• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Sebelumnya (State of the Art)

Sebuah penelitian yang kritis dapat menjadi dasar pembuatan suatu artikel ilmiah, asalkan tinjauan tersebut sudah melampaui tahapan memperhatikan dan memberitahu ke suatu analisis yang tajam mengenai penelitian sebelumnya untuk pokok bahasan yang bersangkutan.

Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya No. Judul / Penulis Metode Penelitian Temuan Kesimpulan 1. Judul: Selling Global Seoul: Competitive Urban Policyand Symbolic Reconstructio n of Cities Nama: Blaz Kriznik (2011) Universitas: University of Seoul Metode: Kualitatif Analisa: Simbolik Meneliti tentang gambar atau makna dari tempat yang ada dan sengaja diubah dengan tujuan menarik investasi baru dan wisatawan ke kota Hasilnya adalah sangat mudah dipasarkan, dan citra yang mudah di pakai atau makna tempat yang mudah diingat. 2. Judul: The Semiotic Conception of Brand and the Traditional Marketing View Nama: Fernando Pinto Santos (2012) Universitas: Irish Academy of Management Metode: Kualitatif Analisa: Semiotik Dalam penelitian ini menyajikan tentang untuk lebih mengembangka n penggunaan sumber daya semiotik di bidang manajemen merek. Hasil dari penelitian ini adalah pandangan semiotik tentang merek setelah dianalisa mirip dengan konsep pemasaran yang disajikan dari identitas, komunikasi, citra dan penempatan.

(2)

No. Judul / Penulis Metode Penelitian Temuan Kesimpulan 3. Judul: Visible language Nama: Mike Zender (2013) Universitas: University of Cincinnati Metode: percampuran Kuantitatif dan Kualitatif Analisa: Visual Penelitian ini menyajikan tentang studi tentang peran simbol bermain di kontruksi sebuah ikon. Mereka percaya bahwa mereka telah menunjukan bahwa ikon mewujudkan beberapa simbol, dan bahwa interaksi simbol tersebut membangkitkan konsep tertentu dalam pikiran orang. 4. Judul: Sign Language Studies Nama: Gineke Ten Holt (2009) Universitas: University of Technology Metode: Kualitatif Analisa: Material Penelitian ini menyajikan tentang penyelidikan distribusi informasi yang terkandung didalam tanda. Gerakan adalah yang paling mencakup semua. Gerakan adalah tanda yang paling banyak berkontribusi dan paling luas. 5. Judul: Thinking The Thoughts They do Symbolism and Meaning in The Costumer Experience of the “British pub” Nama: Ian Clarke (2011) Universitas: Durham University Business School Metode: Kualitatif Analisa: Semiotik Penelitian ini mengulas tentang pentingnya suatu penilaian dari makna simbolis dari “pub” Hasilnya adalah pub dengan identitas yang sama tetap berkembang biak tanpa adanya material-material yang seharusnya ada dalam pub.

(3)

No. Judul / Penulis Metode Penelitian Temuan Kesimpulan 6. Judul: Overview Smart Hotel di Indonesia Yang Merupakan Trend Baru Dalam Industri Perhotelan Nama: Maria Pia Adiati Universitas: Trisakti Metode: Kualitatif Perkembangan smart hotel di Indonesia sudah berkembang banyak dan menjadi tren yang menjadi acuan hotel-hotel di Indonesia

Dari sisi tamu, tentu saja hal ini merupakan alternatif yang menguntungkan karena travelers bisa bepergian dengan budget yang hemat. Dari sisi orang yang melakukan perjalanan (baik untuk bisnis atupun untuk berwisata), dengan adanya smart hotel, mendorong orang-orang untuk tertarik melakukan perjalanan.

Pada tabel pertama penelitian yang berjudul Selling Global Seoul: Competitive Urban Policyand Symbolic Reconstruction of Cities menjelaskan tentang gambar atau makna dari tempat yang ada sengaja diubah dengan tujuan untuk menarik investasi baru atau wisatawan ke kota tertentu. Cheonggyecheon berletak di pusat kota Seoul, agar tidak kalah dengan pesaing di kota-kota lain, Cheonggyecheon mengusulkan untuk rekontruksi simbolik agar mempengaruhi perkembangan pariwisata, dengan menyediakan gambar yang mudah dipasarkan dan makna yang mudah dikonsumsi oleh publik.

Pada tabel kedua penelitian yang berjudul The Semiotic Conception of Brand and the Traditional Marketing View mengulas tentang pengembangan penggunaan sumber daya semiotik di bidang manajemen merek dengan menjelajahi beberapa konsep pemasaran tradisional dengan latar belakang semiotik. Dengan menyatukan teori semiotik dengan konseptualisasi, suatu merek dapat menggambarkan sifat dinamis dan bagaimana mereka menghasilkan representasi.

(4)

Pada tabel ketiga pada jurnal yang berjudul Visible Language mengulas tentang kenyataan bahwa ikon yang selama ini banyak diandalkan desainer untuk komunikasi, ternyata memiliki beberapa prinsip untuk desain ikon. Jurnal ini menyajikan studi tentang peran simbol yang bermain di konstruksi makna dari ikon tersebut.

Untuk lebih memahami bagaimana ikon multi simbol bekerja, di jurnal ini melakukan penelitian untuk menyelidiki dampak dari perubahan simbol dalam ikon pada konstruksi makna. Jurnal ini bertujuan untuk meningkatkan desain ikon sehingga bisa dipahami lebih akurat. Maksud lain dari penelitian ini adalah bahwa penambahan simbol untuk ikon, lebih dapat meningkatkan pemahaman ikon.

Berdasarkan jurnal-jurnal sebelumnya, hubungan dengan skripsi ini hasil atau kesimpulannya adalah setiap simbol yang dimiliki sebuah tempat pasti pempunyai arti dan makna tersendiri yang terkandung didalamnya. Makna tersebut tidak bisa diungkapkan secara verbal, karena yang diungkapkan dari jurnal-jurnal ini adalah bersifat non verbal.

Harus orang lain yang melihat dan mengalaminya sendiri baru bisa mengartikannya, karena persepsi setiap orang berbeda-beda. Pengertiannya pun tidak sama, karena setiap orang mempunyai deskripsi sendiri terhadap apa yang dia lihat.

Sama halnya dengan di area lobi hotel Blue Sky, tidak semua orang menganggap hotel itu adalah berkonsepkan smart hotel, walaupun sudah ada benda-benda yang merepresentasikannya seperti bangunan di area lobi yang 50 persennya adalah kaca dan kuantiti kursi juga barang-barang yang sedikit.

2.2 Landasan Konseptual 2.2.1 Teori Interaksi Simbolik

Manusia termotivasi untuk bertindak berdasarkan makna yang diberikan kepada orang lain, benda, dan juga peristiwa. Makna-makna yang diberikan, dibuat dalam bahasa yang digunakan orang lain juga, baik dalam berkomunikasi dengan orang lain maupun diri sendiri, atau juga bisa di dalam pemikiran pribadinya.

Sangat mungkin sebuah bahasa bisa mengembangkan perasaan mengenai diri sendiri dan juga untuk berinteraksi dengan orang lainnya dalam sebuah komunitas atau kelompok. Dalam buku West dan Turner memaparkan bahwa LaRossa dan Reitzes telah mempelajari bahwa teori interaksi simbolik melibatkan tiga tema besar

(5)

yang salah satunya adalah tema bagaimana pentingnya makna bagi perilaku manusia yang penjelasannya adalah sebagai berikut:

Teori interaksi simbolik percaya bahwa seseorang membentuk sebuah makna melalui proses komunikasi karena makna tidak bersifat intrinsik atau membangun karya-karya sastra terhadap apapun. Bahkan tujuan dari interaksi itu, menurut interaksi simbolik adalah untuk membuat makna yang sama.

Hal ini penting karena tanpa makna yang sama, berkomunikasi akan menjadi sangat sulit, atau bahkan sama sekali tidak mungkin. Sering kali kita beramsumsi bahwa kita dan mitra sepakat akan sebuah makna dan kemudian menyadari bahwa kita keliru. Sering kali kita dapat menganggap orang mempunyai makna yang sama dalam pembicaraan.

Asumsi yang diambil dari karya Herbert Blumer ini antara lain:

a. Manusia bertindak terhadap orang lain atas dasar makna yang diberikan orang lain pada mereka.

b. Makna diciptakan dalam interaksi antara manusia c. Makna adalah modifikasi atas proses penafsiran

Jadi makna itu tercipta dari interaksi antara dua manusia (West dan Turner, 2007: 96).

Ada sebuah asumsi tentang manusia yang bertindak terhadap orang lain berdasarkan makna yang diberikan orang lain tersebut berikan kepada dia. Hal ini menjelaskan perilaku yang terjadi dari pemikiran dan perilaku yang dilakukan secara sadar antara rangsangan dan respon manusia kepada rangsangan itu sendiri. Teori interaksi simbolik seperti karya Herbert Blumer, dia memfokuskan perhatiannya terhadap makna yang ada di balik dibalik sebuah perilaku (West dan Turner, 2007: 96).

