• Tidak ada hasil yang ditemukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT

PEMBELAJARAN GEOMETRI MATERI BANGUN RUANG

SEDERHANA BERDASARKAN TEORI VAN HIELE

UNTUK SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Agnes Rina Widyawati NIM: 121134118

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016

(2)

i

PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT

PEMBELAJARAN GEOMETRI MATERI BANGUN RUANG

SEDERHANA BERDASARKAN TEORI VAN HIELE

UNTUK SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Agnes Rina Widyawati NIM: 121134118

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk:

Tuhan Yesus Kristus

Kedua orangtuaku tercinta yang selalu mendoakan dan mendukungku.

Sodara tersayang yang selalu memberiku semangat.

Para sahabat yang bersedia berjuang bersama dan saling memberikan semangat.

Almamaterku Universitas Sanata Dharma.

(6)

v

HALAMAN MOTTO

Tuhan mengulurkan tangan-Nya untuk menolong mereka yang telah berusaha keras.

(Aeschyius) Sukacita adalah payung yang menjaga kita saat menghadapi hari-hari yang berhujan dalam hidup kita.

(Engstrom) Janganlah menjadi diri anda sendiri. Jadilah lebih besar daripada diri anda yang kemarin.

(7)
(8)
(9)

viii

ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT PEMBELAJARAN GEOMETRI MATERI BANGUN RUANG SEDERHANA BERDASARKAN

TEORI VAN HIELE UNTUK SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR.

Agnes Rina Widyawati Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian berawal dari potensi dan masalah terkait kurangnya pemahaman siswa kelas IV SD N Sendangadi 2 terhadap bangun ruang sederhana. Potensi yang ada adalah konsep geometri bangun ruang sederhana dapat membantu siswa mengembangkan kecerdasan matematis-logis dan ruang-visual. Masalah yang adalah 57% siswa tidak paham rusuk balok, 52% siswa tidak paham bidang sisi balok, 47% siswa tidak paham bidang sisi kubus, dan 47% siswa tidak paham jaring-jaring kubus, serta guru kuarng bervariasi dalam menggunakan model pembelajaran. Maka peneliti mengembangkan prototipe dengan tujuannya menjelaskan proses pengembangan dan mendeskripsikan kualitas produk.

Penelitian dan pengembangan (R&D) ini menggunakan 6 langkah menurut Sugiyono yaitu: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Produk yang dihasilkan berupa prototipe perangkat pembelajaran berdasarkan lima fase

van Hiele yaitu: fase informasi, fase orientasi bebas, fase penjelasan, fase orientasi

bebas, dan fase integrasi. Prototipe telah divalidasi dengan skor rata-rata 3,60 dengan kategori sangat baik, maka layak diujicobakan.

Uji coba terbatas dilakukan di SD Negeri Sendangadi 2 pada tanggal 16 Desember 2016 dengan menerapkan lima fase van Hiele, dari fase terakhir yaitu fase integrasi peneliti mendapatkan data jika siswa memahami sifat-sifat kubus. Kata kunci : pengembangan, perangkat pembelajaran, geometri, bangun ruang sederhana, van Hiele.

(10)

ix

ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF LEARNING I GEOMETRY INSTRUMENT PROTOTYPE ABOUT SIMPLE 3D SHAPES BASED VAN HIELE THEORY

FOR FOURTH GRADE STUDENTS OF ELEMENTARY SCHOOL. Agnes Rina Widyawati

Sanata Dharma University 2016

The research started from the potential and problems related to a lack of understanding fourth grade students of SD Negeri Sendangadi 2 about simple 3D shapes. The potential is simple 3D shapes concepts can help students to develop logical-mathematical intelligence and visual space. The problem are 57% of students do not understand the rib beams, 52% of students do not understand the field side of the beam, 47% of students do not understand the field side of the cube, and 47% of students do not understand the nets of the cube, because of learning model which used by teacher is less variation. Researcher then developed a prototype with the aim to explain the process of developing and describing quality of products.

This research and development (R & D) applied 6 steps by Sugiyono which named: (1) the potential and problems, (2) data collection, (3) the design of the product, (4) design validation, (5) the revision of the design, and (6) test product. The product is instrument prototype of geometry learning based on the five phases of van Hiele which named: information phase, direct orientation phase, explication phase, free orientation phase, and integration phase. The prototype has been validated with with the average score of 3.60, the result mean excellent category then deserves tested.

Limited trial implementable at SD Negeri Sendangadi 2 on 16 December 2016 by applying the five phases of van Hiele, in the last phase mean integration phase the researcher get the data that students understand the properties of a cube. Keywords: development, learning instrument, geometry, simple 3D shapes, van

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengembangan Prototipe Perangkat Pembelajaran Geometri Materi Bangun Ruang Sederhana Berdasarkan Teori Pembelajaran van Hiele untuk Siswa Kelas IV Sekolah Dasar”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A selaku Ketua Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

3. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum selaku dosen pembimbing 1 yang telah membimbing peneliti dengan penuh kesabaran serta memberikan kritik, saran, semangat, dan dorongan yang positif dalam menyelesaikan skripsi. 4. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd selaku dosen pembimbing 2 yang

telah memberi pengarahan dan nasehat dalam membimbing peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Para validator yang telah berkenan membantu dalam proses validasi instrumen dan produk.

6. Sumayarti, S.Pd.,S.D selaku Kepala Sekolah SD Negeri Sendangadi 2 yang memberikan ijin dalam melakukan penelitian di SD Negeri Sendangadi 2.

(12)
(13)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Spesifikasi Produk ... 7

1.6 Definisi Operasional ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

2.1 Kajian Teori ... 12

2.1.1 Pembelajaran Matematika ... 12

2.1.2 Teori van Hiele ... 15

2.1.3 Pembelajaran Kontekstual ... 20

2.1.4 Teori Inteligensi Ganda Howard Gardner ... 23

2.2 Penelitian yang Relevan ... 27

2.2.1 Penelitian tentang Pembelajaran Berdasarkan Teori van Hiele . 28 2.2.2 Peta Konsep Penelitian yang Relevan ... 29

2.3 Kerangka Berpikir ... 30

2.4 Pertanyaan Penelitian ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Jenis Penelitian ... 32

3.2 Setting Penelitian ... 33

3.3 Rancangan Penelitian ... 34

3.4 Prosedur Pengembangan ... 36

3.5 Instrumen Penelitian ... 39

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 50

3.7 Tenik Analisis Data ... 51

(14)

xiii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1 Hasil Penelitian ... 53 4.2 Pembahasan ... 73 BAB V PENUTUP ... 78 5.1 Kesimpulan ... 78 5.2 Keterbatasan Penelitian ... 78 5.3 Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN ... 82

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Lembar Observasi ... 39

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Angket Pra-Penelitian untuk Guru ... 40

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Angket Pra-Penelitian untuk Siswa ... 41

Tabel 3.4 Lembar Validasi Angket Pra-Penelitian Guru untuk Dosen Ahli ... 42

Tabel 3.5 Lembar Validasi Angket Pra-Penelitian Siswa untuk Dosen Ahli .... 43

Tabel 3.6 Lembar Validasi Produk untuk Dosen Ahli ... 44

Tabel 3.7 Lembar Validasi Produk untuk Guru ... 45

Tabel 3.8 Instrumen Tes Fase Informasi ... 47

Tabel 3.9 Instrumen Tes Fase Orientasi Langsung ... 47

Tabel 3.10 Instrumen Tes Fase Penjelasan ... 48

Tabel 3.11 Instrumen Tes Fase Orientasi Bebas ... 48

Tabel 3.12 Instrumen Tes Fase Integrasi ... 49

Tabel 3.13 Kriteria Penilaian Produk ... 51

Tabel 4.1 Rekappitulasi Hasil Observasi Pembelajaran ... 54

Tabel 4.2 Rekappitulasi Hasil Angket Pra-penelitian ... 55

Tabel 4.3 Presentase Ketidaktercapaian Angket Pra-Penelitian Siswa ... 58

Tabel 4.4 Presentase Ketidaktercapaian Kisi-kisi ... 59

Tabel 4.5 Rekappitulas Hasil Validasi Produk ... 62

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kubus ... 14

Gambar 2.2 Jaring-jaring kubus ... 14

Gambar 2.3 Balok ... 15

Gambar 2.4 Jaring-jaring balok ... 15

Gambar 2.5 Tingkat-tingkat pemikiran geometris van Hiele ... 18

Gambar 4.1 Siswa membaca teks cerita tentang dadu yang lucu ... 65

Gambar 4.2 Siswa mengamati dadu berbentuk kubus ... 65

Gambar 4.3 Siswa mengerjakan soal cerita dadu yang lucu ... 66

Gambar 4.4 Siswa melakukan observasi ... 67

Gambar 4.5 Siswa mempresentasikan hasil observasinya ... 68

Gambar 4.6 Siswa menggunakan media gambar kubus ... 68

Gambar 4.7 Siswa mengerjakan soal ... 69

Gambar 4.8 Siswa sedang menggambar kubus ... 70

Gambar 4.9 Siswa mengerjakan soal evaluasi ... 70

(17)

xvi

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 2.1 Penelitian yang Relevan... 29 Bagan 3.1 Langkah-Langkah Penelitian Menurut Sugiyono ... 36 Bagan 3.2 Langkah-Langkah Penelitian yang Diterapkan ... 49

