• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. Loyalitas secara harfiah diartikan sebagai kesetiaan, yaitu kesetiaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. Loyalitas secara harfiah diartikan sebagai kesetiaan, yaitu kesetiaan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. LOYALITAS PELANGGAN 1. Defenisi Loyalitas Pelanggan

Loyalitas secara harfiah diartikan sebagai kesetiaan, yaitu kesetiaan seseorang terhadap suatu objek. Oliver (dalam Huriyati, 2005) mengungkapkan definisi loyalitas pelanggan sebagai komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk/jasa secara konsisten di masa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku.

Mowen dan Minor (1998) mendefinisikan loyalitas pelanggan sebagai kondisi di mana pelanggan mempunyai sikap positif terhadap suatu objek, mempunyai komitmen pada objek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang. Griffin (dalam Hurriyati, 2005) menyatakan bahwa Loyality is defined as non random purchase expressed over time by some decision making unit yang berarti bahwa loyalitas didefenisikan sebagai pembelian non random yang diekspresikan sepanjang waktu dengan melakukan serangkaian pengambilan keputusan. Berdasarkan definisi tersebut terlihat bahwa loyalitas lebih ditujukan kepada suatu perilaku yang ditunjukkan dengan pembelian rutin didasarkan pada unit pengambilan keputusan.

(2)

Timm (2005) menyatakan bahwa konsep kesetiaan pelanggan (loyalitas) mencakup lima faktor, antara lain : Kepuasan keseluruhan yang dialami pelanggan ketika berbisnis dengan perusahaan, kesediaan untuk membangun hubungan dengan perusahaan, kesediaan untuk membeli kembali, kesediaan untuk merekomendasikan perusahaan kepada orang lain, enggan beralih ke produk pesaing.

2. Karakteristik Loyalitas Pelanggan

Menurut Griffin (2002), karakteristik pelanggan yang loyal adalah sebagai berikut :

a. Melakukan pembelian ulang secara teratur (makes reguler repeat purchase).

Loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap barang/jasa suatu perusahaan yang dipilih. Tingkat kepuasan terhadap toko akan mempengaruhi mereka untuk membeli kembali

b. Membeli di luar lini produk/jasa (purchases across product and service lines).

Membeli di luar lini produk dan jasa artinya keinginan untuk membeli lebih dari produk dan jasa yang telah ditawarkan oleh perusahaan. pelanggan yang sudah percaya pada perusahaan dalam suatu urusan maka akan percaya juga untuk urusan lain.

(3)

c. Mereferensi toko kepada orang lain, artinya menarik pelanggan baru untuk perusahaan (Refers other).

Pelanggan yang loyal dengan sukarela merekomendasikan perusahaan kepada teman-teman dan rekannya.

d. Menunjukkan kekebalan daya tarik dari pesaing (Demonstrates an immunity to the full of the competition).

Tidak mudah terpengaruh oleh tarikan persaingan perusahaan sejenis lainnya.

3. Tahapan Loyalitas Pelanggan

Brown dalam Hurriyati (2005) mengungkapkan bahwa loyalitas pelanggan terdiri atas tiga tahap, yaitu sebagai berikut :

a. The Courtship

Pada tahap ini hubungan yang terjalin antara perusahaan dengan pelanggan terbatas pada transaksi, pelanggan masih mempertimbangkan produk dan harga. Apabila penawaran produk dan harga yang dilakukan pesaing lebih baik maka mereka akan berpindah.

b. The Relationship

Pada tahapan ini tercipta hubungan yang erat antara perusahaan dengan pelanggan. Loyalitas yang terbentuk tidak lagi didasarkan pada pertimbangan harga dan produk, walaupun tidak ada jaminan konsumen akan melihat produk pesaing. Selain itu pada tahap ini terjadi hubungan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.

(4)

c. The Marriage

Pada tahapan ini hubungan jangka panjang telah tercipta dan keduanya tidak dapat dipisahkan. Pelanggan akan terlibat secara pribadi dengan perusahaan dan loyalitas tercipta seiring dengan kepuasan terhadap perusahaan dan ketergantungan pelanggan. Tahapan marriage yang sempurna diterjemahkan ke dalam Advote customer yaitu pelanggan yang merekomendasikan produk perusahaan kepada orang lain dan memberikan masukan kepada perusahaan apabila terjadi ketidakpuasan.

