• Tidak ada hasil yang ditemukan

lain, tiap-tiap manusia memiliki definisi mereka masing-masing mengenai kualitas hidup. Pernyataan Liu ini juga mengindikasikan bahwa kualitas hidup a

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "lain, tiap-tiap manusia memiliki definisi mereka masing-masing mengenai kualitas hidup. Pernyataan Liu ini juga mengindikasikan bahwa kualitas hidup a"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Quality of Life

2.1.1 Definisi Quality of Life

Kebanyakan ahli berpendapat bahwa lingkup dari konsep dan pengukuran kualitas hidup harus berpusat pada persepsi subjektif individu mengenai kualitas hidup dan kehidupannya sendiri (Mendlowicz & Mauro, 2000). Mendukung pernyataan tersebut, Ruggeri, Warner, Bisoffi & Fontecendo (2011) mengatakan bahwa kualitas hidup subjektif memiliki kekuatan prediktif yang lebih tinggi daripada kualitas hidup objektif. Carr & Higginson (2006) bahkan mengatakan bahwa kualitas hidup merupakan suatu konstruk yang bersifat individual. Berdasarkan hal ini, komponen objektif dari kualitas hidup tidak mempengaruhi kualitas hidup itu sendiri secara langsung melainkan diperantarai oleh persepsi individu. Kualitas hidup merupakan interaksi antara penghayatan subjektif dan bobot kepentingan dalam/dari aspek-aspek kehidupan tertentu, dengan beberapa faktor kondisi kehidupan yang dapat berpengaruh ataupun tidak tergantung dari persepsi individu mengenai berbagai kondisi kehidupan.

Liu mengatakan bahwa terdapat banyak definisi kualitas hidup dengan Kebanyakan ahli berpendapat bahwa lingkup dari konsep dan pengukuran kualitas hidup harus berpusat pada persepsi subjektif individu mengenai kualitas hidup dan kehidupannya sendiri (Mendlowicz & Mauro, 2000). Mendukung pernyataan tersebut, Ruggeri, Warner, Bisoffi & Fontecendo (2011) mengatakan bahwa kualitas hidup subjektif memiliki kekuatan prediktif yang lebih tinggi daripada kualitas hidup objektif. Carr & Higginson (2006) bahkan mengatakan bahwa kualitas hidup merupakan suatu konstruk yang bersifat individual. Berdasarkan hal ini, komponen objektif dari kualitas hidup tidak mempengaruhi kualitas hidup itu sendiri secara langsung melainkan

(2)

lain, tiap-tiap manusia memiliki definisi mereka masing-masing mengenai kualitas hidup. Pernyataan Liu ini juga mengindikasikan bahwa kualitas hidup adalah sebuah konsep yang bersifat sangat subjektif. Sifat subjektif dari kualitas hidup ini membuat konseptualisasi dari kualitas hidup bervariasi antara satu peneliti dengan yang lain. Molnar (2009) mengatakan bahwa pada dasarnya menyusun konsep mengenai kualitas hidup adalah hal yang sulit. Meskipun secara umum kualitas hidup menggambarkan kesejahteraan individual dari suatu masyarakat (Liao, Fu & Yi, 2006), sulit untuk mendapatkan konsensus dalam mendefinisikan kualitas hidup secara operasional (Liao, Fu & Yi, 2006).

Untuk mempermudah konseptualisasi mengenai kualitas hidup, Moons, Marquet, Budst, & de Geest (2004) menyebutkan hal-hal penting dalam konseptualisasi kualitas hidup: (1) kualitas hidup tidak boleh disamakan dengan status kesehatan ataupun kemampuan fungsional, (2) kualitas hidup lebih didasarkan oleh evaluasi subjektif daripada parameter objektif, (3) tidak terdapat perbedaan yang jelas antara indicator-indikator kualitas hidup dengan faktor yang menentukan kualitas hidup, (4) kualitas hidup dapat berubah seiring waktu, namun tidak banyak, (5) kualitas hidup dapat dipengaruhi secara positif maupun negative. Dengan mempertimbangankan kelima criteria tersebut, Moons, Marquet, Budst, & de Geest (2004) mendefinisikan kualitas hidup sebagai berikut:

“The degree of overall life satisfaction that is positively or negatively influenced by individuals perception of centain aspects of life important to them…”

(Marquet, Marquet, Budst, & de Geest, 2004) masyarakat (Liao, Fu & Yi, 2006), sulit untuk mendapatkan konsensus dalam mendefinisikan kualitas hidup secara operasional (Liao, Fu & Yi, 2006).

Untuk mempermudah konseptualisasi mengenai kualitas hidup, Moons, Marquet, Budst, & de Geest (2004) menyebutkan hal-hal penting dalam konseptualisasi kualitas hidup: (1) kualitas hidup tidak boleh disamakan dengan status kesehatan ataupun kemampuan fungsional, (2) kualitas hidup lebih didasarkan oleh evaluasi subjektif daripada parameter objektif, (3) tidak terdapat perbedaan yang jelas antara indicator-indikator kualitas hidup dengan faktor yang menentukan kualitas hidup, (4) kualitas hidup dapat berubah seiring waktu,

(3)

Berdasarkan definisi ini, dapat dilihat bahwa kualitas hidup berkaitan dengan persepsi individu mengenai beberapa aspek kehidupan yang penting baginya. Lebih lanjut lagi, Bergner menemukan bahwa kualitas hidup akan meningkat seiring dengan menipisnya diskrepansi antara tujuan yang telah dicapai dengan tujuan yang ingin dicapai (O’Connor, 2013). Berdasarkan hal ini, O’Connor (2013) mengemukakan bahwa persepsi individu mengenai diskrepansi antara apa yang ada/ terjadi saat ini dengan apa yang mungkin dapat ada/ terjadi merupakan faktor utama penentu kualitas hidup individu. Dengan demikian, dapat disimpulkan pula bahwa tinggi rendahnya kualitas hidup seseorang dapat dilihat dari diskrepansi yang dirasakan oleh individu itu sendiri antara kondisi kehidupannya saat ini dengan kondisi kehidupan tertentu yang diinginkan.