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Observasi Pembelajaran I ... 83

Lampiran 2. Hasil Observasi Pembelajaran II ... 84

Lampiran 3. Hasil Validasi Angket Pra-Penelitian Guru ... 85

Lampiran 4. Hasil Validasi Angket Pra-Penelitian Siswa ... 87

Lampiran 5. Hasil Angket Pra-Penelitian Guru (SD N Sendangadi 2) ... 88

Lampiran 6. Hasil Angket Pra-Penelitian Guru (SD N Kadirojo) ... 90

Lampiran 7. Rekapan Skor Hasil Angket Pra-Penelitian Siswa ... 92

Lampiran 8. Hasil Validasi Produk oleh Dosen Ahli ... 94

Lampiran 9.Hasil Validasi Produk Oleh Guru ... 96

Lampiran 10.Hasil Pekerjaan Siswa ... 99

Lampiran 11.Hasil Rekap Nilai Ujicoba Produk ... 108

Lampiran 12.Silabus ... 111

Lampiran 13.RPP Pembelajaran 1 ... 114

Lampiran 14. Lembar Kerja Siswa Pembelajaran 1 ... 121

Lampiran 14. Foto Praktek Uji Coba Produk ... 136

(19)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan uraian tentang: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk yang dikembangkan, dan definisi operasional.

1.1 Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan ilmu tentang sesuatu yang memiliki pola keteraturan dan urutan yang logis (Walle, 2007: 13). Pembelajaran matematika di SD memiliki tujuan khusus yaitu untuk meningkatkan kemampuan berhitung sebagai alat bantu dalam kehidupan sehari-hari (Susanto, 2013: 189). Pembelajaran matematika juga bertujuan untuk mengembangkan kemampuan matematis-logis. Kemampuan matematis-logis merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penggunaan bilangan dan logika secara efektif, kepekaan pada pola logika, abstraksi, kategorisasi, dan perhitungan (Suparno, 2003: 19-45). Melalui matematika siswa dapat mempelajari konsep-konsep sederhana hingga konsep-konsep yang kompleks. Konsep sederhana yang diajarkan pada siswa SD kelas IV adalah konsep geometri sederhana. Runtukahu (2014: 164) menyebutkan bahwa geometri adalah studi tentang bangun datar, bangun ruang, dan hubungan-hubungannya. Geometri perlu dipelajari agar siswa dapat menggunakan matematika secara lebih luas dalam kehidupan dan sebagai dasar untuk belajar matematika selanjutnya. Berdasarkan buku pelajaran matematika kelas IV, siswa kelas IV harus mampu memahami konsep geometri bangun ruang sederhana. Siswa

(20)

dapat dikatakan paham mengenai konsep geometri bangun ruang sederhana apabila siswa mampu menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana (kubus dan balok) dan mampu menentukan jaring-jaring kubus dan balok. Apabila siswa memahami konsep tentang bangun ruang sederhana maka akan dapat mengembangkan kemampuan ruang-visual siswa. Kemampuan ruang-visual adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang-visual secara tepat. Selain itu juga mengenal bentuk dan benda secara tepat dan memiliki kepekaan terhadap keseimbangan, relasi, warna, garis, bentuk, dan ruang (Suparno, 2003: 19-45).

Pada saat melaksanakan kegiatan Program Pengamatan Lingkungan (Probaling), peneliti melakukan pengamatan pembelajaran matematika di kelas IV untuk mengamati proses pembelajaran matematika tentang bangun ruang sederhana yang sedang berlangsung. Hasil dari observasi menunjukan bahwa dari dua kali observasi peneliti melihat pembelajaran di kelas kurang kondusif dan kegiatan pembelajaran kurang bervariatif, untuk media yang digunakan hanya bangun ruang dari plastik, metode yang digunakan di dominasi oleh metode ceramah, dan model pembelajaran dari dua kali pertemuan adalah kooperatif namun belum begitu nampak, selain itu juga dapat diketahui bahwa dari dua kali observasi peneliti melihat siswa sering mengalami kesulitan belajar pada observasi yang pertama siswa kesulitan untuk memahami sifat-sifat bangun ruang, siswa kesulitan untuk menggambar bangun ruang dan membedakan bangun ruang kubus dan balok. Berdasarkan pengamatan peneliti pada waktu siswa kelas IV belajar matematika khususnya tentang bangun ruang sederhana, oleh karena hal di atas peneliti melakukan

(21)

pengumpulan data tentang pembelajaran matematika pada pokok bahasan bangun ruang sederhana di SDN Sendangadi 2 khususnya kelas IV dengan cara membagikan angket.

Peneliti bersama teman-teman penelitian kolaboratif membagi angket kepada 11 guru kelas yang terdiri dari guru 1 guru kelas I, 2 guru kelas II, 2 guru kelas III, 2 guru kelas IV, dan 4 guru kelas V. Pembagian angket tersebut bertujuan untuk menetahui metode, model, media yang digunakan saat mengajarkan materi geometri sekaligus menanyakan tentang kesulitan yang dihadapi siswa dalam mempelajari materi geometri. Data dari hasil angket menunjukan bahwa metode pembelajaran yang digunakan dari dua guru kelas IV adalah ceramah, diskusi, dan demonstrasi, sedangkan untuk model pembelajarannya adalah CTL dan Kooperatif. Data yang hampir sama juga ditunjukan oleh sembilan guru dari kelas I, II, III, dan V yang mengatakan bahwa metode pembelajaran yang digunakan untuk mengajarkan konsep geometri adalah ceramah, diskusi, demonstrasi, dan presentasi, sedangkan untuk model pemelajaran yang sering digunakan adalah CTL, Jigsaw, dan Kooperatif. Hal ini menunjukan bahwa metode dan model pembelajaran sangat berpengaruh terhadap tingkat pemahaman konsep geometri siswa. Peneliti juga melakukan wawancara kepada 11 guru tersebut, dan dari hasil wawancara kepada 11 guru tersebut, mereka memerlukan satu contoh model pembelajaran yang dapat membantu siswa memahami konsep geometri.

Peneliti menggarisbawahi pernyataan guru kelas IV yang mengatakan jika kesulitan yang sering muncul pada siswa saat mengerjakan sifat-sifat bangun

(22)

ruang sederhana adalah membedakan bidang sisi, rusuk, dan titik sudut. Selain itu, kedua guru tersebut juga mengatakan bahwa kesulitan yang sering muncul pada siswa saat mengerjakan jaring-jaring bangun ruang sederhana adalah beberapa siswa masih kebingungan untuk membedakan jaring-jaring kubus dan balok. Peneliti kemudian memberikan angket kepada siswa untuk memperkuat data tersebut. Angket diberikan kepada siswa kelas V di SD Negeri Sendangadi 2 pada semester ganjil karena siswa tersebut sudah mempelajari tentang materi bangun ruang sederhana di kelas IV pada semester genap. Data yang peneliti peroleh adalah sebagai berikut: dari 22 siswa terdapat 57% siswa tidak paham tentang rusuk balok, 52% siswa tidak paham tentang bidang sisi balok, 47% siswa tidak paham tentang bidang sisi kubus, dan 47% siswa tidak paham tentang jaring-jaring kubus. Kesulitan belajar tersebut hendaknya harus segera diatasi agar masalah yang menunjukkan bahwa siswa belum memahami konsep geometri dengan benar dapat diminimalisir dengan menggunakan model pembelajaran geometri yang sesuai.