Sebuah makna yang diberikan kepada simbol adalah produk dari interaksi sosial dan akan memperlakukan makna tertentu untuk simbol yang lebih spesifik. Contoh, di Amerika Serikat umumnya menghubungkan cincin perkawinan dengan cinta dan komitmen. Cincin itu adalah simbol ikatan emosional yang sah, dan kebanyakan orang menganggap simbol dengan konotasi yang positif. Bagaimanapun juga terkadang orang melihat pernikahan sebagai institusi yang bisa menekan suatu hubungan (West dan Turner, 2007: 97).

Dalam buku West dan Turner memaparkan bahwa, makna itu hanya dapat ada ketika orang-orang memiliki interpretasi yang sama mengenai simbol yang

(6)

mereka tukarkan dalam sebuah interaksi. Penjelasan Blummer mengatakan bahwa, terdapat tiga pendekatan untuk melihat asal dari makna tersebut.

Pendekatan pertama mengatakan bahwa makna adalah sesuatu yang bersifat intrinsik dari suatu benda. Contohnya orang berpendapat bahwa kursi hanyalah sebuah kursi, dan pengartian kalimat tersebut berasal dari kalimat itu juga (West dan Turner, 2007: 97).

Pendekatan yang kedua adalah makna yang sesungguhnya, dilihat dari sudut seseorang dan untuk siapa benda atau sesuatu itu bermakna. Hal ini mendukung bahwa pemikiran tentang makna tersebut ada di dalam diri dia sendiri, bukan di dalam sebuah benda (West dan Turner, 2007: 97). Pendekatan yang ketiga, makna adalah produk atau ciptaan yang dibentuk melalui pendefinisian aktivitas manusia ketika mereka berinteraksi (West dan Turner, 2007: 98).

Makna adalah sesuatu yang dimodifikasikan melalui proses interpretif. Proses interpretif ini memiliki dua langkah. Pertama para pelaku menentukan benda-benda yang juga mempunyai makna, dan bagian dari proses ini pasti terdiri atas orang yang terlibat di dalam komunikasi dengan dirinya sendiri. Langkah kedua adalah melibatkan si pelaku untuk memilih, mengecek, dan melakukan transformasi makna di dalam konteks di mana dia berada (West dan Turner, 2007: 99).

2.2.2 Model Komunikasi Schramm

Komunikasi dianggap sebagai interaksi dengan kedua pihak yang menjadi (encode) – menafsirkan (interpret) – menyandi ulang (decode) – mentransmisikan (transmit) – dan menerima sinyal (signal). Ulasan dalam buku (Steinberg, 2007: 55) Schramm sadar bahwa, agar pesan dapat dipahami oleh penerima sesuai dengan yang dikehendaki oleh komunikator, para peserta harus berbagi bahasa yang sama, latar belakang dan budaya yang sama.

Schramm menunjukkan bahwa jika orang tidak memilika latar belakang, noise (seperti prasangka internal) dapat menyebabkan kesalah pahaman atau interpretasi yang berbeda dari pesan oleh para peserta. Oleh karena itu, penting untuk membuat ketentuan untuk umpan balik dalam model komunikasi.

Dalam deskripsi modelnya, Schramm mengatakan bahwa “umpan balik itu memberitahu kita bagaimana pesan kita sedang ditafsirkan”. Schramm dan teori lain yang mengikuti pendekatan ini tidak percaya bahwa hanya ada satu makna yang

(7)

sesungguhnya untuk pesan. Makna itu ditentukan oleh orang yang menafsirkannya (Steinberg, 2007: 55).

Dalam buku (Narula, 2006: 30), menjelaskan bahwa dalam model Schramm tahun 70an, dia telah berfokus dengan efek dari komunikasi di penerimanya. Menurutnya, penonton adalah mitra penuh dalam proses komunikasi. Schramm berpendapat bahwa perubahan paling dramatis dalam teori komunikasi umum dalam 40 tahun terakhir telah ditinggalkannya yaitu gagasan bahwa penonton itu pasif. Bahwasanya penonton adalah mitra penuh dalam proses komunikasi. Schramm mendukung pernyataan tersebut dengan model komunikasi seperti berikut:

Gambar 2.1 Model Komunikasi Schramm

2.2.3 Komunikasi

Komunikasi berasal dari bahasa latin yang berarti pemberitahuan atau pertukaran pikiran. Jadi secara garis besar dalam suatu proses komunikasi haruslah terdapat unsur-unsur kesamaan makna agar terjadi suatau pertukaran pikiran dan pengertian antara komunikator atau penyebar pesan dan komunikan atau penerima pesan.

(8)

Komunikasi berawal dari gagasan yang ada pada seseorang. Gagasan itu diolahnya menjadi pesan dan dikirim melalui media tertentu kepada orang lain sebagai penerima. Penerima menerima pesan, dan sesudah mengerti isi pesan itu kemudian menanggapi dan menyampaikan tanggapannya kepada pengirim pesan.

Dengan menerima tanggapan dari si penerima pesan itu, pengirim pesan dapat menilai efektifitas pesan yang dikirimkannya. Berdasarkan tanggapan itu, pengirim dapat mengetahui apakah pesannya dimengerti dan sejauh mana pesannya dimengerti oleh orang yang dikirimi pesan tersebut (Hardjana, 2007: 11).

Dari proses terjadinya komunikasi itu, secara teknis pelaksanaan, komunikasi dapat dirumuskan sebagai kegiatan di mana seseorang menyampaikan pesan melalui media tertentu kepada orang lain dan sesudah menerima pesan serta memahami sejauh kemampuannya, penerima pesan menyampaikan tanggapan melalui media tertentu pula kepada orang yang menyampaikan pesan itu kepadanya (Hardjana, 2007: 11).

Dalam komunikasi terjadilah pertukaran kata dengan arti dan makna tertentu. Dari sudut pandang pertukaran makna, komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian makna dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui media tertentu. Pertukaran makna merupakan inti yang terdalam dari kegiatan komunikasi karena yang disampaikan orang dalam komunikasi bukan kata-kata, tetapi arti atau makna dari kata-kata.

Yang ditanggapi orang dalam komunikasi bukan kata-kata, tetapi makna dari kata-kata. Karena merupakan interaksi, komunikasi merupakan kegiatan yang dinamis. Selama komunikasi berlangsung, baik pada pengirim maupun pada penerima, terus-menerus terjadi saling memberi dan menerima pengaruh dan dampak dari komunikasi tersebut (Hardjana, 2007: 11).

Sebagai pertukaran makna, komunikasi bersifat unik dan tidak dapat diulangi persis dan sama. Karena, meski orang yang berkomunikasi sama, isi dan maksudnya sama, namun bila diulang, waktu, situasi, dan keadaan batin orang yang berkomunikasi sudah berbeda (Hardjana, 2007: 12).

Karena itu, dalam setiap komunikasi, baik bagi orang yang mengirim maupun yang menerima, dampaknya tidak dapat dihilangkan karena mereka tidak dapat mencabut kata yang sudah mereka ucapkan dan mengganti dampak yang diakibatkannya. Mereka hanya dapat mengubah kata-katanya saja (Hardjana, 2007: 12).

(9)

Proses komunikasi dapat diartikan sebagai transfer informasi atau pesan dari pengirim pesan sebagai komunikator dan kepada penerima sebagai komunikan. Dalam proses komunikasi tersebut bertujuan untuk mencapai saling pengertian antara kedua belah pihak yang terlibat dalam proses komunikasi.

Dalam proses komunikasi, komunikator mengirimkan pesan atau informasi kepada komunikan sebagai sasaran komunikasi. Laswell memaparkan bahwa komunikasi adalah proses yang menggambarkan siapa mengatakan apa dengan cara apa, kepada siapa dengan efek apa (Suprapto, 2009: 5).

Dalam komunikasi terdapat tujuh unsur pokok yaitu pihak yang mengawali komunikasi, pesan yang dikomunikasikan, saluran yang digunakan untuk berkomunikasi dan gangguan-gangguan yang terjadi pada waktu komunikasi dilakukan, situasi ketika komunikasi dilakukan, pihak yang menerima pesan, umpan balik dan dampak.

a. Pihak yang mengawali yaitu pihak yang mengawali komunikasi mengirim pesan. Karena itu, kita sebut pengirim (sender). Pengirim ini menjadi asal atau sumber pesan. Maka, disebut sumber (source). Pengirim adalah orang yang masuk ke dalam hubungan, baik intrapersonal dengan diri sendiri, interpersonal dengan orang lain, dalam kelompok kecil, atau dalam kelompok besar.

