• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI KABUPATEN ACEH SINGKIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI KABUPATEN ACEH SINGKIL"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

5.1 Area Beresiko Sanitasi

Terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau/lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat adalah merupakan resiko sanitasi. Area beresiko dideskripsikan dengan mengklasifikasikan dan memetakan area-area yang berada dalam lingkup Kabupaten Aceh Singkil berdasarkan tingkat/derajat resiko sanitasi. Dalam hal ini unit area yang digunakan adalah desa.

Pendekatan yang telah dilakukan dan dapat dipertanggungjawabkan terhadap area beresiko dilakukan dengan 3 metode, yaitu :

1. Studi EHRA

Untuk mengetahui dan memahami kondisi fasilitasi sanitasi dan perilaku-perilaku yang mempunyai resiko pada kesehatan warga maka dilakukan sebuah studi singkat tentang penilaian resiko kesehatan lingkungan atau disebut dengan studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment) yang meneliti studi sanitasi yang mencakup :

a. Kondisi kesehatan meliputi sistim penyediaan air, layanan pembuangan sampah, ketersediaan jamban dan saluran pembuangan limbah

b. Perilaku dengan higienitas dan sanitasi meliputi cuci tangan pakai sabun, BABS, pembuangan kotoran anak dan pembuangan sampah

Dalam studi EHRA ini, pengambilan sampling hanya dilakukan di 50 desa dari 120 desa dari 11 kecamatan sesuai dengan klastering hasil kesepakatan anggota pokja yang tidak lepas dari kriteria dan sumber data primer serta sekunder seperti kepadatan penduduk, angka kemiskinan, seringnya banjir, serta desa yang dialiri sungai.

(2)

catatan yang terekam dalam buku, file atau modul untuk kemudian di analisis menjadi area berisiko. Indikator yang digunakan dalam data skunder ini adalah :

1. Kepadatan penduduk 2. Tingkat kemiskinan

3. Tingkat layanan air minum 4. Kepemilikan jamban 5. Luas genangan banjir 3. Persepsi SKPD

Pendekatan ini merupakan pendapat subyektif SKPD yang menjadi anggota Pokja Sanitasi Kabupaten Aceh Singkil termasuk didalamnya telah mempertimbangkan fungsi tata ruang di masa mendatang dengan mendasarkan pada persepsi, keahlian profesi, pengetahuan praktis. Dari gabungan pendapat SKPD ini didapat konklusi mengenai tingkat resiko masing-masing area yaitu desa/gampong.

Berdasarkan kolaborasi penilaian tersebut, dapat digambarkan area beresiko sanitasi di Aceh Singkil seperti terlihat pada Peta 5.1.

(3)
(4)

Dari gambar 5.1 di atas terlihat keadaan sanitasi di Kabupaten Aceh Singkil tahun berjalan. Data ini diambil berdasarkan studi EHRA. Warna merah menunjukkan desa dengan resiko sanitasi yang tinggi, di mana desa-desa tersebut masih sangat rawan sanitasi, atau sanitasi yang masih buruk. Sedangkan warna biru menunjukkan desa dengan resiko sanitasi sedang, dan warna hijau menunjukkan desa dengan resiko sanitasi yang rendah. Daerah yang diberi warna-warna tersebut merupakan daerah pemukiman masyarakat.

Daerah dengan resiko sanitasi sangat tinggi yang ditandai dengan warna merah terdiri dari 45 desa, daerah beresiko sanitasi sedang berwarna biru 62 desa, daerah kurang beresiko sanitasi berwarna hijau 13 desa. Untuk daerah dengan resiko sanitasi tinggi ini memiliki Indeks Resiko Sanitasi (IRS) yang tinggi berdasarkan studi EHRA yakni dengan nilai IRS kumulatif 296, yakni klaster 2. Resiko sanitasi yang tinggi ini meliputi resiko persampahan, resiko PHBS, resiko genangan air, dan resiko air limbah domestik. Sedangkan klaster 1 dan klaster 3 memiliki resiko sanitasi yang sedang, di mana berdasarkan penilaian studi EHRA yang telah dilaksanakan, memiliki nilai IRS kumulatif 240 sampai 256. Untuk klaster 1 dan klaster 3 yang terdiri dari 62 desa, memiliki resiko sanitasi yang meliputi resiko PHBS dan resiko dari air limbah domestik. Untuk kluster 0, memiliki resiko sanitasi yang kurang beresiko, di mana nilai IRS kumulatif untuk klaster 0 berada pada nilai 220. Di mana dengan nilai tersebut, tergambar bahwa daerah yang berada pada klaster 0 yang terdiri dari 13 desa mempunyai resiko yang sedikit, yakni pada air limbah domestik. Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat digambarkan area beresiko sanitasi dan penyebab utamanya seperti pada Tabel 5.1 berikut ini.