Berdasarkan data-data tersebut, peneliti tertarik untuk mengembangkan prototipe perangkat pembelajaran geometri materi bangun ruang sederhana berdasarkan teori van Hiele untuk siswa kelas IV sekolah dasar. Peneliti menerapkan teori van Hiele karena van Hiele adalah seorang ahli matematika yang khusus mencetuskan teori tentang tahapan berpikir geometri siswa dalam mempelajari geometri. Teori pembelajaran van Hiele terdiri dari lima tingkatan/ level cara pemahaman ide-ide ruang, yakni level 0 (visualisasi), level 1 (analisis), level 2 (deduksi informal), level 3 (deduksi), dan level 4

(23)

(ketepatan). Seseorang bisa memahami konsep geometri berdasarkan level-level tertentu apabila pemahaman berdasarkan level-level-level-level tertentu tersebut dikemas dalam pembelajaran dengan menginterasikan lima fase van Hiele meliputi 1) fase informasi, 2) fase orientasi langsung, 3) fase penjelasan, 4) fase orientasi bebas, dan 5) fase integrasi. Oleh karena itu, judul penelitian ini adalah “Pengembangan Prototipe Perangkat Pembelajaran Geometri Materi Bangun Ruang Sederhana Berdasarkan Teori van Hiele untuk Siswa Kelas IV Sekolah Dasar”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian pengembangan ini berdasarkan rumusan latar belakang tersebut adalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana proses pengembangan media pembelajaran prototipe berupa

perangkat pembelajaran matematika pada materi bangun ruang sederhana berdasarkan teori pembelajaran van Hiele untuk siswa kelas IV SD?

1.2.2 Bagaimana kualitas prototipe perangkat pembelajaran geometri model van

Hiele dapat membantu siswa kelas IV memahami konsep bangun ruang

sederhana?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian pengembangan ini antara lain:

1.3.1 Menjelaskan proses pengembangan prototipe berupa perangkat pembelajaran matematika pada materi bangun ruang sederhana berdasarkan teori pembelajaran van Hiele untuk siswa kelas IV SD.

(24)

1.3.2 Mengembangkan dan mendeskripsikan prototipe berupa perangkat

pembelajaran matematika pada materi bangun ruang sederhana berdasarkan teori pembelajaran van Hiele untuk siswa kelas IV SD.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1.4.1 Bagi Siswa

Siswa dengan kesulitan dalam memahami konsep bangun ruang sederhana lebih termotivasi untuk belajar dan meningkatkan kemampuan dalam bidang keruangan melalui penggunaan prototipe berupa perangkat pembelajaran berdasarkan teori pembelajaran van Hiele.

1.4.2 Bagi Guru

Guru dapat menggunakn prototipe berupa perangkat pembelajaran matematika berdasarkan teori pembelajaran van Hiele ini untuk membantu siswa dalam memahami konsep-konsep bangun ruang sederhana dan dapat menambah referensi pengetahuannya tentang macam-macam model dan media yang dapat digunakan untuk menangani permasalahan belajar di kelas.

1.4.3 Bagi Sekolah

Prototipe berupa perangkat pembelajaran matematika berdasarkan teori pembelajaran van Hiele dapat digunakan sebagai salah satu alternatif penanganan miskonsepsi bangun ruang sederhana di sekolah, sehingga dapat meningkatkan prestasi siswa di Sekolah Dasar.

(25)

1.4.4 Bagi Peneliti

Peneliti memiliki pengalaman untuk mengembangkan prototipe berupa perangkat pembelajaran matematika tentang geometri (bangun ruang sederhana) bagi siswa kelas IV SD, diharapkan prototipe tersebut berguna bagi banyak pihak dalam menangani miskonsepsi bangun ruang sederhana.

1.5 Spesifikasi Produk

Produk yang dikembangkan ini mengambil materi tentang bangun ruang sederhana (kubus dan balok) untuk kelas IV Sekolah Dasar dengan menggunakan model pembelajaran van Hiele. Prototipe perangkat pembelajaran yang dikembangkan terdiri dari 3 bagian yaitu:

1.5.1 Bagian Pertama

Bagian ini adalah bagian pendahuluan untuk mengantarkan para pembaca prototipe agar lebih memahami dan mengenal teori pembelajaran van

Hiele. Bagian pertama dibagi menjadi tiga sub judul sebagai berikut: 1.5.1.1 Kekhasan Tingkat Berpikir dalam Belajar Geometri Berdasarkan van

Hiele

Bagian kekhasan tingkat berpikir dalam belajar geometri berdasarkan van

Hiele ini memuat tentang pendahuluan yang berisikan penjelasan

mengenai lima tingkatan pemikiran van Hiele yaitu: level 0 (visualisasi), level 1 (analisis), level 2 (deduksi informal), level 3 (deduksi), dan level 4 (ketepatan).

(26)

1.5.1.2 Lima Fase dalam Pembelajaran van Hiele

Bagian lima fase dalam pembelajaran van Hiele memuat tentang penjelasan lima fase pembelajaran van Hiele yaitu: 1) fase penyelidikan, 2) fase orientasi langsung, 3) fase penjelasan, 4) fase orientasi bebas, dan 5) fase integrasi.

1.5.1.3 Proses Pembelajaran Menggunakan Model Pembelajaran van Hiele

Proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran van Hiele berisikan tentang uraian pembelajaran yang diuraikan secara jelas dengan menyertakan kegiatan yang dilakukan, materi, media, soal dan kunci jawaban (bahan ajar).

1.5.2 Bagian Kedua

Bagian kedua berisikan silabus dan RPP yang digunakan dalam pembelajaran geometri bangun ruang sederhana (kubus dan balok).

1.5.2.1 Silabus

Silabus disusun berbasis Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Silabus ini disusun menggunakan tabel yang yang memiliki beberapa komponen, yaitu: kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, kegiatan pembelajaran dan penilaian sumber belajar dan alokasi waktu. Silabus yang dibuat memuat rincian kegiatan inti pembelajaran selama tiga pertemuan. Kegiatan inti dalam silabus ini menunjukkan fase-fase dalam pembelajaran van Hiele pada mata pelajaran Matematika. Format silabus dapat dilihat pada lampiran 12.

(27)

1.5.2.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP yang dikembangkan memiliki komponen identitas, kompetensi inti, kompetensi dasar yang diturunkan dari silabus. RPP yang akan dikembangkan menggunakan model pembelajaran van Hiele, hal ini dapat dilihat pada setiap kegiatan menggunakan fase-fase van Hiele yakni: fase informasi, fase orientasi langsung, fase penjelasan, fase orientasi bebas, dan fase integrasi. RPP juga dilengkapi dengan penilaian, penilaian diperoleh dari penjabaran kompetensi dasar pada RPP. Format RPP dapat dilihat pada lampiran 13.

1.5.3 Bagian Ketiga

1.5.3.1 Lembar Kerja Siswa (LKS)

LKS ini menunjukkan aktivitas siswa dalam melaksanakan kegiatan baik secara mandiri atau kelompok. LKS dilengkapi dengan gambar yang lebih menarik agar mendorong siswa untuk melakukan kegiatan pada LKS. Selain itu, kegiatan pada LKS ini juga memuat fase dalam teori van Hiele. LKS dibagi menjadi 3 pertemuan yaitu: pembelajaran 1) tentang materi sifat-sifat bangun ruang kubus, pembelajaran 2) tentang materi sifat-sifat bangun ruang balok, dan pembelajaran 3) tentang materi jaring-jaring kubus dan balok.

1.5.3.2 Lampiran Materi

Lampiran materi dikembangkan berdasarkan materi bangun ruang sederhana. Materi pada bahan ajar ini disusun pada setiap pertemuan. Lampiran materi juga dilengkapi dengan gambar-gambar dan contoh soal yang mendorong siswa dapat membantu pemahaman terhadap materi.

(28)

1.6 Definisi Operasional

Batasan istilah pada penelitian ini diberikan agar tidak menimbulkan pertanyaan tentang istilah-istilah yang dikemukakan. Istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian adalah:

1.6.1 Pengembangan adalah proses menghasilkan produk melalui revisi produk

yang sudah ada.