Definisi kualitas hidup yang sedikit berbeda dibuat berdasarkan WHO yakni kualitas hidup sebagai persepsi individu mengenai posisi mereka dalam kehidupan dilihat dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal serta hubungannya dengan tujuan, harapan, standar, dan hal-hal lain yang menjadi perhatian individu (Power, 2013). Definisi kualitas hidup berdasarkan WHO ini menekankan adanya persepsi dari individu mengenai posisi kehidupan mereka saat ini dan persepsi individu ini dapat dipengaruhi oleh budaya dan sistem nilai di mana individu tinggal. Bila dikaitkan dengan definisi yang dikemukakan oleh O’Connor (2013), dalam mempersepsi posisi kehidupannya saat ini, individu melihat seberapa jauh perbedaan antara kondisi kehidupannya saat ini dengan kondisi kehidupan yang diinginkan oleh individu. Jadi, individu merupakan faktor utama penentu kualitas hidup individu. Dengan demikian, dapat disimpulkan pula bahwa tinggi rendahnya kualitas hidup seseorang dapat dilihat dari diskrepansi yang dirasakan oleh individu itu sendiri antara kondisi kehidupannya saat ini dengan kondisi kehidupan tertentu yang diinginkan.

Definisi kualitas hidup yang sedikit berbeda dibuat berdasarkan WHO yakni kualitas hidup sebagai persepsi individu mengenai posisi mereka dalam kehidupan dilihat dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal serta hubungannya dengan tujuan, harapan, standar, dan hal-hal lain yang menjadi perhatian individu (Power, 2013). Definisi kualitas hidup berdasarkan

(4)

kehidupannya saat ini dengan kehidupan yang ia inginkan. Dikaitkan kemnali pada definisi kualitas hidup yang dikemukakan oleh Moons, Marquet, Budst & de Geest (2004), kondisi kehidupan yang dipersepsi oleh individu dalam kaitannya dengan kualitas hidup adalah kondisi kehidupan individu dalam beberapa aspek yang penting bagi individu itu sendiri.

Berdasarkan beberapa definisi ini, peneliti menyimpulkan bahwa kualitas hidup adalah penilaian subjektif individu mengenai posisi kehidupannya saat ini pada beberapa aspek kehidupan yang penting baginya.

2.1.2 Aspek-aspek Quality of Life

Molnar (2009) mengatakan bahwa kualitas hidup ditentukan oleh beberapa komponen yang juga merepresentasikan aspek-aspek kehidupan. Lebih spesifik lagi, Carr & Higginson (2006) mengatakan bahwa kualitas hidup ditentukan aspek-aspek yang dianggap penting dalam kehidupan seseorang. Kedua pernyataan ini sesuai dengan definisi kualitas hidup yang digunakan dalam penelitian ini yakni kepuasan subjektif mengenai kondisi kehidupan individu saat ini terhadap beberapa aspek kehidupan yang penting bagi individu itu sendiri.

Lebih jauh lagi, Perry & Felce (2005) mengatakan bahwa hal-hal yang dianggap penting oleh tiap-tiap individu berbeda satu dengan lainnya. Aspek kualitas hidup bersifat sangat individual karena hal-hal yang penting bagi satu individu akan berbeda dengan individu yang lainnya. Perry & Felce (2005) mengatakan bahwa hanya individu sendiri yang dapat menentukan pengaruh dari pada beberapa aspek kehidupan yang penting baginya.

2.1.2 Aspek-aspek Quality of Life

Molnar (2009) mengatakan bahwa kualitas hidup ditentukan oleh beberapa komponen yang juga merepresentasikan aspek-aspek kehidupan. Lebih beberapa komponen yang juga merepresentasikan aspek-aspek kehidupan. Lebih beberapa komponen ya

spesifik lagi, Carr & Higginson (2006) mengatakan bahwa kualitas hidup ditentukan aspek-aspek yang dianggap penting dalam kehidupan seseorang. Kedua pernyataan ini sesuai dengan definisi kualitas hidup yang digunakan dalam penelitian ini yakni kepuasan subjektif mengenai kondisi kehidupan

(5)

aspek-aspek kehidupan terhadap kesejahteraan hidupnya. Berawal dari pemikiran mengenai aspek kualitas hidup yang dapat berbeda antara individu yang satu dan yang lainnya, berbagai studi kualitas hidup meneliti mengenai aspek-aspek kehidupan yang penting bagi individu dalam hubungannya dengan kualitas hidup. Aspek-aspek kehidupan yang menjadi aspek kualitas hidup berdasarkan Kolman antara lain adalah kehidupan keluarga (hubungan dan situasi dalam keluarga), kesejahteraan psikologis (struktur psikologis dari manusia), aspek-aspek fungsional (pekerjaan), aspek-aspek somatic (kesehatan), aspek-aspek lingkungan (kerja sama dengan lingkungan sekitar), aspek-aspek eksistensial yang berupa kondisi kehidupan (Molnar, 2009). Sedangkan menurut Wardhani (2006) kualitas hidup merupakan produk dari interaksi antara aspek sosial, kesehatan, dan ekonomi.

Felce & Perry (2005) melakukan review literatur-literatur dari berbagai penelitian yang menghasilkan aspek-aspek kualitas hidup dan mengelompokkan aspek-aspek kualitas hidup yakni physical wellbeing (terdiri dari aspek-aspek kesehatan, kebugaran, keamanan fisik, dan mobolitas), material wellbeing (terdiri dari aspek-aspek pendapatan, kualitas lingkungan hidup, privacy, kepemilikan, makanan, alat transportasi, lingkungan tempat tinggal, keamanan, dan stabilitas), social wellbeing (terdiri dari hubungan interpersonal dan keterlibatan dalam masyarakat), development and activity, emotional wellbeing (terdiri dari afek atau mood, kepuasan atau pemenuhan kebutuhan, kepercayaan diri, agama, dan status/ kehormatan).

manusia), aspek-aspek fungsional (pekerjaan), aspek-aspek somatic (kesehatan), aspek-aspek lingkungan (kerja sama dengan lingkungan sekitar), aspek-aspek eksistensial yang berupa kondisi kehidupan (Molnar, 2009). Sedangkan menurut Wardhani (2006) kualitas hidup merupakan produk dari interaksi antara aspek sosial, kesehatan, dan ekonomi.

Felce & Perry (2005) melakukan review literatur-literatur dari berbagai penelitian yang menghasilkan aspek-aspek kualitas hidup dan mengelompokkan aspek-aspek kualitas hidup yakni physical wellbeing (terdiri dari aspek-aspek kesehatan, kebugaran, keamanan fisik, dan mobolitas), material wellbeing

(6)

Menurut WHO (Power, 2013) kualitas hidup meliputi empat domain yaitu:

1. Domain fisik yang terdiri dari kenyamanan fisik dalam beraktivitas, tenaga yang dimiliki dan perasaan lelah, kesempatan untuk tidur dan istirahat.