Sebelum masuk ke proses komunikasi dengan orang lain, di dalam pikiran pengirim terjadi semacam rangsangan atau stimulus. Rangsangan itu dapat terjadi karena faktor di luar dirinya maupun karena hasil pengolahan isi pikiran yang ada di dalam benaknya. Peristiwa rangsangan dan pengolahan isi di dalam pikiran itu menimbulkan kebutuhan pada diri pengirim dan mendorongnya untuk menyampaikan perasaan atau gagasannya kepada orang lain (Hardjana, 2007: 13). b. Pesan yang dikomunikasikan adalah pesan yang berarti dan informatif. Arti dapat

bersifat material seperti bahan bangunan, ekonomis seperti produk atau jasa, estetis seperti barang seni. Informatif bila pesan itu mengandung peristiwa, data, fakta, atau penjelasannya. Pesan itu disampaikan untuk menghibur, memberi inspirasi, memberi informasi, meyakinkan atau mengajak untuk berbuat sesuatu. Agar dapat diterima dengan baik dan mendatangkan hasil yang diinginkan, entah secara verbal atau nonverbal pesan itu dirumuskan dalam bentuk yang tepat, disesuaikan, dipertimbangkan berdasarkan keadaan penerima, hubungan pengirim dan penerima, dan dengan situasi waktu komunikasi dilakukan (Hardjana, 2007: 14).

(10)

c. Dalam saluran komunikasi setelah dikemas, pesan dapat disampaikan melalui saluran (channel) atau media. Pengirim dapat memilih media lisan (oral), tertulis (written), atau elektronik. Media lisan adalah pesan yang disampaikan melalui media lisan dapat dilaksanakan dengan menyampaikan sendiri melalui telepon, mesin dikte, atau videotape.

Penerima bisa seorang diri, kelompok kecil, kelompok besar, atau massa. Media tertulis adalah pesan yang disampaikan secara tertulis dapat disampaikan melalui surat, memo, laporan, selebaran, catatan, poster, gambar, grafik, dan lain-lain. Dalam media elektronik pesan yang disampaikan secara elektronik dilakukan melalui faksimili, e-mail, radio, dan televisi (Hardjana, 2007: 15).

d. Dalam gangguan komunikasi, penggunaan media untuk menyampaikan pesan dapat mengalami gangguan, yang dalam bahasa Inggris disebut noise. Gangguan adalah segala sesuatu yang menghambat atau mengurangi kemampuan kita untuk mengirim dan menerima pesan. Gangguan komunikasi itu meliputi, misalnya suara yang terlalu keras, bau menyengat, udara panas, prasangka, lamunan, dan perasaan tidak cakap (Hardjana, 2007: 16)

e. Situasi komunikasi terjadi pada situasi , tempat, waktu, cuaca, iklim, dan keadaan alam serta psikologis tertantu. Situasi merupakan konteks atau panggung serta arena tempat komunikasi terjadi. Situasi itu dapat alamiah, terjadi dengan sendirinya, atau direkayasa terjadi karena dibuat manusia. Situasi itu dapat resmi-formal, tetapi juga dapat tidak resmi-informal.

Situasi dapat mempengaruhi jalannya komunikasi dan tentu saja hasilnya. Sebab situasi dapat membuat pihak-pihak yang berkomunikasi dapat berperilaku wajar atau tidak wajar, bisa karena minder, tidak percaya diri, takut, gemetar, berkeringat, atau terlalu merasa percaya diri. Karena itu, pada waktu berkomunikasi dengan orang lain, kita tidak hanya mempertimbangkan isi dan cara menyampaikan, tetapi juga situasi ketika komunikasi akan kita sampaikan (Hardjana, 2007: 17).

f. Pihak yang menerima pesan adalah rekan (partner) dalam komunikasi. Pihak yang menerima pesan disebut penerima (receiver). Penerima menerima pesan melalui indranya terutama telinga dan mata. Begitu menerima kode, tanda, lambang, verbal maupun non verbal, penerima membuka pintu ingatan (memory) dalam benaknya.

(11)

Kumpulan ingatan itu merupakan akumulasi warisan budaya, pendidikan, lingkungan, prasangka. Jika tidak diganggu oleh gangguan-gangguan komunikasi, berdasarkan ingatannya itu, penerima dapat menafsirkan dan menerjemahkan pesan yang diterimanya.

Dari hasil penafsiran dan penerjemahan pesan itu, pengertian pengiriman dan penerima dapat sama. Jika sama, maka penafsiran dan penerjemahan penerima benar dan maksud pengirim tercapai. Jika berbeda sedikit, dan maksud pengirim tercapai meski tidak sepenuhnya. Jika berbeda, maka penafsiran dan penerjemahan penerima salah dan maksud pengirim tidak tercapai. Jika perbedaan besar, maka kesalahan besar dan maksud pengirim amat jauh dari pencapaiannya (Hardjana, 2007: 17).

g. Umpan balik (feedback) merupakan tanggapan penerima terhadap pesan yang diterima dari pengirim. Umpan balik dapat berupa tanggapan verbal atau non verbal. Dipandang dari efektifitas komunikasi dan akibat komunikasi pada penerima, umpan balik dapat menjadi negatif dan positif.

Umpan balik negatif adalah umpan balik yang menunjukkan bahwa penerima pesan tidak dapat menerima dengan baik pesan yang diterimanya. Umpan balik negatif dapat benar dan salah. Umpan balik negatif dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pengirim pesan untuk memperbaiki isi dan cara penyampaian pesan, atau membatalkan pesan sama sekali.

Umpan balik positif, bila tanggapan penerima menunjukkan kesediaan untuk menerima dan mengerti pesan dengan baik serta memberi tanggapan sebagaimana diinginkan oleh pengirim. Umpan balik positif membuat komunikasi bisa berlanjut, dan hubungan antara pengirim dan penerima tetap atau bertambah baik. Baru sesudah umpan balik diterima oleh pengirim itulah komunikasi secara penuh terjadi (Hardjana, 2007: 18).

Dalam komunikasi penuh, secara bergantian peran penerima pesan berubah menjadi pengirim pesan, dan pengirim pesan berubah menjadi penerima pesan. Akibat pesan yang disampaikan, saluran yang digunakan serta situasi komunikasi ikut berubah-ubah pula. Komunikasi merupakan proses yang dinamis dan mendatangkan dampak bagi pengirim maupun penerima (Hardjana, 2007: 19).

Ada tiga pengertian komunikasi, yaitu pengertian secara atimologis, terminologis, dan paradigmatis.

(12)

a. Secara etimologis, komunikasi dipelajari menurut asal-usul kata, yaitu komunikasi berasal dari bahasa latin yang berarti sama makna mengenai sesuatu hal yang dikomunikasikan.

b. Secara terminologis, komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.

c. Secara paradigmatis, komunikasi berarti pola yang meliputi sejumlah komponen yang berkolerasi satu sama lain secara fungsional untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Suprapto, 2009: 5).

Dalam proses komunikasi, sebelum komunikasi dapat terjadi, dibutuhkan suatu tujuan yang terekspresikan sebagai pesan untuk disampaikan. Pesan tersebut disampaikan dari seorang pengirim kepada seorang penerima. Lalu disandikan dan diubah menjadi suatu bentuk simbolis dan dialihkan melalui perantara (saluran) kepada penerima, yang lalu menerjemahkan ulang (membaca sandi) pesan yang diberikan oleh pengirim. Hasilnya adalah transfer makna dari satu orang kepada orang lain.

Dalam proses komunikasi terdapat bagian-bagian penting didalamnya yang meliputi: pengirim, penyandian, pesan, saluran, penerjemahan sandi, penerima, gangguan, dan umpan balik. Pengirim mengirimkan sebuah pesan dengan cara menyadikan pemikirannya. Pesan tersebut adalah produk fisik aktual dari penyandian oleh pengirim.

Ketika kita berbicara, pembicara tersebut adalah pesan. Ketika kita menulis, tulisan kita adalah pesan. Ketika kita memberikan gerak isyarat, gerakan-gerakan lengan kita dan ekspresi wajah kita adalah pesan. Saluran merupakan perantara yang dipakai pesan dalam menempuh perjalanan. Saluran tersebut dipilih oleh pengirim, yang menentukan apakah ia hendak mengunakan saluran yang formal atau informal.

Saluran formal disediakan oleh organisasi dan berfungsi sebagai penyampai pesan-pesan yang berhubungan dengan aktivitas dari para anggotanya. Berbagai bentuk pesan lain, seperti pesan pribadi, atau sosial, menggunakan saluran informal. Dalam organisasi, penerima adalah obyek yang menjadi sasaran dari pesan itu. Tetapi sebelum pesan itu dapat diterima, simbol-simbol di dalamnya harus diterjemahkan menjadi bentuk yang dapat dipahami oleh penerima. Langkah ini disebut penerjemahan sandi dalam pesan.

