• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 UMUM

Perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang terdiri dari lapisan yang diletakkan diatas lapisan tanah dasar yang berfungsi untuk memikul beban lalu lintas. Struktur perkerasan harus mampu mereduksi tegangan yang terjadi pada tanah dasar dengan cara menyebarkannya pada lapisan perkerasan tanpa menimbulkan lendutan pada lapis perkerasan yang dapat merusak struktur perkerasan itu sendiri. Berdasarkan jenis bahan pengikatnya, struktur perkerasan jalan dapat dibedakan atas 3 jenis, meliputi :

a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Struktur perkerasan jenis ini bekerja dengan cara memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu struktur perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikat. Struktur perkerasan ini bekerja sebagai pelat beton dengan atau tanpa tulangan yang diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.

c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu merupakan kombinasi anatar perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau sebaliknya.

II.1.1 Konstruksi Perkerasan Lentur Jalan

Konstruksi perkerasan lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk

(2)

menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan yang ada dibawahnya, sehingga beban yang diterima oleh tanah dasar lebih kecil dari beban yang diterima oleh lapisan permukaan dan lebih kecil dari daya dukung tanah dasar. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari :

1. Lapisan permukaan (Surface Course)

Lapis permukaan struktur pekerasan lentur terdiri atas campuran mineral agregat dan bahan pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan biasanya terletak di atas lapis pondasi.

Fungsi lapis permukaan antara lain :

a. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda.

b. Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca.

c. Sebagai lapisan aus (wearing course). Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu mempertimbangkan kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi agar dicapai manfaat sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

2. Lapisan pondasi atas (Base Course)

Lapis pondasi adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak langsung di bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di atas lapis pondasi

(3)

bawah atau, jika tidak menggunakan lapis pondasi bawah, langsung di atas tanah dasar.

Fungsi lapis pondasi antara lain :

a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda. b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

3. Lapisan pondasi bawah (Sub Base Course)

Lapis pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi. Biasanya terdiri atas lapisan dari material berbutir (granular material) yang dipadatkan, distabilisasi ataupun tidak, atau lapisan tanah yang distabilisasi. Fungsi lapis pondasi bawah antara lain : a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebar

beban roda.

b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan di atasnya dapat dikurangi ketebalannya (penghematan biaya konstruksi). c. Mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.

d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan lancar.

4. Lapisan tanah dasar (Subgrade)

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Dalam pedoman ini diperkenalkan modulus resilien (MR) sebagai parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan Modulus resilien (MR) tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan hasil atau nilai tes soil index. Korelasi Modulus Resilien dengan nilai

(4)

CBR berikut ini dapat digunakan untuk tanah berbutir halus (fine-grained soil) dengan nilai CBR terendam 10 atau lebih kecil.

MR (psi) = 1.500 x CBR (2.1)

Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain :

a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu sebagai akibat beban lalu-lintas.

b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air. c. Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah

dan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan konstruksi.

d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas untuk jenis tanah tertentu.

e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir (granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan konstruksi.

II.2 Kerusakan Jalan

Kerusakan Jalan disebabkan oleh beban lalu lintas, kondisi lingkungan dan umur dari perkerasan. Jenis kerusakan, luas kerusakan, dan tingkat kerusakan adalah indikator kinerja perkerasan yang berkaitan langsung dengan kapasitas struktural. Evaluasi kerusakan jalan biasanya dilakukan secara manual, seperti retak yang merupakan indikasi paling umum yang sering digunakan.

(5)

Pengumpulan data kerusakan jalan memiliki banyak metoda yang sehingga bentuk penyajiannya berbeda ( seperti : panjang kerusakan berbanding wilayah ; wilayah kerusakan berbanding angka). Oleh karena itu diperlukan suatu pembakuan dalam penyajian data. Menurut Manual Pemeliharaan Jalan Nomor : 001/T/Bt/1995 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga ukuran tingkat kerusakan jalan adalah IRI (International Roughness Index). IRI merupakan pendekatan standar untuk pengumpulan data kerusakan yang umum digunakan.