2. Domain psikologis yang terdiri dari perasaan positif, kemampuan berfikir dan belajar saat menghadapi masalah, kemampuan mengingat dan konsentrasi dalam menjalankan usaha, harga diri, gambaran dan penampilan diri.

3. Domain hubungan sosial yang terdiri dari hubungan perorangan, dukungan sosial, aktivitas seksual.

4. Domain lingkungan yang terdiri dari keamanan lingkungan rumah, sumber penghasilan, kesehatan dan perhatian sosial, kesempatan untuk memperoleh informasi baru, partisipasi dalam kesempatan berekreasi dan waktu luang.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Quality of Life

Terdapat penelitian-penelitian ataupun argumentasi yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Faktor-faktor yang didapatkan mempengaruhi kualitas hidup tidak selalu sama antara penelitian yang satu dengan yang lain. Beberapa penelitian mengemukakan faktor-faktor individual yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. O’Connor (2013) mengatakan bahwa kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh standar referensi yang

dan konsentrasi dalam menjalankan usaha, harga diri, gambaran dan penampilan diri.

3. Domain hubungan sosial yang terdiri dari hubungan perorangan, dukungan sosial, aktivitas seksual.

4. Domain lingkungan yang terdiri dari keamanan lingkungan rumah, sumber penghasilan, kesehatan dan perhatian sosial, kesempatan untuk memperoleh informasi baru, partisipasi dalam kesempatan berekreasi dan waktu luang.

(7)

digunakan seseorang seperti harapan, aspirasi, perasaan mengenai persamaan antara diri individu dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan defenisi kualitas hidup berdasarkan WHO bahwa kualitas hidup akan dipengaruhi oleh harapan, tujuan dan standar dari masing-masing individu (Power, 2013).

Selain itu terdapat juga penelitian dan argumentasi yang mengindikasikan adanya pengaruh dari faktor budaya terhadap kualitas hidup. Fadda & Jiron (2009) mengatakan bahwa kualitas hidup bervariasi antara individu yang tinggal di kota/ wilayah satu dengan yang lain bergantung pada konteks budaya, sistem, dan berbagai kondisi yang berlaku pada wilayah tertentu. Beberapa penelitian juga menemukan adanya pengaruh dari variabel demografis seperti penghasilan, status pernikahan, dan tingkat pendidikan terhadap kualitas hidup (Liao, Fu & Yi, 2006). Para ahli menyimpulkan bahwa beberapa faktor demografis yang berpengaruh terhadap kualitas hidup individu, yaitu gender/ jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, penghasilan, dan hubungan dengan orang lain.

2.2 Spiritualitas

2.2.1 Definisi Spiritualitas

Kata spiritual berasal dari bahasa Latin yaitu spiritus yang berarti hembusan atau bernafas, kata ini memberikan makna segala sesuatu yang penting bagi hidup manusia. Seseorang dikatakan memiliki spirit yang baik jika orang tersebut memiliki harapan penuh, optimis dan berfikir positif, sebaliknya individu yang tinggal di kota/ wilayah satu dengan yang lain bergantung pada konteks budaya, sistem, dan berbagai kondisi yang berlaku pada wilayah tertentu. Beberapa penelitian juga menemukan adanya pengaruh dari variabel demografis seperti penghasilan, status pernikahan, dan tingkat pendidikan terhadap kualitas hidup (Liao, Fu & Yi, 2006). Para ahli menyimpulkan bahwa beberapa faktor demografis yang berpengaruh terhadap kualitas hidup individu, yaitu gender/ jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, penghasilan, dan hubungan dengan orang lain.

(8)

jika seseorang kehilangan spiritnya maka orang tersebut akan menunjukkan sikap putus asa, pesimis dan berfikir negatif (Roper, 2012).

Terdapat berbagai definisi spiritual menurut sudut pandang masing-masing. Menurut Delaney (2005) spiritualitas adalah fenomena multidimensi yang menghasilkan pengalaman universal, bagian konstruk sosial dan perkembangan individu sepanjang hidup. Mahmoodishan & Vlasblom (2012) mendefinisikan spiritualitas merupakan konsep yang luas, sangat subjektif dan individualis, diartikan dengan cara yang berbeda pada setiap orang. Definisi lain menyatakan bahwa spiritualitas merupakan bagian inti dari individu yang tidak terlihat dan memberikan makna dan tujuan hidup serta hubungan dan keterikatan dengan Yang Maha Tinggi yaitu Tuhan (McEwen, 2014). Spiritualitas berbeda dengan agama, spiritualitas merupakan konsep yang lebih luas yang bersifat universal dan pribadi sedangkan agama merupakan bagian dari spiritualitas yang terkait dengan budaya dan masyarakat (McEwen, 2014).

Tischler (2009) mengatakan bahwa spiritualitas mirip atau dengan suatu cara berhubungan dengan emosi atau perilaku dan sikap tertentu dari seorang individu. Menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi, dan penuh kasih. Fernando (2006) yang mengatakan bahwa spiritualitas juga bisa tentang perasaan akan tujuan, makna, dan perasaan terhubung dengan orang lain.

Definisi yang digunakan dalam penelitian ini, spiritualitas merupakan kepercayaan yang mengacu pada adanya pengalaman, baik itu pengalaman positif ataupun pengalaman negatif, yang diperoleh dari hubungan dengan diri individualis, diartikan dengan cara yang berbeda pada setiap orang. Definisi lain menyatakan bahwa spiritualitas merupakan bagian inti dari individu yang tidak terlihat dan memberikan makna dan tujuan hidup serta hubungan dan keterikatan dengan Yang Maha Tinggi yaitu Tuhan (McEwen, 2014). Spiritualitas berbeda dengan agama, spiritualitas merupakan konsep yang lebih luas yang bersifat universal dan pribadi sedangkan agama merupakan bagian dari spiritualitas yang terkait dengan budaya dan masyarakat (McEwen, 2014).

Tischler (2009) mengatakan bahwa spiritualitas mirip atau dengan suatu cara berhubungan dengan emosi atau perilaku dan sikap tertentu dari seorang

(9)

sendiri, hubungan dengan kehidupan sosial dan lingkungan, serta hubungan dengan Tuhan.