4. Faktor-faktor Antecendent Loyalitas Pelanggan

Adapun faktor-faktor antecendent yang merupakan komponen dari sikap yang berpengaruh dalam pembentukan kesetiaan pelanggan (Tatik Suryani, 2008) adalah sebagai berikut :

a. Cognitive antecendent

Dalam hal ini unsur-unsur dari aspek kognitif yang berupa pikiran dan segala proses yang terjadi di dalamnya yang mencakup accesibility, confidence, centrality dan kejelasan mengenai sikap terhadap suatu produk akan berpengaruh terhadap kesetiaan pelanggan. Pelanggan yang dapat mengingat dengan mudah nama produk dan yakin bahwa produknya sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya akan cenderung lebih bersikap positif dan hal ini penting sekali bagi terbentuknya kesetiaan pelanggan. Menurut Dharmmesta (1999) bahwa pelanggan menggunakan informasi keunggulan suatu produk atas produk lainnya. Pelanggan yang

(5)

hanya mengaktifkan tahap kognitifnya dapat dihipotesiskan sebagai pelanggan yang paling rentan terhadap perpindahan karena adanya rangsangan pemasaran (Mardalis, 2005)

b. Affective antecendent

Kondisi emosional (perasaan) pelanggan yang merupakan komponen dari sikap akan membentuk kesetiaan pelanggan. Aspek dari perasaan ini meliputi emosi suasana hati dan kepuasan yang didapatkan setelah memberi atau menggunakan produk akan membentuk kesetiaan pelanggan.

c. Conative antecendent

Kondisi ini merupakan kecendrungan yang ada pada pelanggan untuk melakukan tindakan tertentu. Ada tiga faktor yang mempengaruhi kecendrungan pelanggan untuk berprilaku yang menunjukkan loyalitasnya yaitu biaya peralihan, harapan dan sunk cost. Selain itu norma-norma sosial dan faktor situasional turut berpengaruh terhadap kesetiaan pelanggan. Norma-norma sosial berisi batasan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan pelanggan yang berasal dari lingkungan sosialnya (teman, keluarga, tetangga dan lain-lain) memiliki pengaruh yang kuat dalam pembentukan kesetiaan pelanggan. Seorang pelanggan dapat dengan tiba-tiba menghentikan pembelian ulang atau enggan menyampaikan aspek positif dari suatu objek tertentu karena teman dekatnya kurang menerima objek tersebut. Sedangkan faktor situasional

(6)

yang merupakan kondisi yang relatif sulit dikendalikan oleh pemasar dalam kondisi tertentu memiliki pengaruh yang cukup besar.

5. Jenis-jenis Loyalitas Pelanggan

Dick dan Basu (1994) menyatakan bahwa ada empat jenis loyalitas pelanggan berbeda serta muncul apabila ketertarikan rendah dan tinggi diklasifikasi silang dengan pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi.

Tabel. 1 Empat Jenis Loyalitas Pelanggan

Pembelian Ulang

Tinggi Rendah

Tinggi Loyalitas Premium Loyalitas Tersembunyi Rendah Loyalitas Lemah Tanpa Loyalitas

a. Tanpa Loyalitas (No Loyalty)

Berdasarkan alasan tertentu, pelanggan mungkin tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu. Perusahaan harus menghindari membidik para pembeli jenis ini karena mereka tidak akan pernah menjadi pelanggan yang loyal, mereka hanya memberikan sedikit kontribusi terhadap keuangan perusahaan (Griffin, 2005).

(7)

Pelanggan yang memiliki loyalitas yang lemah terhadap perusahaan maka mereka akan membeli karena kebiasaan. Ketertarikan yang rendah dikombinasikan dengan pembelian berulang yang tinggi akan menghasilkan loyalitas yang lemah. Pembeli jenis ini merasakan tingkat kepuasan tertentu dengan perusahaan atau minimal tiada kepuasan yang nyata. Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada produk yang sering dibeli atau toko yang sering dikunjungi (Griffin, 2005).

c. Loyalitas Tersembunyi (Latent Loyalty)

Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabungkan dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi. Bila pelanggan memiliki loyalitas yang tersembunyi maka yang menentukan

pembelian berulang adalah pengaruh situasi dan bukan sikap. Dengan memahami faktor situasi yang berkontribusi pada loyalitas tersembunyi, maka perusahaan dapat menggunakan strategi untuk mengatasinya (Griffin, 2005).

d. Loyalitas Premium (Premium Loyalty)

Loyalitas premium adalah loyalitas yang paling dapat ditingkatkan. Loyalitas jenis ini terjadi bila ada tingkat ketertarikan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang juga tinggi. Ini merupakan loyalitas yang lebih disukai untuk semua pelanggan di setiap perusahaan. Pada tingkat preferensi yang paling tinggi tersebut membuat orang bangga karena menemukan dan mengggunakan produk tertentu dan senang berbagi pengetahuan mereka dengan rekan dan keluarga (Griffin, 2005).

(8)

6. Tingkatan Pelanggan menuju Loyalitas.

Tingkatan pelanggan menuju loyalitas menurut Syafruddin Chan (2003) dalam Hurriyati di bagi menjadi empat tahapan, yaitu :

a. Emas (Gold)

Merupakan kelompok pelanggan yang memberikan keuntungan terbesar kepada perusahaan. Biasanya kelompok ini adalah Heavy user yang selalu membeli dalam jumlah yang besar dan frekuensi pembeliannya tinggi. Mereka tidak sensitif terhadap harga, tidak segan mengeluarkan uang untuk sesuatu yang hanya bisa dinikmati pada masa yang akan datang, mau mencoba sesuatu yang baru yang ditawarkan perusahaan, dan yang paling penting memiliki komitmen untuk tidak berpaling kepada pesaing. Ciri-ciri lain dari pelanggan emas ini adalah:

1). Mereka masih memiliki potensi untuk terus memperbesar sumbangan profitnya bagi perusahaan.

2). Mereka termasuk orang yang mapan, dan cenderung tidak punya masalah dengan keuangannya.

3). Mereka cukup pintar, dan sadar bahwa berpindah ke pesaing akan membawa risiko bagi kelangsungan kenyamanan yang telah didapatkan selama ini.

4). Jumlah mereka tidak banyak, tetapi memiliki peran yang cukup besar dalam menentukan kesuksesan perusahaan.

(9)

b. Perak (Silver)

Kelompok ini masih memberikan keuntungan yang besar walaupun posisinya masih di bawah gold tier. Mereka mulai memperhatikan tawaran potongan harga, hl ini dikarenakan mereka cenderung sensitif terhadap harga, mereka tidak seloyal gold. Walaupun mereka sebenarnya heavy user, tetapi pemenuhan kebutuhannya di peroleh dari berbagai perusahaan, tergantung penawaran yang lebih baik.

c. Perunggu (Bronze)

Kelompok ini paling besar jumlahnya. Mereka adalah kelompok yang spending level-nya relatif rendah. Driver terkuatnya untuk bertransaksi semata-mata di dorong oleh potongan harga yang besar, sehingga mereka juga dikenal sebagai kelompok pemburu diskon. Dengan demikian margin yang diterima perusahaan juga relatif kecil. Akibatnya, perusahaan tidak berpikir untuk memberikan pelayanan premium kepada mereka. Terlepas dari average spending level yang rendah, kelompok ini masih dibutuhkan oleh perusahaan untuk menggenapkan pemenuhan target penjualan.

d. Besi (Iron)

Kelompok pelanggan yang bukannya menghasilkan keuntungan justru membebani perusahaan, tipe pelanggan seperti ini memiliki kecendrungan untuk meminta perhatian lebih besar dan cenderung bermasalah, membuat perusahaan berfikir lebih baik menyingkirkan mereka dari daftar pelanggan.

(10)

7. Cara Mengukur Loyalitas

Mardalis (2005) menyatakan bahwa loyalitas dapat diukur dengan cara-cara berikut:

a. Urutan pilihan (choice sequence)

Metode urutan pilihan atau disebut juga pola pembelian ulang ini banyak dipakai dalam penelitian dengan menggunakan panel-panel agenda harian pelanggan lainnya, dan lebih terkini lagi, data scanner supermarket. Urutan itu dapat berupa:

1) Loyalitas yang tak terpisahkan (undivided loyalty), dapat ditunjukkan dengan runtutan AAAAAA. Artinya pelanggan hanya membeli di satu tempat tertentu saja.