Tabel 5.1 Area Berisiko Sanitasi dan Penyebab Utamanya

No Area Beresiko Wilayah Prioritas Penyebab Utama

Resiko

1 Kec. Danau Paris Sintuban Makmur PHBS

Lae Balno PHBS

Sikoran PHBS

Napa Galuh PHBS

(5)

Situbuh-Tubuh PHBS

Danau Pinang PHBS

2 Kec. Gunung Meriah Pertampakan Persampahan dan PHBS

Tanah Merah Air Limbah Domestik Sebatang Air Limbah Domestik

Seping Baru PHBS

Perangusan Persampahan dan PHBS

Gunung Lagan PHBS

Tanah Bara PHBS

Suka Makmur Air Limbah Domestik Sidorejo Air Limbah Domestik

Pandan Sari PHBS

Blok 31 Air Limbah Domestik Blok 18 Air Limbah Domestik Silulusan Air Limbah Domestik Blok 15 Air Limbah Domestik Tulaan Air Limbah Domestik Blok VI Baru Air Limbah Domestik Tunas Harapan Air Limbah Domestik Lae Butar Air Limbah Domestik Rimo Air Limbah Domestik

Sianjo Anjo Meriah PHBS

Cingkam Persampahan dan PHBS Bukit Harapan Air Limbah Domestik

Penjahitan Persampahan dan PHBS Tanjung Betik Persampahan dan PHBS

Labuhan Kera PHBS

3 Kec. Kota Baharu Muara Pea Persampahan dan PHBS

Sumber Mukti PHBS

Ladang Bisik PHBS

Samardua PHBS

(6)

Alur Rinci Persampahan dan PHBS Lapahan Buaya Persampahan dan PHBS

Lentong PHBS

Danau Bungara PHBS

Silakar Udang PHBS

4 Kec. Kuala Baru Kayu Menang PHBS

Kuala Baru Sungai Persampahan dan PHBS Kuala Baru Laut Persampahan dan PHBS

Suka Jaya PHBS

5 Kec. Pulau Banyak

Barat Asantola Persampahan dan PHBS

Ujung Sialit Persampahan dan PHBS

Haloban PHBS

Suka Makmur Persampahan dan PHBS

6 Kec. Pulau Banyak Pulau Baguk PHBS

Pulau Balai PHBS

Teluk Nibung Persampahan dan PHBS

7 Kec. Simpang Kanan Pangi PHBS

Tugan PHBS

Cibubukan PHBS

Kain Golong PHBS

Sukarejo PHBS

Tuh-tuhan Persampahan dan PHBS Lae Gecih Persampahan dan PHBS Siatas Persampahan dan PHBS Kuta Karangan Persampahan dan PHBS Lipat Kajang Persampahan dan PHBS

Tanjung Mas PHBS

Serasah PHBS

Ujung Limus PHBS

Silatong PHBS

(7)

Pertabas PHBS

Kuta Tinggi Persampahan dan PHBS Lae Nipe Persampahan dan PHBS Pakiraman Persampahan dan PHBS

Lae Gambir PHBS

Kuta Batu Persampahan dan PHBS Guha Persampahan dan PHBS

Lipat Kajang Atas PHBS

Sidodadi PHBS

Pandan Sari PHBS

8 Kec. Singkil Pulo Sarok PHBS

Pasar Singkil PHBS

Ujung Persampahan dan PHBS

Kota Simboling PHBS

Kilangan Persampahan dan PHBS Teluk Ambun Persampahan dan PHBS

Rantau Gedang PHBS

Teluk Rumbia PHBS

Takal Pasir PHBS

Selok Aceh Persampahan dan PHBS Paya Bumbung Persampahan dan PHBS

Pemuka PHBS

Suka Damai PHBS

Ujung Bawang Persampahan dan PHBS Siti Ambia Persampahan dan PHBS Suka Makmur Persampahan dan PHBS