2.2.2 Aspek-Aspek Spiritualitas

Delaney (2005) menegaskan bahwa spiritualitas mencakup tiga aspek utama yang digunakan untuk mengukur spiritualitas individu yang meliputi:

a. Penemuan diri (self-discovery), yaitu perjalanan spiritual yang dimulai dari refleksi diri dan pencarian arti serta tujuan. Proses penemuan diri merujuk pada bagaimana seorang wirausaha mensyukuri hal-hal yang berkaitan dengan usaha yang telah dirintis selama ini, yang tidak terlepas dari tujuan hidup yang ingin dicapai ke depannya.

b. Hubungan (relationships), yaitu hubungan integral pada orang lain berdasar rasa hormat yang mendalam, hubungan tersebut meliputi hubungan terhadap keluarga, dan lingkungan sekitar.

c. Kesadaran ekologi (eco-awareness–higher power/universal intelligence), yaitu hubungan integral kepada Tuhan dan adanya kesadaran terhadap lingkungan yang dijadikan acuan dalam menjalankan wirausaha.

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas seseorang (Taylor, dkk., a. Penemuan diri (self-discovery), yaitu perjalanan spiritual yang dimulai dari refleksi diri dan pencarian arti serta tujuan. Proses penemuan diri merujuk pada bagaimana seorang wirausaha mensyukuri hal-hal yang berkaitan dengan usaha yang telah dirintis selama ini, yang tidak terlepas dari tujuan hidup yang ingin dicapai ke depannya.

b. Hubungan (relationships), yaitu hubungan integral pada orang lain berdasar rasa hormat yang mendalam, hubungan tersebut meliputi hubungan terhadap keluarga, dan lingkungan sekitar.

(10)

a. Tahapan Perkembangan

Setiap individu berbeda dalam pemenuhan spiritualitas sesuai dengan usia, jenis kelamin, agama, dan kepribadian individu. Spiritualitas merupakan bagian dari kehidupan manusia dan berhubungan dengan proses perubahan dan perkembangan pada manusia.

b. Budaya

Setiap budaya berbeda dalam bentuk pemenuhan spiritualitas. Budaya dan spiritualitas menjadi dasar sesorang dalam melakukan sesuatu dan menjalani cobaan atau masalah dalam hidup dengan seimbang.

c. Keluarga

Keluarga sangat berperan dalam perkembangan spiritualitas individu. Keluarga adalah tempat pertama kali individu mendapatkan pengalaman dan pandangan hidup. Melalui keluarga, individu belajar tentang Tuhan, kehidupan, dan diri sendiri. Keluarga memiliki peran yang penting dalam memenuhi kebutuhan spiritualitas, dikarenakan keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dengan individu.

d. Agama

Agama sangat mempengaruhi spiritualitas individu. Agama merupakan suatu sistem keyakinan dan ibadah yang dipraktikkan individu dalam pemenuhan spiritualitas individu. Agama merupakan cara pemeliharaan hidup terhadap segala aspek kehidupan.

e. Pengalaman Hidup

dan spiritualitas menjadi dasar sesorang dalam melakukan sesuatu dan menjalani cobaan atau masalah dalam hidup dengan seimbang.

c. Keluarga

Keluarga sangat berperan dalam perkembangan spiritualitas individu. Keluarga adalah tempat pertama kali individu mendapatkan pengalaman dan pandangan hidup. Melalui keluarga, individu belajar tentang Tuhan, kehidupan, dan diri sendiri. Keluarga memiliki peran yang penting dalam memenuhi kebutuhan spiritualitas, dikarenakan keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari

(11)

Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif mempengaruhi spiritualitas seseorang. Pengalaman hidup mempengaruhi seseorang dalam mengartikan secara spiritual terhadap kejadian yang dialaminya. Pengalaman hidup yang menyenangkan dapat menyebabkan seseorang bersyukur atau tidak bersyukur.

2.3 Konsep Life Satisfaction

Life satisfaction (Kepuasan hidup) didefinisikan sebagai tingkatan perilaku individu terhadap kualitas hidup mereka yang dapat disamakan dengan kebahagiaan. Komponen kepuasan hidup telah dijadikan konsep sebagai evaluasi kognitif dalam hidup seseorang (Pavot & Diener, 2008). Hal tersebut dapat dikatakan bahwa kepuasan hidup merupakan penilaian evaluatif setiap individu terhadap keseluruhan hidupnya. Lebih lanjut, Diener (1984) mengatakan bahwa life satisfaction merupakan penilaian secara kognitif mengenai seberapa baik dan memuaskan hal-hal yang sudah dilakukan individu dalam kehidupannya secara menyeluruh dan atas area-area utama dalam hidup yang mereka anggap penting (domain satisfaction) seperti hubungan interpersonal, kesehatan, pekerjaan, pendapatan, spiritualitas dan aktivitas di waktu luang.

Karakteristik individu yang memiliki life satisfaction yang tinggi antara lain memiliki keluarga dan teman dekat yang supportif, memiliki pasangan yang romantis, memiliki aktivitas pekerjaan dan aktivitas pensiun yang berharga, menikmati waktu santai mereka dan mempunyai kesehatan yang baik. Individu

Life satisfaction (Kepuasan hidup) didefinisikan sebagai tingkatan perilaku individu terhadap kualitas hidup mereka yang dapat disamakan dengan kebahagiaan. Komponen kepuasan hidup telah dijadikan konsep sebagai evaluasi kognitif dalam hidup seseorang (Pavot & Diener, 2008). Hal tersebut dapat dikatakan bahwa kepuasan hidup merupakan penilaian evaluatif setiap individu terhadap keseluruhan hidupnya. Lebih lanjut, Diener (1984) mengatakan bahwa life satisfaction merupakan penilaian secara kognitif mengenai seberapa baik dan memuaskan hal-hal yang sudah dilakukan individu dalam kehidupannya secara menyeluruh dan atas area-area utama dalam hidup yang mereka anggap penting

(12)

kecanduan alkohol, obat-obatan atau judi (Diener, 1984). Diener (1984) juga mengatakan bahwa individu yang memiliki life satisfaction yang tinggi adalah individu yang memiliki tujuan penting dalam hidupnya dan berhasil untuk mencapai tujuan tersebut. Jadi, individu yang life satisfaction-nya tinggi merasa bahwa hidup mereka bermakna dan mempunyai tujuan dan nilai yang penting bagi mereka.