1.6.2 Prototipe Menurut Kamus Bahasa Inggris adalah bentuk asli atau bentuk dasar. Prototipe yang peneliti kembangkan berupa bentuk dasar perangkat pembelajaran geometri yang terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama: a) tentang kekhasan tingkat berpikir dalam belajar geometri berdasarkan van

Hiele, b) lima fase dalam pembelajaran van Hiele, c) proses pembelajaran

menggunakan model pembelajaran van Hiele. Bagian kedua berisi silabus dan 3 RPP tentang materi sifat-sifat kubus serta balok dan jaring–jarin kubus serta balok. Bagian ketiga berisi LKS untuk pembelajaran 1 materi sifat-sifat bangun ruang kubus, pembelajaran 2 materi sifat-sifat bangun ruang balok, dan pembelajaran 3 materi jaring-jaring kubus dan balok.

1.6.3 Matematika adalah ilmu tentang sesuatu yang memiliki pola keteraturan

dan urutan logis yang menggunakan bahasa simbol dimana keindahanya terdapat dalam keteraturan dan keharmonisan. Matematika memiliki beberapa pokok bahasan, salah satu pokok bahasan dari matematika adalah geometri.

1.6.4 Teori van Hiele adalah teori tentang pembelajaran matematika khusus

(29)

tingkatan/level cara pemahaman ide-ide ruang, yakni level 0 (visualisasi), level 1 (analisis), level 2 (deduksi informal), level 3 (deduksi), dan level 4 (ketepatan). Van Hiele mengungkapkan lima fase urutan pembelajaran meliputi 1) fase mengumpulkan informasi, 2) fase orientasi langsung, 3) fase penjelasan, 4) fase orientasi bebas, dan 5) fase integrasi. Teori pembelajaran van Hiele dapat digunakan untuk membantu siswa dalam memahami konsep geometri dengan benar dan sesuai dengan tahapan berpikir geometri siswa, karena teori pembelajaran van Hiele dikhususkan untuk materi geometri.

1.6.5 Kubus adalah bangun ruang yang memiliki enam sisi, dua belas rusuk, dan

delapan titik sudut, yang dibentuk oleh tiga pasang persegi yang bentuk dan ukurannya sama.

1.6.6 Balok adalah sebuah bangun ruang yang memiliki tiga pasang sisi

kongkruen serta memiliki enam sisi, dua belas rusuk, dan delapan titik sudut.

1.6.7 Siswa kelas IV adalah anak berusia 10 tahun sehingga berada pada level 1

(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini berisikan uraian tentang: kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka berfikir, dan hipotesis.

3.1 Kajian Pustaka

Pada sub bab kajian pustaka ini memuat pembelajaran matematika, model pembelajaran, teori pembelajaran van Hiele, inteligensi ganda.

3.1.1 Pembelajaran Matematika

Kata matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari,” sedang dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran Depdiknas (Susanto, 2013: 186). Johnson & Rising (dalam Runtukahu, 2014: 28) menyatakan tiga definisi terkenal mengenai matematika sebagai berikut: (1) matematika adalah pengetahuan terstruktur, dimana sifat dan teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur-unsur yang didefinisikan atau yang tidak didefinisikan dan berdasarkan aksioma, sifat, atau teori yang telah dibuktikan kebenaranya, (2) matemaika ialah bahasa simbol tentang berbagai gagasan dengan menggunakan istilah-istilah yang didefinisikan secara cermat, jelas, dan akurat (3) matematika adalah seni, dimana keindahanya terdapat dalam keteraturan dan keharmonisan. Selain tiga pendapat tersebut, Walle, (2007: 13) juga mengungkapkan bahwa matematika merupakan ilmu tentang sesuatu yang memiliki pola keteraturan dan urutan yang logis.

(31)

Jadi matematika adalah ilmu tentang sesuatu yang memiliki pola keteraturan dan urutan logis yang menggunakan bahasa simbol dimana kaidahnya terdapat dalam keteraturan dan keharmonisan. Matematika memiliki beberapa pokok bahasan, salah satu pokok bahasan dari matematika adalah geometri.

3.1.1.1 Geometri

Runtukahu (2014: 164) menyebutkan bahwa geometri adalah studi tentang bangun datar, bangun ruang, dan hubungan-hubungannya. Bangun ruang dalam geometri juga sering disebut sebagai bangun tiga dimensi (3D). Bangun ruang yang diajarkan pada siswa kelas IV SD adalah bangun ruang sederhana (kubus dan balok). Manfaat dari geometri sendiri adalah: (1) mengetahui sifat-sifat bangun ruang sederhana (2) mengetahui jaring-jaring bangun ruang kubus dan balok

2.1.1.2 Kubus

Sulardi (2006: 207) menjelaskan bahwa kubus memiliki enam sisi, dua belas rusuk, dan delapan titik sudut. Kubus adalah bangun ruang yang dibentuk oleh tiga pasang persegi yang bentuk dan ukurannya sama (Simangunsong, 2008: 46). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kubus adalah bangun ruang yang memiliki enam sisi, dua belas rusuk, dan delapan titik sudut, yang dibentuk oleh tiga pasang persegi yang bentuk dan ukurannya sama.

(32)

Gambar 2.1 Kubus

Menurut buku ajar kelas IV, kubus memiliki jaring-jaring sebagai berikut:

Gambar 2.2 Jaring-jaring kubus

2.1.1.3 Balok

Sulardi (2006: 207) menjelaskan bahwa balok memiliki enam sisi, dua belas rusuk, dan delapan titik sudut. Balok adalah bangun ruang yang dibatasi oleh tiga pasang persegi panjang dimana setiap pasang persegi panjang saling sejajar/ berhadapan dan berukuran sama (Mustaqim, 2008: 211). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa balok adalah sebuah bangun ruang yang memiliki tiga pasang sisi kongkruen serta memiliki enam sisi, dua belas rusuk, dan delapan titik sudut.

(33)

Gambar 2.3 Balok

Menurut buku ajar kelas IV, balok memiliki jaring-jaring sebagai berikut:

Gambar 2.4 Jaring-jaring balok

Konsep-konsep bangun ruang sederhana harus dikuasai oleh siswa kelas IV SD. Salah satu ahli yang mencetuskan model pembelajaran untuk pembeajaran geometri adalah Pierre van Hiele, model pembelajaran yang dicetuskan olehnya adalah teori van Hiele.

2.1.2 Teori van Hiele

2.1.2.1 Sejarah Teori Pembelajaran van Hiele

Model pembelajaran geometri van Hiele muncul dari karya Dina Van Hiele-Geldf dan suaminya Pierre Van Hiele pada tahun 1950-an di Universitas Utrecht, Belanda. Disertasi Pierre terutama mencoba untuk menjelaskan sebab dari murid mengalami masalah dalam pendidikan geometri (dalam hal ini itu jelas dan deskriptif), disertasi Dina adalah tentang percobaan pengajaran dalam arti yang lebih preskriptif mengenai

(34)

pembelajaran konten geometri dan kegiatan siswa belajar. Namun tidak lama setelah menyelesaikan disertasinya doktor Dina van Hiele-Geldf meninggal dan yang meneruskan, mengklasifikasikan, mengubah dan mengembangkan disertasinya adalah Pierre van Hiele dan terciptalah teori

van Hiele (Crowley, 1987: 1).

Teori van Hiele telah diakui secara internasional dan memberikan pengaruh yang kuat dalam pembelajaran geometri sekolah. Uni Soviet dan Amerika Serikat adalah contoh negara yang telah mengubah kurikulum geometri berdasar pada teori van Hiele. Pada tahun 1960-an, Uni Soviet telah melakukan perubahan kurikulum karena pengaruh teori van Hiele. Sedangkan di Amerika Serikat pengaruh teori van Hiele mulai terasa sekitar permulaan tahun 1970-an. Sejak tahun 1980-an, penelitian yang memusatkan pada teori van Hiele terus meningkat. Beberapa penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa penerapan teori van Hiele memberikan dampak yang positif dalam pembelajaran geometri.

2.1.2.2 Lima Level dalam Pemahaman Ide-Ide Ruang van Hiele

Model pembelajaran van Hiele memiliki hirarki tingkatan yang tiap tingkatannya menggambarkan proses pemikiran untuk diterapkan dalam konteks geometri. Tingkatan-tingkatan tersebut menjelaskan tentang bagaimana kita berpikir dan jenis ide-ide geometri apa yang kita pikirkan. Tingkatan pemikiran ini ada lima, (Walle 2008 : 151-154) sebagai berikut:

Level 0 : Visualisasi

Objek-objek pikiran pada level 0 berupa bentuk-bentuk. Penekanan pada level 0 terdapat pada bentuk-bentuk yang dapat diamati, dirasakan,

(35)

dibentuk, dipisahkan, atau digunakan dengan beberapa cara. Tujuan umum yaitu menelusuri bagaimana bentuk-bentuk serupa atau berbeda, serta menerapkan ide-ide ini untuk membuat berbagai kelompok dari bentuk-bentuk (baik secara fisik maupun mental).