9 Kec. Singkil Utara Gosong Telaga Utara PHBS

Gosong Telaga Selatan Persampahan dan PHBS Gosong Telaga Timur PHBS

Telaga Bakti PHBS

Kampung Baru PHBS

(8)

Gosong Telaga Barat PHBS

10 Kec. Singkohor Sri Kayu PHBS

Pea Jambu PHBS

Lae Pinang Persampahan dan PHBS Singkohor Persampahan dan PHBS Mukti Harapan Persampahan dan PHBS

Mukti Jaya PHBS

Lae Sipola Persampahan dan PHBS

11 Kec. Suro Mandumpang PHBS

Mukti Lincir Persampahan dan PHBS

Sirimo Mungkur PHBS

Keras Persampahan dan PHBS Ketangkuhan Persampahan dan PHBS

Siompin PHBS

Bulu Ara Persampahan dan PHBS Lae Bangun Persampahan dan PHBS

Bulu Sema PHBS

Pangkalan Sulampi Persampahan dan PHBS Suro Baru Persampahan dan PHBS

Lae Cikala PHBS

Berdasarkan klastering yang telah dilakukan pada study EHRA, dapat dikelompokkan penanganan prioritas permasalahan sanitasi di Aceh Singkil. Untuk klaster 0 yang terdiri dari 13 desa, ditangani adalah air limbah domestik. Untuk klaster 1 dan klaster 3 yang terdiri dari 62 desa masalah sanitasi yang perlu ditangani secara prioritas adalah PHBS masyarakat. Sedangkan untuk klaster 2 yang merupakan wilayah dengan resiko sanitasi yang tinggi, permasalahan sanitasi yang ditangani secara prioritas adalah persampahan dan PHBS masyarakat.

5.2 Posisi pengelolaan sanitasi

Posisi Pengelolaan Sanitasi di sini dibagi atas tiga komponen, yakni komponen persampahan, komponen drainase, dan komponen Prohisan. Masing-masing komponen

(9)

di analisa dengan menggunakan analisa SWOT (Strength, Weaknes, Opportunity, dan Threats), di mana setiap komponen ditentukan faktor internal dan eksternalnya. Faktor internal bernilai positif disebut dengan kekuatan (Strength), sedangkan bernilai negatif disebut dengan kelemahan (Weakness). Sedangkan faktor eksternal bernilai positif disebut dengan peluang (Opportunity) dan bernilai negatif disebut dengan ancaman (Threats).

5.1.2 Komponen Air Limbah Domestik

Untuk komponen air limbah domestik, faktor-faktor kekuatan adalah :

 Qanun mengatur pengelolaan air limbah

 Sarana dan prasarana pengelolaan air limbah

 Promosi tentang pengelolaan limbah domestik standar

 Instansi pengelolaan air limbah

 Retribusi air limbah

 Jumlah tenaga pengelola limbah domestik

 Sistem pengelolaan air limbah

 Biaya operasional dan perawatan air limbah

Faktor-faktor kelemahan adalah :

 Luas wilayah layanan

 Jumlah kepala keluarga yang terlayani

 Ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan

 Tingkat pendidikan pengelola sampah yang rendah

 Belum tersedianya IPAL sebagai tempat pengelolaan air limbah

 Pelatihan belum terprogram dengan baik

Faktor-faktor peluang adalah :

 Masyarakat yang mempunyai jamban pribadi

 Peran serta masyarakat dalam pengelolaan air limbah

 Masyarakat yang memiliki tangki septik suspek aman

 Informasi tentang pengolahan air limbah domestik

(10)

 Peran serta swasta dalam pengelolaan air limbah domestik

Faktor-faktor Ancaman adalah :

 Jumlah masyarakat miskin

 Peran serta swasta dalam pengelolaan air limbah domestik

 Kebiasaan masyarakat dalam BABS

Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas didapat suatu gambaran SWOT tentang posisi pengelolaan sanitasi komponen air limbah domestik, seperti terlihat pada Gambar 5.1 berikut ini.