Hubungan antara kepuasan kerja dan kepuasan hidup adalah penting karena kepuasan dalam bekerja menjadi salah satu faktor penyebab terwujudnya kepuasan hidup seseorang. Penelitian tentang kepuasan hidup yang dilakukan oleh Feldman (2000) menemukan bahwa kepuasan yang diperoleh dari kegiatan wirausaha berpengaruh terhadap kepuasan hidup wirausahawan secara keseluruhan, kesejahteraan psikologis secara minat mereka untuk tetap berwirausaha. Diener menemukan sejumlah faktor yang mempengaruhi kepuasan seseorang (Iverson & Maguire, 2008). Menurut Diener, seseorang yang jumlah pendapatannya lebih besar daripada yang lain cenderung akan lebih bahagia. Mereka memiliki kemampuan yang lebih untuk membeli barang/jasa sesuai keinginan. Dengan kata lain, pendapatan yang lebih besar merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kepuasan hidup seseorang (Heuwel, 2007).

Penelitian lain dari Kuratko (2007) menemukan bahwa salah satu tujuan seseorang berwirausaha adalah untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan mendapat jaminan untuk mewariskan usahanya di masa depan. Dengan kata lain, kesejahteraan keluarga yang terjamin akan membuat hidup seseorang lebih karena kepuasan dalam bekerja menjadi salah satu faktor penyebab terwujudnya kepuasan hidup seseorang. Penelitian tentang kepuasan hidup yang dilakukan oleh Feldman (2000) menemukan bahwa kepuasan yang diperoleh dari kegiatan wirausaha berpengaruh terhadap kepuasan hidup wirausahawan secara keseluruhan, kesejahteraan psikologis secara minat mereka untuk tetap berwirausaha. Diener menemukan sejumlah faktor yang mempengaruhi kepuasan seseorang (Iverson & Maguire, 2008). Menurut Diener, seseorang yang jumlah pendapatannya lebih besar daripada yang lain cenderung akan lebih bahagia. Mereka memiliki kemampuan yang lebih untuk membeli barang/jasa

(13)

bahagia. Temuan tersebut sesuai dengan penelitian tentang kepuasan hidup yang dilakukan oleh Iverson & Maguire (2008) yang menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan hidup meliputi faktor-faktor yang berkaitan dengan pekerjaan, pribadi, lingkungan dan masyarakat.

Diener (1984) mengatakan bahwa dalam komponen life satisfaction ini terdapat lima aspek yang meliputi area work, family, leisure, health, finances, self dan one’s group. Lima aspek tersebut adalah:

1. Keinginan untuk mengubah kehidupan, 2. Kepuasaan terhadap hidup saat ini, 3. Kepuasan hidup di masa lalu,

4. Kepuasan terhadap kehidupan di masa depan, 5. Penilaian orang lain terhadap kehidupan seseorang.

Oleh karena itu, peneliti ingin menyimpulkan definisi life satisfaction (kepuasan hidup) adalah tingkat di mana seseorang menyukai hidupnya secara keseluruhan yang merujuk kepada kebahagiaan. Kepuasan hidup seseorang dapat diukur melalui keinginan untuk mengubah kehidupan, kepuasan terhadap hidup saat ini, masa lalu, dan masa depan, serta penilaian orang lain terhadap kehidupan seseorang.

2.4 Dewasa Awal

2.4.1 Definisi Dewasa Awal

Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus 1. Keinginan untuk mengubah kehidupan,

2. Kepuasaan terhadap hidup saat ini, 3. Kepuasan hidup di masa lalu,

4. Kepuasan terhadap kehidupan di masa depan, 5. Penilaian orang lain terhadap kehidupan seseorang.

Oleh karena itu, peneliti ingin menyimpulkan definisi life satisfaction (kepuasan hidup) adalah tingkat di mana seseorang menyukai hidupnya secara keseluruhan yang merujuk kepada kebahagiaan. Kepuasan hidup seseorang dapat diukur melalui keinginan untuk mengubah kehidupan, kepuasan terhadap

(14)

telah menjadi dewasa. Masa dewasa (adulthood) biasanya dimulai dari usia 20-an hingga usia tua atau hingga meninggal (Ciccarelli & Meyer, 2006). Tentunya, untuk menentukan awal periode masa dewasa bukanlah perkara yang mudah, karena itu terdapat beberapa ahli yang memeliki pendapat berbeda. Namun, hal ini bukanlah merupakan perbedaan yang substansial tetapi sebagai langkah awal untuk mengkaji mengenai pekembangan manusia khususnya pada masa dewasa.

Papalia, Olds, & Feldman (2008) mengungkapkan bahwa kelompok dewasa awal (young adulthood) berkisar antara usia 20-40 tahun, dimana pada masa ini terjadi pelepasan peran sebagai remaja ke peran baru sebagai dewasa awal. Namun di Indonesia, awal bata usia dewasa awal dimulai dari 25 tahun hingga 40 tahun, karena menurut Sarwono (2006) batasan remaja untuk masyarakat Indonesia berakhir pada usia 24 tahun dan dinyatakan belum menikah.

Santrock (2002) mengatakan masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan jenis, terkadang menyisakan sedikit waktu untuk hal lainnya. Kenniston mengemukakan masa muda (youth) adalah periode kesementaraan ekonomi dan pribadi, dan perjuangan antara ketertarikan pada kemandirian dan menjadi terlibat secara social (Santrock, 2002). Dua kriteria yang diajukan untuk menunjukkan akhir masa remaja dan permulaan dari masa dewasa awal adalah kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan. Mungkin yang paling luas diakui sebagai tanda memasuki masa dewasa adalah ketika seseorang mendapatkan pekerjaan penuh waktu yang kurang lebih tetap (Santrock, 2002). Pada masa ini terjadi perubahan dewasa awal (young adulthood

dewasa awal (young adulthood

dewasa awal (young adulthood) berkisar antara usia 20-40 tahun, dimana pada young adulthood) berkisar antara usia 20-40 tahun, dimana pada masa ini terjadi pelepasan peran sebagai remaja ke peran baru sebagai dewasa awal. Namun di Indonesia, awal bata usia dewasa awal dimulai dari 25 tahun hingga 40 tahun, karena menurut Sarwono (2006) batasan remaja untuk masyarakat Indonesia berakhir pada usia 24 tahun dan dinyatakan belum menikah.