(13)

Gangguan mewakili berbagai hambatan komunikasi yang mengacaukan kejelasan pesan. Contoh gangguan meliputi masalah persepsi, muatan informasi yang berlebihan, kesulitan-kesulitan semantik, atau perbedaan kultural.

Terakhir adalah umpan balik. Umpan balik adalah sarana pengecekan mengenai seberapa berhasil kita telah menyampaikan pesan kita seperti yang dimaksudkan pada awalnya. Hal ini menentukan apakah pemahaman telah tercapai atau belum (Robbins dan Judge, 2008: 6).

Dalam menyusun strategi komunikasi, sponsor harus menentukan tujuan komunikasi yang utama. Hal ini mungkin mencakup menciptakan kesadaran akan adanya pelayanan, mempromosikan penjualan produk, mendorong atau mengurangi minat terhadap praktik-praktik tertentu, menarik orang untuk menjadi pelanggan, menciptakan nama baik, dan berbagai tujuan komunikasi lainnya (Schiffman dan Kanuk, 2008: 264).

Komponen strategi komunikasi yang penting adalah memilih audien yang tepat. Penting diingat bahwa audien terdiri dari para individu dalam banyak hal, individu dalam jumlah yang besar. Karena setiap individu mempunyai sifat-sifat , karakter, kepentingan, kebutuhan, pengalaman dan pengetahuan sendiri. Pengirim pesan perlu membagi atau melakukan segmentasi audien kedalam berbagai kategori yang homogen dari sudut beberapa karakteristik yang relevan.

Segmentasi memungkinkan pengirim pesan menciptakan pesan-pesan khusus untuk setiap kelompok yang dibidik dan memuatnya dalam media tertentu yang dilihat atau didengar oleh setiap kategori yang dibidik.

Pemasar tidak mungkin hanya membuat satu macam pesan saja yang dapat sekaligus menarik perhatian seluruh audien. Usaha untuk menggunakan daya tarik secara universal yang disusun dalam bahasa sederhana yang dapat dimengerti oleh setiap orang selalu menghasilkan iklan-iklan yang tidak sukses dan hanya sedikit menarik orang (Schiffman dan Kanuk, 2008: 264).

Perusahaan yang mempunyai berbagai audien kadang-kadang merasa ada gunanya juga menyusun strategi komunikasi yang terdiri dari pesan-pesan komunikasi yang menyeluruh atau yang memayungi semua audien mereka. Setelah ini mereka mengeluarkan serangkaian pesan yang ada hubungannya dan ditargetkan secara langsung pada minat-minat khusus berbagai segmen individual.

Untuk memelihara komunikasi yang positif dengan semua publik mereka, kebanyakan perusahaan besar mempekerjakan para penasihat hubungan masyarakat

(14)

untuk memberikan informasi yang dibutuhkan atau menguntungkan mengenai perusahaan dan menghilangkan informasi yang tidak menguntungkan (Schiffman dan Kanuk, 2008: 264).

Pesan merupakan pemikiran, gagasan, sikap, citra, atau informasi lain yang ingin disamaikan pengirim kepada audien yang diharapkan. Dalam usaha menyusun (encode) pesan itu dalam bentuk yang akan memungkinkan audien memahami artinya yang tepat, pengirim pesan harus mengetahui dengan tepat apa yang ingin dikatakannya dan apa tujuannya dan apa yang diharapkan akan dicapai dengan pesan itu.

Pengirim juga harus mengetahui karakteristik pribadi audien yang ditargetkan dari sudut pendidikan, minat, kebutuhan, dan bidang pengalaman. Kemudian pengirim harus merancang strategi pesan melalui kata-kata dan gambar-gambar yang dapat diterima dan ditafsirkan secara tepat oleh audien yang ditargetkan (Schiffman dan Kanuk, 2008: 268).

Stimuli non verbal seperti berbagai foto dan gambar cenderung memperkuat argumen pesan verbal. Sejumlah studi berusaha memanipulasi perbandingan informasi visual dan verbal yang digunakan dalam iklan-iklan cetak untuk menentukan dampak relatifnya pada ingatan dan persuasi, tetapi temuan-temuannya tidak menyakinkan.

Untuk beberapa kasus, teks iklan saja dapat menghasilkan penilaian yang baik dari para konsumen daripada teks iklan yang disertai gambar, dan ada juga pada kasus lain yang terjadi sebaliknya. Suatu studi menemukan bahwa jika informasi verbal kurang menimbulkan kesan, maka dengan memasukkan contoh-contoh visual dalam iklan dapat meningkatkan ingatan konsumen pada informasi verbal (Schiffman dan Kanuk, 2008: 268).

Para peneliti mempelajari semantik dalam pesan-pesan iklan dan sintaksis (struktur kalimat) nya. Sebagai contoh, suatu studi menemukan bahwa iklan-iklan yang menggunakan sintaksis sederhana lebih mudah diingat, terlepas dari kuatnya argumen, daripada iklan-iklan yang menggunakan struktur kalimat yang lebih kompleks (Schiffman dan Kanuk, 2008: 269).

Begitu pula dengan Hotel Blue Sky, mereka ingin menyampaikan konsep smart hotel terhadap pengunjung mereka. Gagasan itu juga melalui sebuah perantara yang dimana perantara itu adalah obyek-obyek dan desain di lobi hotel tersebut, yang nantinya akan diterima oleh pengunjung.

(15)

2.2.4 Komunikasi Interpersonal

Sebagai makhluk sosial, kita merasa perlu berhubungan dengan orang lain. Kita memerlukan hubungan dan ikatan emosional dengan mereka. Kita memerlukan pengakuan mereka atas keberadaan dan kemampuan kita. Kita membutuhkan persetujuan dan dukungan atas perilaku kita.

Kita tergantung pada orang lain, saling berbagi, dan bekerja sama untuk kelestarian hidup kita. Untuk maju, dorongan semangat dan penjernihan arah dapat kita peroleh dari orang lain. Karena itu, hubungan yang buruk dengan orang lain berpengaruh atas kesehatan mental kita. Jika buruk, kita akan mengalami stres dan ini dapat mengganggu kesehatan fisik kita (Hardjana: 2007, 83).

Komunikasi antarpersonal (interpersonal communication) adalah komunikasi dengan kenalan, teman, sahabat. Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung, dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula.

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi tatap muka. Karena itu, kemungkinan feedback besar sekali. Dalam komunikasi itu, penerima pesan dapat langsung menanggapi dengan penyampaikan umpan balik. Dengan demikian, di antara pengirim dan penerima pesan terjadi interaksi yang satu mempengaruhi yang lain, dan keduanya saling mempengaruhi dan memberi dampak masing-masing.

Pengaruh tersebut bisa mempengaruhi, pengetahuan, perasaan, dan perilaku. Komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang aktif, bukan pasif. Komunikasi interpersonal itu komunikasi timbal balik antara pengirim dan penerima pesan (Hardjana: 2007, 86).

Jelas bahwasanya keberhasilan komunikasi interpersonal tidak hanya ditentukan oleh kemampuan dan kecakapan komunikasi interpersonal, tetapi juga oleh mutu kepribadian orang yang terlibat dalam komunikasi.

2.2.5 Proses Penyampaian Pesan

Proses penyampaian pesan merupakan proses pertukaran pesan antar individu dengan berbagai cara, baik dengan cara simbol-simbol, sinyal, maupun perilaku atau tindakan. Proses penyampaian pesan umumnya dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua individu dan juga non verbal. Ada dua macam

(16)

komunikasi yaitu komunikasi verbal dan non verbal, perbedaannya adalah sebagai berikut:

a. Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah sarana komunikasi yang utama dan digunakan untuk menjaga kontak dengan lingkungan internal dan eksternal. Komunikasi verbal dapat melalui penggunaan bahasa lisan dan tertulis. Komunikasi verbal dapat mengkoordinasi, mengkontrol, memimpin dan mengelola perilaku setiap individu dan kelompok.

Komunikasi verbal juga menyediakan peralatan atau perlengkapan yang diperlukan untuk memperoleh, mentransfer, dan menyimpan informasi dan pengetahuan. Ada sebuah kalimat bijak mengenai komunikasi verbal dari buku Angin & Main yang berbunyi "Keuntungan kompetitif dicapai oleh mereka yang menggunakan informasi dengan baik dan tangguh".

Dan secara khusus, era digital yang menggunakan simbol yang dikirim secara elektronik, meningkatkan ketergantungan kita pada berbagai bentuk komunikasi secara tertulis (Harris, 2008: 103).