II.2.1 Metode Pengukuran Kerusakan Jalan

Kualitas jalan yang ada maupun yang akan dibangun harus sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku. Untuk mengetahui tingkat kerataan permukaan jalan dapat dilakukan pengukuran menggunakan berbagai cara atau menggunakan metoda yang telah direkomendasikan Oleh Bina Marga maupun AASHTO. Sebelum merencanakan menggunakan metoda pemeliharaan yang akan dilakukan, perlu dilakukan terlebih dahulu survei kondisi permukaan. Survei yang bertujuan untuk mengevaluasi kinerja (evaluasi perkerasan) perkerasan permukaan jalan yang diamati. Terdapat dua jenis survei untuk mengetahui kondisi permukaan, yaitu:

• Survey secara visual.

Survei secara visual dilakukan dengan pengamatan mata, surveyor untuk mengukur kondisi permukaan jalan yang karenanya data yang dikumpulkan menjadi ulasan sangat subyektif sehingga tingkat keakurasiannya rendah. Survei secara visual yang meliputi:

(6)

- penilaian kondisi lapisan permukaan, apakah masih baik, kritis, ataukah sudah rusak.

- penilaian kenyamanan kendaraan menggunakan jenis kendaraan tertentu penilaian dikelompokan menjadi nyaman, kurang nyaman, tidaknyaman.

- penilaian berat kerusakan yang terjadi, baik kualitas maupun kuantitas. Penilaian dilakukan terhadap retak (crack), lubang (lubang), alur (rutting), pelepasan butir (raveling), pengelupasan lapis permukaan (stripping) ,keriting (kerut), amblas (depresi), perdarahan, sungkur (mendorong), dan jembul (pergolakan).

• Survei dengan bantuan alat

Menggunakan metoda pengukuran kerataan permukaan jalan yang dikenal umumnya antara lain menggunakan metoda NAASRA (SNI 03-34260-1994). Menggunakan metoda lain yang dapat digunakan untuk pengukuran dan analisis kerataan perkerasan Edge, Slope Profilometer (AASHO Test), CHLOE Profilometer, dan alat ini dipasangkan ke sumbu roda belakang kendaraan Roughometer. (Silvia Sukirman, 1999)

II.3 Evaluasi Jalan

Perkerasan jalan harus memberikan kenyamanan , keamanan, pelayanan yang efisien kepada penguna jalan, dan memiliki kapasitas struktural yang mampu mendukung berbagai beban lalu lintas dan tahan terhadap dampak dari kondisi lingkungan. Evaluasi perkerasan jalan harus dilakukan secara teratur untuk megetahui kinerja sebuah perkerasan pada titik tertentu dan pada masa yang akan datang. Evaluasi ini akan menentukan kemampuan sebuah perkerasan jalan dalam

(7)

memenuhi tiga fungsi dasar perkerasan jala (kenyamanan, keamanan, dan efisiensi pelayanan).

II.3.1 Jenis Evaluasi Jalan

Evaluasi perkerasan ini akan mencatat karakteristik karakteristik yang mampu menggambarkan kinerja perkerasan melalui beberapa indeks. Berdasarkan pada karakteristik yang disurvei, evaluasi perkerasan dapat diklasifikasikan menjadi evalusi fungsional dan evaluasi struktural :

1. Evaluasi fungsional, yaitu evaluasi berupa informasi tentang karakteristik perkerasan jalan yang secara langsung mempengaruhi keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan serta pelayanan jalan. Karakteristik utama yang disurvei pada evaluasi fungsional ini adalah, dalam hal keamanan berupa kekesatan permukaan jalan (skid resistance) dan tekstur permukaan jalan (surface texture), serta ketidakrataan jalan ( road roughness) dalam hal pelayanan (serviceability).

