk klaster 0 berada pada nilai 220. Di mana dengan nilai tersebut, tergambar bahwa daerah yang berada pada klaster 0 yang terdiri dari 13 desa mempunyai resiko yang sedikit, yakni pada air limbah domestik. Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat digambarkan area beresiko sanitasi dan penyebab utamanya seperti pada Tabel 5.1 berikut ini.
Tabel 5.1 Area Berisiko Sanitasi dan Penyebab Utamanya
No Area Beresiko Wilayah Prioritas Penyebab Utama
Resiko
1 Kec. Danau Paris Sintuban Makmur PHBS
Lae Balno PHBS
Sikoran PHBS
Napa Galuh PHBS
Situbuh-Tubuh PHBS
Danau Pinang PHBS
2 Kec. Gunung Meriah Pertampakan Persampahan dan PHBS
Tanah Merah Air Limbah Domestik Sebatang Air Limbah Domestik
Seping Baru PHBS
Perangusan Persampahan dan PHBS
Gunung Lagan PHBS
Tanah Bara PHBS
Suka Makmur Air Limbah Domestik Sidorejo Air Limbah Domestik
Pandan Sari PHBS
Blok 31 Air Limbah Domestik Blok 18 Air Limbah Domestik Silulusan Air Limbah Domestik Blok 15 Air Limbah Domestik Tulaan Air Limbah Domestik Blok VI Baru Air Limbah Domestik Tunas Harapan Air Limbah Domestik Lae Butar Air Limbah Domestik Rimo Air Limbah Domestik
Sianjo Anjo Meriah PHBS
Cingkam Persampahan dan PHBS Bukit Harapan Air Limbah Domestik
Penjahitan Persampahan dan PHBS Tanjung Betik Persampahan dan PHBS
Labuhan Kera PHBS
3 Kec. Kota Baharu Muara Pea Persampahan dan PHBS
Sumber Mukti PHBS
Ladang Bisik PHBS
Samardua PHBS
Alur Rinci Persampahan dan PHBS Lapahan Buaya Persampahan dan PHBS
Lentong PHBS
Danau Bungara PHBS
Silakar Udang PHBS
4 Kec. Kuala Baru Kayu Menang PHBS
Kuala Baru Sungai Persampahan dan PHBS Kuala Baru Laut Persampahan dan PHBS
Suka Jaya PHBS
5 Kec. Pulau Banyak
Barat Asantola Persampahan dan PHBS
Ujung Sialit Persampahan dan PHBS
Haloban PHBS
Suka Makmur Persampahan dan PHBS
6 Kec. Pulau Banyak Pulau Baguk PHBS
Pulau Balai PHBS
Teluk Nibung Persampahan dan PHBS
7 Kec. Simpang Kanan Pangi PHBS
Tugan PHBS
Cibubukan PHBS
Kain Golong PHBS
Sukarejo PHBS
Tuh-tuhan Persampahan dan PHBS Lae Gecih Persampahan dan PHBS Siatas Persampahan dan PHBS Kuta Karangan Persampahan dan PHBS Lipat Kajang Persampahan dan PHBS
Tanjung Mas PHBS
Serasah PHBS
Ujung Limus PHBS
Silatong PHBS
Pertabas PHBS
Kuta Tinggi Persampahan dan PHBS Lae Nipe Persampahan dan PHBS Pakiraman Persampahan dan PHBS
Lae Gambir PHBS
Kuta Batu Persampahan dan PHBS Guha Persampahan dan PHBS
Lipat Kajang Atas PHBS
Sidodadi PHBS
Pandan Sari PHBS
8 Kec. Singkil Pulo Sarok PHBS
Pasar Singkil PHBS
Ujung Persampahan dan PHBS
Kota Simboling PHBS
Kilangan Persampahan dan PHBS Teluk Ambun Persampahan dan PHBS
Rantau Gedang PHBS
Teluk Rumbia PHBS
Takal Pasir PHBS
Selok Aceh Persampahan dan PHBS Paya Bumbung Persampahan dan PHBS
Pemuka PHBS
Suka Damai PHBS
Ujung Bawang Persampahan dan PHBS Siti Ambia Persampahan dan PHBS Suka Makmur Persampahan dan PHBS
9 Kec. Singkil Utara Gosong Telaga Utara PHBS
Gosong Telaga Selatan Persampahan dan PHBS Gosong Telaga Timur PHBS
Telaga Bakti PHBS
Kampung Baru PHBS
Gosong Telaga Barat PHBS