Di dalam komunikasi verbal juga terdapat konten tentang analisa semantik atau simbolik. Yang isinya adalah semantik menawarkan penjelasan mengapa sebuah organisasi dapat mengembangkan nama baru dan mengapa kata-kata begitu multitafsir. Ada tiga prinsip yang mendasari dari semantik, yaitu:

Craig dalam buku Harris memaparkan bahwa pertama, makna itu terletak pada manusia, bukan kata-kata. Kata-kata itu tidak berarti, manusia yang mengartikan. Kedua kalimat tersebut adalah penjumlahan yang populer terhadap prinsip yang penting yang orang miliki terhadap realitanya sendiri. Kedua, Condon dalam buku Harris juga menjelaskan bahwa bahasa adalah representasi (Harris, 2008: 119).

Seperti yang sudah kita lihat, kata-kata bukanlah hal utama. Kata-kata adalah representasi simbolis dari gagasan atau benda. Kita bebas untuk membuat kata-kata apapun yang kita pilih, seperti yang kita tahu dengan ungkapan khusus untuk bidang tertentu atau dengan istilah. Kita dapat mengambil sebuah istilah dan membuatnya mewakili pernyataan tersebut, tetapi makna yang digunakan bersama adalah suatu transaksional (Harris, 2008: 119).

Ulasan Haney dalam buku Harris yang ketiga adalah baik observasi dan kesimpulan terjadi ketika kita menggunakan komunikasi verbal. Distorsi semantik ini

(17)

perlu diidentifikasi, meskipun ada kemungkinan kecil anda ingin menghilangkannya. Sebuah pernyataan observasi yang faktual, dapat diamati dan diverifikasi, dan hal ini harus tentang masa lalu dan masa datang. Sebuah kesimpulan dapat dibuat oleh siapa pun tentang apa pun di setiap waktu (Harris, 2008: 119).

b. Komunikasi Non Verbal

Dalam pemaparan buku Tresch, Pearson, Munter Wyld, & Waltman memaparkan bahwa, komunikasi non verbal adalah "dapat menyampaikan afiliasi, hal positif, ketertarikan, dominasi, kredibilitas atau status yang dapat memperkuat atau menghukum, dan bisa mempengaruhi apa yang orang lain pelajari, sikap apa yang dikembangkan, pendekatan apa yang dimodelkan, dan apa yang diharapkan" (Harris, 2008: 133).

Setiap kali memberikan sebuah pesan secara verbal kepada seseorang, kita juga menyampaikan pesan non verbal. Pemberian pesan tersebut adalah komunikasi dengan tindakan yang lengkap tanpa mempertimbangkan komunikasi non verbal yang meliputi gerakan tubuh, intonasi, atau tekanan yang kita berikan pada kata-kata kita, mimik wajah, dan jarak fisik antara pengiriman dan penerima pesan (Robbins dan Judge, 2008: 11).

Yang dimaksud dengan bahasa non verbal adalah suatu penjelasan tentang bahasa sebagai alat komunikasi, dimana alat itu bisa dalam bentuk kata-kata semantik ataupun dalam bentuk isyarat. Terkadang dipakai pula istilah pesan non verbal yang berarti bahwa terdapat pesan dalam salah satu unsur proses komunikasi.

Cara yang sebenarnya untuk menyatakan pesan itu bisa dalam bentuk kata-kata verbal dan non verbal. Sementara itu, istilah tanda nonverbal itu sendiri dimaksudkan sebagai tanda-tanda yang jika dilihat, didengar, atau yang diperhatikan akan menampakkan pesna-pesan sebagaimana tampak dalam pesan-pesan berbentuk verbal (Liliweri, 2007: 177).

Komunikasi non verbal dalam pemaparan buku Liliweri (2005: 155) mengatakan bahwa dalam komunikasi non verbal merupakan tindakan yang dilakukan seseorang lewat pertukaran makna. Komunikasi non verbal juga meliputi ekspresi wajah, nada suara, gerakan anggota tunuh, kontak mata, perbedaan budaya dan tindakan-tindakan lain yang tak menggunakan kata-kata.

Penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi non verbal sangat penting untuk memahami perilaku antar manusia daripada memahami kata-kata verbal yang diucapkan atau ditulis. Pesan-pesan non verbal memperjelas apa yang disampaikan

(18)

secara verbal. Komunikasi non verbal adalah studi yang menggambarkan bagaimana orang berkomunikasi melalui perilaku fisik, tanda vokal dan jarak.

Komunikasi non verbal meliputi pesan non verbal yang bertujuan atau yang tidak bertujuan tertentu. Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa komunikasi non verbal adalah cara berkomunikasi melalui pernyataan wajah, nada suara, isyarat-isyarat, kontak mata, dan lain-lain. Cara ini memainkan peran yang sangat penting dalam hidup kita sehari-hari. Apalagi cara ini juga lebih kuat daripada interaksi verbal, meskipun harus diakui bahwa perbedaan isyarat membawa perbedaan makna.

Perbedaan bangsa misalnya dapat ditampilkan melalui isyarat-isyarat khusus maupun emosi khusus. Oleh karena itu, meski dua orang yang berbeda latar belakang budayanya kadang-kadang menampilkan isyarat dan emosi yang sama, mereka mempunyai makna yang berbeda dalam konteks tertentu. Jadi, untuk memahami orang lain, sebaiknya kita memahami dulu kemampuan non verbal kita secara komunikatif.

c. Perbedaan Komunikasi Verbal dan Non Verbal

Nelson dalam buku Harris menjelaskan bahwa, perbedaan komunikasi verbal dengan non verbal mampunyai langkah pertama dalam memahami komunikasi nonverbal yaitu untuk menentukan konsep dan menggambarkan perbedaan antara komunikasi verbal dan nonverbal. Tidak ada bahasa yang jelas untuk struktur komunikasi non verbal bahkan para peneliti telah menemukan beberapa konsistensi dalam cara orang menafsirkan perilaku nonverbal (Harris, 2008: 134).

Dalam proses komunikasi ada juga yang dinamakan komunikasi pemasaran. Komunikasi pemasaran perusahaan dirancang agar konsumen mengetahui adanya produk tersebut, mendorong pembelian atau komitmen, menimbulkan sikap yang positif terhadap produk, memberikan arti simbolis kepada produk, atau menunjukkan bagaimana komunikasi ini dapat lebih baik dalam memecahkan masalah konsumen daripada produk atau jasa pesaing (Schiffman dan Kanuk, 2008: 254).

Dalam memprakarsai sebuah pesan, harus memutuskan kepada siapa pesan harus dikirim dan apa yang harus disampaikannya, dan kemudian harus merumuskan pesan sedemikian rupa sehingga artinya ditafsirkan oleh audien yang dibidik, persis seperti apa yang dimaksudkan. Para pemasar mempunyai berbagai macam cara untuk menyusun pesan-pesannya dengan cara menggunakan kata-kata, gambar, simbol, juru bicara, dan berbagai saluran khusus (Schiffman dan Kanuk, 2008: 255).

(19)

Kredibilitas sumber sangat mempengaruhi perumusan pesan. Sponsor komunikasi dan kejujuran serta obyektivitas mempunyai pengaruh besar pada cara komunikasi diterima oleh penerima. Jika sumbernya sangat dihormati dan disukai oleh audien yang diharapkan, pesan tersebut kemungkinannya lebih besar untuk dipercaya oleh penerima. Sebaliknya, pesan dari suatu sumber yang dianggap tidak dapat dipercaya mungkin diterima dengan ragu-ragu, atau mungkin juga ditolak (Schiffman dan Kanuk, 2008: 255).

Dalam kredibilitas terdapat empat komponen yang merepresentasikan kredibilitas, empat komponen itu adalah sebagai berikut:

a. Kredibilitas sumber informal

Sumber informal memiliki kredibilitas, salah satu sebab utama mengapa sumber informal seperti teman-teman, tetangga, dan kerabat berpengaruh besar terhadap perilaku penerima pesan adalah karena mereka dianggap tidak memperoleh keuntungan apa-apa dari transaksi produk yang mereka anjurkan itulah sebabnya komunikasi lisan sangat efektif (Schiffman dan Kanuk, 2008: 255).

b. Kredibilitas sumber formal

Sumber dari nirlaba biasanya mempunyai kredibilitas yang lebih besar daripada sumber-sumber yang mencari laba, hal itu dikarenakan persepsi bahwa mereka lebih obyektif dalam menilai produk (Schiffman dan Kanuk, 2008: 256). c. Kredibilitas juru bicara dan pendukung

Para konsumen terkadang melihat juru bicara yang menyampaikan pesan produk sebagai sumber pesan. Sebuah penelitian telah mempelajari bahwa hubungan antara pengertian konsumen mengenai pesan dan bujukan, dan telah menemukan bahwa jika pengertian rendah, para penerima tergantung pada kredibilitas juru bicara dalam membentuk sikap terhadap suatu produk.