Gambar 5.1 Posisi pengelolaan sanitasi saat ini komponen air limbah domestik

Dari Gambar 5.1 di atas terlihat bahwa kondisi pengelolaan air limbah domestik di Aceh Singkil saat ini berada pada kuadran IV. Strategi yang dapat dilakukan untuk menangani permasalahan air limbah domestik tersebut dapat dengan meminimalisasi kelemahan dan meningkatkan faktor-faktor kekuatan antara lain dengan memberikan pelayanan yang lebih memuaskan kepada masyarakat, termasuk dengan pembangunan infrastruktur penunjang dalam pengolahan air limbah domestik, seperti pembangunan Internal Kuat (S) Internal

Lemah (W)

Lingkungan Tidak Mendukung (T) Lingkungan Mendukung (O)

Pemeliharaan Agresif Pertumbuhan Stabil Pertumbuhan Cepat Diversifikasi Besar-besaran Diversifikasi Terpusaat Berputar Ceruk Pemeliharaan Selektif {(-0,96),(-0,30)}

(11)

IPAL, pembangunan MCK++ ataupun pembangunan sanitasi berbasis masyarakat. Selain infrastruktur, profesionalisme aparatur pengelola air limbah domestik juga harus ditingkatkan dan qanun yang mengatur tentang pengelolaan air limbah domestik, meningkatkan retribusi dari sektor air limbah juga harus diterbitkan, sehingga dapat membiayai operasional dan perawatan peralatan dan infrastruktur air limbah domestik.

Selain faktor internal, yang telah disebutkan di atas, ada juga faktor eksternal yang menangani masalah air limbah domestik yakni mengurangi faktor ancaman, dan meningkatkan faktor pendukung. Hal ini dilakukan dengan menurunkan angka kemiskinan, meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pengolahan air limbah domestik yang aman, serta meningkatkan peran serta aktif masyarakat dalam pengelolaan dan pengolahan air limbah domestik di Aceh Singkil.

5.1.3 Komponen Persampahan

Untuk komponen persampahan, faktor-faktor kekuatan adalah :

 Qanun/Perda persampahan

 Sarana dan prasarana persampahan

 Informasi tentang pengelolaan sampah

 Instansi pengelolaan sampah

 Retribusi sampah

 Jumlah tenaga kebersihan

 Sistem pengelolaan sampah

 Teknologi pengelolaan sampah

 Biaya operasional dan perawatan persampahan

Faktor-faktor kelemahan adalah :

 Luas wilayah cakupan

 Jumlah kepala keluarga yang terlayani

 Jumlah armada persampahan

 Ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan

 Tingkat pendidikan pengelola sampah masih rendah

 Kapasitas truk sampah

(12)

Faktor-faktor peluang adalah :

 Pengelolaan sampah

 Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah

 Praktek pemilahan sampah masyarakat

 Peran serta swasta dalam mendaur ulang sampah

 Pemahaman masyarakat tentang hidup bersih

Faktor-faktor ancaman adalah :

 Kesadaran masyarakat membuang sampah

 Pendaurulangan sampah oleh masyarakat

 Kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan

Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas didapat suatu gambaran SWOT tentang posisi pengelolaan sanitasi komponen persampahan, seperti terlihat pada Gambar 5.2 berikut ini.

Gambar 5.2 Posisi pengelolaan sanitasi saat ini komponen persampahan

Internal Lemah (W)

{(-0,23),(-0,62)}

Internal Kuat (S)

Lingkungan Tidak Mendukung (T) Lingkungan Mendukung (O)

Pemeliharaan Agresif Pertumbuhan Stabil Pertumbuhan Cepat Diversifikasi Besar-besaran Diversifikasi Terpusaat Berputar Ceruk Pemeliharaan Selektif

(13)

Dari Gambar 5.2 di atas terlihat bahwa kondisi pengelolaan sampah di Aceh Singkil saat ini berada pada kuadran IV. Strategi yang dapat dilakukan untuk menangani permasalahan sampah tersebut dapat dengan meminimalisasi kelemahan dengan memberikan pelayanan yang lebih memuaskan kepada masyarakat, juga dengan meningkatkan tingkat profesionalisme tenaga pengelola sampah. Sedangkan untuk faktor eksternal, untuk menggerakkan ke arah yang positif dapat dilakukan dengan menghindarkan faktor ancaman yakni dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pengelolaan sampah dengan 3R (Reduce/mengurangi, Reuse/menggunakan kembali, dan Recycle/mendaur ulang), selain itu juga dengan mendorong peran aktif swasta dalam pengelolaan sampah, khususnya daur ulang sampah, sehingga kuantitas sampah dapat diminimalisasi. Selain itu, juga dibarengi dengan peningkatan kekuatan faktor internal dengan meningkatkan jumlah sarana dan prasarana persampahan, serta penerapan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sampah.