2) Loyalitas yang terbagi (divided loyalty) dapat ditunjukkan dengan runtutan ABABAB. Artinya pelanggan membeli di dua tempat atau toko secara bergantian.

3) Loyalitas yang tidak stabil (unstableloyalty) dapat ditunjukkan dengan runtutan AAABBB. Artinya pelanggan memilih suatu tempat atau toko untuk beberapa kali pembelian kemudian berpindah ke toko lain untuk periode berikutnya.

4) Tanpa loyalitas (no loyalty), ditunjukkandengan runtutan ABCDEF. Artinya pelanggan tidak membeli di suatu tempat tertentu.

Kotler (2000) mempunyai istilah lain untuk loyalitas di atas, yaitu; Hardcore loyals, split loyals, shifting loyals, dan switchers.

(11)

b. Proporsi pembelian (proportion of purchase).

Berbeda dengan runtutan pilihan, cara ini menguji proporsi pembelian total dalam sebuah kelompok produk tertentu.Data yang dianalisis berasal dari panel pelanggan.

c. Preferensi (preference).

Cara ini mengukur loyalitas dengan menggunakan komitmen psikologis atau pernyataan preferensi. Dalam hal ini, loyalitas dianggap sebagai “sikap yang positif” terhadap suatu produk tertentu, sering digambarkan dalam istilah niat untuk membeli.

d. Komitmen (commitment).

Komitmen lebih terfokus pada komponen emosional/perasaan. Komitmen terjadi dari keterkaitan pembelian yang merupakan akibat dari keterlibatan ego dengan kategori merek (Beatty, Kahle, Homer, 1988). Keterlibatan ego tersebut terjadi ketika sebuah produk sangat berkaitan dengan nilai-nilai penting, keperluan, dan konsep-diri pelanggan. Cara pertama dan kedua di atas merupakan pendekatan perilaku (behavioural approach). Cara ketiga dan keempat termasuk dalam pendekatan attitudinal (attitudinal approach).

(12)

B. CITRA SUPERMARKET 1. Pengertian Supermarket

Beberapa pengertian tentang supermarket dikemukakan oleh beberapa penulis, antara lain supermarket diklasifikasikan sebagai toko-toko barang terbatas yang memiliki seksi-seksi makanan yang terdepartementalisasikan, yaitu produk-produk dari susu dan daging, produk-produk hasil pertanian dan groceries, dan berbagai produk non makanan.(Thoyib, 1998) Pendapat yang hampir sama, namun lebih sederhana lagi dikemukakan oleh Meyer et al (1988) bahwa istilah toko super juga digunakan untuk menjelaskan kombinasi yang besar antara eceran makanan dan non- makanan. Dari beberapa pendapat yang hampir sama tentang definisi supermarket di atas, maka supermarket dapat didefinisikan sebagai toko super yang memperdagangkan barang berupa makanan dan non- makanan secara eceran dan mempunyai daya tarik harga yang kuat berdasarkan penghematan dari sistem display self service dan efisiensi operasional (dalam Suryandari, 2003).

2. Pengertian Citra Supermarket

Citra toko diartikan sebagai apa yang dipikirkan konsumen tentang toko. Termasuk di dalamnya persepsi dan sikap yang didasarkan pada sensasi dari rangsangan yang berkaitan dengan toko yang diterima melalui kelima indera. Merupakan atribut toko yang diterima oleh benak konsumen melalui pengalaman pada toko tersebut (Omar, 1999).

Citra suatu toko merupakan faktor fungsional dan faktor psikologis yang dirasakan oleh konsumen ketika berada di dalam toko (Loudon dan Bitta, 1993).

(13)

Defenisi tentang citra toko yang lebih luas dikemukakan oleh Martineu (dalam Engel, Blackwell dan Miniard, 1995) yaitu cara dimana sebuah toko didefenisikan di dalam benak konsumen, sebagian oleh kualitas fungsionalnya dan sebagian lagi oleh pancaran cahaya atribut psikologis.

Citra toko diekspresikan sebagai fungsi atribut toko yang dievaluasi dan dibandingkan satu sama lain. Dilihat sebagai kekompleksan persepsi konsumen terhadap toko pada atribut yang berbeda (Ghosh, 1994).