Dalam komunikasi interpersonal, para konsumen mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk dibujuk oleh tenaga penjual yang mampu menimbulkan keyakinan dan yang memberikan kesan jujur dan ketulusan hati (Schiffman dan Kanuk, 2008: 257).

d. Kredibilitas pesan

Pengalaman yang sebelumnya yang diperoleh konsumen atas produk tertentu berpengaruh besar terhadap kredibilitas pesan. Harapan terhadap produk yang terpenuhi cenderung meningkatkan kredibilitas pesan-pesan yang disampaikan pada waktu yang akan datang (Schiffman dan Kanuk, 2008: 258).

(20)

Dalam penyusunan pesan ada yang dinamakan strategi pesan. Pesan merupakan pemikiran, gagasan, sikap, citra, atau informasi lain yang ingin disampaikan pengirim kepada audien yang diharapkan.

Dalam menyusun (encode) pesan itu dalam bentuk yang akan memungkinkan audien memahami artinya yang tepat, pengirim pesan harus mengetahui dengan tepat apa yang ingin dikatakannya, tujuan dan harapan yang akan dicapai dengan pesan itu. Kemudian pengirim harus merancang strategi pesan melalui kata-kata dan gambar-gambar yang dapat diterima dan ditafsirkan atau diterjemahkan kembali oleh audien (Schiffman dan Kanuk, 2008: 268).

Tidak semua pembelajaran terjadi sebagai hasil berbagai percobaan yang berulang. Banyak sekali pembelajaran terjadi sebagai hasil pemikiran dan pemecahan masalah oleh konsumen sendiri. Pembelajaran yang tiba-tiba juga merupakan suatu realitas.

Jika dihadapkan dengan suatu masalah, kita kadang-kadang langsung melihat pemecahannya. Tetapi kita mungkin lebih sering mencari informasi sebagai dasar suatu keputusan, dan secara teliti menilai apa yang kita pelajari agar dapat mengambil keputusan sebaik mungkin untuk kepentingan kita (Schiffman dan Kanuk, 2008: 196).

Pembelajaran yang didasarkan pada kegiatan mental disebut pembelajaran kognitif. Teori pembelajaran kognitif menganggap bahwa pembelajaran yang menjadi ciri khas manusia adalah pemecahan masalah, yang memungkinkan para individu dapat mengendalikan lingkungan mereka. Para pakar teori kognitif menekankan peran motivasi dan proses mental dalam menghasilkan tanggapan yang diinginkan (Schiffman dan Kanuk, 2008: 196).

Pengolahan informasi itu sama persis seperti komputer mengolah informasi yang diterima sebagai masukan demikian pula pikiran manusia mengolah informasi yang diterimanya sebagai masukan. Pengolahan informasi berkaitan dengan kemampuan kognitif konsumen maupun kompleksitas informasi yang akan diolah.

Para konsumen mengolah informasi tentang produk berdasarkan sifat-sifat, merek, perbandingan antara merek, atau kombinasi dari faktor-faktor ini. Walaupun sifat-sifat yang terkandung dalam pesan dari merek dan banyaknya pilihan yang tersedia mempengaruhi intensitas atau tingkat pengolahan informasi, para konsumen yang mempunyai kemampuan kognitif lebih tinggi jelas akan memperoleh informasi yang lebih banyak dan lebih mampu memadukan informasi mengenai beberapa sifat

(21)

produk daripada konsumen yang lebih rendah kemampuannya (Schiffman dan Kanuk, 2008: 196).

Setiap individu juga berbeda dari sudut citra mental. Citra mental adalah kemampuan mereka untuk membuat berbagai citra kedalam pikiran mereka, dan perbedaan ini mempengaruhi kemampuan mereka dalam mengingat informasi. Perbedaan individu dalam mengolah citra mental dapat diukura dengan uji kejelasan citra mental yaitu kemampuan dalam menimbulkan berbagai citra yang jelas, gaya pengolahan (pilihan dalam penggunaan mengolah visual versus verbal), dan fantasi (Schiffman dan Kanuk, 2008: 196).

Semakin banyak pengalaman konsumen mengenai golongan produk tertentu, semakin besar kemampuannya memanfaatkan informasi produk. Keakraban yang lebih besar dengan golongan produk itu juga meningkatkan kemampuan dan pembelajaran kognitif pada waktu pengambilan keputusan pembelian baru, terutama yang berhubungan dengan informasi teknis.

Beberapa konsumen belajar melalui analogi, yaitu mereka memindahkan pengetahuan mengenai produk yang telah mereka kenal baik ke produk baru atau produk yang belum mereka kenal guna meningkatkan pengertian mereka. Suatu studi menemukan bahwa ketika orang menggunakan usaha kognitif yang lebih besar dalam mengolah informasi mengenai suatu pilihan.

Mereka mengalami dampak negatif yang ditimbulkan oleh pengolahan terhadap pilihan itu, yang mana karena itu mereka lebih cenderung untuk memilih suatu produk yang hanya memerlukan usaha penilaian yang lebih ringan. Tetapi, dampak negatif itu tidak akan mempengaruhi pilihan produk jika ada pilihan yang jelas lebih unggul (Schiffman dan Kanuk, 2008: 196).

Begitu juga dengan halnya Hotel Blue Sky, mereka mengkomunikasikan konsep smart hotel dengan perantara sebuah obyek, yang dimana obyek tersebut adalah obyek non verbal yang memang harus ditelaah oleh masing-masing individu.

2.2.6 Simbol

Simbol mewakili sumber acuannya dalam cara yang konvensional. Kata-kata pada umumnya merupakan simbol. Tetapi penanda manapun seperti sebuah objek, suara, sosok, dan seterusnya dapat bersifat simbolik. Bentuk salib dapat mewakili konsep agama kristen, tanda berbentuk V yang tercipta dari jari telunjuk dan tengah

(22)

dapat mewakili perdamaian dan seterusnya. Makna-makna ini dibangun melalui kesepakatan sosial atau melalui saluran berupa tradisi historis (Marcel, 2011: 38).

Namun, penting untuk dicatat bahwa, meski simbol-simbol yang digunakan untuk merepresentasikan keseluruhan situasi ini sebagian besar didasarkan pada praktik konvensional, penggunaan diagram mengungkapkan adanya kebutuhan untuk melengkapi penalaran simbolis dengan ikon. Pengetahuan untuk merepresentasikan situasi fisik dalam kehidupan nyata secara simbolis adalah pencapaian oleh benak manusia yang benar-benar luar biasa. Pengetahuan ini memungkinkan kita untuk menghapus campur tangan fisik melalui representasi dunia nyata dengan menggunakan simbol dan diagram yang pada akhirnya, memungkinkan kita melakukan eksperimen mental terhadap dunia itu sendiri, untuk melihat apa yang mampu mereka hasilkan (Marcel, 2011: 38).

Dalam buku Eisenberg & Riley memaparkan bahwa perilaku simbolis adalah kekuatan suatu komunikasi untuk menciptakan dan memelihara makna yang dibagi oleh anggota suatu organisasi adalah tema yang telah meresap di dalam (Harris dan Nelson, 2008: 221).

Kekuatan komunikasi untuk menciptakan dan memelihara suatu makna yang dibagi oleh anggota dalam suatu organisasi adalah tema yang telah meresap di teks ini. Karena organisasi itu kompleks, sebuah makna menyediakan jalur melalui simbol. Makna ini dinegosiasikan antara individual, dan antara grup (Harris dan Nelson, 2008: 221).

Dalam buku Suprapto (2009: 105) Pierce dan Sussure menjelaskan bahwa berbagai cara dalam menyampaikan makna. Pierce membuat tiga kategori tanda yang masing-masing menunjukkan hubungan yang berbeda di antara tanda dan obyeknya atau dengan apa yang diacunya. Tiga kategori tersebut adalah:

a. Ikon adalah tanda yang memunculkan kembali benda atau realitas yang ditandainya, misalnya foto atau peta.

b. Indeks ada hubungan langsung antara tanda dan obyeknya. Ia merupakan tanda yang hubungan eksistensionalnya langsung dengan obyeknya. Misalnya asap adalah hasil dari api dan bersin adalah hasil dari flu.

c. Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan obyeknya berdasarkan kesepakatan atau aturan kata-kata umumnya adalah simbol. Palang merah adalah simbol dan angka adalah simbol.

(23)

Teori yang terkemuka dan berguna dari simbol diciptakan oleh Sussane Langer, yang mana buku yang berjudul Pilosophy in a New Key telah diterima dan sangat diperhatikan oleh muridnya dari kelas simbolisme. Teori Langer berguna karena memberi beberapa konsep dan istilah yang biasa digunakan di komunikasi. Seperti contoh, teori ini menyediakan banyak kriteria atau standar dari kualitas bagi tradisi semiotik dalam ilmu komunikasi (Littlejohn dan Foss, 2005: 176).