Santrock (2002) mengatakan masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan jenis, terkadang menyisakan sedikit waktu untuk hal lainnya. Kenniston mengemukakan masa muda

(15)

fisik dan psikologis pada diri individu yang disertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Merupakan masa dimana individu tidak lagi harus bergantung secara ekonomis, sosiologis, maupun psikologis pada orang tuanya, masa untuk bekerja, dan terlibat dalam hubungan masyarakat, serta menjalin hubungan dengan lawan jenis.

2.4.2 Perkembangan Dewasa Awal 1. Perkembangan Kognitif

Kemampuan kognitif yang menonjol pada dewasa awal, menurut Piaget ditandai dengan masa operasi formal (formal operation), mereka telah mampu berpikir abstrak, menghubungkan konsep-konsep, membuat kesimpulan secara logis-sistematis (Santrock, 1995).

2. Perkembangan Psikososial

Pada tahap perkembangan psikososial ini, individu berada dalam sebuah situasi dimana kehidupan rumah tangga, membangun keluarga, dan pekerjaan menjadi wacana-wacana yang penting. Menurut Erikson (dalam Indragiri, 2008) baru pada usia dewasa inilah individu faktanya memiliki kesiapan dari dalam dirinya sendiri (genuine readiness) untuk menjalin keintiman sosial dengan individu lain.

Seorang ahli psikoanalisis, Erikson menyatakan bahwa krisis utama yang terjadi pada perkembangan dewasa awal adalah intimacy versus isolation, yaitu masa dimana tugas utama perkembangan mereka 1. Perkembangan Kognitif

Kemampuan kognitif yang menonjol pada dewasa awal, menurut Piaget ditandai dengan masa operasi formal (formal operation

Piaget ditandai dengan masa operasi formal (formal operation Piaget ditandai dengan masa operasi formal (

telah mampu berpikir abstrak, menghubungkan konsep-konsep, membuat kesimpulan secara logis-sistematis (Santrock, 1995).

2. Perkembangan Psikososial

Pada tahap perkembangan psikososial ini, individu berada dalam sebuah situasi dimana kehidupan rumah tangga, membangun keluarga, dan pekerjaan menjadi wacana-wacana yang penting. Menurut Erikson

(16)

mencoba mengembangkan hubungan yang berarti dengan orang lain, membagi perasaan, pengalaman maupun gagasan-gagasan guna mencapai kehidupan yang intim, hangat dan menyenangkan. Sebaliknya, bila seseorang tidak mampu mewujudkan tujuan tersebut, menurut Erikson, maka ia akan menemui pengalaman isolasi yaitu suatu krisis yang ditandai dengan perasaan keterpisahan seseorang dengan lingkungan sosialnya.

Pada masa dewasa awal, perubahan-perubahan yang juga akan terjadi adalah mengenai cara berpikir orang dewasa awal yang mulai berbeda dengan remaja (Santrock, 2002). Individu yang berada pada tahap dewasa awal mulai menyadari perbedaan pendapat dan berbagai pespektif yang dipegang oleh orang lain. Pada masa dewasa awal, individu akan mulai berubah dari mencari pengetahuan, menerapkan apa yang diketahui untuk mengejar karir dan membentuk keluarga. Berikut ada beberapa fase yang akan dilewati setiap individu ketika memasuki masa dewasa awal (Santrock, 2002), yaitu:

a. Fase Mencapai Prestasi

Fase ini adalah fase di mana dewasa awal melibatatkan penerapan intelektualitas pada situasi yang memiliki konsekuensi besar dalam mencapai tujuan jangka panjang, seperti pencapaian karir dan pengetahuan. Para individu yang mulai memasuki dewasa awal akan mampu menguasai kemampuan kognitif yang dimiliki, sehingga memperoleh kebebasan yang cukup.

Pada masa dewasa awal, perubahan-perubahan yang juga akan terjadi adalah mengenai cara berpikir orang dewasa awal yang mulai berbeda dengan remaja (Santrock, 2002). Individu yang berada pada tahap dewasa awal mulai menyadari perbedaan pendapat dan berbagai pespektif yang dipegang oleh orang lain. Pada masa dewasa awal, individu akan mulai berubah dari mencari pengetahuan, menerapkan apa yang diketahui untuk mengejar karir dan membentuk keluarga. Berikut ada beberapa fase yang akan dilewati setiap individu ketika memasuki masa dewasa awal (Santrock, 2002), yaitu:

(17)

b. Fase Tanggung Jawab

Memasuki fase tanggung jawab, dimana fase ini terjadi ketika keluarga terbentuk dan perhatian diberikan pada keperluan-keperluan pasangan dan keturunan. Perluasan kemampuan kognitif yang sama diperlukan pada saat karir individu meningkat dan tanggung jawab kepada orang lain akan muncul dalam pekerjaan dan komunitas.

c. Fase Eksekutif

Fase ini terjadi ketika individu mulai memasuki masa dewasa tengah, dimana seorang individu mulai bertanggung jawab kepada sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial. Pada fase ini, individu mulai membangun pemahaman tentang bagaimana organisasi sosial bekerja dan berbagai hubungan kompleks yang terlibat didalamnya.

d. Fase Reintegratif

Fase reintegratif adalah fase yang akan terjadi di akhir masa dewasa, dimana orang dewasa yang lebih tua memilih untuk memfokuskan tenaga mereka pada tugas dan kegiatan yang bermakna.

2.5 Konsep Wirausaha

Wirausaha berasal dari kata wira & usaha. Kata wira artinya pahlawan atau pejuang, sedangkan usaha artinya adalah perbuatan, sikap atau berbuat sesuatu. Seorang wirausahawan menurut Schumpeter (1999) adalah seorang Fase ini terjadi ketika individu mulai memasuki masa dewasa tengah, dimana seorang individu mulai bertanggung jawab kepada sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial. Pada fase ini, individu mulai membangun pemahaman tentang bagaimana organisasi sosial bekerja dan berbagai hubungan kompleks yang terlibat didalamnya.

d. Fase Reintegratif

Fase reintegratif adalah fase yang akan terjadi di akhir masa dewasa, dimana orang dewasa yang lebih tua memilih untuk memfokuskan tenaga mereka pada tugas dan kegiatan yang bermakna.