2. Evaluasi Struktural, yaitu evaluasi berupa informasi tentang kinerja struktur perkerasan terhadap beban lalu lintas dan kondisi lingkungan. Dalam hal ini, survei katakteristik juga akan membantu dalam memperoleh informasi tentang kinerja struktur perkerasan, kerusakan perkerasan dan sifat mekanikal/ strukrural jalan. Kerusakan perkerasan secara tidak langsung akan mempengaruhi masalah fungsional jalan seperti kegemukan pada jalan (pavement bleeding) akan mempengaruhi kekesatan permukaan jalan (skid resistance), dan retak pada sambungan jalan yang akan mempengaruhi ketidakrataan jalan ( road roughness).

(8)

II.4 Pengertian dan Penyebab Ketidakrataan Jalan

Ketidakrataan jalan ( Road Roughness) merupakan parameter kondisi yang paling banyak digunakan dalam mengevaluasi perkerasan jalan karena data ketidakrataan jalan relatif mudah untuk diperoleh, obyektif, dan berkorelasi baik dengan biaya operasional kendaraan serta parameter kondisi yang paling relevan dalam pengukuran perilaku fungsional jalan dalam waktu jangka panjang (Martin 1999).

Defenisi Ketidakrataan jalan (Road Roughness) menurut beberapa ahli adalah:

1. Menurut Paterson (1987), ketidakrataan jalan adalah penyimpangan dari permukaan jalan yang mempengaruhi dinamika bergerak kendaraan, keselamatan, kenyamanan, kecepatan perjalanan serta dampak pada biaya operasi kendaraan.

2. Menurut the American Society of Testing and Materials (ASTM) (E867) , ketidakrataan jalan adalah penyimpangan permukaan jalan yang berbeda dengan permukaan jalan normal dengan karakteristik dimensi yang mempengaruhi dinamika kendaraan, kualitas berkendara, dinamika beban, dan drainase.

3. Menurut Minnesota Department of Transportation (2007), ketidakrataan jalan adalah penyimpangan pada tekstur permukaan jalan, yang melekat dalam proses produksi tetapi tidak termasuk waviness (gelombang) dan kesalahan bentuk.

Tingkat kerataan jalan (International Roughness Index, IRI) merupakan salah satu faktor/fungsi pelayanan (functional performance) dari suatu perkerasan

(9)

jalan yang sangat berpengaruh pada kenyamanan pengemudi (riding quality). Kualitas jalan yang ada maupun yang akan dibangun harus sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku. Syarat utama jalan yang baik adalah kuat, rata, kedap air, tahan lama dan ekonomis sepanjang umur yang direncanakan. Untuk memenuhi syarat-syarat tersebut perlu dilakukan monitoring dan evaluation secara periodik atau berkala sehingga dapat ditentukan metode perbaikan konstruksi yang tepat.

Ada beberapa penyebab ketidakrataan jalan, yaitu: beban lalu lintas, efek dari lingkungan, bahan dari pembuatan jalan serta penyimpangan pada proses konstruksi jalan. Pada proses konstruksi jalan, semua perkerasan jala raya memiliki penyimpangan pengerjaan sehingga menyebabkan ketidakrataan jalan. Ketidakrataan jalan dapat meningkat dikarenakan oleh beban lalu lintas dan lingkungan (Fengxuan Hu,2004).

II.4.1 Alat- Alat Pengukur Ketidakrataan Jalan

Pengukuran tingkat ketidakrataan permukaan jalan belum banyak dilakukan di Indonesia mengingat kendala terbatasnya peralatan sehingga persyaratan kerataan dalam pengawasan dan evaluasi terhadap konstruksi jalan yang ada tidak dapat dilakukan secara baik menurut standar nasional bidang jalan. Untuk mengetahui tingkat ketidakrataan permukaan jalan dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan berbagai alat , seperti:

(10)

Roughometer NAASRA (National Association of Australian State Road Authorities)