Citra toko adalah kepribadian sebuah toko. Kepribadian atau citra toko menggambarkan apa yang dilihat dan dirasakan oleh konsumen terhadap toko tertentu (Simamora, 2003).

Mengacu dari beberapa defenisi mengenai citra toko diatas, maka citra supermarket dapat didefenisikan sebagai apa yang dipikirkan konsumen tentang toko, termasuk di dalamnya persepsi dan sikap yang didasarkan pada sensasi dari rangsangan yang berkaitan dengan toko yang dimiliki oleh konsumen maupun publik terhadap suatu supermarket sebagai suatu refleksi atas evaluasi supermarket yang bersangkutan.

3. Faktor Pendukung Citra Toko

Menurut Simamora (2003), dua faktor yang mendukung citra toko yaitu external impression dan internal impression.

a. External Impression

Menurut Simamora (2003) secara eksternal penempatan lokasi toko, desain arsitek, penempatan logo, pintu masuk, serta etalase muka toko merupakan

(14)

bagian dari citra suatu toko. Atribut-atribut tersebut termasuk salah satu alat komunikasi nonverbal dalam menyampaikan citra toko yang diinginkan oleh retailer kepada konsumennya. Citra toko sangat tergantung pada kemampuan manajemen untuk melakukan desain toko termasuk desain eksternal. Desain eksternal ini akan menumbuhkan suatu kesan tertentu kepada pengunjung.

Pentingnya penyampaian citra toko yang benar didasarkan pada kepercayaan bahwa citra toko menolong penempatan posisi suatu retailer dibandingkan dengan para pesaingnya.

Dalam penyampaian pesan yang tepat, masalah yang dihadapi adalah bagaimana sebuah retailer mampu menggunakan atribut-atribut eksternal secara maksimal sehingga konsumen dapat menyerap apa yang retailer ingin mereka lihat dan rasakan. Kesan yang masuk pertama kali di benak konsumen pada umumnya adalah semua atribut eksternal toko. Kesan yang pertama kali inilah yang penting karena hal ini dapat membedakan sebuah retailer dengan pesaingnya (Simamora, 2003).

b. Internal Impression

Simamora (2003) menyatakan secara internal, citra sebuah toko dapat diciptakan menurut warna toko, bentuk toko, ukuran toko, penempatan departemen, pengaturan lalu lintas pengunjung, pengaturan penempatan display, penggunaan lampu, serta pemilihan perlengkapan toko. Khusus pemilihan citra toko secara internal, sebuah retailer harus memperhatikan target pasar yang dituju. Karakteristik konsumen yang berbeda-beda mengharuskan sebuah retailer harus memahami semua karakteristik konsumen sehingga bisa memprioritaskan

(15)

manajemen toko disesuaikan dengan kelompok pelanggan yang paling potensial bagi retailer. Citra yang ditujukan oleh sebuah retailer belum tentu cocok untuk semua orang. Oleh karena itu, citra toko harus diciptakan sesuai dengan kebutuhan psikologis dan kebutuhan fisik dari target pasar yang dituju (Simamora, 2003).

Berdasarkan uraian di atas, terdapat dua faktor yang menjadi pendukung citra toko, di antaranya external impression yang mencakup secara eksternal penempatan lokasi toko, desain arsitek, tampak muka toko, penempatan logo, pintu masuk, serta etalase muka toko yang merupakan bagian dari citra suatu toko. Faktor pendukung citra toko yang kedua adalah internal imppression yang mencakup warna toko, bentuk toko, ukuran toko, penempatan departemen, pengaturan lalu lintas pengunjung, pengaturan penempatan display, penggunaan lampu, serta pemilihan perlengkapan toko.

4. Dimensi Citra Supermarket

Citra pengecer diukur melintasi beberapa dimensi yang mencerminkan atribut yang mencolok. Engel, Blackwell dan Miniard (1995) menyatakan bahwa citra pengecer mempunyai enam dimensi, yaitu : lokasi, keragaman, harga, iklan dan promosi penjualan, personil toko dan pelayanan. Sedangkan pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Hildebrand (dalam Suryandari, 2003) yang menyatakan bahwa citra Department Store dibangun oleh tiga dimensi utama, yaitu dimensi kualitas produk, dimensi harga dan dimensi suasana. Menurut Hansen dan Deutscher (dalam Hawkins, 1986) terdapat sembilan dimensi dari

(16)

citra toko (store image), yaitu dimensi barang dagangan, dimensi pelayanan, dimensi para langganan, dimensi fasilitas fisik, convenience, promosi, atmosfir toko, institusional, dan posttransaksi.