Level 1 : Analisis

Objek-objek pemikiran pada level 1 berupa kelompok-kelompok bentuk bukan bentuk-bentuk individual. Pada tingkat ini siswa dapat menyatakan semua bentuk dalam golongan selain bentuk satuannya dan mulai mengerti bahwa kumpulan bentuk tergolong serupa berdasarkan sifat atau ciri-cirinya. Hasil pemikiran pada tingkat 1 adalah sifat-sifat dari bentuk.

Level 2 : Deduksi Informal

Objek pemikiran pada tingkat 2 adalah sifat-sifat dari bentuk. Pada tingkat 2 siswa akan dapat mengikuti dan mengapresiasi pendapat-pendapat informal, deduktif tentang bentuk dan sifat-sifatnya. Hasil pemikiran pada level 2 adalah hubungan diantara sifat-sifat obyek geometri.

Level 3 : Deduksi

Objek pemikiran pada tingkat 3 berupa hubungan diantara sifat-sifat objek geometri. Siswa pada tingkat ini mampu bekerja dengan pernyataan-pernyataan abstrak tentang sifat-sifat geometris dan membuat kesimpulan lebih berdasarkan pada logika daripada naluri.

(36)

Level 4 : Ketepatan (Rigor)

Objek-objek pemikiran pada tingkat 4 berupa sistem-sistem deduktif dasar dari geometri. Hasil pemikiran dari tingkat 4 berupa perbandingan dan perbedaan di antara berbagai sistem-sistem geometri dasar.

Gambar 2.5 Tingkat-tingkat pemikiran geometris van Hiele

2.1.2.3 Lima Fase Tahapan Pembelajaran van Hiele

Van Hiele menawarkan model pembelajaran yang terdiri dari lima

fase berurutan, yang sekaligus sebagai tujuan pembelajaran (Crowley, 1987: 5), sebagai berikut:

a. Fase inkuiri/informasi (Inquiry/ Infamation), guru dan siswa terlibat dalam percakapan dan aktivitas seperti tanya jawab tentang obyek studi atau konsep baru yang akan dipelajari. Melalui kegiatan tanya jawab, guru akan memperoleh informasi tentang pengetahuan awal siswa untuk materi yang dipelajari, sedangkan siswa akan memperoleh gambaran tentang arah belajarnya.

(37)

b. Fase orientasi terarah (Directed Orientation), guru mengarahkan siswa meneliti obyek yang dipelajari kemudian siswa mengeksplorasinya dari kegiatan eksplorasi siswa mampu menguraikan obyek tersebut, ini merupakan rangkaian tugas singkat untuk memperoleh respon siswa. Tujuan dari aktivitas ini adalah merangsang siswa agar aktif mengeksplorasi obyek, melalui kegiatan seperti: melipat, mengukur untuk menemukan hubungan sifat dari bentuk-bentuk bangun datar atau bangun ruang.

c. Fase penjelasan (Explication), guru mendorong siswa untuk membangun pengalaman mereka sebelumnya, di sini siswa berbagi pengalaman dengan temannya. Pada fase ini siswa berpeluang untuk menguraikan pengalaman, mengekspresikan, dan mengubah pengetahuan awal mereka yang tidak sesuai struktur/ pengetahuan yang sudah diperoleh.

d. Fase orientasi bebas (Ree Orientation), pemberian masalah kompleks kepada siswa, di sini guru berperan dalam memilih materi dan soal yang sesuai dengan pembelajaran. Siswa diberi masalah yang kompleks dan harus memecahkan masalah tersebut sesuai caranya sendiri. Hal ini bertujuan agar siswa memperoleh pengalaman menyelesaikan permasalahan dalam belajar dan menggunakan strateginya sendiri.

e. Fase integrasi (integration), siswa meninjau dan membuat ringkasan tentang seluruh materi yang telah dipelajari mulai dari pengamatan, membuat sintesis dari konsep sampai hubungan baru. Fase ini guru

(38)

memiliki peran untuk membantu mengintegrasikan pengetahuan siswa dengan cara meminta mereka supaya membuat refleksi dan klarifikasi atas pengetahuan geometrinya. Tujuan kegiatan ini adalah mengintegrasikan pengetahuan yang telah diamati dan didiskusikan.

Teori van Hiele selain memiliki kelebihan dalam tingkatan berpikir dan model pembelajaran, teori van Hiele juga mendukung proses pembelajaran yang kontekstual. Pembelajaran kontekstual akan membantu siswa dalam memahami setiap materi geometri yang disampaikan.

2.1.3 Pembelajan Kontekstual

2.1.3.1 Pengertian Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) menurut Nurhadi (dalam Sugiyanto, 2010: 14) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang di ajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sendiri. Sedangkan menurut Johnson (dalam Taniredja 2011: 49) mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dalam konteks kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka. Lebih lanjut, menurut Elaine (dalam Rusman, 2013: 187) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok

(39)

dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa.

Peneliti dapat menyimpulkan dari ketiga pendapat di atas bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak karena membantu siswa untuk menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari. Selain itu juga untuk membantu guru dalam menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa.

2.1.3.2 Prinsip Pembelajaran Kontekstual

Menurut Rusman (2013: 193-198) pembelajaran kontekstual memiliki tujuh prinsip yang harus di kembangkan oleh guru, yaitu:

a. Konstruktivisme (Constructivisme)

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.

b. Menemukan (Inquairy)

Menemukan, merupakan kegiatan inti dari kontekstual, melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil mengingat perangkat fakta-fakta, tetapi hasil menemukan sendiri.

c. Bertanya (Questioning)

Bertanya merupakan strategi utama dalam kontekstual. Penerapan unsur bertanya dalam kontekstual harus difasilitasi oleh guru,

(40)

kebiasaan bertanya akan mendorong pada peningkatan kualitas dan produktifitas pembelajaran, dengan kata lain bertanya dapat membuat pembelajaran lebih hidup, akan mendorong proses dan hasil yang lebih luas dan mendalam, dan akan banyak ditemukan unsur-unsur terkait sebelumnya yang tidak terpikirkan oleh guru maupun siswa.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Kebiasaan penerapan dan mengembangkan masyarakat belajar dalam kontekstual sangat dimungkinkan dan dibuka dengan luas untuk memanfaatkan masyarakat belajar lain di luar kelas. Ketika siswa dibiasakan untuk memberikan pengalaman yang luas kepada orang lain, maka saat itu pula siswa akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dari komunikasinya.

e. Pemodelan (Modelling)

Pemodelan merupakan tahap pembuatan model jika guru mengalami keterbatasan dalam mengajarkan suatu pembelajaran, maka solusinya adalah pembuatan model untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa siswa bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh dan membantu mengatasi keterbatasan guru.

f. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari, dengan kata lain refleksi adalah berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Pada

(41)

saat refleksi, siswa diberikan kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri (learning to be) tentang segala proses yang telah mereka lalui.

g. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)

Penilaian merupakan tahapan paling akhir dalam pembelajaran kontekstual. Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan kontekstual.

Pembelajaran kontekstual akan membantu anak untuk mengasah atau mengembangkan berbagai macam kecerdasan. Ketika pembelajaran konteksual digunakan untuk mengajarkan geometri, kemungkinan kecerdasan yang bisa dikembangkan adalah kecerdasan matematis-logis dan ruang-visual. Kecerdasan matematis-logis dan ruang-visual adalah bagian dari inteligensi ganda.

2.1.4 Inteligensi Ganda

2.1.4.1 Kriteria Suatu Inteligensi

Ketika seseorang menunjukkan suatu kemahiran dan keterampilan dalam memecahkan persoalan dan kesulitan yang ditemuinya dalam kehidupan hal ini disebut sebagai kemampuan atau inteligensi. Selain itu, juga dapat menciptakan suatu produk baru, ataupun dapat menciptakan persoalan berikutnya yang memungkinkan pengembangan pengetahuan baru. Secara garis besar, maka dalam kemampuan ada unsur pengetahuan dan keahlian Gardner (dalam Suparno, 2003: 21-22).