Alat ukur roughometer NAASRA atau disebut juga NAASRA meter adalah alat pengukur ketidakrataan permukaan jalan yang dibuat oleh NAASRA (SNI 03-3426-1994). Alat ini dipasangkan pada kendaraan jenis station wagon, apabila tidak tersedia jenis kendaraan tersebut maka dapat diganti dengan kendaraan Jeep 4 wheel drive, atau pick up dengan penutup pada baknya. Dalam survai ketidakrataan permukaan jalan dengan alat ukur roughometer NASSRA diperlukan beberapa alat bantu lainnya, yaitu: Dipstick Floor Profiler yang digunakan sebagai alat pengukur perbedaan elevasi, Odometer sebagai alat pengukur jarak tempuh, dua buah beban masing-masing seberat 50 kg dan alat pengukur tekanan ban.

Sebelum melakukan survei ketidakrataan permukaan jalan, maka harus ditentukan persamaan korelasi antara Dipstick Floor Profiler dengan alat ukur NAASRA terhadap nilai IRI. Persamaan korelasi ini didapatkan dengan membuat

(11)

Seksi Percobaan (SP), paling sedikit dilakukan 8 SP yang dipilih dari jalan yang permukaannya sangat rata sampai yang sangat tidak rata, panjang SP adalah 300 meter ditambah masing-masing 50 meter pada kedua ujungnya, kemudian dilakukan pengukuran profil memanjang dengan alat Dipstick Floor Profiler, selanjutnya menjalankan kendaraan survai dengan kecepatan 30 km/jam untuk mencatat ketidakrataan permukaan jalan. Output data dari roughometer NASSRA tersebut adalah nilai IRI (m/km) dengan interval 100 m dari satu ruas jalan. • Dipstick

Dipstick merupakan perangkat yang dikembangkan, dipatenkan, dan dijual oleh The Edward W.Face Company Inc.USA. Panjang utama alat ini adalah 30.48 cm. Pada mulanya alat ini digunakan untuk memeriksa kerataan lantai. Dipstick adalah perangkat sederhana untuk mengukur profil dari jalan. Alat ini terdiri dari sebuah inklinometer yang dipasang di bingkai, sebuah pegangan dan komputer mikro yang dipasang pada Dipstick tersebut.

Gambar 2.2 : Dipstick Sumber : (Fengxuan, H. 2004)

(12)

Cara kerjanya adalah berjalan di sepanjang garis yang diprofilkan. Jarak antara dua kaki pendukung 305 mm terpisah. Untuk mendapatkan profil menyusur tanah, surveyor bersandar pada perangkat sehingga semua beratnya adalah pada kaki terkemuka, kemudian mengangkat kaki belakang sedikit di atas tanah. Kemudian angkat poros kaki 180 derajat, tempatkan kaki lainnya (sebelumnya belakang) di depan, di sepanjang garis yang diprofilkan secara otomatis mencatat perubahan elevasi, menandakan bahwa langkah berikutnya dapat diambil. Elevasi acuan adalah nilai yang dihitung untuk titik sebelumnya. Ketinggian relatif terhadap referensi disimpulkan oleh sudut relatif perangkat gravitasi, bersama-sama dengan jarak antara penunjangnya. Analisis data untuk IRI perhitungan terkomputerisasi dan plot profil permukaan skala selanjutnya dapat dicetak. • Rolling-straight edges

Cara kerja alat ini adalah dengan menarik alat ini pada lokasi pengukuran sehingga roda pengukur berputar memberikan perubahan nilai pada skala (curved scale). Ketelitian alat ini dibatasi oleh perputaran roda dan posisi roda pengukur. Selama penggunaan roda dan kerangka akan naik bergerak naik turun disertai pergerakan jarum penunjuk pada skala (curved scale).Untuk pencatatan secara otomatis dapat dipasang pencatat otomatis (chart recorder) pada kerangka bagian tengah. Tujuan pengukuran dan analisis kerataan jalan menggunakan Rolling Straight Edge adalah : (1) untuk menganalisis tingkat kerataan permukaan (profil memanjang) jalan dari hasil pengukuran dengan alat Rolling Straight Edge, (2) menganalisis dan mengevaluasi kondisi fungsi pelayanan jalan yang ada.