5.1.4 Komponen Drainase

Untuk komponen drainase, faktor-faktor kekuatan adalah :

 Qanun/Perda yang mengatur tentang drainase

 Instansi pengelolaan drainase

 Retribusi drainase

 Teknologi penanggulangan banjir

 Saluran drainase lingkungan yang terbangun

 Kualitas drainase terbangun

 Biaya operasional dan perawatan drainase

Faktor-faktor kelemahan adalah :

 Luas wilayah cakupan layanan

 Jumlah kepala keluarga yang terlayani

 Ketidakpuasan masyarakat terhadap pembangunan jaringan drainase

 Debit air yang dialirkan

(14)

Faktor-faktor peluang adalah :

 Peran serta masayarakat dalam pengelolaan drainase

 Peran serta swasta pengelolaan drainase

 Informasi tentang pengelolaan drainase

Faktor-faktor ancaman adalah :

 Letak geografis

 Kesadaran masyarakat dalam mengelola drainase

 Jumlah curah hujan

 Daerah rawa

 Daerah buangan air

 Luapan aliran sungai

 Daya resap tanah

Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas didapat suatu gambaran SWOT tentang posisi pengelolaan sanitasi komponen persampahan, seperti terlihat pada Gambar 5.3 berikut ini.

Gambar 5.3 Posisi pengelolaan sanitasi saat ini komponen Drainase

{(-0,44),(-1,67)}

Internal Kuat (S) Internal

Lemah (W)

Lingkungan Tidak Mendukung (T) Lingkungan Mendukung (O)

Pemeliharaan Agresif Pertumbuhan Stabil Pertumbuhan Cepat Diversifikasi Besar-besaran Diversifikasi Terpusat Berputar Ceruk Pemeliharaan Selektif

(15)

Dari Gambar 5.3 di atas, terlihat bahwa kondisi pengelolaan drainase di Aceh Singkil saat ini berada pada kuadran IV. Untuk faktor internal, strategi yang dapat dilakukan untuk menangani permasalahan di bidang drainase tersebut adalah dengan meminimalisasi kelemahan. Salah satu cara yang tepat adalah memberikan pelayanan yang lebih memuaskan kepada masyarakat, dan memperbaiki infrastruktur drainase yang rusak. Selain itu, juga meningkatkan faktor kekuatan dengan membuat qanun/perda yang mengatur tentang drainase serta meningkatkan kualitas drainase dan teknologi yang digunakan, sehingga drainase lingkungan dapat berfungsi maksimal, mengurangi daerah genangan dan meningkatkan kepuasan masyarakat dalam pelayanan di bidang drainase lingkungan. Selain itu faktor operasional dan perawatan drainase lingkungan harus lebih diperhatikan, sehingga mendorong faktor kekuatan ke arah yang lebih positif.

Untuk faktor eksternal diarahkan bergerak ke arah yang positif, dapat dilakukan dengan menghindarkan faktor ancaman yakni dengan normalisasi aliran sungai, sehingga mengurangi luapan air sungai, dan juga menambah daerah-daerah resapan, sehingga kuantitas air yang menggenang dapat diminimalisasi. Selain itu, faktor peluang lebih ditingkatkan dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan drainase, serta peran serta swasta dalam pengembangan drainase lingkungan, sehingga faktor peluang lebih meningkat.

5.1.5 Komponen Promosi Higiene Sanitasi (Prohisan)

Untuk komponen Prohisan, faktor-faktor kekuatan adalah :

 Qanun Prohisan

 Biaya promosi

 Instansi penanganan Prohisan

 Operasional dan perawatan sarana dan prasarana Prohisan

 Sosialisasi dan promosi pemerintah

 Metode komunikasi

 Pemanfaatan teknologi

(16)

Untuk komponen Prohisan, faktor-faktor kelemahan adalah :

 Koordinasi antar SKPD

 Luas wilayah

 Letak geografis

 Jenis pesan yang disampaikan

 Tersampaikan pesan yang dituju kepada masyarakat

 Jumlah keluarga yang jadi sasaran

Untuk komponen Prohisan, faktor-faktor peluang adalah :

 Peran serta masyrakat

 Manajemen Prohisan

 Peran serta aparat desa

 Peran serta pihak swasta

 Perilaku hidup bersih masyarakat

 Jenis media

Untuk komponen Prohisan, faktor-faktor ancaman adalah :

 Kebiasan masyarakat

 Keterlibatan PMJK

 Sumber informasi

 Pendidikan masyarakat

 Lingkungan

Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas didapat suatu gambaran SWOT tentang posisi pengelolaan sanitasi komponen persampahan, seperti terlihat pada Gambar 5.4 berikut ini.