Langer, adalah seorang filsafat, dan Langer memikirkan simbolik untuk menjadi pusat perhatian dari filsafat karena filsafat juga menekankan pada pengetahuan dan pemahaman semua manusia. Sesuai dengan Langer, semua kehidupan binatang didominasi oleh perasaan, tapi perasaan manusia itu dijalankan oleh konsep, simbol, dan bahasa. Binatang bereaksi terhadap simbol, tapi manusia jauh melampaui tanda-tanda sederhana dengan memanfaatkan simbol-simbol. Sebuah tanda adalah perangsang yang sinyal hadirkan dari sesuatu yang lain. Contohnya, awan dapat menjadi tanda dari hujan, tawa adalah tanda dari kebahagiaan, dan lampu merah adalah lampu tanda berhenti. Hubungan yang sederhana ini disebut signification (Littlejohn dan Foss, 2005: 176).

Lounge di hotel menggunakan proses yang serupa untuk digunakan di restoran. Saat perusahaan manajemen hotel mendirikan program bar dan lounge, arsiteknya menyiapkan rencana pendahuluan untuk mengakomodasikan kebutuhan, dan desainer interiornya pun merancang konsep lebih dalam. Di dalam kota kecil outlet minuman utama harus tenang dan jika di hotel harus berperabot mewah di bar lobinya, sedangkan pada ketentuan di properti resor mungkin juga ada tempat olahraga yang menjadikan resor tersebut lebih mewah (Stipanuk, 2006: 447).

Suatu tempat sangat bergantung dari identitas yang beredar. Hasil penelitian oleh (Mueller dan Schade, 2012) memaparkan bahwa identitas sebuah tempat tidak hanya mengikuti jejak dari simbol yang ada, tapi juga tata letak yang potensial. Tata letak yang potensial sangat mendukung identitas dari adanya sebuah tempat. Tata letak memberikan kontribusi yang cukup besar dalam memberikan keuntungan yang cukup bagi sebuah tempat.

Lounge tidak hanya memiliki alat-alat yang bisa menjadikan lounge tersebut di anggap oleh banyak orang, tapi juga alat-alat tersebut mempunyai daya tarik berupa citra visual dan konsep visual. Manipulasi yang terjadi di faktor visual adalah terpusat pada tanda, komunikasi, dan arti. Jadi perhatian secara menyeluruh di bagian tanda, komunikasi dan arti sangat dibutuhkan.

(24)

Bar di lobi tumbuh di popularitas saat pertengahan tahun 1970. Bar di lobi adalah metode untuk membuat aktivitas dan ketertarikan di ruang atrium terbuka. Setelah bar di lobi sukses dan pendapatan terbukti naik, pengembang memulai menempatkan bar di lobi bahkan di lobi hotel yang tradisional. Ruang terbuka di lobi, lounge menyediakan layanan bar kecil, makanan yang terbatas, pelayanan teh, dan hiburan. Tempat duduk di lounge dapat dipergunakan untuk memperluas tempat duduk di lobi (Stipanuk, 2006: 447).

Pilihan lain untuk outlet minuman yang kedua seringkali adalah bar koktail atau ruang hiburan. Fasilitas ini sangat tertutup, dan didalamnya terdapat volume lampu yang rendah dan tempat duduknya lebih sedikit. Tergantung dari tema, tipe lounge ini mungkin mempunyai bagian yang berbeda, termasuk termpat duduk bar, area hiburan dengan panggung dan lantai dansa, area permainan dengan biliar atau ruang tempat duduk yang lebih tenang (Stipanuk, 2006: 447).

Sebuah lounge atau restoran akan sangat bergantung dengan sebuah kesan. Kesan pertama diciptakan dari desain lounge atau restoran itu sendiri, kedua adalah pelayanan disana. Desain sebuah tempat sangat penting bagi makna atau simbol dari lounge atau restoran itu sendiri, dimana desain dapat berbicara secara abstrak tentang apa yang ingin disampaikan tentang tema dari lounge atau restoran itu sendiri. Dan sebuah desain dari lounge atau restoran dibagi menjadi dua yaitu:

a. Simbol (Eksterior)

Saat tamu datang ke lounge atau restoran kesan pertama mereka adalah tentang kualitas disaat mereka melihat simbol eksterior di tempat itu. Tanda atau simbol itu harus dapat mengindikasikan tamu terhadap pengalaman yang akan mereka dapatkan. Di tempat ini simbol umumnya untuk mengidentifikasi suatu nama tempat dan tipe bisnis yang dijalankan, seperti restoran, grill, klub, pub, lounge, tempat olahraga, bar, kedai minuman, atau istilah deskriptif yang memberikan identifikasi terhadap karakter dari tempat tersebut. Masing-masing kata tersebut harus memiliki sedikit arti yang berbeda. Keinginan tamu, contohnya, mengharapkan tarian tersedia di ”Lonnie’s Nightclub.” Mereka tidak mengaharapkan pertunjukan yang sama di ”Lonnie’s Café” (Ninemeier dan Hayes, 2006: 153).

Jika tanda tersebut menyala terang, semua lampu harus berkerja dengan baik. Jika tanda itu di lukis, tanda itu harus tampak bersih dan segar. Nama tempat tersebut harus mudah diingat, dan tandanya harus besar dan efektif menangkap perhatian tamu yang potensial. Dan ingat bahwa ukuran, penempatan, dan karakteristik lainnya

(25)

dari tanda tersebut harus mengikuti peraturan daerah tersebut dan peraturan setempat (Ninemeier dan Hayes, 2006: 153).

Sebuah restoran harus menempatkan pembatas tanda pada tempat atau restoran yang bergabung atau menjadi satu. Simbol dapat digunakan sebagai media pengiklanan makanan dan minuman yang spesial, promosi spesial, atau fitur spesial lainnya. Tanda di tempat itu haruslah sangat membantu memberikan pendapatan dan menarik pengunjung (Ninemeier dan Hayes, 2006: 153).

b. Simbol (Interior)

Interior adalah desain dari lounge atau restoran tersebut dari dalam ruangan. Interior yang baik di lounge atau restauran adalah penamaan atau pemberian nomor pada meja, jadi saat pelanggan hendak mencari meja, atau di saat pelayan membawa pesanan, dia tidak bingung untuk mencari meja di nomer berapa dan pelanggan yang mana yang ingin dia tuju (Ninemeier dan Hayes, 2006: 153).

Komunikasi yang baik sangat membantu proses penjelasan keseluruhan atas keinginan pelanggan untuk kembali lagi karena ketertarikan terhadap interior ruangan yang terpaparkan. Tanda dapat dibuat menggunakan papan tulis, papan menyala, atau tampilan digital benda tersebut dapat digunakan untuk media promosi produk atau jasa. Banyak toko menggunakan papan iklan untuk memasarkan promo harian maupun mingguan (Ninemeier, 2006: 153).

Tanda pada interior dapat menjadi suatu komunikasi yang baik dan efektif untuk para tamu. Rancangan yang tepat, akan dengan mudah membuat kita memperoleh hasil yang diinginkan. Semua manajer dapat menggunakan tanda pada interior untuk membantu memberikan pengalaman unik untuk tamu mereka dan menyebarkan promosi penjualan restoran kepada tamu (Ninemeier, 2006: 153).

Identitas sebuah tempat juga bergantung pada simbol-simbol yang diberikan pada suatu tempat. Dalam penelitian (Farzana, 2011) memaparkan bahwa simbol-simbol yang dipamerkan dalam sebuah tempat juga mempengaruhi ingatan dan identitas tempat tersebut. Bahwasanya ingatan sangat kompleks, pengukuran dari sebuah ingatan terhadap tempat adalah benda-benda yang terkandung atau dipamerkan di sebuah ruangan.

Hasil dari ingatan tersebut adalah identitas yang selalu terkenang didalam sebuah ingatan yang sudah berhasil menangkap sebuah proyeksi dari suatu simbol. Pemikiran yang bergantung dalam benak yang telah disajikan sebelumnya, mempengaruhi daya pikir seseorang dalam menilai sebuah tempat.

(26)

Apabila seseorang hendak mengemukakan gagasan-gagasan kepada orang lain maka ia harus menyampaikan melalui bahasa, baik itu bahasa ilmiah maupun bahasa buatan. Masalahnya, bagaimana menjamin supaya pengirim gagasan dan penerima gagasan sepakat mengenai muatan makna yang dikandung dalam simbol-simbol yang digunakan dalam bahasa alamiah atau bahasa buatan (Ihalauw, 2011, 25).

Dalam simbol terdapat dua jenis simbol yang digunakan dalam setiap bahasa, baik itu bahasa alamiah maupun buatan. Kedua simbol itu adalah simbol primitif dan simbol turunan atau simbol nominal. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Simbol primitif tidak dapat diketahui muatan makna yang dikandung di dalamnya kalau hanya menggunakan simbol-simbol lain. Muatan maknanya disampaikan atau dipahami hanya dengan menunjuk pada contoh atau obyek tertentu yang dilekatkan pada simbol itu atau dengan menunjuk contoh-contoh atau obyek yang bukan dimaksudkan oleh simbol tertentu itu (Ihalauw, 2011: 25).