(13)

Gambar 2.3 : Rolling-straight edges

(Sumber : http :// www.highwaysmaintenance.com) • MERLIN

MERLIN (Machine for Evaluating Roughness using Low-cost Instrumentation) merupakan instrument yang dioperasikan secara manual yang sering digunakan untuk mengkalibrasi Response-Type Road Roughness Measuring Systems (RTRRMS) . MERLIN diperkenalkan pertama kali pada tahun 1986. Terdiri dari roda tunggal pada frame yang dapat bergerak bergerak sepanjang jalan, dan probe melekat pada lengan digunakan untuk merekam variabilitas dari ketidakrataan sepanjang jalan.

Prinsip kerja MERLIN, alat ini diletakkan di atas jalan dengan roda dalam posisi normal dimana kaki belakang (rear foot), alat penyelidik (probe), dan penyeimbang (stabilizer) alat bersentuhan dengan permukaan jalan. Pegangan dari MERLIN terangkat sehingga kaki belakang, alat penyelidik dan penyeimbangnya terangkat dari permukaan jalan, setelah itu alat berpindah pada titik selanjutnya yang akan diukur. Keuntungan dari MERLIN adalah biaya rendah dan memungkinkan untuk digunakan pada negara berkembang, kekurangannya adalah tidak dapat digunakan untuk jalan yang panjang karena relatif lambat.

(14)

Gambar 2.4 : MERLIN

Sumber : Comparison of Roughness Measuring Instruments (Greggory Morrow, 2006)

Profilographs

Profilometers perkerasan jalan atau profilographs , pertama digunakan dalam 1.958-1.960 (Road Test AASHO). Profilographs telah berkembang selama bertahun-tahun dan terdapat berbagai bentuk, konfigurasi, dan merek. Karena desain alat ini, mereka tidak praktis untuk survei kondisi jaringan. Profilographs yang paling umum digunakan saat ini adalah untuk perkerasan kaku. Perbedaan utama antara berbagai profilographs melibatkan konfigurasi roda, cara pengoperasian, dan prosedur pengukuran.

Profilographs memiliki roda penginderaan, dipasang untuk menyediakan secara grafis gerakan vertikal. Profilographs yang digunakan untuk menghitung Indeks Kekasaran Internasional (IRI) yang dinyatakan dalam satuan inci / mil atau mm / m. Kelemahan profilographs adalah selama pengukuran, dapat diasumsikan bahwa kendaraan tidak boleh membuat variasi kecepatan besar dan kecepatan dipertahankan di atas 25km/h.

(15)

Gambar 2.5 : Profilograph

(Sumber: Al-Ghalieh, M.A. M (2003) Developing a Roughness Criterion as a Basis for Performance Measurement of Palestinian Roadway Network) Tabel II.1 Perbandingan alat alat ketidakrataan

Alat Pengukur Ketidakrataan Tahun Pembuatan atau Perkembangan Biaya Relatif Kalibrasi Alat Penggunaan Alat Konsep Pengukuran Roughmeter NAASRA 1970 an Mahal Perlu Sulit Pergerakan suspensi ban mobil

Dipstick 1980 an Murah Tidak

perlu Praktis

Elevasi pada kedua

kaki

Rolling

Straight Edge 1970 an Mahal

Tidak perlu

Sulit Perputaran roda-roda pengukur

MERLIN 1986 Murah Tidak

perlu Praktis

Perputaran roda belakang

Profilograph 1958 Mahal Tidak

perlu Sulit

Perputaran roda-roda pengukur

(16)