10 Kec. Singkohor Sri Kayu PHBS
Pea Jambu PHBS
Lae Pinang Persampahan dan PHBS Singkohor Persampahan dan PHBS Mukti Harapan Persampahan dan PHBS
Mukti Jaya PHBS
Lae Sipola Persampahan dan PHBS
11 Kec. Suro Mandumpang PHBS
Mukti Lincir Persampahan dan PHBS
Sirimo Mungkur PHBS
Keras Persampahan dan PHBS Ketangkuhan Persampahan dan PHBS
Siompin PHBS
Bulu Ara Persampahan dan PHBS Lae Bangun Persampahan dan PHBS
Bulu Sema PHBS
Pangkalan Sulampi Persampahan dan PHBS Suro Baru Persampahan dan PHBS
Lae Cikala PHBS
Berdasarkan klastering yang telah dilakukan pada study EHRA, dapat dikelompokkan penanganan prioritas permasalahan sanitasi di Aceh Singkil. Untuk klaster 0 yang terdiri dari 13 desa, ditangani adalah air limbah domestik. Untuk klaster 1 dan klaster 3 yang terdiri dari 62 desa masalah sanitasi yang perlu ditangani secara prioritas adalah PHBS masyarakat. Sedangkan untuk klaster 2 yang merupakan wilayah dengan resiko sanitasi yang tinggi, permasalahan sanitasi yang ditangani secara prioritas adalah persampahan dan PHBS masyarakat.
5.2 Posisi pengelolaan sanitasi
Posisi Pengelolaan Sanitasi di sini dibagi atas tiga komponen, yakni komponen persampahan, komponen drainase, dan komponen Prohisan. Masing-masing komponen
di analisa dengan menggunakan analisa SWOT (Strength, Weaknes, Opportunity, dan Threats), di mana setiap komponen ditentukan faktor internal dan eksternalnya. Faktor internal bernilai positif disebut dengan kekuatan (Strength), sedangkan bernilai negatif disebut dengan kelemahan (Weakness). Sedangkan faktor eksternal bernilai positif disebut dengan peluang (Opportunity) dan bernilai negatif disebut dengan ancaman (Threats).
5.1.2 Komponen Air Limbah Domestik
Untuk komponen air limbah domestik, faktor-faktor kekuatan adalah :
Qanun mengatur pengelolaan air limbah
Sarana dan prasarana pengelolaan air limbah
Promosi tentang pengelolaan limbah domestik standar
Instansi pengelolaan air limbah
Retribusi air limbah
Jumlah tenaga pengelola limbah domestik
Sistem pengelolaan air limbah
Biaya operasional dan perawatan air limbah
Faktor-faktor kelemahan adalah :
Luas wilayah layanan
Jumlah kepala keluarga yang terlayani
Ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan
Tingkat pendidikan pengelola sampah yang rendah
Belum tersedianya IPAL sebagai tempat pengelolaan air limbah
Pelatihan belum terprogram dengan baik
Faktor-faktor peluang adalah :
Masyarakat yang mempunyai jamban pribadi
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan air limbah
Masyarakat yang memiliki tangki septik suspek aman
Informasi tentang pengolahan air limbah domestik
Peran serta swasta dalam pengelolaan air limbah domestik
Faktor-faktor Ancaman adalah :
Jumlah masyarakat miskin
Peran serta swasta dalam pengelolaan air limbah domestik
Kebiasaan masyarakat dalam BABS
Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas didapat suatu gambaran SWOT tentang posisi pengelolaan sanitasi komponen air limbah domestik, seperti terlihat pada Gambar 5.1 berikut ini.