Contohnya adalah, kata gajah adalah merupakan simbol primitif, karena kata gajah tidak akan dapat dijelaskan dengan hanya menggunakan kata-kata lain. Makna dari kata gajah hanya dapat dipahami melalui penunjukan pada binatang yang diberi sebutan gajah atau gambar dari binatang yang disebut gajah (Ihalauw, 2011: 25).

b. Simbol turunan atau simbol nominal dapat diketahui muatan maknanya yang dikandung melalui simbol-simbil primitif dan atau simbol-simbol turunan lainnya. Simbol turunan atau simbol nominal dapat dijelaskan dengan menggunakan simbol-simbol turunan lain yang muatan maknanya telah terlebih dahulu diketahui (Ihalauw, 2011: 25).

Kita selalu memilih obyek yang penuh itu disebabkan karena hubungan, perjalanan, tempat atau pengalaman lainnya yang kita alami bersama barang kita. Dalam kata lain, obyek yang terpilih adalah simbol. Bagaimanapun kata-kata, obyek atau perilaku, dan simbol dari hidup memiliki makna karena bagaimana makna tersebut berkorelasi dan bersama manjadi sebuah wadah besar yang membantu memahami siapa dirimu, sepenting apa dirimu, dan bagaimana kisah hidupmu (Littlejohn dan Foss, 2011: 44).

Semiotik atau ilmu tentang makna, memberitahukan tentang tradisi pemikiran dari teori komunikasi. Tradisi semiotik termasuk bagaimana makna datang dan

(27)

merepresentasikan obyek, ide, situasi, perasaan, dan kondisi luar dari mereka sendiri (Littlejohn dan Foss, 2011: 45).

Begitu pula dengan Hotel Blue Sky yang di area lobinya mempunyai simbol-simbol untuk mempresentasikan bahwasanya dia adalah hotel yang berkonsep smart hotel. Simbol-simbol tersebut memiliki banyak pengartian yang membawa kita ke konsep smart hotel.

2.2.7 Smart Hotel

Hotel adalah properti yang menawarkan akomodasi kepada tamu yang membayar. Tingkatan dari servis, fasilitas dan harga akan berbeda-beda pada setiap hotel. Tipe dari hotel yang pengunjung ingin lihat, dipengaruhi dari segi propertinya, dan dari segi desainnya.

Tipe-tipe hotel yang dibahas adalah sebagai berikut: 1. Five Star Hotels

Hotel bintang lima biasanya berlokasi di pusat kota besar dan biasanya akan mewah, berperabot lengkap, terpelihara dan menjunjung servis yang sangat berkualitas. Kunci dari hotel bintang lima terletak pada servis yang superior, kualitas dari perabotan dan peletakannya, dan juga karyawan di hotel bintang lima berbeda dengan karyawan di hotel bintang di bawahnya. Karena di hotel bintang lima karyawannya akan memastikan bahwa tamunya akan merasa dimanjakan (Harper, 2014: 5).

2. Country House Hotel

Walaupun sulit untuk mendefinisikan, country house hotels biasanya menarik. Biasanya country house hotels ini berisikan properti yang tua tapi sudah dimoderenisasi kembali dan dipelihara dengan standar tinggi, dan menjaga umur hotel itu. Dan country house hotels adalah hotel yang mempunyai keterkaitan sejarah didalamnya (Harper, 2014: 5).

Country house hotels akan sering ditempatkan didalam atau dekat dari tempat yang mempunyai jejak sejarah. Hal tersebut bertujuan untuk menyediakan tingkatan servis yang sama dengan hotel bintang lima (Harper, 2014: 5).

3. Butik Hotel

Butik hotel biasanya ditempatkan di kota besar, butik hotel biasanya mempunyai area yang kecil, tapi butik hotel adalah salah satu top-quality

(28)

hotel yang bertujuan untuk memberikan pelayanan yang personal dan eksklusif. Butik hotel adalah hotel yang penuh dengan karakter yang individual dan ditargetkan agar konsumen menginap dengan properti yang sangat individual bagi mereka (Harper, 2014: 5).

Butik hotel kini membuktikan dirinya dari pangsa perhotelan. Hotel tersebut menyediakan akomodasi yang berkualitas tinggi dengan servis yang personal, tapi untuk servis tambahannya sangat terbatas, dan sebenarnya tidak ada servis makanan dan minuman (Harper, 2014: 5).

4. Mid Market/Smart Hotels (bintang tiga dan empat)

Hotel mid market ini sengaja dibuat dan sering berlokasi didalam atau dekat dari kota besar dan kota kecil, atau dekat dari transportasi umum. Mid market hotels biasanya terdiri dari dua pengunjung yaitu pengunjung bisnis dan pengunjung yang hanya meluangkan waktunya saja di hotel (Harper, 2014: 6).

Kualitas dari akomodasi yang tersedia di sekitar segmen hotel ini juga sangat beragam. Hotel bintang empat membuktikan bahwa level dari servis dan fasilitasnya lebih tinggi dibanding hotel bintang tiga (Harper, 2014: 6). 5. Budget Hotels

Budget hotel pertama kali muncul di UK (United Kingdom) di pertengahan 1980an dan tumbuh dan berkembang sangat cepat di tahun 1990 dan 2000. Budget hotel dikelola sangat luas dan biasanya berlokasi di daerah pinggir jalan besar (Harper, 2014: 7).

Hotel budget biasanya tidak menyediakan fasilitas makanan dan minuman di dalam hotel. Budget hotel adalah satu dari banyak segmen hotel yang paling banyak berkembang dan tumbuh, dan sudah menyediakan akomodasi yang lengkap. Hotel budget sekarang ini sudah bisa ditemukan di banyak lokasi contohnya seperti di pusat kota, bandara, pinggir jalan besar, di pinggir kota industri, dan dekat taman kota (Harper, 2014: 7).

2.3 Kerangka Pemikiran

Pada pemaparan buku Sapto Hayoko, Uma Sekaran dalam bukunya Business Research mengemukakan bahwa, kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.

(29)

Kerangka berfikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antar variabel. Pertautan antar variabel tersebut, selanjutnya dirumuskan ke dalam bentuk paradigma penelitian. Oleh karena itu pada setiap penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan pada kerangka berfikir (Sugiyono, 2011: 98).

Penelitian yang berkenaan dengan dua veriabel atau lebih, biasanya dirumuskan hipotesis yang berbentuk komparasi maupun hubungan. Oleh karena itu dalam rangka menyusun hipotesis penelitian yang berbentuk hubungan maupun komparasi, maka perlu dikemukakan kerangka berfikir.

Menurut Suria Sumantri di buku (Sugiyono, 2011: 98), kerangka pemikiran adalah penjelasan sementara terhadap gejala-gejala yang menjadi obyek permasalahan. Agar kerangka pemikiran itu bisa meyakinkan adalah alur-alur pikirannya harus logis dalam membangun suatu kerangka berfikir yang membuahkan suatu kesimpulan yang berupa hipotesis.

Berikut adalah kerangka pemikiran yang digunakan:

(30)

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya  No.  Judul /  Penulis  Metode  Penelitian  Temuan  Kesimpulan  1
Gambar 2.1 Model Komunikasi Schramm
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

rangkaian alat bantu tunanetra di dapati pada sensor ultrasonic HC-SR04 ketika membaca keadaan menagalami delay sekitar 5 detik, kemudian untuk membaca keadaan jarak

Implikasi penelitian ini adalah: 1) Untuk mempertahankan kualitas ibadah jamaah haji Kota Palu, hendaknya pembimbing dalam hal ini kementerian agama kota palu mempertahankan kinerja

Partikel magnetik yang berupa oksida Fe 2 O 3 (hematite) dapat dihasilkan dari proses separasi magnetik dilanjutkan dengan pemanasan 800 o C – 900 o C dilakukan

Beberapa skema pada Teknik RGB seperti 24- Hours Microphysics, dan Day Convective Storms menunjukkan jenis awan yang menutupi wilayah Jakarta adalah awan konvektif yaitu

International Services Pacific Cross atau mereka yang mendapat kuasa olehnya, segala catatan/keterangan mengenai diri dan keadaan/kesehatan Tertanggung baik selama Tertanggung

Jelaslah bahwa maksud yang diujarkan oleh informan tidak akan dapat dimengerti oleh mitra tuturnya karena inferensi dalam kalimat tersebut berbeda dengan yang dikehendaki

Hasil penelitian ini konsisten dengan Tanriverdi (2005), dan Ifada (2011) yang menyatakan bahwa information technology relatedness berpengaruh positif dan signifikan

Kemudian HCL dapat berdifusi balik ke dalam mucus dan menyebabkan terjadinya bengkak, perdarahan pada lambung, erosi pada lambung, dan terjadi nyeri pada