(42)

Kemampuan yang dapat dipertimbangakan sebagai inteligensi dalam teori inteligensi Gardner memiliki syarat yaitu bersifat universal. Berikut ini adalah delapan kriteria untuk menentukan apakah kemampuan itu sungguh inteligensi. Kedelapan kriteria itu adalah sebagai berikut Amstrong (Suparno 2003: 23):

a. Terisolasi dalam bagian otak tertentu. Setiap inteligensi berkaitan

dengan bagian otak tertentu. Bila kemampuan ini hilang karena kerusakan otak, maka tidak akan mempengaruhi kerusakan kemampuan lainnya.

b. Kemampuan itu independen. Ini tampak pada orang yang pandai

tapi idiot (idiot savants) dan orang autis. Orang tersebut mempunyai kemampuan tinggi dalam hal tertentu, tetapi mempunyai kelemahan pada kemampuan lainnya.

c. Memuat satuan operasi khusus. Setiap inteligensi mengandung

keterampilan operasi tertentu yang berbeda satu sama lain dan seseorang dengan keterampilan operasi tersebut dapat mengekspresikan kemampuannya dalam menghadapi persoalan.

d. Mempunyai sejarah perkembangan sendiri. Setiap inteligensi

mempunyai waktunya sendiri dalam berkembang, menuju puncak lalu akan turun. Kita dapat melihat puncak inteligensi pada orang-orang yang berinteligensi tertentu secara luar biasa.

e. Berkaitan dengan sejarah evolusi zaman dulu. Setiap inteligensi

dapat dicari awalnya dari evolusi manusia kuno, bahkan dari evolusi spesies lain hal tersebut karena sejalan dengan perkembangan otak

(43)

manusia dari manusia purba dan bahkan dari makhluk lain yang berkaitan.

f. Dukungan psikologi eksperimental. Tugas-tugas psikologis yang

diberikan tampak bahwa inteligensi bekerja saling terisolasi. Seseorang yang kuat/ pandai dalam bidang tertentu belum tentu kuat/ pandai dalam bidang lain. Hal tersebut sangat jelas bahwa inteligensi satu ke inteligensi lain sering tidak bisa. Jelas bahwa inteligensi itu terisolasi.

g. Dukungan dari penemuan psikometrik. Inteligensi yang ditemukan

Gardner memang benar terbukti dari beberapa tes psikologis terstandar.

h. Dapat disimbolkan. Kemampuan untuk menggunakan simbol dalam

hidup merupakan salah satu tanda tingkah laku inteligensi manusia. Menurut Gardner, setiap inteligensi yang ditelitinya memiliki simbol khusus yang berbeda-beda dan sistem notasi yang khas.

2.1.4.2 Sembilan Inteligensi Ganda

Pada tahun 1999 Howard Gardner melakukan kajian ilmiah psikologi, Gardner yang juga merupakan ahli saraf di Universitas Harvard membuat klasifikasi kecerdasan berdasarkan fakta empiris. Howard Gardner menghasilkan karya intelektual berjudul “Intelligence Reframed” yang menyatakan bahwa otak manusia setidaknya menyimpan sembilan jenis kecerdasan yang disepakati dan diterima (Chatib, 2012: 79). Sembilan kecerdasan tersebut yaitu: 1) inteligensi lingusitik (linguistic

(44)

intelligence), 3) Inteligensi Ruang (spatial intelligence), 4) Inteligensi kinestetik-badani (bodily-kinesthetic intelligence), 5) inteligensi musikal

(musical intelligence), 6) inteligensi interpersonal (interpersonal

intelligence), 7) inteligensi intrapersonal (intrapersonal intelligence), 8) inteligensi lingkungan/ naturalis (naturalist intelligence), 9) inteligensi eksistensial (existential intelligence), (Suparno, 2003: 19-45). Penelitian

ini akan membantu siswa untuk mengembangkan kecerdasan matematis-logis dan ruang-visual.

a. Inteligensi matematis-logis (logical-matematical intelligence).

Merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penggunaan bilangan dan logika secara efektif, kepekaan pada pola logika, abstraksi, kategorisasi, dan perhitungan. Siswa yang memiliki inteligensi ini biasanya mempunyai nilai matematika yang tinggi, dapat memecahkan masalah dengan logis dan suka belajar skema serta bagan.

b. Inteligensi ruang (spatial intelligence) atau kadang disebut dengan intelligensi ruang-visual adalah kemampuan untuk menangkap dunia

ruang-visual secara tepat. Selain itu juga mengenal bentuk dan benda secara tepat dan memiliki kepekaan terhadap keseimbangan, relasi, warna, garis, bentuk, dan ruang. Anak yang memiliki inteligensi ini dapat dengan mudah belajar ilmu ukur ruang, mudah menentukan letak suatu benda yang berada dalam ruangan dan dapat membayangkan suatu bentuk.

(45)

2.1.4.3 Mengembangkan Matemais-logis dan Ruang-visual.

Menurut Suparano (2003: 67-78) ada latihan tersendiri untuk membantu siswa dalam mengembangkan matematis-logis dan ruang-visual, langkah itu sebagai berikut:

a. Inteligensi matematis-logis, siswa dilatih membuat simbol, membuat

kesimpulan dari konkret ke abstrak, membuat garis besar jalan pikiran, membuat grafik, mengurutkan bilangan, berhitung, membiasakan problem solving. Problem solving tersebut membantu siswa untuk mengembangkan penalaran dengan selalu melihat sebab-akibatnya.

b. Inteligensi ruang-visual, siswa dilatih untuk membayangkan sesuatu

bentuk/ benda di otaknya, berlatih dengan warna, menggambar, membuat peta, membangun suatu bangun petak-petak yang mengembangkan gambaran, mematung, bermain mencari jejak, mengamati gambar 3 dimensi sesuai dengan situasi kelas.

2.2 Penelitian yang Relevan

Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, yaitu :

Pertama, Erdogan. dkk, (2009), melakukan penelitian yang berjudul “The Effect of the van Hiele Model Based Instruction on the Creative The Thinking Levels of 6th Grade Primary School Students”. Hasil dari penelitian ini

(46)

daripada instruksi sesuai dengan metode tradisional dalam mengembangkan tingkat berpikir kreatif siswa.

Kedua, Husnaeni. (2006) melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan

Model Pembelajaran van Hiele dalam Membantu Siswa Kelas IV SD Membangun Konsep Segitiga”. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa: (1) teori van Hiele dapat membantu siswa dalam memahami konsep segitiga. Implementasi model pembelajaran sesuai dengan teori van Hiele mengarahkan siswa untuk mengubah konsepsinya yang tidak tepat dan memudahkan siswa untuk membangun konsepsi geometri yang sama dengan konsep ilmiah, dan (2) model pembelajaran van Hiele dapat meningkatkan kualitas berpikir siswa dari tahap visualisasi ke tahap analisis. Dengan demikian penerapan model geometri van Hiele ternyata efektif meningkatkan kualitas berpikir siswa.

Ketiga, Samiyati (2012), melakukan penelitian yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Tentang Volume Kubus dan Balok melalui Penerapan Teori van Hiele bagi Siswa Kelas V Semester I SD Negeri 3 Tlogorejo”. Hasil penelitian ini adalah pembelajaran dengan menerapkan teori

van Hiele berpengaruh positif pada hasil belajar siswa.

Keempat, Astuti, Budi (2015), melakukan penelitian yang berjudul

“Pengembangan Perangkat Pembelajaran Geometri Materi Volume Kubus dan Balok Berdasarkan Teori van Hiele untuk Siswa Kelas V Sekolah Dasar”. Hasil dari penelitian ini adalah kualitas produk yang dihasilkan sangat baik dan fase-fase van Hiele berjalan sesuai dengan tahapan van Hiele.

(47)

Bagan 2.1. Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang tahapan

pembelajaran van Hiele Penelitian tentang level van Hiele

Erdogan. (2009)

The effect of the van Hiele model based instruction on the creative the thinking levels.

Husnaeni. (2006)

Model pembelajaran van Hiele dapat membantu siswa kelas IV SD membangun konsep segitiga

Kesimpulan dari penelitian Erdogan. (2009) , Husnaeni. (2006), Astuti Budi. (2015), &

Samiyati. (2012)

Teori van Hiele memiliki dampak yang sangat baik untuk pembelajaran matematika

Samiyati. (2012)

Teori van Hiele dapat meningkatkan hasil belajar siswa tentang volume kubus dan balok.