Secara garis besar, citra department store dapat diukur melalui dimensi antara lain:

a. Barang Dagangan

Dimensi barang dagangan meliputi pemilihan barang yang didagangkan, style, kualitas serta harga dari barang dagangan.

b. Pelayanan

Tersedianya fasilitas angsuran, personil penjualan yang ramah serta mau membantu, kemudahan dalam pengembalian (easy return) barang, tersedianya fasilitas kredit dan jasa pengiriman (delivery).

c. Para Langganan

Banyak konsumen yang berbelanja dan menjadi pelanggan. Jenis orang yang berbelanja di sebuah toko mempengaruhi pilihan karena ada kecendrungan pervasif untuk berusaha menyesuaikan citra diri seseorang dengan citra toko yang bersangkutan.

d. Fasilitas Fisik

Tersedianyan fasilitas fisik yang bersih, layout toko yang menarik dan memberikan kemudahan dalam berbelanja.

e. Convenience

Lokasi yang strategis dan mudah dijangkau serta tersedianya fasilitas parkir yang luas dan mudah.

(17)

f. Promosi

Menyediakan promosi dalam bentuk periklanan mengenai produk dan jasa yang ditawarkan.

g. Atmosfir Toko

Perancangan secara sadar atas ruang untuk menciptakan efek tertentu yang serasi pada pembeli.

h. Institusional

Memiliki reputasi yang baik. i. Posttransaksi

Memberikan pelayanan dan kepuasan setelah penjualan.

C. PENGARUH CITRA SUPERMARKET TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN PADA SUPERMARKET

Situasi persaingan yang semakin ketat antara perusahaan atau institusi penyedia produk menyebabkan perusahaan sulit untuk meningkatkan jumlah pelanggannya. Terdapat banyak produk di berbagai pasar dengan bermacam keunggulan serta nilai lebih yang ditawarkan oleh para pesaing, sehingga sulit bagi perusahaan untuk merebut pangsa pasar pesaing. Selain itu, untuk memasuki pasar baru memerlukan biaya cukup besar. Penelitian menunjukkan bahwa biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan pelanggan baru enam kali lebih besar dari biaya untuk mempertahankan pelanggan oleh karena itu alternatif yang lebih baik adalah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan pasar yang sudah ada,

(18)

salah satunya dalah melalui usaha untuk meningkatkan kesetiaan atau loyalitas pelanggan (Suryani, 2008).

Griffin (2002) mengemukakan keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki konsumen yang loyal, antara lain : mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik konsumen baru lebih mahal), mengurangi biaya transaksi (seperti biaya neosiasi kontrak, pemprosesan pesanan), mengurangi biaya turn over konsumen (karena pergantian konsumen yang lebih sedikit), meningkatkan penjualan silang, yang akan memeperbesar pangsa pasar perusahaan, word of mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa konsumen yang loyal juga berarti mereka yang merasa puas. Mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya penggantian).

Loyalitas secara harfiah menurut Poerwaaminta diartikan sebagai kesetiaan, yaitu kesetiaan seseorang terhadap suatu objek (dalam Agung, 2006). Mowen dan Minor (1998) mendefinisikan loyalitas sebagai kondisi di mana pelanggan mempunyai sikap positif terhadap suatu objek, mempunyai komitmen pada objek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang.