(18)

penggabungan beberapa hal atau sesuatu yang baru (www.seputarpengetahuan.com). Beberapa ahli mengemukakan pendapat mengenai definisi wirausaha, diantaranya Hadipranata (2008) mengemukakan bahwa wirausaha merupakan sosok yang mengambil resiko yang dibutuhkan untuk mengelola dan mengatur segala urusan serta menerima sejumlah keuntungan financial maupun non financial. Selain itu, pendapat lain dikemukakan oleh Zimmerer (2000), kewirausahaan ialah penerapan keinovasian dan kreativitas untuk pemecahan masalah dan memanfaatkan berbagai peluang yang dihadapi orang lain setiap hari. Sedangkan menurut Robbin & Coulter (2002), kewirausahaan merupakan suatu proses dimana seseorang ataupun suatu kelompok individu menggunakan upaya yang terorganisir dan sarana untuk mencari sebuah peluang dan menciptakan suatu nilai yang tumbuh dengan memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui sebuah inovasi dan keunikan, tidak mempedulikan apapun sumber daya yang digunakan pada saat ini. Oleh karena itu, pengertian wirausaha dapat disimpulkan bahwa menciptakan sebuah usaha atau bisnis yang dihadapkan dengan resiko dan ketidakpastian.

Beberapa peluang sebagai keuntungan yang memberikan dorongan kuat seseorang untuk berwirausaha adalah sebagai berikut (Suharyadi, 2007):

1. Mempunyai kebebasan mencapai tujuan yang dikehendaki

Wirausaha memberikan kebebasan kepada setiap kepada setiap orang untuk menentukan tujuannya sendiri.

keinovasian dan kreativitas untuk pemecahan masalah dan memanfaatkan berbagai peluang yang dihadapi orang lain setiap hari. Sedangkan menurut Robbin & Coulter (2002), kewirausahaan merupakan suatu proses dimana seseorang ataupun suatu kelompok individu menggunakan upaya yang terorganisir dan sarana untuk mencari sebuah peluang dan menciptakan suatu nilai yang tumbuh dengan memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui sebuah inovasi dan keunikan, tidak mempedulikan apapun sumber daya yang digunakan pada saat ini. Oleh karena itu, pengertian wirausaha dapat disimpulkan bahwa menciptakan sebuah usaha atau bisnis yang dihadapkan dengan resiko dan

(19)

2. Mempunyai kesempatan untuk menunjukkan kemampuan dan potensi diri secara penuh

Banyak orang menyadari bahwa menjadi pekerja itu terkadang sangat membosankan, tidak menantang, dan sangat tidak menarik. Namun, bagi wirausahawan hal tersebut tidak berlaku, bahkan bekerja dan bermain hampir tidak ada bedanya.

3. Memperoleh manfaat dan laba yang maksimal

Dengan membuka usaha, ada manfaat yang mengembangkan diri seperti dapat membuka lapangan kerja bagi orang lain, membantu yang tidak mampu, dan memperoleh laba yang cukup banyak sehingga dapat menikmati kehidupan yang lebih baik.

4. Terbuka kesempatan untuk melakukan perubahan

Menjadi seorang pengusaha mempunyai kebebasan untuk mengubah kondisi perubahan sesuai dengan keinginan yang sudah dipikirkan dengan matang dan risiko yang diperhitungkan dengan cermat.

5. Terbuka peluang untuk membantu masyarakat dalam menciptakan lapangan kerja

6. Terbuka peluang untuk berperan dalam masyarakat dan mendapatkan pengakuan atas usaha mereka.

Dengan membuka usaha, ada manfaat yang mengembangkan diri seperti dapat membuka lapangan kerja bagi orang lain, membantu yang tidak mampu, dan memperoleh laba yang cukup banyak sehingga dapat menikmati kehidupan yang lebih baik.

4. Terbuka kesempatan untuk melakukan perubahan

Menjadi seorang pengusaha mempunyai kebebasan untuk mengubah kondisi perubahan sesuai dengan keinginan yang sudah dipikirkan dengan matang dan risiko yang diperhitungkan dengan cermat.

(20)

Meredith (Suharyadi, 2012) mengemukakan ciri-ciri wirausahawan sebagai berikut:

1. Percaya Diri

Segala sesuatu yang telah diyakini dan dianggap benar harus dilakukan sepanjang tidak melanggar hokum dan norma yang berlaku. Percaya diri merupakan sikap dan keyakinan untuk memulai, melakukan, dan menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang dihadapi. 2. Berorientasi pada Tugas dan Hasil

Apa yang diakukan seorang wirausahawan merupakan usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

3. Berani mengambil resiko

Resiko usaha pasti ada, tidak ada jaminan suatu usaha akan mengalami keuntungan terus-menerus. Oleh karena itu, untuk memperkecil kegagalan usaha maka wirausahawan harus mengetahui peluang kegagalan.

4. Kepemimpinan

Wirausahawan yang berhasil ditentukam pula oleh kemampuan dalam memimpin.

5. Keorisinilan

Nilai keorisinilan dari semua yang dihasilkan oleh wirausahawan akan sangat menetukan keberhasilan mereka dalam mencapai keunggulan bersaing.

2. Berorientasi pada Tugas dan Hasil

Apa yang diakukan seorang wirausahawan merupakan usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

3. Berani mengambil resiko

Resiko usaha pasti ada, tidak ada jaminan suatu usaha akan mengalami keuntungan terus-menerus. Oleh karena itu, untuk memperkecil kegagalan usaha maka wirausahawan harus mengetahui peluang kegagalan.

(21)

6. Berorientasi pada Masa Depan

Memiliki pandangan jauh ke depan dan bila perlu sudah tiba lebih dahulu pada masa depan merupakan kemampuan yang biasanya ada pada setiap wirausahawan yang sukses.