(17)

Gambar 5.4 Posisi pengelolaan sanitasi saat ini komponen Promosi Higiene Sanitasi (Prohisan) tatanan rumah tangga.

Dari Gambar 5.4 di atas, terlihat bahwa kondisi pengelolaan sanitasi komponen Prohisan berada di Kuadran IV. Untuk faktor internal, strategi yang dapat dilakukan untuk menggerakkan kompoen Prohisan ke arah positif adalah dengan meminimalisasi kelemahan. Salah satu cara yang tepat adalah dengan memperkuat koordinasi antar SKPD sehingga pesan disampaikan secara maksimal. Selain itu, pesan yang disampaikan juga harus ringan, jangan terlalu berat, tergantung tingkat pendidikan masyarakat. Selain menimalisasi faktor kelemahan, juga dengan meningkatkan faktor kekuatan, dengan menyiapkan qanun/perda yang mengatur tentang Prohisan, dan meningkatkan pembiayaan untuk kegiatan Prohisan. Peningkatan faktor kekuatan dapat juga dengan meningkatkan intensitas komunikasi dan memanfaatkan teknologi yang ada untuk penyampaian pesan Prohisan. Untuk faktor eksternal di arahkan bergerak ke arah yang positif, dapat dilakukan dengan meminimalkan faktor-faktor hambatan, yakni merubah perilaku masyarakat dengan banyak melakukan penyuluhan-penyuluhan, serta lebih mendorong berbagai informasi tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Selain meminimalisasi faktor hambatan, faktor peluang juga lebih ditingkatkan dengan melibatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam kegiatan Prohisan, serta meningkatkan manajamen dan pemanfaatan media dalam penyampaian pesan Prohisan.

{(-0,62),(-0,56)}

Internal Kuat (S) Internal Lemah

(W)

Lingkungan Tidak Mendukung (T) Lingkungan Mendukung (O)

Pemeliharaan Agresif Pertumbuhan Stabil Pertumbuhan Cepat Diversifikasi Besar-besaran Diversifikasi Terpusat Berputar Ceruk Pemeliharaan Selektif

Gambar

Tabel 5.1 Area Berisiko Sanitasi dan Penyebab Utamanya
Gambar 5.1  Posisi pengelolaan sanitasi saat ini komponen air limbah domestik
Gambar 5.2  Posisi pengelolaan sanitasi saat ini komponen persampahan
Gambar 5.3  Posisi pengelolaan sanitasi saat ini komponen Drainase
+2

Referensi

Dokumen terkait

Respons Pergerakan Harga Sahan Syariah (FHSI) terhadap Shock Fed Rate (FED) Guncangan yang terjadi pada tingkat suku bunga Fed rate (FED) direspons positif oleh FHSI dengan

Harag pokok produk selesai yang ditransfer dari departemen produksi yang satu ke departemen produksi yang lainnya atau ke gudang produk jadi dihitung dengan menggunakan

Berdasarkan hasil analisa untuk Elemen Motivasi Gender Need for Power Pria dan Wanita Berwirausaha di Surabaya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pria dan wanita dengan

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja yang bekerja pada bagian pengantongan (packer) pada PT Semen Bosowa Maros yang terdiri dari karyawan

Adalah satu tatacara menyusun dan mengolah elemen landskap seperti tumbuhan dalam satu kombinasi yang sesuai, menarik dan berfungsi.. Dalam reka bentuk landskap, satu atau

Hasil penelitian menunjukkan pupuk NPKS 15- 15-15-5S dengan dosis optimum 600 kg/ha efektif meningkatkan bobot gabah kering, dari 3,63 t/ha menjadi 4,67 t/ha dan tidak berbeda

Dalam pembuatan suatu program kita diharuskan untuk terlebih dahulu membuat suatu urutan langkah pemecahan dalam bentuk diagram yang biasanya disebut

Setelah melakukan refleksi kekurangan yang terjadi disiklus I dan merancang pembelajaran kembali dengan memperbaiki kelemahan pada siklus I maka hasil temuan penelitian