Gambar 5.1 Posisi pengelolaan sanitasi saat ini komponen air limbah domestik
Dari Gambar 5.1 di atas terlihat bahwa kondisi pengelolaan air limbah domestik di Aceh Singkil saat ini berada pada kuadran IV. Strategi yang dapat dilakukan untuk menangani permasalahan air limbah domestik tersebut dapat dengan meminimalisasi kelemahan dan meningkatkan faktor-faktor kekuatan antara lain dengan memberikan pelayanan yang lebih memuaskan kepada masyarakat, termasuk dengan pembangunan infrastruktur penunjang dalam pengolahan air limbah domestik, seperti pembangunan Internal Kuat (S) Internal
Lemah (W)
Lingkungan Tidak Mendukung (T) Lingkungan Mendukung (O)
Pemeliharaan Agresif Pertumbuhan Stabil Pertumbuhan Cepat Diversifikasi Besar-besaran Diversifikasi Terpusaat Berputar Ceruk Pemeliharaan Selektif {(-0,96),(-0,30)}
IPAL, pembangunan MCK++ ataupun pembangunan sanitasi berbasis masyarakat. Selain infrastruktur, profesionalisme aparatur pengelola air limbah domestik juga harus ditingkatkan dan qanun yang mengatur tentang pengelolaan air limbah domestik, meningkatkan retribusi dari sektor air limbah juga harus diterbitkan, sehingga dapat membiayai operasional dan perawatan peralatan dan infrastruktur air limbah domestik.
Selain faktor internal, yang telah disebutkan di atas, ada juga faktor eksternal yang menangani masalah air limbah domestik yakni mengurangi faktor ancaman, dan meningkatkan faktor pendukung. Hal ini dilakukan dengan menurunkan angka kemiskinan, meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pengolahan air limbah domestik yang aman, serta meningkatkan peran serta aktif masyarakat dalam pengelolaan dan pengolahan air limbah domestik di Aceh Singkil.
5.1.3 Komponen Persampahan
Untuk komponen persampahan, faktor-faktor kekuatan adalah :
Qanun/Perda persampahan
Sarana dan prasarana persampahan
Informasi tentang pengelolaan sampah
Instansi pengelolaan sampah
Retribusi sampah
Jumlah tenaga kebersihan
Sistem pengelolaan sampah
Teknologi pengelolaan sampah
Biaya operasional dan perawatan persampahan
Faktor-faktor kelemahan adalah :
Luas wilayah cakupan
Jumlah kepala keluarga yang terlayani
Jumlah armada persampahan
Ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan
Tingkat pendidikan pengelola sampah masih rendah
Kapasitas truk sampah
Faktor-faktor peluang adalah :
Pengelolaan sampah
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah
Praktek pemilahan sampah masyarakat
Peran serta swasta dalam mendaur ulang sampah
Pemahaman masyarakat tentang hidup bersih
Faktor-faktor ancaman adalah :
Kesadaran masyarakat membuang sampah
Pendaurulangan sampah oleh masyarakat
Kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan
Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas didapat suatu gambaran SWOT tentang posisi pengelolaan sanitasi komponen persampahan, seperti terlihat pada Gambar 5.2 berikut ini.