PARVID

PARVID (Positioning Accurated Roughness with Video) adalah peralatan-peralatan yang digunakan untuk mensurvei data ketidakrataan jalan (roughness) beserta video. Memiliki hak cipta dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual merk PARVID no. IDM000258052. Pencipta dan pengembang alat penunjang survei kondisi jalan ini adalah Pontjo Mulyadi, BE, S.Sos. yang telah dikenal luas di seluruh Indonesia karena telah sukses dengan alat penunjang survey NAASRA (Kekasaran Jalan) yang dikenal dengan nama PAR (Positioning Accurated Roughness) dan PARVID (Positioning Accurated Roughness with Video) yang telah dijual ke banyak propinsi, diantaranya adalah Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Bali, Bengkulu, Jambi, Sulawesi Utara, Jawa Timur, Jawa tengah. Pengguna jasa yang pernah menyewa alat ini untuk melakukan survey tahunan IIRMS adalah Propinsi Banten, Aceh, Sumatera Utara, Jambi, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, dll. Bahkan ADB (Asian Development Bank) pernah menggunakan jasa monitoring control pekerjaan proyek jalan di Sulawesi dengan menggunakan alat PARVID ini.

PARVID merupakan gabungan dari peralatan- peralatan yang dipasang serta dirangkai pada mobil survei, antara lain :

1. LOGER

Loger ini digunakan untuk menyimpan berbagai data tanpa menggunakan laptop secara terus menerus, kapasitas loger ini mencapai 1 GigaByte (GB) , selanjutnya data yang disimpan loger dipindahkan ke laptop melalui kabel USB to serial dan tersimpan dalam bentuk Microsoft Excel (.xls). Output yang disimpan

(17)

Loger adalah : NAASRA (National Association of Australian State Road Authorities) meter yang menghasilkan nilai IRI (International Roughness Index) 2. GPS (GLOBAL POSITIONING SYSTEM) TRACKING

Adalah sistem navigasi satelit, GPS ini menggunakan satelit yang mengirimkan sinyal gelombang mikro ke bumi, sinyal ini diterima oleh alat penerima di permukaan, dan digunakan untuk menentukan kecepatan, posisi, arah dan waktu. Huruf N pada Latitude menyatakan North (Utara), yaitu Lintang utara, garis lintang utara adalah garis khayal yang melingkari bumi dari equator (garis khatulistiwa) hingga ke bagian kutub utara bumi. Huruf E pada Longitude menyatakan East (Timur), yaitu bujur timur, garis bujur timur adalah garis khayal yang berada di sebelah timur kota Greenwich.

3. NAASRA METER DAN KABEL PEGAS

Batang Naasra pemantau getaran kerusakan, setiap getaran sekecil apapun akan ditangkap, dengan alat ini menggunakan Rotary pulsa 1000 satu putarannya yang akan dikalikan dengan skala Naasra yang diinginkan, semakin besar skala Naasra yang digunakan, maka semakin besar sensitifitas alat Naasra ini dalam mendeteksi getaran.

4. ROTARY HALDA DAN ROTARY NAASRA

Alat penangkap sensor yang mana plat sensor tersebut sudah dirancang untuk 1000 pulsa (untuk Naasra) dan 50 pulsa (untuk Haldameter), sebagai alat penangkap getaran menjadi elektromagnetik.

5. COUNTER

Alat monitor pencatat Naasra meter yang bersifat display dengan 6 digit angka. Kendali monitor pergerakan Naasra dan Halda meter. Nilai Skala kalibrasi

(18)

Naasra meter dan Haalda meter ini harus disesuaikan dengan skala kalibrasi loger pada saat kalibrasi mobil dijalankan.

6. POWER INVERTER

Alat elektronik untuk mengubah Listrik DC (accu mobil) menjadi AC dengan kapasitas volume 300 watt, alat ini juga berguna untuk pemakaian listrik lainnya seperti HandyCam, charger HP atau Lap Top dll.

7. LAPTOP

Laptop digunakan untuk memproses data (Processing Data) yang disambungkan ke loger melalui kabel USB to Serial menggunakan software (Perangkat lunak).