Tempat yang dituju konsumen untuk memperoleh suatu produk adalah toko (store). Adapun bentuk toko sangat beraneka macam, dari yang menjual khusus produk dengan merek pribadi toko sampai toko yang menjual berbagai macam produk dalam suatu tempat (Lamb, Hair dan McDaniel, 2001). Peranan toko sangat penting dalam proses memenuhi kebutuhan konsumen

(19)

Konsumen yang memasuki toko memiliki kesan tersendiri terhadap toko tersebut, seperti kesan terhadap harga produk, pelayanan yang diberikan oleh karyawan atau kesan terhadap barang yang ada. Setiap toko berusaha untuk menciptakan citra yang baik di mata konsumen, karena citra yang dimiliki konsumen terhadap toko pada akhirnya akan menimbulkan penilaian konsumen akan keberadaan toko tersebut. Konsumen mempunyai kriteria evaluasi toko tertentu dalam pikiran konsumen dan membandingkan persepsi mereka pada karakteristik toko dan sebagai hasil dari proses ini, toko dikategorikan dengan dapat diterima (cocok) dan tidak dapat diterima (tidak cocok) (Loudon dan Bitta, 1993).

Berdasarkan penelitian Dewi (2008) citra supermarket berpengaruh positif pada attitudinal loyalty, behavioral loyalty, dan composite royalty. Selain itu, citra supermarket juga berpengaruh positif pada kepuasan pelanggan..

Yusoff (dalam Mardalis, 2005) menyatakan bahwa suatu toko maupun perusahaan akan dilihat melalui citranya baik citra itu negatif atau positif. Citra yang positif akan memberikan arti yang baik terhadap produk toko atau perusahaan tersebut dan seterusnya dapat meningkatkan jumlah penjualan. Sebaliknya penjualan produk suatu toko atau perusahaan akan jatuh atau mengalami kerugian jika citranya dipandang negatif oleh masyarakat.

Sunter (dalam Mardalis, 2005) berkeyakinan bahwa pada masa akan datang hanya dengan citra, maka pelanggan akan dapat membedakan sebuah produk dengan produk lainnya. Oleh karena itu, bagi toko dan perusahaan jasa memiliki citra yang baik sangatlah penting. Dengan konsep citra toko dan citra

(20)

perusahaan yang baik ia dapat melengkapkan identitas yang baik pula dan pada akhirnya dapat mengarahkan kepada kesadaran yang tinggi, loyalitas, dan reputasi yang baik.

Pengaruh citra terhadap loyalitas juga ditemukan dalam hasil penelitian Andreassen dan Linestad (dalam Mardalis, 2005). Hasil penelitian mereka, ada yang menyimpulkan bahwa citra produk mempunyai dampak langsung yang signifikan terhadap loyalitas pelanggan.

D. HIPOTESA PENELITIAN

Dalam penelitian ini diajukan sebuah hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan yang telah dikemukakan. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

“Ada pengaruh positif antara citra supermarket terhadap loyalitas pelanggan pada supermarket”.

Apabila citra supermarket positif maka loyalitas pelanggan pada supermarket tergolong tinggi.

Referensi

Dokumen terkait

ini dapat disimpulkan sebagai berikut: kualitas kamera dengan spesifikasi yang lebih tinggi dapat memberikan hasil yang lebih baik pada saat tahap Kalibrasi kamera maupun

Tentukan besar gaya normal yang dikerjakan lantai pada benda untuk tiap kasus pada gambar dibawah ini.. hitunglah gaya normal yang dikerjakan bidang vertikal pada benda setiap

- klien lemah, terdapat luka jahitan di perineum sebanyak 20 jahitan yaitu jahitan bagian dalam 5 jahitan, jahitan bagian tengah 5 jahitan, jahitan bagian luar 10 jahitan, bentuk

1.4.2.2 Dengan penelitian ini diharapkan masyarakat bisa melihat game sebagai media pengiriman pesan yang efektif dengan tingkat terpaan yang langsung (tanpa

Media seni batik diharapkan dapat menjadi inspirasi oleh guru-guru di Indonesia sebagai inovasi pendidikan dalam membentuk karakter peserta didik.. Kata Kunci

Berdasarkan review terhadap riset-riset terdahulu mengenai paradigma structure-conduct-performance (SCP), dapat diketahui bahwa: (1) riset-riset tersebut dilakukan

Bahkan diperlihatkan lebih jauh bahwa antibodi terhadap N1 dapat dideteksi pada semua (100%) ayam sepuluh hari setelah infeksi dengan virus H5N1, baik ayam yang

Berdasarkan penjelasan dari hasil penelitian yang telah dijabarkan sebelumnya, peneliti menyimpulkan bahwa komunikasi interpersonal yang terjalin antara guru dengan