2.6 Kerangka Pemikiran

Setiap orang pasti menginginkan kualitas hidup yang baik, termasuk para wirausahawan. Menurut WHO, kualitas hidup merupakan penilaian subjektif individu mengenai posisi kehidupannya saat ini pada beberapa aspek kehidupan yang penting baginya, termasuk aspek fisik, psikologis, hubungan dengan orang lain, dan lingkungan (Power, 2013). Kualitas hidup yang baik diperoleh tidak terlepas dari pekerjaan yang digeluti oleh seseorang. Dalam penelitian ini, pekerjaan yang dimaksud adalah berwirausaha. Dengan berwirausaha maka para pelakunya akan memperoleh berbagai pengalaman baik itu yang positif ataupun yang negatif. Pengalaman yang dimiliki oleh wirausahawan muda tidak lepas dari hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan lingkungan sosial, dan hubungan dengan Tuhan. Di mana pengalaman tersebut merupakan bagian dari spiritualitas yang memiliki pengaruh terhadap kualitas hidup. Kebanyakan wirausahawan tidak memperhatikan kesadaran terhadap lingkungan dan jarang sekali ditemukan seorang wirausahawan yang mau berlaku jujur dalam berbisnis. Studi terdahulu yang dilakukan oleh Baker (2003) memaparkan bahwa spiritualitas memberikan kontribusi terhadap kualitas hidup. Berdasarkan hasil wirausahawan. Menurut WHO, kualitas hidup merupakan penilaian subjektif individu mengenai posisi kehidupannya saat ini pada beberapa aspek kehidupan yang penting baginya, termasuk aspek fisik, psikologis, hubungan dengan orang lain, dan lingkungan (Power, 2013). Kualitas hidup yang baik diperoleh tidak terlepas dari pekerjaan yang digeluti oleh seseorang. Dalam penelitian ini, pekerjaan yang dimaksud adalah berwirausaha. Dengan berwirausaha maka para pelakunya akan memperoleh berbagai pengalaman baik itu yang positif ataupun yang negatif. Pengalaman yang dimiliki oleh wirausahawan muda tidak lepas dari hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan lingkungan sosial, dan

(22)

seseorang akan mempengaruhi kualitas hidup, pengalaman tersebut juga menjadi dasar dalam memaknai peluang yang diperoleh dalam hidupnya sebagai hasil interaksi dengan lingkungan dan pencapaian keselarasan hidup. Penelitian lain juga pernah dilakukan oleh Young (2012) yang menunjukkan bahwa efek positif dari spiritualitas dapat meningkatkan kualitas hidup, karena dengan mendekatkan diri kepada Tuhan maka akan mengurangi stres yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari.

Selain adanya pengalaman yang tidak terlepas dari spiritualitas, kepuasan hidup berwirausaha juga dapat meningkatkan kualitas hidup. Dengan berwirausaha, dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi para pencari kerja. Dunia wirausaha menimbulkan ketertarikan tersendiri bagi orang-orang yang berkeinginan untuk memulai dan mengembangkan usahanya sendiri. Berdasarkan hasil penelitian bahwa seorang wirausahawan pada umumnya memiliki karakteristik tertentu meliputi kemampuan berinovasi, rasa percaya diri, keberanian mengambil resiko, dan kebutuhan akan keberhasilan (Finnie & La Portie, 2007). Penelitian lainnya dari Kuratko, dkk., (2007) juga menemukan bahwa wirausahawan mendapatkan kepuasan lebih dari usahanya sendiri dibandingkan saat mereka masih menerima gaji/upah dari orang lain. Kepuasan dari usaha yang mereka jalankan menurut penelitian Heuwel, dkk., (2007) akan berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang. Dengan berwirausaha, maka peluang untuk membuktikan kemampuan diri, menggunakan keahliannya dalam bekerja, serta mendapatkan pengakuan publik bila mampu mengelola usahanya dengan baik. Menurut penelitian Finnie & La Portie (2007), kebutuhan akan Selain adanya pengalaman yang tidak terlepas dari spiritualitas, kepuasan hidup berwirausaha juga dapat meningkatkan kualitas hidup. Dengan berwirausaha, dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi para pencari kerja. Dunia wirausaha menimbulkan ketertarikan tersendiri bagi orang-orang yang berkeinginan untuk memulai dan mengembangkan usahanya sendiri. Berdasarkan hasil penelitian bahwa seorang wirausahawan pada umumnya memiliki karakteristik tertentu meliputi kemampuan berinovasi, rasa percaya diri, keberanian mengambil resiko, dan kebutuhan akan keberhasilan (Finnie & La Portie, 2007). Penelitian lainnya dari Kuratko, dkk., (2007) juga menemukan

(23)

keberhasilan mendorong seseorang untuk mencari peluang berwirausaha dengan harapan dapat memperoleh kepuasan yang lebih besar dalam bekerja. Dengan demikian, kepuasan tersebut dapat menimbulkan perasaan kebahagiaan yang dapat membantu dalam meningkatkan kualitas hidup.

Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka diperoleh bagan kerangka pemikiran sebagai berikut:

2.7 Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas dapat diajukan hipotesis penelitian, yaitu: H1: Ada pengaruh spiritualitas terhadap kualitas hidup (quality of life) pada

wirausahawan muda.

H2 : Ada pengaruh life satisfaction terhadap kualitas hidup (quality of life) pada wirausahawan muda.

H3 : Ada pengaruh spiritualitas dan life satisfaction terhadap kualitas hidup

Wirausahawan Muda Quality of Life (Kualitas Hidup)

Spiritualitas Life Satisfaction

(Kepuasan hidup) H1 H2 H3 2.7 Hipotesis Wirausahawan Muda Quality of Life (Kualitas Hidup)

Spiritualitas Life Satisfaction

(Kepuasan hidup)

H1 H2

Referensi

Dokumen terkait

Manusia telah melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas hidup, kualitas hidup salah satu kriteria penting dalam kehidupan masarakat setiap individu juga memiliki

Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja SKPD Provinsi Provinsi Kaltim difokuskan untuk optimalisasi pengelolaan kegiatan program SKPD, yaitu yang berkenaan dengan efisiensi,

Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar responden dengan tingkat pengetahuan mahasiswa kategori baik yaitu 54 responden (52,4%), dan praktik pengisian

Jadi kesimpulan dari definisi kualitas hidup adalah suatu penilaian kepuasan individu mengenai banyak hal, mulai dai kepuasan hidup, kepuasan dalam bekerja,

Dengan fokus penelitian ada pada akad dana haji dan penggunaan dana haji dalam pandangan hukum ekonomi syariah yang akan digunakan untuk pembiayaan

Modal untuk pembuatannya yang tidak terlalu mahal dan proses pembuatannya yang juga tidak terlalu sulit serta memiliki nilai jual yang tinggi, menjadikan keterampilan ini

(2011) yang menyatakan bahwa masalah terbesar personal hygiene pada siswa SD Negeri Jatinangor adalah aspek kebersihan mulut dan gigi (88,9% tidak hygiene dan 11,1% hygiene), aspek

Hasil penelitian ini adalah: (1) produk yang berupa media pembelajaran buku digital interaktif, (2) tingkat kelayakan media pembelajaran buku digital interaktif dari ahli