8. HANDY CAM DAN MONITOR

Handycam digunakan untuk menghasilkan 2 output video, Video situasi jalan yang ditempatkan di depan , untuk merekam video 70% situasi jalan, dan 30% langit-langit.

9. MONITOR

Monitor pada sandaran kursi ini digunakan untuk melihat display handycam kondisi aspal yang berada di belakang atap mobil, dan untuk memonitor kerja Record ON/OFF handycam.

10. SENSOR

Loger PARVID telah dilengkapi dengan kabel sensor (gambar) yang akan dihubungkan dengan kabel 2 remote handycam, yaitu remote handycam situasi (depan), dan remote kondisi aspal.Loger PARVID dengan kabel sensor tekan yang akan dihubungkan dengan remote handycam.Pada pelaksanaan survey, jika kabel loger telah dihubungkan ke kabel remote, maka ketika dilakukan start

(19)

survey di awal ruas (menekan angka 1 pada loger), remote akan otomatis mengirimkan sinyal ON kepada handycam, sehingga semua alat dapat bekerja secara bersamaan.

Keuntungan menggunakan alat ini :

1. Kondisi Jalan bisa dilihat dari monitor video yang berada di dalam mobil, semakin tinggi resolusi display gambar dan luas display gambar dalam video, maka keakuratan data akan semakin tinggi.

2. Mobil dilengkapi dengan alat Halda meter yang terhubung dengan odometer mobil dan Rotary Halda dengan pulse 50/putaran dengan keakuratan skala 4 desimal dibelakang koma, sehingga keakuratan pengukuran panjang jalan tidak diragukan lagi (metode halda meter alat kami ini telah dipakai oleh banyak propinsi dalam pengambilan data jalan , diantaranya adalah propinsi Bengkulu, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Sulawesi Utara, Jambi, Jawa timur, Jawa tengah, Bali, dll).

3. Mobil PARVID juga dilengkapi dengan alat GPS yang akan menangkap posisi Latitude dan Longitude jalan setiap 100 meter.

Kerugian menggunakan alat ini :

1. Menggunakan inverter dalam mobil sebagai sumber listrik, jadi tidak boleh terlalu banyak bergerak karena akan mengakibatkan korslet.

2. Tidak praktis karena peralatan- peralatan yang banyak dan beragam yang dipasang dalam mobil survei.

Gambar

Gambar 2.1: Alat ukur Roughometer NAASRA
Gambar 2.2 : Dipstick  Sumber : (Fengxuan, H. 2004)
Gambar 2.3 : Rolling-straight edges
Gambar 2.4 : MERLIN
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan berupa data-data dari wawancara, dokumentasi dan observasi sehingga diperoleh hasil seperti yang telah dibahas pada

Penelitian yang dilakukan Hernawati (2006), menunjukkan 62,7% mahasiswa baru mengalami stress tigkat tinggi, 32,7% mengalami stress tingkat sedang, dan 4,7%

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis sistem agribisnis pada sawah di desa Sidomulyo kecamatan Wasile Timur kabupaten Halmahera Timur yang telah dilakukan,

Komunikasi lengkap, artinya tidak kekurangan apapun hal yang penting  dan  mencakup  semua  informasi  penting  dan  relevan  serta  pengamatan  untuk 

Dalam konteks studi agama, Sue Morgan mendefinisikan pendekatan feminisme dalam studi agama tidak lain merupakan suatu transformasi kritis dari perspektif teoritis yang

Definisi ini dipenuhi oleh elemen-elemen rangkaian seperti R, L, dan C, karena elemen-elemen ini akan memberikan sinyal keluaran (tegangan atau arus) tertentu jika diberi

Kembalinya dasar pengaturan hukum agraria kepada hukum asli Indonesia terdapat dalam Pasal 5 UUPA, bahwa hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang

3) UKM/UKK sebagai unit kegiatan mahasiswa otonom, maka bertanggungjawab kepada anggotanya sesuai dengan AD/ART masing- masing. 4) Sebagai subsistem kelembagaan