Astuti. (2015)

Perangkat pembelajaran geometri materi volume kubus dan balok berdasarkan teori van Hiele

memiliki kualitas yang baik.

Penelitian yang akan dilakukan berjudul:

Pengembangan Prototipe Perangkat Pembelajaran Geometri Materi Bangun Ruang Sederhana Berdasarkan Teori Van Hiele untuk Siswa Kelas IV Sekolah Dasar

(48)

2.3 Kerangka Berpikir

Penelitian Husnaeni (2012) menginspirasi peneliti jika model pembelajaran van hiele dapat membantu siswa kelas IV SD membangun konsep segitiga. Penelitian Samiyati (2012) penerapan teori van hiele dapat meningkatkan hasil belajar siswa tentang volume kubus dan balok. Menurut penelitian Astuti (2015) perangkat pembelajaran geometri materi volume kubus dan balok berdasarkan teori van hiele memiliki kualitas yang baik, Selain itu, menurut penelitian Erdogan (2009), teori van Hiele memiliki dampak yang lebih baik jika dibandingkan dengan teori pembelajaran tradisional. Keempat penelitian tersebut menjadi acuan peneliti untuk mengembangkan prototipe perangkat pembelajaran kelas IV tentang bangun ruang sederhana, khususnya mengenai sifat-sifat bangun ruang sederhana (kubus dan balok) serta jaring-jaring kubus dan balok dengan menerapkan model pembelajaran van Hiele. Ada 3 perangkat pembelajaran yang peneliti kembangkan. Pembelajaran I tentang materi sifat-sifat bangun ruang kubus, pembelajaran II tentang materi sifat-sifat bangun ruang balok, dan pembelajaran III tentang materi jaring-jaring kubus dan balok.

Prototipe perangkat pembelajaran tersebut peneliti susun untuk menjawab permasalahan siswa di SD Negeri Sendangadi 2. Permasalahan yang ada ialah siswa belum paham tentang sifat-sifat kubus, sifat-sifat balok, jaring-jaring kubus dan jaring-jaring balok.

Prototipe perangkat pembelajaran tersebut peneliti kembangkan untuk menjawab kebutuhan guru yang memerlukan satu contoh model

(49)

pembelajaran yang dapat membantu siswa memahami materi geometri tentang bangun ruang sederhana. Peneliti menggunakan model pembelajaran van Hiele untuk membantu guru dalam menyampaikan materi bangun ruang sederhana.

Prototipe perangkat pembelajaran peneliti kembangkan dengan memperhatikan tingkat berpikir siswa kelas IV yang termasuk ke dalam level 1 yaitu analisis. Tujuannya adalah mengarahkan siswa untuk menemukan sifat-sifat dan bentuk bangun ruang sederhana. hal tersebut menjadi acuan bagi peneliti dalam menyusun RPP menggunakan lima fase

van Hiele yaitu: 1) fase informasi, 2) fase orientasi langsung, 3) fase

penjelasan, 4) fase orientasi bebas, dan 5) fase integrasi.

2.4 Pertanyaan Penelitian

Berdasakan teori di atas, maka dapat beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

2.4.2 Bagaimana proses pengembangan prototipe perangkat pembelajaran

geometri bangun ruang sederhana berdasarkan teori van Hiele untuk siswa kelas IV Sekolah Dasar?

2.4.3 Bagaimana kualitas prototipe perangkat pembelajaran geometri model van

Hiele dapat membantu siswa kelas IV memahami konsep bangun ruang

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan uraian tentang: jenis penelitian, setting penelitian, prosedur pengembangan, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah penelitian pengembangan produk atau penelitian Research and Development (R&D). Borg, W.R. dan Gall, M.D. (Setyosari, 2010: 194) mengungkapkan bahwa penelitian pengembangan merupakan penelitian untuk mengembangkan dan memvalidasi produk penelitian. Sugiyono (2011: 297) mengungkapkan bahwa “Research and Development merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan untuk menguji keefektifan dari produk tersebut”. Menurut Trianto ( 2010: 206) metode R&D merupakan jenis penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk dan prosedur baru yang diuji, dievaluasi, dan direvisi secara sistematis sampai menemukan produk yang dapat dipertanggung jawabkan.

Berdasarkan pengertian dari para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian Research and Development atau penelitian pengembangan merupakan jenis penelitian yang digunakan untuk menghasilkan dan menguji suatu produk. Melalui penelitian ini, peneliti akan mengembangkan sebuah produk yaitu prototipe berupa perangkat pembelajaran geometri materi bangun

(51)

ruang sederhana berdasarkan teori van Hiele untuk siswa kelas IV Sekolah Dasar dengan kesulitan memahami konsep matematika bangun ruang sederhana. Produk ini akan dikembangkan melalui prosedur-prosedur yang sesuai dengan metode penelitian pengembangan atau penelitian Research and

Development (R&D).

3.2 Setting Penelitian 3.2.1 Objek Penelitian

Objek pada penelitian pengembangan ini adalah prototipe berupa perangkat pembelajaran matematika berbasis teori pembelajaran van

Hiele. Perangkat pembelajaran ini merupakan sebuah buku yang

berisikan tentang perangkat pembelajaran (Silabus, RPP, LKS, dan Bahan ajar) sesuai dengan fase-fase van Hiele yaitu: fase informasi, fase orientasi langsung, fase penjelasan, fase orientasi bebas, dan fase integrasi.

3.2.2 Subjek Penelitian

Subjek ujicoba produk pada penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Sendangadi 2 pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016. Dengan jumlah siswa sebesar 11 laki-laki dengan jumlah 5 dan perempuan dengan 6.

3.2.3 Lokasi Penelitian

Penelitian R&D ini dilakukan di SDN Sendangadi 2 yang terletak di Sendangadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Sekolah ini notabennya adalah SD inklusi dan telah terakreditasi A.

(52)

3.2.4 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan selama tujuh bulan, terhitung mulai dari bulan April 2015 sampai Februari 2016.

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah penelitian Research

and Development, sehingga peneliti membuat rancangan penelitian sesuai

dengan langkah-langkah penelitian R&D. Langkah-langkah penelitian pengembangan atau penelitian R&D menurut Sugiyono, (2009: 408 - 427) antara lain:

3.3.1 Potensi dan Masalah

Potensi dan masalah merupakan hal yang mendasari dilakukannya suatu penelitian. Potensi merupakan hal-hal yang dapat digunakan, sedangkan masalah adalah penyimpangan antara sesuatu yang diharapkan dengan kenyataan yang terjadi.

3.3.2 Mengumpulkan Informasi

Peneliti perlu memperhatikan langkah-langkah mengumpulkan data/informasi yang meliputi usaha membatasi penelitian serta mengumpulkan informasi melalui metode-metode yang sesuai dengan permasalahan dan ketelitian tujuan.

3.3.3 Desain Produk

Desain produk dalam penelitian pengembangan harus diwujudkan dalam gambar ataupun bagan yang dapat memudahkan untuk membuat

(53)

dan menilainya. Selain itu, produk juga perlu disertai dengan mekanisme penggunaan, cara kerja, serta kelebihan dan kekurangannya.

3.3.4 Validasi Desain

Validasi desain merupakan langkah untuk menilai suatu rancangan produk yang dapat dilakukan dengan menghadirkan pakar atau tenaga ahli dan berpengalaman untuk menilai desain produk tersebut.

3.3.5 Revisi Desain

Perbaikan desain merupakan langkah memperbaiki desain produk yang telah divalidasi sebelumnya.

3.3.6 Ujicoba Produk

Ujicoba produk pada penelitian pengembangan diperlukan untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi sistem lama dengan sistem yang baru. Pengujian produk ini memerlukan eksperimen untuk membandingkan keadaan sebelum dan sesudah menggunakan sistem baru. Eksperimen juga dapat dilakukan dengan membandingkan dua kelompok yaitu kelompok yang menggunakan sistem baru atau dengan kelompok yang tetap menggunakan sistem lama.

3.3.7 Revisi Produk

Setelah dilakukan pengujian produk, maka peneliti dapat mengetahui kelemahan produk yang dikembangkan.

3.3.8 Ujicoba Pemakaian

Ujicoba pemakaian merupakan tahapan ujicoba produk pada kelompok yang lebih luas untuk kemudian memperoleh informasi sebagai dasar revisi produk.