Gambar 5.2 Posisi pengelolaan sanitasi saat ini komponen persampahan
Internal Lemah (W)
{(-0,23),(-0,62)}
Internal Kuat (S)
Lingkungan Tidak Mendukung (T) Lingkungan Mendukung (O)
Pemeliharaan Agresif Pertumbuhan Stabil Pertumbuhan Cepat Diversifikasi Besar-besaran Diversifikasi Terpusaat Berputar Ceruk Pemeliharaan Selektif
Dari Gambar 5.2 di atas terlihat bahwa kondisi pengelolaan sampah di Aceh Singkil saat ini berada pada kuadran IV. Strategi yang dapat dilakukan untuk menangani permasalahan sampah tersebut dapat dengan meminimalisasi kelemahan dengan memberikan pelayanan yang lebih memuaskan kepada masyarakat, juga dengan meningkatkan tingkat profesionalisme tenaga pengelola sampah. Sedangkan untuk faktor eksternal, untuk menggerakkan ke arah yang positif dapat dilakukan dengan menghindarkan faktor ancaman yakni dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pengelolaan sampah dengan 3R (Reduce/mengurangi, Reuse/menggunakan kembali, dan Recycle/mendaur ulang), selain itu juga dengan mendorong peran aktif swasta dalam pengelolaan sampah, khususnya daur ulang sampah, sehingga kuantitas sampah dapat diminimalisasi. Selain itu, juga dibarengi dengan peningkatan kekuatan faktor internal dengan meningkatkan jumlah sarana dan prasarana persampahan, serta penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sampah.
5.1.4 Komponen Drainase
Untuk komponen drainase, faktor-faktor kekuatan adalah :
Qanun/Perda yang mengatur tentang drainase
Instansi pengelolaan drainase
Retribusi drainase
Teknologi penanggulangan banjir
Saluran drainase lingkungan yang terbangun
Kualitas drainase terbangun
Biaya operasional dan perawatan drainase
Faktor-faktor kelemahan adalah :
Luas wilayah cakupan layanan
Jumlah kepala keluarga yang terlayani
Ketidakpuasan masyarakat terhadap pembangunan jaringan drainase
Debit air yang dialirkan
Faktor-faktor peluang adalah :
Peran serta masayarakat dalam pengelolaan drainase
Peran serta swasta pengelolaan drainase
Informasi tentang pengelolaan drainase
Faktor-faktor ancaman adalah :
Letak geografis
Kesadaran masyarakat dalam mengelola drainase
Jumlah curah hujan
Daerah rawa
Daerah buangan air
Luapan aliran sungai
Daya resap tanah
Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas didapat suatu gambaran SWOT tentang posisi pengelolaan sanitasi komponen persampahan, seperti terlihat pada Gambar 5.3 berikut ini.
Gambar 5.3 Posisi pengelolaan sanitasi saat ini komponen Drainase
{(-0,44),(-1,67)}
Internal Kuat (S) Internal
Lemah (W)
Lingkungan Tidak Mendukung (T) Lingkungan Mendukung (O)
Pemeliharaan Agresif Pertumbuhan Stabil Pertumbuhan Cepat Diversifikasi Besar-besaran Diversifikasi Terpusat Berputar Ceruk Pemeliharaan Selektif
Dari Gambar 5.3 di atas, terlihat bahwa kondisi pengelolaan drainase di Aceh Singkil saat ini berada pada kuadran IV. Untuk faktor internal, strategi yang dapat dilakukan untuk menangani permasalahan di bidang drainase tersebut adalah dengan meminimalisasi kelemahan. Salah satu cara yang tepat adalah memberikan pelayanan yang lebih memuaskan kepada masyarakat, dan memperbaiki infrastruktur drainase yang rusak. Selain itu, juga meningkatkan faktor kekuatan dengan membuat qanun/perda yang mengatur tentang drainase serta meningkatkan kualitas drainase dan teknologi yang digunakan, sehingga drainase lingkungan dapat berfungsi maksimal, mengurangi daerah genangan dan meningkatkan kepuasan masyarakat dalam pelayanan di bidang drainase lingkungan. Selain itu faktor operasional dan perawatan drainase lingkungan harus lebih diperhatikan, sehingga mendorong faktor kekuatan ke arah yang lebih positif.