(54)

3.3.9 Revisi Produk

Revisi produk perlu dilakukan jika dalam ujicoba produk yang lebih luas masih terdapat kekurangan dan kelemahan.

3.3.10 Pembuatan Produk Masal

Pembuatan produk masal dapat dilakukan bila produk telah dinyatakan efektif dalam beberapa kali pengujian.

Bagan 3.1 Langkah-Langkah Penelitian Menurut Sugiyono (2009: 409)

3.4 Prosedur Pengembangan

Berdasarkan langkah-langkah yang dikemukakan oleh Sugiyono tersebut, peneliti kemudian mengadaptasi, memodifikasi, dan menginovasi langkah-langkah tersebut untuk diimplementasikan dalam prosedur penelitian. Langkah-langkah penelitian pengembangan yang dilakukan oleh peneliti meliputi tahap yaitu kajian standar kompetensi dan standar kompetensi, studi pendahuluan dan analisis kebutuhan, pengembangan perangkat pembelajaran, pembuatan instrumen penelitian, dan validasi perangkat pembelajaran.

(55)

Langkah-langkah pengembangan yang akan dilakukan oleh peneliti dijabarkan dalam tahapan-tahapan berikut ini:

3.4.1 Potensi dan Masalah

Tahap pertama pada penelitian ini adalah dengan mencari potensi dan masalah di SD Negeri Sendangadi 2 menggunakan analisis kebutuhan. Analisis dan kebutuhan dilakukan dengan observasi di kelas IV saat pembelajaran matematika pada tanggal 14 April 2015 dan 16 April 2015, agar lebih yakin mengenai potensi dan masalah yang ada maka peneliti mengumpulkan informasi lebih lanjut.

3.4.2 Mengumpulkan Informasi

Peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara membagikan angket pra-penelitian kepada siswa kelas V tentang materi geometri bangun ruang sederhana, alasanya peneliti memilih siswa kelas V karena siswa kelas V sudah mendapatkan materi bangun ruang sederhana di kelas IV semester genap. Peneliti juga membagikan angket pra-penelitian kepada dua guru wali kelas IV di SDN Sendangadi 2 dan SDN Kadirojo. Data yang diperoleh akan digunakan peneliti untuk mengetahui kesulitan siswa dan membantu menentukan kebutuhan guru dalam pembelajaran geometri agar dapat menjadi acuan untuk merancang produk prototipe berupa perangkat pembelajaran geometri berdasarkan teori van Hiele.

3.4.3 Desain Produk

Produk yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah prototipe berupa perangkat pembelajaran matematika untuk siswa kelas

(56)

IV SD. Prototipe terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama: a) tentang kekhasan tingkat berpikir dalam belajar geometri berdasarkan van

Hiele, b) lima fase dalam pembelajaran van Hiele, c) proses

pembelajaran menggunakan model pembelajaran van Hiele. Bagian kedua berisi silabus dan 3 RPP tentang materi sifat-sifat kubus serta balok dan jaring–jaring kubus serta balok. Bagian ketiga berisi LKS untuk pembelajaran 1 materi sifat-sifat bangun ruang kubus, pembelajaran 2 materi sifat-sifat bangun ruang balok, dan pembelajaran 3 materi jaring-jaring kubus dan balok.

3.4.4 Validasi Desain

Desain produk tersebut akan divalidasi dengan cara memberikan angket kepada satu pakar ahli yang berlatar belakang seorang dosen matematika dan satu guru sekolah dasar wali kelas IV.

3.4.5 Revisi Desain

Revisi desan dilakukan setelah mendapatkan kritik dan saran dari pakar ahli dan guru, setelah itu peneliti melakukan revisi produk yang dibuat berdasarkan hasil validasi pakar ahli. Tahap revisi dilakukan untuk memperbaiki kekurangan dari produk.

3.4.6 Ujicoba Produk

Setelah melewati tahap revisi kemudian perangkat pembelajaran di ujicobakan terbatas. Ujicoba terbatas dilakukan di SDN Sendangadi 2 pada siswa kelas IV. Implementasi produk ini bertujuan untuk meyakinkan peneliti terhadap perangkat pembelajaran yang dibuat dapat layak digunakan di sekolah.

(57)

Bagan 3.2 Langkah-Langkah Penelitian yang Diterapkan

3.5 Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian yang berupa lembar observasi, angket pra-penelitian, angket validasi pra-penelitian, angket validasi produk, dan tes.

3.5.1 Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan pada saat peneliti melakukan pengamatan pra-penelitian di kelas IV SDN Sendangadi 2. Lembar observasi fungsinya untuk mengetahui kondisi dan permasalahan yang terjadi di dalam pembelajaran geometri bangun ruang sederhana. Kisi-kisi lembar observasi sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Lembar Observasi

No Aspek Nomor

item

Skor (pertanyaan)

1 Media pembelajaran

1 1. Penggunaan media dalam pembelajaran

2

Metode pembelajaran

2 2. Penerapan metode pembelajaran tertentu untuk membantu siswa dalam memahami materi

3

Model pembelajaran

3 3. Penerapan model pembelajaran tertentu untuk membantu siswa dalam memahami materi

4

Kesulitan 4 4. Kesulitan yang sering muncul pada siswa

(58)

3.5.2 Angket Pra-Penelitian untuk Guru

Angket pra-penelitian diberikan kepada guru untuk mengetahui kondisi dan permasalahan yang terjadi di dalam pembelajaran geometri bangun ruang sederhana.

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Angket Pra-Penelitian untuk Guru

No Aspek Nomor Item Skor (pertanyaan) 1. Cara guru mengajarkan sifat-sifat bangun ruang sederhana (kubus balok) kepada siswa. 1-4

Apakah Bapak/ Ibu pernah menggunakan metode pembelajaran tertentu untuk membantu siswa dalam memahami sifat-sifat bangun ruang sederhana?

Apakah Bapak/ Ibu pernah menggunakan model pembelajaran tertentu untuk membantu siswa dalam memahami sifat-sifat bangun ruang sederhana?

Apakah Bapak/ Ibu dalam mengajarkan materi sifat-sifat bangun ruang sederhana menggunakan media?

Kesulitan apa yang sering muncul pada siswa saat mempelajari sifat-sifat bangun ruang sederhana? 2. Cara guru mengajarkan sifat-sifat bangun ruang sederhana (kubus balok) kepada siswa 5-8

Apakah Bapak/ Ibu pernah menggunakan metode pembelajaran tertentu untuk membantu siswa dalam memahami jaring-jaring bangun ruang sederhana?

Apakah Bapak/ Ibu pernah menggunakan model pembelajaran tertentu untuk membantu siswa dalam memahami jaring-jaring bangun ruang sederhana?

Apakah Bapak/ Ibu dalam mengajarkan materi jaring-jaring bangun ruang sederhana menggunakan media?

Kesulitan apa yang sering muncul pada siswa saat mempelajari jaring-jaring bangun ruang sederhana?

Gambar

Gambar 2.1 Kubus
Gambar 2.3 Balok
Gambar 2.5 Tingkat-tingkat pemikiran geometris van Hiele  2.1.2.3 Lima Fase Tahapan Pembelajaran van Hiele
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Lembar Observasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

maupun aset logik, namun masih banyak kejadian ancaman yang belum memiliki kontrol pencegahan dan kontrol deteksi dikarenakan kejadian ancaman tersebut belum pernah terjadi dan

[r]

Organisasi psikologis adalah tujuan akhir pertumbuhan dan perkembangan dari funsi dan dasar biologis.sehingga kemudian timbul usaha untuk menrangkan hubungan antara proses-

The stem structure consist of epidermal (one layer), cortex (7-8 cell layers), extra xilary fiber (I-2 cell layers) and vascular bundles (amphicribral type) in three circum-ference.

yang mengikuti semua standarisasi peralatan listrik seperti cara penggambaran dan kode- kode pengaman dalam pemasangannya, maka menjadi tanggung jawab kita untuk. menggunakan

Denagan aneka makanan dan minuman yang enak dan segar dengan harga yang bias dicapai oleh semua golongan masyarakat sehingga hal tersebutlah yang menyebabkan ketertarikan saya

“ STUDI DESKRIPTIF MENGENAI SUBJECTIVE WELLBEING PADA LANSIA PENDERITA PENYAKIT KRONIS YANG MENGIKUTI PROLANIS DI PUSKESMAS ‘X’ KOTA BANDUNG “. Universitas Kristen