Untuk faktor eksternal diarahkan bergerak ke arah yang positif, dapat dilakukan dengan menghindarkan faktor ancaman yakni dengan normalisasi aliran sungai, sehingga mengurangi luapan air sungai, dan juga menambah daerah-daerah resapan, sehingga kuantitas air yang menggenang dapat diminimalisasi. Selain itu, faktor peluang lebih ditingkatkan dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan drainase, serta peran serta swasta dalam pengembangan drainase lingkungan, sehingga faktor peluang lebih meningkat.
5.1.5 Komponen Promosi Higiene Sanitasi (Prohisan)
Untuk komponen Prohisan, faktor-faktor kekuatan adalah :
Qanun Prohisan
Biaya promosi
Instansi penanganan Prohisan
Operasional dan perawatan sarana dan prasarana Prohisan
Sosialisasi dan promosi pemerintah
Metode komunikasi
Pemanfaatan teknologi
Untuk komponen Prohisan, faktor-faktor kelemahan adalah :
Koordinasi antar SKPD
Luas wilayah
Letak geografis
Jenis pesan yang disampaikan
Tersampaikan pesan yang dituju kepada masyarakat
Jumlah keluarga yang jadi sasaran
Untuk komponen Prohisan, faktor-faktor peluang adalah :
Peran serta masyrakat
Manajemen Prohisan
Peran serta aparat desa
Peran serta pihak swasta
Perilaku hidup bersih masyarakat
Jenis media
Untuk komponen Prohisan, faktor-faktor ancaman adalah :
Kebiasan masyarakat
Keterlibatan PMJK
Sumber informasi
Pendidikan masyarakat
Lingkungan
Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas didapat suatu gambaran SWOT tentang posisi pengelolaan sanitasi komponen persampahan, seperti terlihat pada Gambar 5.4 berikut ini.
Gambar 5.4 Posisi pengelolaan sanitasi saat ini komponen Promosi Higiene Sanitasi (Prohisan) tatanan rumah tangga.
Dari Gambar 5.4 di atas, terlihat bahwa kondisi pengelolaan sanitasi komponen Prohisan berada di Kuadran IV. Untuk faktor internal, strategi yang dapat dilakukan untuk menggerakkan kompoen Prohisan ke arah positif adalah dengan meminimalisasi kelemahan. Salah satu cara yang tepat adalah dengan memperkuat koordinasi antar SKPD sehingga pesan disampaikan secara maksimal. Selain itu, pesan yang disampaikan juga harus ringan, jangan terlalu berat, tergantung tingkat pendidikan masyarakat. Selain menimalisasi faktor kelemahan, juga dengan meningkatkan faktor kekuatan, dengan menyiapkan qanun/perda yang mengatur tentang Prohisan, dan meningkatkan pembiayaan untuk kegiatan Prohisan. Peningkatan faktor kekuatan dapat juga dengan meningkatkan intensitas komunikasi dan memanfaatkan teknologi yang ada untuk penyampaian pesan Prohisan. Untuk faktor eksternal di arahkan bergerak ke arah yang positif, dapat dilakukan dengan meminimalkan faktor-faktor hambatan, yakni merubah perilaku masyarakat dengan banyak melakukan penyuluhan-penyuluhan, serta lebih mendorong berbagai informasi tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Selain meminimalisasi faktor hambatan, faktor peluang juga lebih ditingkatkan dengan melibatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam kegiatan Prohisan, serta meningkatkan manajamen dan pemanfaatan media dalam penyampaian pesan Prohisan.
{(-0,62),(-0,56)}
Internal Kuat (S) Internal Lemah
(W)
Lingkungan Tidak Mendukung (T) Lingkungan Mendukung (O)
Pemeliharaan Agresif Pertumbuhan Stabil Pertumbuhan Cepat Diversifikasi Besar-besaran Diversifikasi Terpusat Berputar Ceruk Pemeliharaan Selektif